You are on page 1of 19

TUGAS AGAMA

SHINTO

NAMA KELOMPOK :
(Non Reguler)
Intan Tropika Yulianti
Ira Nawira
Khairul Jihad

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2010
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seperti yang kita ketahui, sejak jaman prasejarah manusia sudah
mengetahui mereka tidaklah kuat bahwa ada kekuatan yang lebih di atas mereka.
Manusia kemudian mulai menyembah roh-roh leluhur, alam, batu, pohon dan
sebagainya yang dianggap Tuhan atau Dewa sebagai bentuk rasa hormat mereka
terhadap kekuatan tersebut.
Salah satu agama yang menyakini hal tersebut dan masih bertahan hingga
saat ini adalah agama Shinto. Agama ini menyakini bahwa sungai, daun, gunung,
matahari adalah tempat bersemayamnya Kami atau Tuhan. Shinto adalah agama
yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Jepang. Namun selepas Perang Dunia
ke II Shinto kehilangan statusnya sebagai agama kebangsaan. Kebanyakan amalan
dan ajaran yang dititikberatkan sebelum perang dunia tidak lagi diajarkan/
diamalkan di masa kini walaupun setengahnya masih diaplikasikan sebagai
aktifitas sehari-hari.
Shinto memiliki sejarah yang panjang hingga saat ini. Oleh karena itu,
kami mencoba untuk menjelaskan tentang agama Shinto secara rinci pada makalah
ini dengan tujuan agar kita lebih mengetahui dan memahami agama Shinto.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakag di atas maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam
makalan ini yaitu :
1. Apa definisi dari kata Shinto ?
2. Bagaimana Sejarah Shinto?
3. Apa yang menjadi kepercayaan Agama Shinto?
4. Berapa macam aliran-aliran Shinto ?
5. Bagaimana bentuk Kuil Shinto ?

2
6. Apa Kitab Suci agama Shinto ?
7. Pendeta
8. Apa Tujuan-Tujuan Agama Shinto?
9. Bagaimana Jalan Untuk Mencapai Tujuan ?
10. Bagaimana bentuk Upacara Keagamaannya ?
11. Pengaruh Shinto terhadap Masyarakat Jepang

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan pembuatan makalah ini adalah agar kita lebih mengenal dan
memahami agama Shinto yang kebanyakan dianut oleh masyarakat Jepang.

2. Tujuan Khusus
- Kita dapat mengerti sejarah awal agama Shinto dan Perkembangannya
- Dapat menambah pengetahuan tentang kepercayaan Shinto
- Dapat menambah wawasan tetang pengaruh Shinto terhadap
masyarakat Jepang secara umumnya.

3
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kata Shinto


Shinto adalah kata majemuk yang berasal dari kata “Shin” dan “To”. Arti
kata “Shin” adalah “roh” dan “To” adalah “jalan”. Jadi “Shinto” mempunyai arti
lafdziah “jalannya roh”, baik roh-roh orang yang telah meninggal maupun roh-roh
langit dan bumi. Shinto juga diartikan sebagai Jalan Kami atau jalan Tuhan.
Beberapa orang menerjemahkan sebagai Jalan Dewa. Nama Shinto mulai dipakai
pada abad ke 6, bersamaan dengan masuknya agama Buddha di Jepang.
Shinto adalah agama kuno yang merupakan campuran dari animisme dan
dinamisme yaitu suatu kepercayaan primitif yang percaya pada kekuatan benda,
alam atau spirit. Kepercayaan tua semacam ini biasanya penuh dengan berbagai
ritual dan perayaan yang biasanya berhubungan dengan musim, seperti musim
panen, roh, kekuatan dan lain-lain. Sejak awal sebenarnya secara natural manusia
sudah menyadari bahwa mereka bukanlah mahluk kuat dan diluar mereka ada
kekuatan lain yang lebih superior yang langsung ataupun tidak langsung
berpengaruh terhadap kehidupan mereka sehari-hari. Pengakuan, kekaguman,
ketakutan dan juga kerinduan pada Spirit atau "Kekuatan Besar" yang disebut
dengan nama Kami atau Kami Sama itu diwujudkan dalam bentuk tarian, upacara,
festival dan lain-lain.

2.2 Sejarah
Shinto pada mulanya adalah merupakan perpaduan antara faham animisme
dengan pemujaan terhadap gejala-gejala alam. Shinto dipandang oleh bangsa
Jepang sebagai suatu agama tradisional warisan nenek moyang yang telah berabad-
abad hidup di Jepang. Latar belakang historis timbulnya Shinto adalah bersamaan
dengan latar belakang historis tentang asal-usul timbulnya negara dan bangsa
Jepang. Karena yang menyebabkan timbulnya faham ini adalah budidaya manusia
dalam bentuk cerita-cerita pahlawan (mitologi) yang dilandasi kepercayaan
animisme, maka faham ini dapat digolongkan dalam klasifikasi agama alamiah.

4
Shinto selama ini dikenal sebagai salah satu agama asli yang dianut oleh
sebagian besar penduduk Jepang saat ini. Agama atau kepercayaan ini percaya pada
banyak Tuhan atau Dewa, menyembah matahari sebagai Dewa tertinggi dan
percaya bahwa kaisar Jepang adalah keturunan langsung dari Dewa Matahari atau
Amaterasu Omikami.
Shinto adalah agama resmi di Jepang dari masa Restorasi Meiji hingga
akhir Perang Dunia II. Setelah Perang Dunia II, Shinto kehilangan statusnya
sebagai agama resmi. Sebagian ajaran dan kegiatan Shinto yang sebelumnya
dianggap penting pada masa perang ditinggalkan dan tidak lagi diajarkan. Sebagian
lagi tetap bertahan, namun telah kehilangan konotasi keagamaannya.
Pada abad kesembilan belas tepatnya tahun 1868 saat Restorasi Meiji agama
Shinto diproklamirkan menjadi agama negara. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa
paham Shintoisme merupakan ajaran yang mengandung politik religius bagi
Jepang, sebab saat itu taat kepada ajaran Shinto berarti taat kepada kaisar dan
berarti pula berbakti kepada negara dan politik negara.
Nama Shinto sendiri muncul setelah masuknya agama Buddha ke Jepang
pada abad keenam masehi yang dimaksudkan untuk menyebut kepercayaan asli
bangsa Jepang. Pada awal masuknya agama Buddha, membawa dampak serius
pada sistem politik dan pemerintahan kekaisaran Jepang yang memeluk agama
Shinto. Menurut agama Shinto, Kaisar Jepang, merupakan keturunan dewa yang
mempunyai status paling tinggi di Jepang. Apabila mereka menganut agama
Budha, sistem kekaisaran harus dihilangkan.
Untuk menjembatani perbedaan ini, akhirnya salah satu keluarga kaisar,
Pangeran Shotoku, memperkenalkan pendekatan baru yang memadukan Shinto,
Buddha, dan Konfusianisme. Ia menyatakan bahwa ibarat sebuah pohon, “Shinto
adalah batang, Buddha adalah cabang, dan Konfusianisme adalah dedaunan.’’
Dengan pendekatan ini, perselisihan antara Shinto, Buddha, dan
Konfusianisme dapat dihilangkan. Bangsa Jepang mampu menerima kepercayaan
baru tersebut dan filosofi serta nilai-nilai budaya di dalamnya.
Namun hal ini berakibat agama Shinto justru hampir kehilangan sebagian
besar sifat aslinya. Misalnya, aneka ragam upacara agama bahkan bentuk-bentuk
bangunan tempat suci agama Shinto banyak dipengaruhi oleh agama Buddha.

5
Patung-patung dewa yang semula tidak dikenal dalam agama Shinto mulai
diadakan dan ciri kesederhanaan tempat-tempat suci agama Shinto lambat laun
menjadi lenyap digantikan dengan gaya yang penuh hiasan warna-warni yang
mencolok.
Hal ini berlangsung sampai abad ketujuh belas masehi. Setelah abad ketujuh
belas timbullah gerakan untuk menghidupkan kembali ajaran Shinto murni yang di
pelopori oleh Kamamobuchi, Motoori, Hirata, Narinaga dan lain-lain dengan tujuan
membedakan “Badsudo” (jalannya Buddha) dengan “Kami” (roh-roh yang
dianggap dewa oleh bangsa Jepang).

2.3 Kepercayaan Agama Shinto


Dalam agama Shinto yang merupakan perpaduan antara faham animisme
dengan pemujaan terhadap gejala-gejala alam yang mempercayai bahwa semua
benda baik yang hidup maupun yang mati dianggap memiliki ruh atau spirit. Semua
ruh atau spirit itu dianggap memiliki daya kekuasaan yang berpengaruh terhadap
kehidupan mereka (penganut Shinto), daya-daya kekuasaan tersebut mereka puja
dan disebut dengan “Kami”.
Istilah “Kami” dalam agama Shinto dapat diartikan dengan “di atas” atau
“unggul”, sehingga apabila dimaksudkan untuk menunjukkan suatu kekuatan
spiritual, maka kata “Kami” dapat diartikan dengan “Dewa” (Tuhan, God dan
sebagainya). Jadi bagi bangsa Jepang kata “Kami” tersebut berarti suatu objek
pemujaan yang berbeda pengertiannya dengan pengertian objek-objek pemujaan
yang ada dalam agama lain.
Dewa-dewa dalam agama Shinto jumlahnya tidak terbatas, bahkan
senantiasa bertambah, hal ini diungkapkan dalam istilah “Yao-Yarozuno Kami”
yang berarti “delapan miliun dewa”. Menurut agama Shinto kepercayaan terhadap
berbilangnya tersebut justru dianggap mempunyai pengertian yang positif. Sebuah
angka yang besar berarti menunjukkan bahwa para dewa itu memiliki sifat yang
agung, maha sempurna, maha suci dan maha murah. Oleh sebab itu angka-angka
seperti 8, 80, 180, 5, 100, 10, 50, 100, 500 dan seterusnya dianggap sebagai angka-
angka suci karena menunjukkan bahwa jumlah para dewa itu tidak terbatas

6
jumlahnya. Dan seperti halnya jumlah angka dengan bilangannya yang besar maka
bilangan itu juga menunjukkan sifat kebesaran dan keagungan “Kami”.
Pengikut-pengikut agama Shinto mempunyai semboyan yang berbunyi
“Kami negara – no – mishi” yang artinya : tetap mencari jalan dewa. Orang Jepang,
(Shinto) mengakui adanya dewa bumi dan dewa langit (dewa surgawi) dan dewa
yang tertinggi adalah Dewi Matahari (Ameterasu Omikami) yang dikaitkan dengan
pemberi kamakmuran dan kesejahteraan serta kemajuan dalam bidang pertanian.
Shinto mengenal beberapa nama Dewa atau Kamisama. Kamisama ini
bersemayam atau hidup di berbagai ruang dan tempat, baik benda mati maupun
benda hidup. Pohon, hutan, alam, sungai, batu besar, bunga sehingga wajib untuk
dihormati. Dewa yang berdiam di gunung disebut Kami no Yama, kemudian Kami
no Kawa (Dewa Sungai), Kami no Hana (Dewa Bunga) dan Dewa/Tuhan tertinggi
yaitu Dewa Matahari (Ameterasu Omikami) yang semuanya harus dihormati dan
dirayakan dengan perayaan tertentu.
Disamping mempercayai adanya dewa-dewa yang memberi kesejahteraan
hidup, mereka juga mempercayai adanya kekuatan gaib yang mencelakakan, yakni
hantu roh-roh jahat yang disebut dengan Aragami yang berarti roh yang ganas dan
jahat. Jadi dalam Shinto ada pengertian kekuatan gaib yang dualistis yang satu
sama lain saling berlawanan yakni “Kami” versus Aragami (Dewi melawan roh
jahat) Dari kutipan di atas dapat dilihat adanya tiga hal yang terdapat dalam
konsepsi kedewaan agama Shinto, yaitu :
1. Dewa-dewa yang pada umumnya merupakan personifikasi dari gejala-gejala
alam itu dianggap dapat mendengar, melihat dan sebagainya sehingga harus
dipuja secara langsung.
2. Dewa-dewa tersebut dapat terjadi (penjelmaan) dari roh manusia yang sudah
meninggal.
3. Dewa-dewa tersebut dianggap mempunyai spirit (mitama) yang beremanasi
dan berdiam di tempat-tempat suci di bumi dan mempengaruhi kehidupan
manusia.

7
2.4 Aliran-aliran Shinto
Secara umum Shinto bisa dikelompokkan menjadi 4 bagian atau kelompok. yang
masing masing mempunyai keunikannya tersendiri.
1. Imperial Shinto (Kyūchū Shinto atau Koshitsu Shinto)
Shinto kelompok ini sangat eksklusif dan tidak umum ditemukan. Memiliki
beberapa kuil saja yang kalau tidak salah 5 buah di seluruh negeri. Nama kuil ini
biasanya berakhir dengan nama Jingu, misalnya Heinan Jingu, Meiji Jingu, Ise
Jingu dll. Kuil Shinto kelompok ini selain berfungsi sebagai tempat untuk
memuja Kami juga berfungsi sebagai tempat memuja leluhur khususnya
keluarga kerajaan. Salah satu dari kuil ini dibangun khusus untuk menghormati
dewa Matahari. .
2. Folk Shinto (Minzoku Shinto)
Mithyologi tentang Kojiki, cerita terbentuknya pulau Jepang dan cerita tentang
dewa dewa lain adalah ciri khas dari Shinto kelompok ini. Jadi Folk Shinto
adalah kepercayaan Shinto yang meliputi cerita tua, legenda, hikayat dan cerita
sejarah. Kuil Kibitsu Jinja yang terletak di daerah Okayama, Jepang tengah
adalah salah satu contoh menarik karena dibangun untuk menghormati tokoh
utama dalam cerita rakyat yaitu Momo Taro. Disamping itu Shinto kelompok ini
juga mendapat pengaruh yang kuat dari agama Buddha, Konfucu, Tao dan
ajaran penduduk local seperti Shamanism, praktek penyembuhan dll. Kuil
kelompok ini biasanya mudah dibedakan dengan kuil lainya karena adanya
sejarah pendirian kuil yang unik. Jadi jangan kaget kalau Anda menemukan kuil
yang penuh dengan ornament dan pernak pernik kucing atau binatang dan benda
lainya karena sejarah pendiriannya yang memang berkaitan dengan binatang
tersebut.
3. Sect Shinto (Kyoha atau Shuha Shinto)
Shinto kelompok ini mulai muncul pada abad ke 19 dan sampai saat ini memiliki
kurang lebih 13 sekte. Dua diantara sekte ini yang cukup banyak pengikutnya
adalah Tenrikyo atau Kenkokyo. Keberadaan dari Sect Shinto ini cukup unik
karena memiliki ajaran, doktrin, pemimpin atau pendiri yang dianggap sebagai
nabi dan yang terpenting biasanya menggolongkan diri dengan tegas sebagai
penganut monotheisme. Shinto golongan ini sepertinya jarang dibahas ataupun

8
kurang dikenal oleh kebanyakan orang. (asing) sehingga konsep monotheisme
dari Shinto aliran baru nyaris luput dari tulisan kebanyakan orang.
4. Shrine Shinto (Jinja Shinto)
Dari semua kelompok kuil Shinto yang ada, kelompok inilah yang sepertinya
paling mudah untuk ditemukan. Diperkirakan saat ini ada sekitar 80 ribuan kuil
yang ada di seluruh negeri dan semuanya tergabung dalam satu organisasi besar
yaitu Association of Shinto Shrines.

2.5 Kitab Suci agama Shinto


Kitab suci yang tertua di dalam agama Shinto itu ada dua buah, tetapi disusun
sepuluh abad sepeninggal Jimmu Tenno (660 SM), Kaisar Jepang yang pertama.
Dan dua buah lagi disusun pada masa yang lebih belakangan. Kitab suci tersebut
yakni :
1. Kojiki, yang bermakna : Catatan peristiwa Purbakala. Disusun pada tahun 712
M, sesudah kekaisaran Jepang berkedudukan di Nara, yang ibukota Nara itu
dibangun pada tahun 710 M menuruti model ibukota Changan di Tiongkok.
2. Nihonji, yang bermakna : Riwayat Jepang. Disusun pada tahun 720 M oleh
penulis yang sama dengan dibantu oleh seorang Pangeran di Istana.

Kitab Kojiki menguraikan tentang alam kayangan tempat kehidupan para dewa
dan dewi sampai kepada Amaterasu omi Kami (dewi Matahari) dan Tsukiyomi
(dewa Bulan) diangkat menguasai Langit dan puteranya Jimmu Tenno (660 sM)
diangkat menguasai "tanah yang indah dan subur" (Jepang) di Bumi, lalu disusuli
dengan silsilah turunan kaisar Jepang itu beserta riwayat hidup satu persatunya,
selanjutnya upacara-upacara keagamaan yang dilakukan dalam masa yangpanjang
itu, berkenaan dengan pemujaan terhadap kaisar beserta para dewa dan dewi.
Di dalam kata pendahuluan Kojiki, penulis menyatakan bahwa dia adalah
seorang bangsawan tingkat lima di Istana, yang menerima perintah Kaisar untuk
menyusun silsilah para kaisar beserta riwayat hidupnya. Dia menuliskannya
berdasarkan kisah turun temurun yang dihafalkan dan dinyanyikan Reciter, yakni
pihak penyanyi-bercerita. Kitab yang Nihonji berisi penjelasan mendetail mengenai
kitab Kojiki.

9
2.6 Kuil Shinto
Pada zaman kuno, walaupun tidak didirikan bangunan, tempat-tempat
pemujaan Shinto tetap disebut jinja (kuil Shinto). Pada masa itu, kekuatan alam
yang ditakuti seperti gunung (gunung berapi), air terjun, batu karang, dan hutan
merupakan objek pemujaan. Kuil Shinto berbentuk bangunan seperti dikenal
sekarang, diperkirakan berasal dari bangunan pemujaan yang dibuat permanen
setelah didiami para Kami yang pindah dari goshintai (objek pemujaan). Kuil
Shinto tidak memiliki aula untuk beribadat, dan bukan tempat untuk mendengarkan
ceramah atau menyebarluaskan agama. Pada zaman sekarang, kuil Shinto dipakai
untuk upacara pernikahan tradisional Jepang.
Setelah masuknya agama Budha, kuil-kuil Shinto mulai dibangun sebagai
rumah bagi para kami secara permanen. Yang membedakan bagunan kuil Shinto
dengan kuil Budha adalah adanya sebuah gerbang merah torii. Gerbang torii
dipercaya merupakan palang yang memisahkan dunia manusia dengan dunia tempat
kami tinggal
Kuil Shinto (Jinja) adalah struktur permanen dari kayu yang dibangun untuk
pemujaan berdasarkan kepercayaan Shinto. Tidak semua kuil Shinto adalah
bangunan permanen, sejumlah kuil memiliki jadwal pembangunan kembali.
Bangunan di Ise Jingū misalnya, dibangun kembali setiap 20 tahun.

Yasaka Jinja / Kuil Yasaka, di Kyoto

10
2.7 Pendeta
Pendeta Shinto disebut kannushi (shinshoku). Istilah kannushi sudah dikenal
sejak zaman kuno untuk orang yang menjalankan ritual di kuil. Di antara tugas
utama kannushi termasuk mengelola kuil dan melaksanakan berbagai upacara,
namun tidak memberi ceramah dan tidak menyebarluaskan agama. Kepala pendeta
disebut gūji, tugasnya memimpin upacara, mengelola manajemen keuangan kuil,
dan bertanggung jawab atas keseluruhan urusan kuil.Miko adalah sebutan untuk
wanita asisten kannushi dalam melaksanakan upacara atau pekerjaan administrasi
kuil.

Pendeta kepala (gūji)

2.8 Tujuan-Tujuan Agama Shinto


Tujuan utama dari Shinto adalah mencapai keabadian di antara mahluk-
mahluk rohani. Kami dipahami oleh penganut Shinto sebagai satu kekuasaan
supernatural yang suci hidup di atau terhubung dengan dunia roh. Agama Shinto
sangat animistik, sebagaimana kebanyakan keyakinan timur, percaya bahwa semua
mahluk hidup memiliki satu Kami dalam hakikatnya. Hakikat manusia adalah yang
paling tinggi, karena mereka memiliki Kami yang paling banyak. Keselamatan
adalah hidup dalam jiwa dunia dengan mahluk-mahluk suci ini.

2.9 Jalan Untuk Mencapai Tujuan


Dalam Shinto keselamatan dicapai melalui pentaatan terhadap semua larangan
dan penghindaran terhadap orang atau obyek yang mungkin menyebabkan ketidak

11
sucian atau polusi. Persembahyangan dilakukan dan persembahan dibawa ke kuil
untuk para Dewa. Pemenuhan kewajiban adalah unsur yang paling penting dari
Shinto.

2.10 Upacara Keagamaan


Menurut agama Shinto watak manusia pada dasarnya adalah baik dan bersih.
Adapun jelek dan kotor adalah pertumbuhan kedua, dan merupakan keadaan negatif
yang harus dihilangkan melalui upacara pensucian (Harae). Karena itu agama
Shinto sering dikatakan sebagai agama yang dimulai dengan dengan pensucian dan
diakhiri dengan pensucian. Upacara pensucian (Harae) senantiasa dilakukan
mendahului pelaksanaan upacara-upacara yang lain dalam agama Shinto.
Upacara yang dilakukan dalam agama Shinto terutama adalah untuk memuja Dewa
Matahari (Ameterasu Omikami) yang dikaitkan dengan kemakmuran dan
kesejahteraan serta kemajuan dalam bidang pertanian (beras), yang dilakukan
rakyat Jepang pada Bulan Juli dan Agustus di atas gunung Fujiyama.

Upacara Pernikahan dengan agama Shinto


Festival dan perayaan atau yang dikenal dengan nama Matsuri dalam bahasa
Jepang adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan ritual Shinto.
Matsuri merupakan upacara ritual Shinto (memuja dewa), yang berfungsi sebagai
bentuk pendekatan diri kepada dewa-dewa Bagi masyarakat umum, matsuri

12
dianggap tidak lebih dari perayaan budaya tahunan belaka. Masing masing kuil
mempunyai matsurinya sendiri sendiri dan tiap kuil ataupun daerah yang satu
dengan daerah yang lain mempunyai keunikannya perayaannya sendiri sendiri.
Perayaan matsuri yang bersifat nasional seperti halnya hari raya agama yang kita
kenal sama sekali tidak dijumpai di Jepang.Kebanyakan festival dilaksanakan pada
musim panas sekitar bulan Juli dan Agustus dan jatuh pada hari minggu sesuai
dengan kalender masehi. Beberapa festival tertentu yang bisa disebut sangat megah
yang melibatkan peserta dalam jumlah besar dan tentu saja tidak ketinggalan
jumlah penonton yang bisa mencapai jutaan orang. Empat dari sepuluh perayaan
besar adalah Gion matsuri Kyoto, Tenjin matsuri Osaka, Kishiwada matsuri Osaka,
Kanda matsuri Tokyo dan Takayama matsuri Takayama.
Kebanyakan dari perayaan ini mempunyai umur atau sejarah yang sangat tua
dan panjang serta sudah dijalankan secara turun temurun sejak ribuan tahun dan
hampir tanpa terputus sama sekali kecuali ketika masa perang dunia kedua.

2.11 Pengaruh Shinto terhadap Masyarakat Jepang


Shinto memiliki banyak pengaruh dalam masyarakat Jepang dan memiliki
peranan penting dalam menjaga keaslian tradisi Jepang dari pengaruh asing.
Walaupun perkembangan teknologi sangat maju dan percepatan modernisasi yang
amat pesat di Jepang, namun nilai-nilai Shinto tak akan pernah pudar.
1. Cinta alam
Ajaran agama Shinto yang paling menonjol adalah cinta dan penghormatan
yang tinggi kepada alam. Karena masyarakat Jepang mempercayai bahwa
Kamisama bersemayam di berbagai ruang dan tempat termasuk alam.
Dengan demikian, air terjun, bulan, atau hanya sebuah batu berbentuk aneh
mungkin akan datang harus dianggap sebagai kami. Pohon besar misalnya
tidak boleh sembarangan ditebang karena percaya ada Kami yang berdiam di
dalamnya. Kebanyakan penduduk jaman dulu akan taat dan tidak merusak
tempat alam atau bahkan terkadang jalan tanpa melewati hutan, gunung
bahkan pulau tertentu karena dipercaya adanya Kami yang bersemayam di
tempat tersebut.

13
Salah satu contoh kecil dari penghormatan yang tinggi kepada tumbuhan
adalah pada saat makan, yaitu hormat terhadap makanan khususnya beras.
Sehingga hal inilah yang menyebabkan kebanyakan orang Jepang yang anti
untuk menyisakan nasi bahkan dimakan sampai butir terakhir karena dianggap
tidak menghormati roh yang hidup di dalamnya. Dengan konsep kepercayaan
yang sangat sederhana seperti ini bisa dibilang orang Jepang cukup termasuk
sukses menjaga kelestarian alamnya.

2. Kebudayaan Jepang
Tradisi orang Jepang yang sangat menghormati alam karena ajaran Shinto
melatar belakangi munculnya kebiasan dan kebudayaan Jepang, antara lain :
- Ikebana : Seni merangkai - mengatur bunga dan arsitektur
tradisional Jepang dan desain taman.
- Mengucapkan "Itadakimasu" sebelum makan sebagai bentuk
penghormatan terima kasih atas makanan yang dapat mereka makan
kepada Kami.
- Mengadakan festival-festival sebagai bentuk pendekatan diri
kepada Kami.

14
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kita petik dari uraian tentang agama Shinto di atas yaitu:
1. Shinto adalah agama kuno yang merupakan campuran dari animisme dan
dinamisme yaitu suatu kepercayaan primitif yang percaya pada kekuatan benda,
alam atau spirit.
2. Tradisi Shinto mengenal beberapa nama Dewa yang bagi Shinto bisa juga berarti
Tuhan yang dalam bahasa Jepang disebut dengan istilah Kami atau Kamisama.
Kamisama ini bersemayam atau hidup di berbagai ruang dan tempat, baik benda
mati maupun benda hidup. Pohon, hutan, alam, sungai, batu besar, bunga
sehingga wajib untuk dihormati.
3. Tujuan utama dari Shinto adalah mencapai keabadian di antara mahluk-mahluk
rohani. Keselamatan adalah hidup dalam jiwa dunia dengan mahluk-mahluk
suci.
4. Shinto membawa pengaruh dan dampak yang besar terhadap masyarakat Jepang
baik dalam segi pemikiran, kebiasaan, maupun kebudayaan.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://dian-masniari.blogspot.com/2010/06/pengaruh-shinto-terhadap-pemikiran.html
http://lilismutiara2010-lilismutiara2010.blogspot.com/2010/09/kitab-suci-agama-
shinto.html?zx=60d57908881ba51f
http://noerhayati.wordpress.com/2008/09/24/agama-shinto-sejarah-dan-ajarannya/
http://myquran.com/forum/showthread.php/10898-Mengenal-agama-Shinto-lebih-dekat

16
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah agar kita mengenal macam-
macam agama di dunia khususnya agama Shinto dengan harapan kita dapat
menumbuhkan rasa toleransi dan saling menghargai antar pemeluk agama.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Nur Cholis Al-Anwary,
SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing beserta teman-teman yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini.
Ibarat peribahasa Tak Ada Gading Yang Tak Retak maka penyusunan makalah
ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu kami mengharapkan
saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan makalah ini.

Surabaya, September 2010

Penyusun

i 17
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................i
Daftar Isi.....................................................................................................................ii
Bab 1 PENDAHULUAN
1.1.............................................................................................................Latar
Belakang...................................................................................................1
1.2.............................................................................................................Rum
usan Masalah............................................................................................1
1.3.............................................................................................................Tujua
n................................................................................................................1

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1............................................................................................................Defin
isi Kata Shinto.........................................................................................3
2.2............................................................................................................Sejar
ah.............................................................................................................3
2.3............................................................................................................Kepe
rcayaan Agama Shinto............................................................................5
2.4............................................................................................................Alira
n-aliran Shinto.........................................................................................7
2.5............................................................................................................Kitab
Suci agama Shinto ..................................................................................8
2.6............................................................................................................Kuil
Shinto .....................................................................................................9
2.7............................................................................................................Pend
eta............................................................................................................10
2.8............................................................................................................Tujua
n-Tujuan Agama Shinto..........................................................................10
2.9............................................................................................................Jalan
Untuk Mencapai Tujuan..........................................................................10

18
2.10..........................................................................................................Upac
ara Keagamaan........................................................................................11
2.11.......................................................................................................... Peng
aruh Shinto terhadap Masyarakat Jepang ...............................................12

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan..............................................................................................13

Daftar Pustaka

ii

19

You might also like