You are on page 1of 30

  


  

‘


    

      


         
c
c
i i

   


   

Kelenjar pituitari (hipofisis) berukuran kurang lebih 1 cm dengan berat 500


mg. Terletak di sella tursica dari tulang sphenoid. Sella tursica dekat dengan chiasma
opticum. Kelenjar hipofise sebenarnya terdiri dari dua kelenjar, pituitari anterior yang
berukuran lebih besar terletak di anterior atau disebut adenohipofise dan pituitari
posterior atau neurohipofise. Pituitari anterior biasa juga disebut sebagai @ 
  , karena pengaruhnya pada kelenjar lain dan pada seluruh tubuh. Pengaruh ini
dilaksanakan oleh 6 hormon yang diproduksi oleh sel yang berbeda- beda yang
terdapat di lobus anterior hipofise, dan oleh dua hormon yang diproduksi oleh lobus
posterior hipofise.


 

‘  
Diharapkan dengan adanya makalah ini mahasiswa mahasiswi dapat
memahami serta menerapkan dalam kehidupan sehari ± hari.
‘  
@ahasiswa progam study D3 keperawatan STIkes St. Borromeus mampu
memahami apa yang dimaksud dengan definisi, anatomi fisiologi,
patofisiologi, asuhan keperawatan, diagnosa keperawatan, rencana tindakan
keperawatan.


   

@etode yang kita gunakan dalam menyusunan makalah ini adalah dengan
study pustaka dan konsultasi pada dosen pembimbing. Kita juga mencari informasi
melalui media webside untuk mendukung sumber makalah yang kita susun



!"    #  


@akalah ini terdiri dari 3 bab: Bab I Pendahuluan antara lain: latar belakang,
tujuan, metode, dan sistematika penulisan ; Bab II Tinjauan teoretis yang berisikan
anatomi fisiologi, disfungsi kelenjar hipofise, asuhan keperawatan yang terdiri dari :
Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Rencana tindakan keperawatan, Tindakan
keperawatan, dan Evaluasi.

r
i i

    


‘    $   


‘ %  #& 

Kelenjar pituitari(hipofisis) berukuran kurang lebih 1 cm dengan berat 500 mg.


Terletak di sella tursica dari tulang sphenoid. Sella tursica dekat dengan chiasma
opticum. Kelenjar hipofise sebenarnya terdiri dari dua kelenjar, pituitari anterior yang
berukuran lebih besar terletak di anterior atau disebut adenohipofise dan pituitari
posterior atau neurohipofise. Pituitari anterior biasa juga disebut sebagai @aster gland,

‰
karena pengaruhnya pada kelenjar lain dan pada seluruh tubuh. Pengaruh ini
dilaksanakan oleh 6 hormon yang diproduksi oleh sel yang berbeda- beda yang
terdapat di lobus anterior hipofise, dan oleh dua hormon yang diproduksi oleh lobus
posterior hipofise.

Bagian anterior kelenjar hipofisis mempunyai banyak fungsi dan karena memiliki
kemampuan dalam mengatur fungsi-fungsi dari kelenjar-kelenjar endokrin lain, maka
bagian anterior kelenjar hipofisis ini dikenal juga dengan nama kelenjar utama (G 

   . Sel-sel hipofisis anterior merupakan sel-sel yang khusus menyekresikan


hormon-hormon tertentu. Tujuh macam hormon dan peranan metabolik fisiologinya
telah diketahui dengan baik. Hormon- hormon terssebut adalah 




 

G
 (ACTH), G 
G   
G
 (@SH), 
 G  

G
 (thyrotropin, TSH 
 G   
G
 (FSH),  

G
(LH  
 
G
 (GH), dan 
  (PRL). Beberapa hormon ini
(ACTH, @SH, GH, dan prolaktin) merupakan 
  sedangkan hormon yang
lainnya (TSH, FSH, dan LH) merupakan 

. Penelitian morfologis
menemukan bahwa setiap hormon disintesis oleh satu jenis sel tertentu. Dapat
dikatakan bahwa bagian anterior kelenjar hipofisis sesungguhnya merupakan
gabungan dari beberapa kelenjar yang berdiri sendiri-sendiri, yang semuanya berada di
bawah pengawasan hipotalamus.

Lobus posterior kelenjar hipofisis atau neurohipofisis terutama berfungsi untuk


mengatur keseimabangan cairan. Vasopresin atau hormon antidiuretik (ADH)
terutama disintesis dalam nukleus supraoptik dan pareventrikular hipotalamus dan
disimpan dalam neurohipofisis.

Thyroid stimulating hormon (TSH), adrenocorticotropic hormon (ACTH), dan


gonadotropic hormon disebut tropic hormon karena hormon- hormon ini
menstimulasi hormon lain untuk mensekresi hormon yang aktif yang
mempengaruhi perubahan sel- sel tubuh tertentu. Hormon hipofise lain
melaksanakan penggaruhnya pada sel tubuh secara langsung ( non tropik ).

u

    #     #&  .

Hipotalamus terdiri dari sebuah nuklei dan berperan sebagai suatu penghubung
yang penting antara mekanisme pengaturan neurologis dan hormonal. Hipotalamus
melaksanakan pengontrolan pada kelenjar hipofise anterior dan terhadap kelenjar
lain dan sel-sel tubuh. Hipotalamus (terletak pada jaringan sekitar ventrikel ketiga)
dan lobus hipofise anterior dihubungkan oleh sistem perdarahan portal
hipotalamus-hipofise (hipotalamus-hipofise portal blood system) dengan demikian
neurosekresi releasing factor (RF) dan inhibiting factor (IF) dilakukan dari
Ñ
hipotalamus ke hipofise. Diduga bahwa masing-masing hormon hipofise memiliki
RF dan IF yang menstimulir atau menghambat pelepasan hormon-hormon tersebut.
Dengan diketahuinya struktur kimia dari suatu inhibitory dan releasing factor ,
istilah faktor diubah menjadi hormon.

Hipotalamus juga mengendalikan kelenjar hipofise posterior yang


berhubungan dengannya secara struktural. ADH dan oksitosin sebenarnya
diproduksi di hipotalamus dalam nuklei paraventrikular dan supraoptik dan dibawa
oleh neuron melalui transport aksonal melalui cabang-cabang terminal yang terletak
di lobus posterior hipofise. Disana mereka disimpan dan kemudian dilepaskan.

 $ 
 #&     
Growth hormon (GH) Target organ : seluruh tubuh, kemungkinan bekerja
pada kebanyakan jaringan melalui somatomedin.
Berhubungan dengan pertumbuhan sel, tulang, dan
jaringan lunak.
@eningkatkan mitosis
@empengaruhi metabolisme karbohidrat, protein,
dan lemak.
@eningkatkan glukosa darah dengan menurunkan
penggunaan glukosa, antagonis insulin.
@eningkatkan sintesa protein.
@eningkatkan kadar asam lemak bebas, lipolisis,
dan pembentukan keton.
@eningkatkan retensi elektrolit dan cairan
ekstraseluler.

Prolaktin (PRL) Target organ : payudara dan gonad.


Perlu bagi perkembangan payudara dan laktasi.
Pengatur fungsi reproduksi pada pria dan wanita.
Thyroid Stimulating Hormon (TSH) Target organ : tiroid

6
Perlu untuk pertumbuhan dan fungsi tiroid.
Adrenokorticoid-stimulating hormon Organ target: korteks adrenal
(ACTH; Corticotropin) Perlu untuk pertumbuhan dan mempertahankan
ukuran kortek adrenal. Sedikit berperan dalam
pelepasan mineralokortikoid (aldosteron).
@engontrol pelepeasan glukokorticoid (kortisel)
dan androgen adrenal.
p  #  
Folikel stimulating hormon (FSH) Target organ : gonad
Luteinizing hormon (LH) @enstimulasi gametogenesis dan produksi seks
steroid pada pria dan wanita.
 #&    
Antidiuretic hormone (ADH) @erubah membran tubulus ginjal untuk
meningkatkan absorpsi air; merangsang otot polos
usus, dan pembuluh darah.
Oxitocin @erangsang kontraksi uterus dan pengeluaran air
susu.

'
‘  $      ( #&     

GH, prolaktin, dan @SH mempunyai pengaruh metabolik langsung pada jaringan
sasaran sebaliknya ACTH, TSH, FSH, dan LH fungsi utamanya adalah mengatur
sekresi kelenjar-kelanjar endokrin lainnya, karena itu dikenal sebagai hormon-hormon
tropik.

GH atau somatotropin mempunyai pengaruh metabolik utama,baik pada anak-anak


maupun orang dewasa. Pada anak-anak, hormon ini diperlukan untuk pertumbuhan
somatik. Pada orang dewasa, hormon ini berfungsi mempertahankan ukuran orang
dewasa normal dan juga berperan dalam pengaturan sintesis protein dan pembuangan
zat makanan. GH memproduksi faktor pertumbuhan-1 mirip insulin (IGF-1) yang
merantarai efek perangsang-pertumbuhan. Tanpa IGF-1, GH tidak dapat merangsang
pertumbuhan. Sekresi GH diatur oleh growth hormone-releasing hormone (GHRH)

M
dari hipotalamus dan oleh somatostatin, suatu hormon penghambat. Pelepasan GH
dirangsang oleh hipoglikemia dan oleh asam amino seperti arginin, ditambah juga
dengan stress dan latihan berat.

@SH merupakan suatu unsur pokok dari proopiomelanokortin. Hormon ini


meningkatkan pigmentasi kulit dengan merangsang dispersi granula-granula melanin
dalam melanosit. Sekresi @SH diatur oleh corticotropin-releasing hormone (CRH) dan
dihambat oleh peningkatan kadar kortisol. Defisiensi sekresi kortisol dapat
merangsang pelepasan @SH, sedangkan kadar kortisol yang tinggi menekan sekresi
hormon ini.

Prolaktin merupakan salah satu kelompok hormon yang dibutuhkan untuk


perkembangan payudara dan sekresi susu. Pelepasan prolaktin berada di bawah
pengaruh penghambatan tonik oleh hipotalamus melalui dopamin yang disekresi oleh
sistem neuron dopaminergik tuberohipofisel. Jika &  (&   #  ini
tidak ada maka sekresi prolaktin akan meningkat dan dapat terjadi laktasi.
Thyrotropin-releasing hormone (TRH) merangsang sekresi prolaktin.

ACTH merangsang pertumbuhan dan fungsi korteks adrenal dan merupakan suatu
faktor yang sangat penting pada pengaturan produksi dan pelepasan kortisol. Secara
tunggal, ACTH tampaknya tidak mempunyai efek ekstraadrenal yang berarti CRH dan
arginine vasopressin (AVP) bekerja secara sinergis untuk merangsang sekresi ACTH.

TSH merangsang pertumbuhan dan fungsi kelenjar tiroid. TSH ini menyebabkan
pelepasan tiroksin (T4) dan tryodo tironin (T3), selanjutnya hormon-hormon ini akan
mengatur sekresi TSH. TRH merangsang sekresi TSH.

FSH dan LH dikenal juga sebagai gonadotropin. Pada laki-laki, FSH mempertahankan
dan merangsang spermatogenesis, sedangakan LH merangsang sekresi testoteron oleh
sel-sel Leydig atau sel-sel interstisial testis. FSH dan LH ini akan disekresi secara
kontinu atau secara tonik pada laki-laki. Sebaliknya, pada perempuan FSH
merangsang perkembangan folikel dan sekresi estrogen oleh sel-sel folikel. LH
menyebabkan ovulasi dan mempertahankan serta merangsang sekresi progesteron oleh
korpus luteum yang berkembang dari folikel sesudah ovulasi. Pelepasan FSH dan LH
pada perempuan bersifat siklik, sedemikian pula sehingga kadar kedua hormon

w
tersebut akan melonjak pada pertengahan siklus dan kemudian sedikit demi sedikit
menurun pada akhir siklus, dan diikuti oleh menstruasi. Sekresi FSH dan LH diatur
oleh sekresi (amplitudo dan frekuensi) gonadotropin-releasing hormone (GnRH) yang
bersifat pulsatil.

Konsekuensi klinis defisiensi pelepasan ACTH dan TSH masing-masing berupa


insufisiensi adrenal dan hipotiroidisme. Tidak adanya pelepasan gonadotropin
mengakibatkan hipotiroidisme. Sebaliknya, sekresi ACTH yang berlebihan akan
mengakibatkan hiperfungsi korteks adrenal atau sindrom Cushing. Sindrom kelebihan
TSH atau pelepasan gonadotropin jarang ditemukan.

Diagnosis klinis gangguan hipofisis membutuhkan penegasan biokimia melalui uji


khusus yang memperlihatkan fungsi hipofisis abnormal yang merupakan karakteristik
keadaan yang dicurigai. Hormon hipofisis yang sudah diterangkan yaitu, ACTH,
@SH, TSH, FSH, LH, GH, dan prolaktin semuanya dapat dihitung dalam serum atau
plasma.


‘  &   #& 

Penyakit hipofise adalah penyakit yang tidak umum terjadi, namun dapat timbul
sebagai kondisi hiperfungsi hipofise, hipofungsi hipofise, dan lesi/ massa setempat
yang menyebabkan tekanan pada khiasma optikus atau bagian basal otak.


‘  #&   #& 
Sering disebut juga hiperpituitarisme yaitu suatu kondisi patologis yang terjadi
akibat tumor atau hiperplasi hipofise sehingga menyebabkan peningkatan sekresi
salah satu hormon hipofise atau lebih.

PATOFISIOLOGI

Hiperfungsi hipofise dapat terjadi dalam beberapa bentuk bergantung pada sel
mana dari kelima sel-sel hipofise yang mengalami hiperfungsi. Kelenjar biasanya
mengalami pembesaran, disebut adenoma makroskopik bila diameternya lebih dari 10
mm, yang terdiri atas satu jenis sel atau beberapa jenis sel. Kebanyakan adalah tumor
c
yang terdiri atas sel-sel laktotropik (juga dikenal sebagai prolaktinomas). Tumor yang
kurang umum terjadi adalah adenoma somatotropik. Tumor yang terdiri atas sel- sel
pensekresi TSH-, LH-, atau FSH- sangat jarang terjadi.
Prolaktinoma (adenoma laktotropin) biasanya adalah tumor kecil, jinak, yang
terdiri atas sel-sel pensekresi prolaktin. Gejala yang khas pada kondisi ini sangat jelas
pada wanita usia reproduktif dan dimana terjadi (tidak menstruasi, yang bersifat
primer dan sekunder), galaktorea (sekresi ASI spontan yang tidak ada hubungannya
dengan kehamilan), dan infertilitas.
Adenoma somatotropik terdiri atas sel-sel yang mensekresi hormon
pertumbuhan. Gejala klinik hipersekresi hormon pertumbuhan bergantung pada usia
klien saat terjadi kondisi ini. @isalnya saja pada klien pre pubertas, dimana lempeng
epifise tulang panjang belum menutup, mengakibatkan pertumbuhan tulang-tulang
memanjanng sehingga mengakibatkan gigantisme. Pada klien post pubertas, adenoma
somatotropik mengakibatkan akromegali, yang ditandai dengan pembesaran
ekstermitas (jari, tangan, kaki), lidah, rahang, dan hidung. Organ-organ dalam juga
turut membesar (mis : kardiomegali).
Kelebihan hormon pertumbuhan menyebabkan gangguan metabolik, seperti
hiperglikemia dan hiperkalsemia. Pengangkatan tumor dengan pembedahan
merupakan pengobatan pilihan. Gejala metabolik dengan tindakan ini dapat
mengalami perbaikan, namun perubahan tulang tidak mengalami regresi.
Adenoma kortikotropik terdiri atas sel-sel pensekresi ACTH. Kebanyakan
tumor ini adalah mikroadenoma dan secara klinis dikenal dengan tanda khas penyakit
cushing¶s.

‘ p       

Gigantisme dan akromegali disebabkan oleh sekresi GH yang berlebihan. Keadaan ini
dapat diakibatkan tumor hipofisis yang menyekresi GH atau karena kelainan
hipotalamus yang mengarah pada pelepasan GH secara berlebihan. Pada beberapa
pasien dapat timbul akromegali sebagai respons terhadap neoplasia yang menyekresi
GHRA ektopik. Pada pasien ini terdapat hiperplasia hipofisis somatotrop dan
hipersekresi GH.

cc
Bila kelebihan GH terjadi selama masa anak-anak dan remaja, maka pertumbuhan
longitudinal pasien sangat cepat, dan pasien akan menjadi seorang raksasa. Setelah
#      )  #  p       
pp ")  #  *   #    (        
 
Keadaan ini disebut akromegali, dan penderita akromegali memperlihatkan
pembesaran tangan dan kaki.

Penderita mungkin membutuhkan ukuran sarung tangan yang lebih besar. Kaki juga
menjadi lebih besar dan lebar, dan penderita menceritakan mereka harus mengubah
ukuran sepatunya. Pembesaran ini biasanya disebabkan oleh pertumbuhan dan
penebalan tulang dan peningkatan pertumbuhan jaringan lunak.

Selain itu, perubahan bentuk raut wajah dapat membantu diagnosis pada insepeksi.
Raut wajah menjadi semakin kasar, sinus paranasalis dan sinus frontalis membesar.
Bagian frontal menonjol, tonjolan supraorbital menjadi semakin nyata, dan terjadi
deformitas mandibula disertai timbulnya prognatisme (rahang yang menjorok ke
depan) dan gigi geligi tidak dapat menggigit. Pembesaran mandibula menyebabkan
gigi-gigi renggang. Lidah juga membesar, sehingga penderita sulit berbicara. Suara
menjadi lebih dalam akibat penebalan pita suara.

Deformitas tulang belakang karena pertumbuhan tulang yang berlebihan,


mengakibatkan timbulnya nyeri dipunggung dan perubahan fisiologik lengkung tulang
belakang. Pemeriksaan radiografik tengkorak pasien akromegali menunjukkan
perubahan khas disertai pembesaran sinus paranasalis, penebalan kalvarium,
deformitas mandibula ( yang menyerupai bumerang ), dan yang paling penting ialah
penebalan dan destruksi sela tursika yang menimbulkan dugaan adanya tumor
hipofisis.

Bila akromegali berkaitan dengan tumor hipofisis, maka pasien mungkin mengalami
nyeri kepala bitemporal dan gangguan penglihatan disertai hemianopsia bitemporal
akibat penyebaran supraselar tumor tersebut, dan penekanan kiasma optikum.

Pasien dengan akromegali memiliki kadar basal GH dan IGF-1yang tinggi dan juga
dapat diuji dengan pemberian glukosa oral. Pada subjek yang normal, induksi

c
hiperglikemia dengan glukosa akan menekan kadar GH. Sebaliknya, pada pasien
akromegali atau gigantisme kadar GH gagal ditekan.

CT-scan dan @RI pada sela tursika memperlihatkan mikroadenoma hipofisis, serta
makroadenoma yang meluas ke luar sela mencakup juga sisterna diatas sela, dan
daerah sekitar sela, atau sinus sfenoid.

Pengobatan akromegali atau gigantisme lebih kompleks. Iridiasi hipofisis,


pembadahan mengakibatkan penurunan atau perbaikan penyakit. Pengobatan medis
dengan menggunakan octreotide, suatu analog somatostatin, juga tersedia. Octreoide
dapat menurunkan supresi kadar GH dan IGF-1, mengecilkan ukuran tumor, dan
memperbaiki gambaran klinis.


‘  #&   #& 

Insufisiensi hipofisis pada umumnya mempengaruhi semua hormon yang secara


normal disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. Oleh karena itu, manifestasi klinis
dari panhipopituitarisme merupakan gabungan pengaruh metabolik akibat
berkurangnya sekresi masing-masing hormon hipofisis.

Beberapa proses patologik dapat mengakibatkan insufisiensi hipofisis dengan cara


merusak sel-sel hipofisis normal: (1)   #&  , (2+   ,  
yang mengakibatkan nekrosis kelenjar hipofisis normal, (3) #*  
    &   &, dan (4)  # atau mungkin penyakit yang bersifat
autoimun.

Sindrom klinis yang diakibatkan oleh panhipopituitarisme pada anak-anak dan


orang dewasa berbeda-beda. Pada anak-anak, terjadi gangguan pertumbuhan
somatis akibat defisiensi pelepasan GH. - &   #&  . + merupakan
konsekuensi dari defisiensi terssebut. Ketika anak-anak tersebut mencapai pubertas,
maka tanda-tanda seksual sekunder dan genitalia eksterna gagal berkembang.
Selain itu, sering pula ditemukan berbagai derajat insufisiensi adrenal dan
 #   ; mereka mungkin akan mengalami kesulitan di sekolah dan

cr
memperlihatkan perkembangan intelektual yang lamban; kulit biasanya pucat
karena tidak adanya @SH.

Kalau hipopituitarisme terjadi pada orang dewasa, kehilangan fungsi hipofisis


sering mengikuti kronologis sebagai berikut : &    p)  #  )
 #      &     . Karena orang dewasa telah
menyelesaikan pertumbuhan somatisnya, maka tinggi tubuh pasien dewasa dengan
hipopituitarisme adalah normal. @anifestasi defisiensi GH mungkin dinyatakan
dengan timbulnya kepekaan yang luar biasa terhadap insulin dan terhadap
hipoglikemia puasa. Bersamaan dengan terjadinya  #  ) pria
menunjukan penurunan libido, impotensi dan pengurangan progresif pertumbuhan
rambut dan bulu di tubuh, jenggot, dan berkurangnya perkembangan otot. Pada
wanita, berhentinya siklus menstruasi atau ammanorea, merupakan tanda awal dari
kegagalan hipofisis. Kemudian diikuti oleh atrofi payudara dan genitalia eksterna.
Baik laki-laki maupun perempuan menunjukkan berbagai tingkatan hipotiroidisme
dan insufisiensi adrenal. % *  " akan mengakibatkan kulit pasien ini
kelihatan pucat.

Kadang kala, pasien memperlihatkan kegagalan hormon hipofisis saja. Dalam


keadaan ini, penyebab defisiensi agaknya terletak pada hipotalmus dan mengenai
hormon pelepasan yang bersangkutan.

Pada pasien dengan panhipopituitarisme, tingkat dasar hormon tropik ini rendah,
sama dengan tingkat produksi hormon kelenjar target yang dikontrol oleh hormon-
hormon tropik ini.

Pasien dengan hipopituitarisme, selain memiliki tingkat hormon basal yang rendah,
juga tidak merespons terhadap pemberian hormon perangsang sekresi. Uji fungsi
hipofisis kombinasi dapat dilakukan pada pasien ini dengan menyuntikkan (1)
insulin untuk menghasilkan hipoglikemia, (2) CRH, (3) TRH, dan (4) GnRH.
Hipoglikemia dengan kadar serum glukosa yang kurang dari 40mg/dl, normalnya
menyebabkan pelepasan GH, ACTH, dan kortisol; TRH merangsang pelepasan
TSH dan prolaktin; sedangkan GnRH merangsang pelepasan FSH dan LH. Pasien
dengan panhipopituitarisme gagal untuk merespons empat perangsang sekresi
tersebut. Selain studi biokimia, juga disarankan pemeriksaan radiografi kelenjar


hipofisis pada pasien yang diperkirakan menderita penyakit hipofisis, karena
tumor-tumor hipofisis seringkali menyebabkan gangguan-gangguan ini.
Pengobatan hipopituitarisme mencakup penggantian hormon-hormon yang kurang.
GH manusia, hormon yang hanya efektif pada manusia, dihasilkan dari teknik
rekombinasi asam deoksiribonukleat (DNA), dapat diguanakan untuk mengobati
pasien dengan defisiensi GH dan hanya dapat dikerjakan oleh dokter spesialis. GH
manusia jika diberikan pada anak-anak yang menderita dwarfisme hipofisis, dapat
menyebabkan peningkatan tinggi badan yang berlebihan. GH manusia rekombinan
juga dapat digunakan sebagai hormon pengganti pada pasien dewasa dengan
panhipopituitarisme. Hormon hipofisis hanya dapat diberikan dengan cara
disuntikan. Sehingga, terapi harian pengganti hormon kelenjar target akibat
defisiensi hipofisis untuk jangka waktu yang lama, hanya diberikan sebagai
alternatif. Sebagai contoh, insufisiensi adrenal yang disebabkan karena defisiensi
sekresi ACTH diobati dengan memberikan hidrokortison oral. Pemberian tiroksin
oral dapat mengobati hipotitoidisme yang diakibatkan defisiensi TSH. Pemberian
androgen dan estrogen dapat mengobati defisiensi gonadotropin ,namun pemberian
gonadotropin tersebut dapat menginduksi ovulasi. Defisiensi GH membutuhkan
injeksi GH setiap hari.
Insufisiensi hipofise menyebabkan hipofungsi organ sekunder. Hipofungsi hipofise
jarang terjadi, namun dapat saja terjadi dalam setiap kelompok usia. Kondisi ini
dapat mengenai semua sel hipofise (panhipopituitarisme) atau hanya sel-sel
tertentu, terbatas pada satu subset sel-sel hipofise anterior (mis: hipogonadisme
sekunder terhadap defisiensi sel-sel gonadotropik) atau sel-sel hipofise posterior
(mis: diabetes insipidus).

PATOFISIOLOGI

Penyebab hipofungsi hipofise dapat bersifat primer dan sekunder. Primer bila
gangguannya terdapat pada kelenjar hipofise itu sendiri, dan sekunder bila
gangguan terdapat pada hipotalamus. Penyebab tersebut termasuk diantaranya :
°‘ Defek perkembangan kongenital, seperti pada dwarfisme pituitari atau
hipogonadisme.

cu
°‘ Tumor yang merusak hipofise (mis: adenoma hipofise nonfungsional) atau
merusak hipotalamus (mis: kraniofaringioma atau glioma).
°‘ Iskemia, seperti pada nekrosis postpartum (sindrom sheehan¶s).

Diagnosis insufisiensi hipofise dapat diduga secara klinik namun harus ditegakan
melaui uji biokimia yang sesuai, yang akan menunjukan defisiensi hormon.

Panhipopitutarisme. Pada orang dewasa dikenal sebagai (Penyakit simmonds) yang


ditandai dengan kelemahan umum, intoleransi terhadap dingin, napsu makan buruk,
penurunan berat badan, dan hipotensi. Wanita yang terserang penyakit ini tidak
akan mengalami menstruasi dan pada pria akan menderita impotensi dan
kehilanngan libido. Insufisiensi hipofise pada masa kanak-kanak akan
mengakibatkan dwarfisme.

‘ p   / # 

Vasopresin arginin ( AVP ) merupakan suatu hormon antideuretik (ADH )


yang dibuat dinukleus supraoptik dan paraventrikuler hipotalamus bersama
dengan protein pengikatnya, yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut
dari badan ± badan sel neuron tempat pembuatannya, melalui akson menuju
keujung ± ujung saraf yang berada dikelenjar hipofisis posterior tempat
penyimpanannya. AVP dan neurofisinnya yang tidak aktif kemudian disekresi
bila ada rangsang tertentu. Sekresi AVP diatur oleh rangsangan yang
meningkat pada reseptor volume dan osmotik. Suatu peningkatan osmolalitas
cairan esktraseluler atau penurunan volume intravaskuler akan merangsang
sekresi AVP ,AVP kemudian terikat pada sebuah reseptor yaitu AVPR2,
ditubulus ginjal melalui pengaktifan    dan peningkatan turunan
siklis adenosin monofosfat (cA@P). Akhirnya meningkatkan permeabilitas
epitel duktus koligentes ginjal terhadap air.

Gangguan sekresi AVP termasuk    (DI) dan  


G
     ADH (SIADH). Gangguan ini dapat terjadi akibat
dekstrusi nukleus hipotalamik yaitu tempat vasopresin disintesis (DI sentral)
atau sebagai akibat tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasipresin (DI
nefrogenik) walaupun kadar hormon ini sangat tinggi.


Ada beberapa keadaan yang dapat mengakibatkan diabetes insipidus,
termasuk tumor ± tumor dihipotalamus, tumor ± tumor besar hipofisis yang
meluas ke luar sela tursika dan menghancurkan nukleus hipotalamik, trauma
kepala, cedera hipotalamus pada saat operasi, oklusi pembuluh darah
intraserebral dan penyakit ± penyakit granulomatosa. DI nefrogenik dapat
diturunkan melalui mutasi dalam reseptor vasopresin.

Pasien dengan DI mangalami polidipsi dan poliuria dengan volume


urine antara 5 ± 10 L/ hari kehilangan cairan yang banyak melalui ginjal ini
dapat dikompensasi dengan minum banyak cairan. Bila pasien tidak mampu
mempertahankan masukan air minum, berat badannya menurun, kulit dan
membran mukosa menjadi kering. Karena minum banyak air untuk
mempertahankan hidrasi tubuh, pasien ± pasien ini akan mengeluh penuh pada
perut dan anoreksia. Rasa haus dan buang air kecil berlangsung terus pada
malam hari sehingga pasien akan merasa terganggu tidurnya karena harus
sering buang air kecil pada malam hari. Volume urine menurun dan berat jenis
uerine meningkat segera setelah pemberian vasopresin. Pasien ± pasien ini
mengalami defisiensi vasopresin, namun memiliki respon ginjal yang normal
terhadap hormon. Sebaliknya pasien dengan DI nefrogenik gagal untuk
merespon AVP.

DI sentral diobati dngan AVP. Preparat yang paling sering dipakai 1-deamino-
8 D-arginin vasopresin (DDAVP), diberikan intranasal atau oral dan memiliki
jangka waktu kerja dari 12 jam sampai 24 jam. DI nefrogenik ditangani dengan
penggantian cairan, pengobatan penyakit ginjal yang mendasarinya, dan
penghentian terapi lithium bila memungkinkan. Pengobatan dengan kombinasi
hidroklorotiazid dan amilorid dapat menurunkan beratnya poliuria. Pada anak ±
anak dengan DI nefrogenik, keadaan tersebut akan membaik sesuai dengan
keadaan umur.

SIADH biasanya ditemukan menyertai penyakit ± penyakit hipotalamus atau


paru atau terjadi setelah pemberian obat. Pasien akan mengalami sindrom
hipoosmolar dengan kelebihan dan gangguan retensi air. Gejala ±gejalanya
merupakan akibat adanya hiponatremia berat dan menyerang sistem saraf pusat
sehingga pasien mudah marah, kekacauan mental, kejang, dan koma, terutama

c6
bila natrium dan serum menurun dibawah 120 mEq/L osmolalitas serum
rendah, dan osmolalitas urine tinggi dan meningkat diatas osmolalitas serum.
Pada pasien ± pasien ini, BUN dan serun keratinin kadarnya rendah dan
natrium urine lebih tinggi dari 20 mEq/L.

Pengobatan SIADH didasarkan pada pembatasan pemberian air, yaitu kurang


dari 1000 ml/hari dan pemberian 3% - 5% larutan NaCL yang dicampur
dengan furosemid. Diureti ini akan menginduksi pengeluaran cairan dan NaCl,
yang disimpan dalam bentuk hipertonik. Demeklosiklin, suatu obat yang secara
langsung menghambat efek vasopresin pada tingkat tubulus ginjal, dapat
dipakai dengan efektif untuk memperbaiki hipoosmolalitas yang terjadi akibat
adanya SIADH.

‘    # .+

Diabetes Insipidus (DI) ditandai dengan kurangnya ADH sekunder terhadap


lesi yang menghancurkan hipotalamus, stalk hipofise, atau hipofise posterior.
Kondisi ini dapat disebabkan oleh tumor, infeksi otak atau meningen, hemoragi
intrakranial, atau trauma yang mengenai tulanga bagian dasar tengkorak. Klien
dengan diabetes insipidus mengeluarkan urine hipotonik dalam jumlah yang
besar (5 sampai 6 liter per hari).

Diabetes insipidus dikelompokan menjadi nefrogenik (adalah diabetes


insipidus yang terjadi secara herediter dimana tubulus ginjal tidak berespons
secara tepat terhadap ADH, sementara kadar hormon dalam serum normal).
Primer (DI yang disebabkan oleh gangguan pada hipofise), sekunder (DI yang
disebabkan oleh tumor pada daerah hipofise-hipotalamus, dan tumor sekunder
metatasis dari paru-paru dan payudara, dan DI yang berkaitan dengan obat-
obatan diakibatkan oleh pemberian litium karbonat [Eskalith, Lihthobid,
Carbolith] dan Demeclocyline [Declomycin] ). Obat-obatan ini dapat
mempengaruhi respons tubulus ginjal terhadap air.

Insufisiensi hipotalamus membutuhkan terapi penggantian hormon yang


sesuai. Terapi penggantian dengan ADH menunjukkan hasil yang efektif dalam
mengobati DI.

cM
i
‘   %# -  %     #&     #& 
 #& 


‘  #&  #& 


‘   
1.‘ Riwayat penyakit ; manifestasi klinis tumor hipofise bervariasi tergantung
pada hormon mana yang disekresi berlebihan. Tanyakan manifestasi klinis
dari peningkatan prolaktin, GH dan ACTH mulai dirasakan.
2.‘ Kaji usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.
3.‘ Keluhan utama, mencakup :
‘ Perubahan ukuran dan bentuk tubuh serta organ-organ tubuh
seperti jari-jari, tangan, dsb.
‘ Perubahan tingkat energi, kelelahan dan letargi.
‘ Nyeri pada punggung dan perasaan tidak nyaman.
‘ Dispaneuria dan pada pria disertai dengan impotensia.
‘ Nyeri kepala, kaji P, Q, R, S, T.
‘ Gangguan penglihatan seperti menurunnya ketajaman penglihatan,
penglihatan ganda, dsb.
‘ Kesulitan dalam berhubungan seksual.
‘ Perubahan siklus menstruasi (pada klien wanita) mencakup
keteraturan, kesulitan hamil.
‘ Libido seksual menurun
‘ Impotensia.
4.‘ Pemeriksaan fisik mencakup:
‘ Amati bentuk wajah, khas pada hipersekresi GH seperti bibir dan
hidung besar, tulang supraorbita menjolok.
‘ Kepala, tangan/lengan dan kaki juga bertambah besar, dagu
menjorok kedepan.

cw
‘ Amati adanya kesulitan mengunyah dan geligi yang tidak tumbuh
dengan baik.
‘ Pemeriksaan ketajaman penglihatan akibat kompresi saraf optikus,
akan dijumpai penurunan visus.
‘ Amati perubahan pada persendian di mana klien mengeluh nyeri
dan sulit bergerak. Pada pemeriksaan ditemukan mobilitas terbatas.
‘ Peningkatan perspirasi pada kulit menyebabkan kulit basah karena
berkeringat.
‘ Suara membesar karena hipertropi laring.
‘ Pada palpasi abdomen, didapat hepatomegali dan splenomegali.
‘ Hipertensi
‘ Disfagia akibat lidah membesar.
‘ Pada perkusi dada dijumpai jantung membesar
5.‘ Pemeriksaan diagnostik mencakup :
‘ Kadar prolaktin serum : ACTH, GH
‘ Foto tengkorak
‘ CT Scan otak
‘ Angiografi
‘ Tes supresi dengan Dexamethason
‘ Tes toleransi glukosa.


‘   %# - 
Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan
hiperpituitarisme.
1.‘ Perubahan citra tubuh b.d perubahan penampilan fisik.
2.‘ Disfungsi seksual b.d penurunan libido; infertilitas.

Diagnosa keperawatan tambahan yang juga dijumpai adalah:

1.‘ Nyeri (kepala, punggung) b.d penekanan jaringan oleh tumor; hormon
pertumbuhan yang berlebihan.
2.‘ Takut b.d ancaman kematian akibat tumor otak.
3.‘ Ansietas b.d ancaman terhadap perubahan status kesehatan.
4.‘ Koping individu tak efektif b.d hilangnya kontrol terhadap tubuh.


5.‘ Keterbatasan aktivitas b.d kelemahan, letargi.
6.‘ Perubahan sensori-perseptual (penglihatan) b.d gangguan transmisi impuls
akibat kompresi tumor pada nervus optikus.


‘ 0'     %# - 
Berikut ini akan diuraikan dua diagnosa keperawatan pertama.

á 
    :
Perubahan citra tubuh b.d perubahan penampilan fisik.

  
Dalam waktu 2-3 minggu klien akan memiliki kembali citra tubuh yang positif.

   
a.‘ Nonpembedahan
°‘ Klien dengan kelebihan GH
1.‘ Dorong klien agar mau mengungkapkan pikiran dan
perasaannya terhadap perubahan penampilan tubuhnya,
2.‘ Bantu klien mengidentifikasi kekuatanya serta segi-segi positif
yang dapat dikembangkan oleh klien.
°‘ Klien dengan kelebihan prolaktin
1.‘ Yakinkan klien bahwa sebagian gejala dapat berkurang dengan
pengobatan (ginekomastia, galaktorea).
2.‘ Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya.
b.‘ Pemberian obat-obatan
1.‘ Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti: Bromokriptin (Parlodel),
merupakan obat pilihan pada kelebihan prolaktin. Pada mikro adenoma,
prolaktin adapat normal kembali. Juga diberikan pada klien dengan
akromegali, untuk mengurangi ukuran tumor.
2.‘ Observasi efek samping pemberian bromokriptin seperti:
Hipotensi ortostatik, iritasi lambung, mual, kram abdomen, dan
konstipasi.
3.‘ Kolaborasi pemberian terapi radiasi.

c
4.‘ Awasi efek samping terapi radiasi seperti: hipopituitarisme, kerusakan
nervus optikus, disfungsi hipotalamus, dan perubahan lapang pandang.
5.‘ Kolaborasi tindakan pembedahan.

á 
    
Disfungsi seksual b.d hilangnya libido, infertilitas dan impotensi.

  
Klien akan mencapai tingkat kepuasan pribadi dari fungsi seksual

   
1.‘ Identifikasi masalah spesifik yang berhubungan dengan pengalaman klien
terhadap fungsi seksualnya.
2.‘ Dorong agar klien mau mendiskusikan masalah tersebut dengan
pasangannya.
3.‘ Kolaborasi pemberian obat-obatan bromokriptin.
4.‘ Bila masalah ini timbul setelah hipofisektomi, kolaborasi pemberian
gonadotropin.

/
‘    %# -    

Hipofisektomi adalah tindakan pengangkatan adenoma hipofise melalui
pembedahan. Prosedur operasi tersebut mencakup tindakan transpenoidal
hipofisektomi dengan narkose. Insisi pada lapisan dalam bibir atas dan masuk
ke sella tursika melalui sinus spenoidalis. Yang kedua adalah transfrontal
kraniotomi yaitu dengan membuka rongga kranium melalui tulang frontal.
Secara umum prinsip perawatan kllien dengan hipofisektomi adalah
sebagai berikut :
Œ‘ Pantau status neurologi klien
Œ‘ Pantau keseimbangan cairan khususnya terhadap haluaran yang
berlebihan dari masukan karena dapat terjadi diabetes insipidus
transien.


Œ‘ Dorong klien untuk mempertahankan ventilasi paru dengan latihan
nafas dalam.
Œ‘ Anjurkan klien untuk tidak batuk, menggosok hidung atau bersin.

X‘ Y   
 

1.‘ @enjelaskan maksud dan tujuan tindakan dilakukan
2.‘ @enjelaskan penggunaan tampon hidung selama 2-3hari pascaoperasi.
Anjurkan klien bernafas melalui mulut selama pemasangan tampon
3.‘ @enjelaskan penggunaan balut tekan yang ditempatkan dari bawah hidung,
menggosok gigi, batuk, bersin, karena hal ini dapat menghambat
penyembuhan luka
4.‘ @enjelaskan berbagai prosedur diagnostik yang diperlukan sebagai
persiapan operasi seperti pemeriksaan neurologik, hormonal, lapang
pandang, swab tenggorok untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas.

X‘ Y     

Pendidikan kesehatan dilakukan sebelum tindakan pembedahan dilaksanakan.


Setelah tindakan transpenoidal hipofisektomi, perawat menjelaskan agar klien
menghindari aktivitas yang dapat menghambat penyembuhan seperti mengejan,
batuk, dll. Juga jelaskan agar klien mengindahkan faktor-faktor yang dapat
mencegah obstipasi. 

Klien tidak menyikat gigi satu sampai dua minggu sampai penyembuhan
sempurna, cukup berkumur setiap kali setelah makan. Jelaskan bahwa sensasi
hilang rasa pada daerah insisi adalah biasa, dapat berlangsung 3-4 bulan. Oleh
karena itu anjurkan klien memeriksa gusinya untuk mengetahui adanya lesi dan
perdarahan dengan menggunakan cermin setiap hari.

Setelah operasi , pemberian hormon diperlukan untuk mempertahankan


keseimbangan cairan. Jelaskan penggunaan obat-obatan dan jelaskan pula
perlunya tindak lanjut secara teratur.
r


X‘ Y    
 

1.‘ Amati respons neurologik klien dan catat adalah perubahan penglihatan,
disorientasi, dan perubahan kesadaran serta penurunan kekuatan motorik
ekstremitas.
2.‘ Amati pula komplikasi pasca operasi yang lazim terjadi seperti transient
insipidus (diabetes insipidus sesaat) : bila terjadi hal tersebut lakukan
intervensi sebagai berikut:
a.‘ Catat cairan yang masuk baik peroral maupun parenteral
b.‘ Tingkatkan masukan cairan bila ada rasa haus
c.‘ Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vasopresin
d.‘ Bila diperlukan lakukan pemasangan indwelling kateter untuk
memudahkan pemantauan haluan cairan.
e.‘ Ukur BB setiap hari
3.‘ Anjurkan klien untuk melaporkan pada perawat bila terjadi pengeluaran
sekret dari hidung ke faring ( post nasal drip) yang kemungkinan
mengandung CSF
4.‘ Tinggikan posisi kepala 30-45o.
5.‘ Kaji drainase nasal terhadap kualitas dan kuantitas terhadap kemungkinan
mengandung glukosa.
6.‘ Hindari batuk, ajarkan klien bernafas dalam, lakukan higyene oral secara
teratur karena pernafasan mulut dan penggunaan tampon.
7.‘ Kaji tanda-tanda infeksi (meningitis ) dengan cermat
8.‘ Kolaborasi pemberian gonadotropin, kortisol sebagai dampak
hipofisektomi.

/
‘ ,   
1.‘ Klien dapat menerima kekurangan (perubahan fisik) dalam dirinya.


2.‘ Klien mampu bersosialisi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya,
tanpa merasa malu akan perbedaan dalam dirinya
3.‘ Klien mampu beraktivitas secara mandiri


 #&  #& 


‘   
Pengkajian keperawatan pada klien dengan kelainan ini antara lain mencakup :
1.‘ Riwayat penyakit masa lalu. Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang
pernah diderita klien, serta riwayat radiasi pada kepala.
2.‘ Sejak kapan keluhan dirasakan. Dampak defisiensi GH mulai tampak pada
masa balita sedang defisiasi gonadotropin nyata pada masa pra remaja.
3.‘ Apakah keluhan terjadi sejak lahir. Tubuh kecil dan kerdil sejak lahir terdapat
pada klien kretinisme.
4.‘ Berat dan tinggi badan saat lahir.
5.‘ Keluhan utama klien :
a.‘ Pertumbuhan lambat
b.‘ Ukuran otot dan tulang kecil
c.‘ Tanda-tanda seks sekunder tidak berkembang : tidak ada rambut pubis dan
aksila, payudara tidak tumbuh, penis tidak tumbuh, tidak mendapat haid,
dan lain-lain.
6.‘ Pemeriksaan Fisik
a.‘ Amati bentuk dan ukuran tubuh, ukuran BB dan TB, amati bentuk dan
ukuran buah dada, pertumbuhan rambut aksila dan pubis, dan pada klien
pria, amati pula pertumbuhan rambut di wajah (jenggot dan kumis )
b.‘ Palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar
7.‘ Kaji pula dampak perubahan fisik terhadap kemampuan klien dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya.
8.‘ Data penunjang dari hsil pemeriksaan diagnostik eperti :
a.‘ Foto kranium untuk melihat pelebaran dan atau erosi sella tursika

u
b.‘ Pemeriksaan serum darah : LH dan FSH , GH, prolaktin, kortisol,
aldosteron, testosteron, androgen, tes stimulasi yang mencakup uji toleransi
insulin dan stimulasi tiroid realising hormon.


‘   %# - 
Diagnosa keperawatan yang dapat dijumpai pada klien hipopituitarisme adalah :
1.‘ Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur dan fungsi tubuh akibat defisiensi
gonadotropin dan defisiensi hormon pertumbuhan.
2.‘ Disfungsi seksual
3.‘ Koping individu tak efektif
4.‘ Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, pengobatan, dan perawatan di
rumah.
5.‘ Harga diri rendah b.d perubahan penampilan tubuh.
6.‘ Gangguan persepsi sensorik (penglihatan) b.d gangguan transmisi implus
sebagai akibat penekanan tumor pada nervus optikus .
7.‘ Ansietas b.d ancaman atau perubahan status kesehatan.
8.‘ Defisit perawatan diri b.d menurunnya kekuatan otot.
9.‘ Gangguan integritas kulit (kekeringan ) b.d menurunnya kadar hormonal


‘ 0'     %# - 
Secara umum tujuan yang diharapkan dari perawatan klien dengan hipofungsi
hipofisis adalah :
1.‘ Klien memiliki kembali citra tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi.
2.‘ Klien dapat berpartisipasi aktif dalam program pengobatan
3.‘ Klien dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari -hari
4.‘ Klien bebas dari rasa cemas.
5.‘ Klien terhindar dari komplikasi


/
‘    %# - 
1.‘ Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan (hormonal)

X‘ á 




Pria post pubertas diberikan androgen (testosteron). Lebih efektif
dengan pemberian intramuskular. Jelaskan maksud pemberian obat dan cara
penggunaan. Obat dan dosis biasanya bertahap dengan diawali dosis minimal
dan setiap bulannya dinaikan sampai ditemukan dosis yang tepat.
Observasi efek samping penggunaan testosteron seperti ginekomastia
dan hipertropi inprostat. Efek maksimal obat ini akan meningkatkan ukuran
penis, meningkatkan libido, massa otot dan tulang bertambah, kekuatan otot
meningkat dan juga pertumbuhan rambut dada, aksila, serta pubis, sehingga
dapat mengembalikan citra diri dan harga diri.
Wanita yang telah mencapai pubertas, mendapat therapy estrogen dan
progesteron. Jelaskan hal-hal yang perlu diwaspadai klien seperti hipertensi
dan tromboplebitis. Anjurkan agar melakukan follow up secara teratur. Bila
menginginkan kehamilan, klien diberi chlomiphene citrat (clonid) untuk
merangsang ovulasi.

X‘ á 
G
 G   

1.‘ Pemberian hormon pertumbuhan sintetis (eksogen). Somatotropin
(Humatrop) harus diberikan sebelum epifise tulang menutup yaitu sebelum
masa pubertas.
2.‘ Ciptakan kondisi agar klien dapat dengan bebas mengungkapkan perasaan
dan pikirannya tentang perubahan tubuh yang dialaminya.
3.‘ Bangkitkan motivasi agar klien mau melaksanakan program pengobatan
yang sudah ditentukan.
4.‘ Anjurkan klien memeriksakan diri secara teratur ke tempat pelayanan
terdekat.
5.‘ Anjurkan pada keluarga untuk dapat membantu klien memenuhi kebutuhan
sehari-harinya bila diperlukan serta dapat menciptakan lingkungan yang

6
kondusif dalam keluarga seperti menghindarkan persaingan yang tidak
sehat antar anggota keluarga.
6.‘ Bantu klien untuk mengembangkan sisi positif yang dimiliki serta
membantu untuk beradaptasi.
7.‘ Ajarkan klien cara melakukan perawatan kulit secara teratur setiap hari.
@engguanakan lotion pelembab sangat dianjurkan, tidak menggaruk kulit
karena kulit sangat mudah mengalami iritasi.
8.‘ Berikan pendidikan kesehatan tentang penyakitnya, pengobatan dan kunci
keberhasilan pengobatan.
9.‘ Bagi pasangan yang menginginkan keturunan bangkitkan motivasi mereka
untuk dapat mengikuti program pengobatan secara teratur dan
berkesinambungan karena untuk upaya ini memerlukan waktu yang lama
sehingga butuh kesabaran. Bila dengan pengobatan tidak berhasil maka
bantu pasangan untuk mencari jalan keluar seperti mengadopsi anak atau
hal-hal lain yang mereka sepakati.

/
‘ ,   
1.‘ Klien dapat menerima kekurangan (perubahan fisik) dalam dirinya.
2.‘ Klien mampu bersosialisi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya,tanpa
merasa malu akan perbedaan dalam dirinya
3.‘ Klien mampu beraktivitas secara mandiri

M
 &   

‘ Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Endokrin. Jakarta: EGC.
‘ Price, A Sylvia dan Lorraine @ Wilson. 2006. Patofisiologi vol 2 edisi 6. Jakarta:
EGC.
‘ Bagian Patologi Anatomik FKUI. 1996. Patologi. Jakarta: FKUI.
‘ Guyton. 1996. Fisiologi @anusia dan @ekanisme Penyakit. Jakarta: EGC.
‘ Syaiffudin. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk @ahasiswa Keperawatan. Jakarta:
EGC.

w
r

You might also like