Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
Secara umum tulang dasar antrum mempunyai ukuran yang relatif tebal.
Ketebalan yang dimaksud adalah jarak antara permukaan dasar antrum dengan ujung
akar gigi posterior rahang atas. Pada beberapa kasus dapat dijumpai dinding dasar
antrum yang tipis bahkan begitu tipisnya sehingga tidak ada batas dengan ujung akar
gigi. 2
Menipisnya tulang dasar antrum dapat terjadi karena beberapa sebab. Pertama,
diduga adanya pertumbuhan akar gigi yang tumbuh bersama-sama dengan
perkembangan antrum, sehingga tulang dasar antrum membentuk kontur yang
mengikuti lekuk trifurkasi akar molar atau lekuk di antara akar-akar premolar.
Sehingga akar gigi berkesan masuk ke dalam rongga antrum. Kedua, terdapatnya
jaringan patologis pada ujung akar gigi. Jaringan patologis tersebut antara lain kista
radikuler atau granuloma periapikal. Proses perluasan dari jaringan patologis tersebut
akan dapat merusak dan menipiskan tulang setempat. Selain hal tersebut, neoplasia
dapat juga menipiskan tulang dasar antrum. 2
Pada proses pencabutan gigi, tulang dasar antrum yang tipis akan lebih mudah
rusak, sehingga mudah untuk menimbulkan kecelakaan terbukanya antrum.
Terbukanya antrum dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, karena terjadi
2
kecelakaan penggunaan alat, misalnya penggunaan bein dengan cara kasar.
Dilaporkan juga karena pemasangan gigi tiruan implan. Penyebab kedua adalah,
bentuk dinding dasar antrum yang berlekuk mengikuti kontur akar gigi. Penyebab
ketiga, adanya jaringan patologis pada ujung akar gigi posterior rahang atas. 2
3
Suatu tindakan yang bijaksana apabila setiap selesai melakukan pencabutan
gigi di rahang atas, khususnya gigi-gigi molar dan premolar, diikuti dengan
pemeriksaan tes tiup atau kumur. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi apakah
terjadi kecelakaan terbukanya antrum setelah pencabutan gigi. Apabila hal tersebut
terjadi dan segera diketahui, kemudian dilakukan perawatan dengan cepat dan benar,
maka komplikasi yang lebih parah akan dapat dihindari.2
Penutupan fistula oroantral harus dilakukan sesegera mungkin untuk
mengurangi risiko infeksi antrum. Flap palatal adalah metode yang paling umum
yang dipakai dalam operasi penutupan fistula oroantral.3
4
BAB II
PERMASALAHAN
5
BAB III
PEMBAHASAN
3. Apa komplikasi yang diramalkan yang dapat terjadi bila kasus ini
dibiarkan?
Amaratungga melaporkan dari 86 kasus oroantral fistula semuanya
mengalami infeksi. Infeksi yang dimaksud adalah sinusitis maksilaris2
(sinusitis maksilaris supuratif kronis2, unilateral1)
6
4. Siapa yang menanggulangi kasus ini? Ahli THT? Dokter Gigi? atau
Dokter Bedah?
Ahli yang menangani fistula ororantral adalah ahli gigi (dokter gigi
spesialisasi Bedah Mulut) karena fistula oroantral merupakan satu dari
komplikasi yang umum terjadi setelah operasi dentoalveolar di rahang bawah,
dan paling banyak diakibatkan oleh ekstraksi gigi, terutama molar atas3 dan
karena pada sebagian besar kasus, pasien dengan fistula oroantral mempunyai
riwayat ekstraksi gigi sebelumnya.1 Dokter Ahli THT berperan serta pada
penanganan sinusitis maksilarisnya saja, sedangkan Dokter Ahli Bedah
berperan serta bila ada trauma maksilofasial yang mengiringi kejadian fistula
ororantral tersebut.
7
DAFTAR PUSTAKA
1. Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi 13.
Penerbit Binarupa Aksara.Jakarta. 1994.
2. Anonym. Oro-antral communication. Available at :
http://www.exodontia.info/OroAntralCommunication.html
3. Klara Sokler. Treatment of Oroantral Fistula. Acta Stomatol Croat, Vol. 36,
br. 1, 2002. Available at: http://www. hrcak.srce.hr/file/5104.pdf