You are on page 1of 21

Islam di Indonesia

Islam telah dikenal di Indonesia pada abad pertama Hijaiyah atau 7 Masehi, meskipun dalam frekuensi
yang tidak terlalu besar hanya melalui perdagangan dengan para pedagang muslim yang berlayar ke
Indonesia untuk singgah untuk beberapa waktu. Pengenalan Islam lebih intensif, khususnya di
Semenanjung Melayu dan Nusantara, yang berlangsung beberapa abad kemudian. Salah satu bukti
peninggalan Islam di Asia Tenggara adalah dua makam muslim dari akhir abad ke 16

Agama islam pertama masuk ke Indonesia melalui proses perdagangan, pendidikan, dll. Tokoh penyebar
islam adalah walisongo antara lain,

 Sunan Ampel
 Sunan Bonang
 Sunan Muria
 Sunan Gunung Jati
 Sunan Kalijaga
 Sunan Giri
 Sunan Kudus
 Sunan Drajat
 Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
Perkembangan Islam di Indonesia 
A. Awal Masuknya Islam di Indonesia

Ketika Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan kepercayaan seperti animisme, dinamisme, Hindu dan Budha,
sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa wilayah kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-
kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha. Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di
Jawa Barat, kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke wilayah-wilayah tersebut dapat
diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa prinsip-prinsip perdamaian, persamaan antara
manusia (tidak ada kasta), menghilangkan perbudakan dan yang paling penting juga adalah masuk kedalam Islam
sangat mudah hanya dengan membaca dua kalimah syahadat dan tidak ada paksaan. 
Tentang kapan Islam datang masuk ke Indonesia, menurut kesimpulan seminar “ masuknya Islam di Indonesia” pada
tanggal 17 s.d 20 Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah atau pada abad ke
tujuh masehi. Menurut sumber lain menyebutkan bahwa Islam sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa
Khulafaur Rasyidin (masa pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi
Thalib), disebarkan langsung dari Madinah.

B. Cara Masuknya Islam di Indonesia 

Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di
Indonesia justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para ulama. Karena memang para ulama
berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256 : 

Artinya : 
Tidak ada paksaan dalam agama (Q.S. al-Baqarah ayat 256)

Adapun cara masuknya Islam di Indonesia melalui beberapa cara antara lain ; 
1. Perdagangan
Jalur ini dimungkinkan karena orang-orang melayu telah lama menjalin kontak dagang dengan orang Arab. Apalagi
setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Malaka dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka makin
ramailah para ulama dan pedagang Arab datang ke Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntungan duniawi
juga mereka mencari keuntungan rohani yaitu dengan menyiarkan Islam. Artinya mereka berdagang sambil
menyiarkan agama Islam.
2. Kultural
Artinya penyebaran Islam di Indonesia juga menggunakan media-media kebudayaan, sebagaimana yang dilakukan
oleh para wali sanga di pulau jawa. Misalnya Sunan Kali Jaga dengan pengembangan kesenian wayang. Ia
mengembangkan wayang kulit, mengisi wayang yang bertema Hindu dengan ajaran Islam. Sunan Muria dengan
pengembangan gamelannya. Kedua kesenian tersebut masih digunakan dan digemari masyarakat Indonesia
khususnya jawa sampai sekarang. Sedang Sunan Giri menciptakan banyak sekali mainan anak-anak, seperti
jalungan, jamuran, ilir-ilir dan cublak suweng dan lain-lain.
3. Pendidikan 
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling strategis dalam pengembangan Islam di
Indonesia. Para da’i dan muballig yang menyebarkan Islam diseluruh pelosok Nusantara adalah keluaran pesantren
tersebut. Datuk Ribandang yang mengislamkan kerajaan Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah keluaran
pesantren Sunan Giri. Santri-santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku,
Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan sampai sekarang pesantren terbukti sangat strategis dalam memerankan
kendali penyebaran Islam di seluruh Indonesia.
4. Kekuasaan politik
Artinya penyebaran Islam di Nusantara, tidak terlepas dari dukungan yang kuat dari para Sultan. Di pulau Jawa,
misalnya keSultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan menjadi pelindung perkembangan Islam. Begitu juga
raja-raja lainnya di seluruh Nusantara. Raja Gowa-Tallo di Sulawesi selatan melakukan hal yang sama sebagaimana
yang dilakukan oleh Demak di Jawa. Dan para Sultan di seluruh Nusantara melakukan komunikasi, bahu membahu
dan tolong menolong dalam melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini menjadi cikal bakal tumbuhnya
negara nasional Indonesia dimasa mendatang.
C. Perkembangan Islam di Beberapa Wilayah Nusantara

1. Di Sumatra
Kesimpulan hasil seminar di Medan tersebut di atas, dijelaskan bahwa wilayah Nusantara yang mula-mula dimasuki
Islam adalah pantai barat pulau Sumatra dan daerah Pasai yang terletak di Aceh utara yang kemudian di masing-
masing kedua daerah tersebut berdiri kerajaan Islam yang pertama yaitu kerajaan Islam Perlak dan Samudra Pasai.
Menurut keterangan Prof. Ali Hasmy dalam makalah pada seminar “Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di
Aceh” yang digelar tahun 1978 disebutkan bahwa kerajaan Islam yang pertama adalah kerajaan Perlak. Namun ahli
sejarah lain telah sepakat, Samudra Pasailah kerajaan Islam yang pertama di Nusantara dengan rajanya yang
pertama adalah Sultan Malik Al-Saleh (memerintah dari tahun 1261 s.d 1297 M). Sultan Malik Al-Saleh sendiri
semula bernama Marah Silu. Setelah mengawini putri raja Perlak kemudian masuk Islam berkat pertemuannya
dengan utusan Syarif Mekkah yang kemudian memberi gelar Sultan Malik Al-Saleh.
Kerajaan Pasai sempat diserang oleh Majapahit di bawah panglima Gajah Mada, tetapi bisa dihalau. Ini
menunjukkan bahwa kekuatan Pasai cukup tangguh dikala itu. Baru pada tahun 1521 di taklukkan oleh Portugis dan
mendudukinya selama tiga tahun. Pada tahun 1524 M Pasai dianeksasi oleh raja Aceh, Ali Mughayat Syah.
Selanjutnya kerajaan Samudra Pasai berada di bawah pengaruh keSultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh
Darussalam (sekarang dikenal dengan kabupaten Aceh Besar).
Munculnya kerajaan baru di Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam, hampir bersamaan dengan jatuhnya
kerajaan Malaka karena pendudukan Portugis. Dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim
kerajaan Aceh terus mengalami kemajuan besar. Saudagar-saudagar muslim yang semula berdagang dengan
Malaka memindahkan kegiatannya ke Aceh. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan
Iskandar Muda Mahkota Alam ( 1607 - 1636).
Kerajaan Aceh ini mempunyai peran penting dalam penyebaran Agama Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Para
da’i, baik lokal maupun yang berasal dari Timur Tengah terus berusaha menyampaikan ajaran Islam ke seluruh
wilayah Nusantara. Hubungan yang telah terjalin antara kerajaan Aceh dengan Timur Tengah terus semakin
berkembang. Tidak saja para ulama dan pedagang Arab yang datang ke Indonesia, tapi orang-orang Indonesia
sendiri banyak pula yang hendak mendalami Islam datang langsung ke sumbernya di Mekah atau Madinah. Kapal-
kapal dan ekspedisi dari Aceh terus berlayar menuju Timur Tengah pada awal abad ke 16. Bahkan pada tahun 974
H. atau 1566 M dilaporkan ada 5 kapal dari kerajaan Asyi (Aceh) yang berlabuh di bandar pelabuhan Jeddah.
Ukhuwah yang erat antara Aceh dan Timur Tengah itu pula yang membuat Aceh mendapat sebutan Serambi Mekah.

2. Di Jawa
Benih-benih kedatangan Islam ke tanah Jawa sebenarnya sudah dimulai pada abad pertama Hijriyah atau abad ke 7
M. Hal ini dituturkan oleh Prof. Dr. Buya Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam, bahwa pada tahun 674 M
sampai tahun 675 M. sahabat Nabi, Muawiyah bin Abi Sufyan pernah singgah di tanah Jawa (Kerajaan Kalingga)
menyamar sebagai pedagang. Bisa jadi Muawiyah saat itu baru penjajagan saja, tapi proses dakwah selanjutnya
dilakukan oleh para da’i yang berasal dari Malaka atau kerajaan Pasai sendiri. Sebab saat itu lalu lintas atau jalur
hubungan antara Malaka dan Pasai disatu pihak dengan Jawa dipihak lain sudah begitu pesat.

Adapun gerakan dakwah Islam di Pulau Jawa selanjutnya dilakukan oleh para Wali Sanga, yaitu : 
a. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik 
Beliau dikenal juga dengan sebutan Syeikh Magribi. Ia dianggap pelopor penyebaran Islam di Jawa. Beliau juga ahli
pertanian, ahli tata negara dan sebagai perintis lembaga pendidikan pesantren. Wafat tahun 1419 M.(882 H)
dimakamkan di Gapura Wetan Gresik 
b. Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel)
Dilahirkan di Aceh tahun 1401 M. Ayahnya orang Arab dan ibunya orang Cempa, ia sebagai mufti dalam
mengajarkan Islam tak kenal kompromi dengan budaya lokal. Wejangan terkenalnya Mo Limo yang artinya menolak
mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat, yang marak dimasa Majapahit. Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481
M. 
Jasa-jasa Sunan Ampel : 
1) Mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya. Dari pesantren ini lahir para mubalig kenamaan seperti :
Raden Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan Demak pertama), Raden Makhdum (Sunan Bonang), Syarifuddin
(Sunan Drajat) dan Maulana Ishak yang pernah diutus untuk menyiarkan Islam ke daerah Blambangan.
2) Berperan aktif dalam membangun Masjid Agung Demak yang dibangun pada tahun 1479 M. 
3) Mempelopori berdirinya kerajaan Islam Demak dan ikut menobatkan Raden Patah sebagai Sultan pertama. 

c. Sunan Giri (Raden Aenul Yaqin atau Raden Paku)


Ia putra Syeikh Yakub bin Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan menguasai ilmu Falak. Dimasa menjelang
keruntuhan Majapahit, ia dipercaya sebagai raja peralihan sebelum Raden Patah naik menjadi Sultan Demak. Ketika
Sunan Ampel wafat, ia menggantikannya sebagai mufti tanah Jawa.

d. Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)


Putra Sunan Ampel lahir tahun 1465. Sempat menimba ilmu ke Pasai bersama-sama Raden Paku. Beliaulah yang
mendidik Raden Patah. Beliau wafat tahun 1515 M.

e. Sunan Kalijaga (Raden Syahid)


Ia tercatat paling banyak menghasilkan karya seni berfalsafah Islam. Ia membuat wayang kulit dan cerita wayang
Hindu yang diislamkan. Sunan Giri sempat menentangnya, karena wayang Beber kala itu menggambarkan gambar
manusia utuh yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kalijaga mengkreasi wayang kulit yang bentuknya jauh dari
manusia utuh. Ini adalah sebuah usaha ijtihad di bidang fiqih yang dilakukannya dalam rangka dakwah Islam. 

f. Sunan Drajat
Nama aslinya adalah Syarifudin (putra Sunan Ampel, adik Sunan Bonang). Dakwah beliau terutama dalam bidang
sosial. Beliau juga mengkader para da’i yang berdatangan dari berbagai daerah, antara lain dari Ternate dan Hitu
Ambon.

g. Syarif Hidayatullah
Nama lainnya adalah Sunan Gunung Jati yang kerap kali dirancukan dengan Fatahillah, yang menantunya sendiri. Ia
memiliki keSultanan sendiri di Cirebon yang wilayahnya sampai ke Banten. Ia juga salah satu pembuat sokoguru
masjid Demak selain Sunan Ampel, Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang. Keberadaan Syarif Hidayatullah dengan
kesultanannya membuktikan ada tiga kekuasaan Islam yang hidup bersamaan kala itu, yaitu Demak, Giri dan
Cirebon. Hanya saja Demak dijadikan pusat dakwah, pusat studi Islam sekaligus kontrol politik para wali.
h. Sunan Kudus
Nama aslinya adalah Ja’far Sadiq. Lahir pada pertengahan abad ke 15 dan wafat tahun 1550 M. (960 H). Beliau
berjasa menyebarkan Islam di daerah kudus dan sekitarnya. Ia membangun masjid menara Kudus yang sangat
terkenal dan merupakan salah satu warisan budaya Nusantara.

i. Sunan Muria 
Nama aslinya Raden Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan Kalijaga. Beliau menyebarkan Islam dengan
menggunakan sarana gamelan, wayang serta kesenian daerah lainnya. Beliau dimakamkan di Gunung Muria,
disebelah utara kota Kudus.
Diparuh awal abad 16 M, Jawa dalam genggaman Islam. Penduduk merasa tentram dan damai dalam ayoman
keSultanan Demak di bawah kepemimpinan Sultan Syah Alam Akbar Al Fatah atau Raden Patah. Hidup mereka
menemukan pedoman dan tujuan sejatinya setelah mengakhiri masa Siwa-Budha serta animisme. Merekapun
memiliki kepastian hidup bukan karena wibawa dan perbawa sang Sultan, tetapi karena daulah hukum yang pasti
yaitu syari’at Islam
“Salokantara” dan “Jugul Muda” itulah dua kitab undang-undang Demak yang berlandaskan syari’at Islam.
Dihadapan peraturan negeri pengganti Majapahit itu, semua manusia sama derajatnya, sama-sama khalifah Allah di
dunia. Sultan-Sultan Demak sadar dan ikhlas dikontrol oleh kekuasaan para Ulama atau Wali. Para Ulama itu
berperan sebagai tim kabinet atau merangkap sebagai dewan penasehat Sultan. 
Dalam versi lain dewan wali sanga dibentuk sekitar 1474 M. oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel), membawahi Raden
Hasan, Maftuh Ibrahim, Qasim (Sunan Drajat) Usman Haji (ayah Sunan Kudus, Raden Ainul Yakin (Sunan Gresik),
Syekh Sutan Maharaja Raden Hamzah, dan Raden Mahmud. Beberapa tahun kemudian Syekh Syarif Hidayatullah
dari Cirebon bergabung di dalamnya. Sunan Kalijaga dipercaya para wali sebagai muballig keliling. Disamping wali-
wali tersebut, masih banyak Ulama yang dakwahnya satu kordinasi dengan Sunan Ampel hanya saja, sembilan
tokoh Sunan Wali Sanga yang dikenal selama ini memang memiliki peran dan karya yang menonjol dalam
dakwahnya. 
3. Di Sulawesi
Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke pulau. Baik atas motivasi
ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini pula yang mengantar dakwah menembus
dan merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut catatan company dagang Portugis pada tahun 1540 saat datang ke
Sulawesi, di tanah ini sudah ditemui pemukiman muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu banyak, namun
upaya dakwah terus berlanjut dilakukan oleh para da’i di Sumatra, Malaka dan Jawa hingga menyentuh raja-raja di
kerajaan Gowa dan Tallo atau yang dikenal dengan negeri Makasar, terletak di semenanjung barat daya pulau
Sulawesi. 
Kerajaan Gowa ini mengadakan hubungan baik dengan kerajaan Ternate dibawah pimpinan Sultan Babullah yang
telah menerima Islam lebih dahulu. Melalui seorang da’i bernama Datuk Ri Bandang agama Islam masuk ke kerajaan
ini dan pada tanggal 22 September 1605 Karaeng Tonigallo, raja Gowa yang pertama memeluk Islam yang
kemudian bergelar Sultan Alaudin Al Awwal (1591-1636 ) dan diikuti oleh perdana menteri atau Wazir besarnya,
Karaeng Matopa.
Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak Islam Gowa Tallo menyampaikan pesan Islam kepada kerajaan-kerajaan
lain seperti Luwu, Wajo, Soppeng dan Bone. Raja Luwu segera menerima pesan Islam diikuti oleh raja Wajo tanggal
10 Mei 1610 dan raja Bone yang bergelar Sultan Adam menerima Islam tanggal 23 November 1611 M. Dengan
demikian Gowa (Makasar) menjadi kerajaan yang berpengaruh dan disegani. Pelabuhannya sangat ramai disinggahi
para pedagang dari berbagai daerah dan manca negara. Hal ini mendatangkan keuntungan yang luar biasa bagi
kerajaan Gowa (Makasar). Puncak kejayaan kerajaan Makasar terjadi pada masa Sultan Hasanuddin (1653-1669).

4. Di Kalimantan 
Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo melalui tiga jalur. Jalur pertama melalui Malaka
yang dikenal sebagai kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis kian membuat
dakwah semakin menyebar sebab para muballig dan komunitas muslim kebanyakan mendiamai pesisir barat
Kalimantan. 
Jalur kedua, Islam datang disebarkan oleh para muballig dari tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini
mencapai puncaknya saat kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak Muballig ke negeri ini. Para da’i
tersebut berusaha mencetak kader-kader yang akan melanjutkan misi dakwah ini. Maka lahirlah ulama besar, salah
satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.
Jalur ketiga para da’i datang dari Sulawesi (Makasar) terutama da’i yang terkenal saat itu adalah Datuk Ri Bandang
dan Tuan Tunggang Parangan.
a. Kalimantan Selatan 
Masuknya Islam di Kalimantan Selatan adalah diawali dengan adanya krisis kepemimpinan dipenghujung waktu
berakhirnya kerajaan Daha Hindu. Saat itu Raden Samudra yang ditunjuk sebagai putra mahkota oleh kakeknya,
Raja Sukarama minta bantuan kepada kerajaan Demak di Jawa dalam peperangan melawan pamannya sendiri,
Raden Tumenggung Sultan Demak (Sultan Trenggono) menyetujuinya, asal Raden Samudra kelak bersedia masuk
Islam. 
Dalam peperangan itu Raden Samudra mendapat kemenangan. Maka sesuai dengan janjinya ia masuk Islam
beserta kerabat keraton dan penduduk Banjar. Saat itulah tahun (1526 M) berdiri pertama kali kerajaan Islam Banjar
dengan rajanya Raden Samudra dengan gelar Sultan Suryanullah atau Suriansyah. Raja-raja Banjar berikutnya
adalah Sultan Rahmatullah (putra Sultan Suryanullah), Sultan Hidayatullah (putra Sultan Rahmatullah dan Marhum
Panambahan atau Sultan Musta’in Billah. Wilayah yang dikuasainya meliputi daerah Sambas, Batang Lawai,
Sukadana, Kota Waringin, Sampit Medawi, dan Sambangan.
b. Kalimantan Timur
Di Kalimantan Timur inilah dua orang da’i terkenal datang, yaitu Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan,
sehingga raja Kutai (raja Mahkota) tunduk kepada Islam diikuti oleh para pangeran, para menteri, panglima dan
hulubalang. Untuk kegiatan dakwah ini dibangunlah sebuah masjid.
Tahun 1575 M, raja Mahkota berusaha menyebarkan Islam ke daerah-daerah sampai ke pedalaman Kalimantan
Timur sampai daerah Muara Kaman, dilanjutkan oleh Putranya, Aji Di Langgar dan para penggantinya.

5. Di Maluku.
Kepulauan Maluku terkenal di dunia sebagai penghasil rempah-rempah, sehingga menjadi daya tarik para pedagang
asing, tak terkecuali para pedagang muslim baik dari Sumatra, Jawa, Malaka atau dari manca negara. Hal ini
menyebabkan cepatnya perkembangan dakwah Islam di kepulauan ini.
Islam masuk ke Maluku sekitar pertengahan abad ke 15 atau sekitar tahun 1440 dibawa oleh para pedagang muslim
dari Pasai, Malaka dan Jawa (terutama para da’i yang dididik oleh para Wali Sanga di Jawa). Tahun 1460 M, Vongi
Tidore, raja Ternate masuk Islam. Namun menurut H.J De Graaft (sejarawan Belanda) bahwa raja Ternate yang
benar-benar muslim adalah Zaenal Abidin (1486-1500 M). Setelah itu Islam berkembang ke kerajaan-kerajaan yang
ada di Maluku. Tetapi diantara sekian banyak kerajaan Islam yang paling menonjol adalah dua kerajaan , yaitu
Ternate dan Tidore.

Raja-raja Maluku yang masuk Islam seperti :


a. Raja Ternate yang bergelar Sultan Mahrum (1465-1486).
b. Setelah beliau wafat digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang sangat besar jasanya dalam menyiarkan Islam di
kepulauan Maluku, Irian bahkan sampai ke Filipina.
c. Raja Tidore yang kemudian bergelar Sultan Jamaluddin.
d. Raja Jailolo yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin.
e. Pada tahun 1520 Raja Bacan masuk Islam dan bergelar Zaenal Abidin.

Selain Islam masuk dan berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke Irian yang disiarkan oleh raja-raja Islam di
Maluku, para pedagang dan para muballig yang juga berasal dari Maluku.
Daerah-daerah di Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah : Miso, Jalawati, Pulau Waigio dan Pulau Gebi.

D. Peranan Umat Islam dalam Mengusir Penjajah.

Ketika kaum penjajah datang, Islam sudah mengakar dalam hati bangsa Indonesia, bahkan saat itu sudah berdiri
beberapa kerajaan Islam, seperti Samudra Pasai, Perlak, Demak dan lain-lain. Jauh sebelum mereka datang, umat
Islam Indonesia sudah memiliki identitas bendera dan warnanya adalah merah putih. Ini terinspirasi oleh bendera
Rasulullah saw. yang juga berwarna merah dan putih. Rasulullah saw pernah bersabda :” Allah telah menundukkan
pada dunia, timur dan barat. Aku diberi pula warna yang sangat indah, yakni Al-Ahmar dan Al-Abyadl, merah dan
putih “. Begitu juga dengan bahasa Indonesia. Tidak akan bangsa ini mempunyai bahasa Indonesia kecuali ketika
ulama menjadikan bahasa ini bahasa pasar, lalu menjadi bahasa ilmu dan menjadi bahasa jurnalistik.
Beberapa ajaran Islam seperti jihad, membela yang tertindas, mencintai tanah air dan membasmi kezaliman adalah
faktor terpenting dalam membangkitkan semangat melawan penjajah. Bisa dikatakan bahwa hampir semua tokoh
pergerakan, termasuk yang berlabel nasionalis radikal sekalipun sebenarnya terinspirasi dari ruh ajaran Islam.
Sebagai bukti misalnya Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat) tadinya berasal dari Sarekat Islam (SI); Soekarno
sendiri pernah jadi guru Muhammadiyah dan pernah nyantri dibawah bimbingan Tjokroaminoto bersama S.M
Kartosuwiryo yang kelak dicap sebagai pemberontak DI/TII; RA Kartini juga sebenarnya bukanlah seorang yang
hanya memperjuangkan emansipasi wanita. Ia seorang pejuang Islam yang sedang dalam perjalanan menuju Islam
yang kaaffah. Ketika sedang mencetuskan ide-idenya, ia sedang beralih dari kegelapan (jahiliyah) kepada cahaya
terang (Islam) atau minaz-zulumati ilannur (habis gelap terbitlah terang). Patimura seorang pahlawan yang diklaim
sebagai seorang Nasrani sebenarnya dia adalah seorang Islam yang taat. Tulisan tentang Thomas Mattulessy
hanyalah omong kosong. Tokoh Thomas Mattulessy yang ada adalah Kapten Ahmad Lussy atau Mat Lussy, seorang
muslim yang memimpin perjuangan rakyat Maluku melawan penjajah. Demikian pula Sisingamangaraja XII menurut
fakta sejarah adalah seorang muslim. 
Semangat jihad yang dikumandangkan para pahlawan semakin terbakar ketika para penjajah berusaha
menyebarkan agama Nasrani kepada bangsa Indonesia yang mayoritas sudah beragama Islam yang tentu saja
dengan cara-cara yang berbeda dengan ketika Islam datang dan diterima oleh mereka, bahwa Islam tersebar dan
dianut oleh mereka dengan jalan damai dan persuasif yakni lewat jalur perdagangan dan pergaulan yang mulia
bahkan wali sanga menyebarkannya lewat seni dan budaya. Para da’i Islam sangat paham dan menyadari akan
kewajiban menyebarkan Islam kepada orang lain, tapi juga mereka sangat paham bahwa tugasnya hanya sekedar
menyampaikan. Hal ini sesuai dengan Q.S. Yasin ayat 17 :”Tidak ada kewajiban bagi kami hanyalah penyampai
(Islam) yang nyata”. (Q.S. Yasin : 17)
Di bawah ini hanya sebagian kecil contoh atau bukti sejarah perjuangan umat Islam Indonesia dalam mengusir
penjajah.

1. Penjajah Portugis
Kaum penjajah yang mula-mula datang ke Nusantara ialah Portugis dengan semboyan Gold (tambang emas), Glory
(kemulyaan, keagungan), dan Gospel (penyebaran agama Nasrani).
Untuk menjalankan misinya itu Portugis berusaha dengan menghalalkan semua cara. Apalagi saat itu mereka masih
menyimpan dendamnya terhadap bangsa Timur (Islam) setelah usai Perang Salib . Dengan modal restu sakti dari
Paus Alexander VI dalam suatu dokumen bersejarah yang terkenal dengan nama “Perjanjian Tordesillas” yang berisi,
bahwa kekuasaan di dunia diserahkan kepada dua rumpun bangsa: Spanyol dan Portugis. Dunia sebelah barat
menjadi milik Spanyol dan sebelah timur termasuk Indonesia menjadi milik Portugis.
Karena itu Portugis sangat bernafsu untuk menguasai negeri Zamrud Katulistiwa yang penuh dengan rempah-
rempah yang menggiurkan. Pertama mereka menyerang Malaka dan menguasainya (1511 M), kemudian Samudra
Pasai tahun 1521 M. Mulailah mereka mengusik ketenangan berniaga di perairan nusantra yang saat itu banyak para
pedagang muslim dari Arab. Demikian pula para pedagang dari Demak dan Malaka yang saat itu sudah terjalin
sangat erat. Portugis nampaknya sengaja ingin mematahkan hubungan Demak dan Malaka, dan sekaligus tujuannya
ingin merebut rempah-rempah yang merupakan komoditi penting saat itu. Banyak kapal-kapal mereka dirampas oleh
Portugis termasuk kapal pedagang muslim Arab. 
Dengan sikapnya yang tak bersahabat dan arogan dari penjajah Portugis, seluruh kerajaan yang ada di Nusantara
kemudian melakukan perlawanan kepada Portugis meskipun dalam waktu dan tempat yang berlainan. Kerajaan
Aceh misalnya sempat minta bantuan kerajaan Usmani di Turki dan negara-negara Islam lain di Nusantara, sehingga
dapat membangun kekuatan angkatan perangnya dan dapat menahan serangan Portugis. Demikian pula,
mendengar perlakuan Portugis yang zalim terhadap para pedagang warga Demak muslim, Sultan Demak dan para
wali merasa terpanggil untuk berjihad. Halus dihadapi dengan halus, keras dilawan dengan keras. Kalau orang-orang
Portugis mengobarkan semangat Perang Salib, maka Sultan Demak dan para wali mengobarkan semangat jihad
Perang Sabil.
Pada tahun 1512 Demak dibawah pimpinan Adipati Yunus memimpin sendiri armada lautnya menyerang Portugis
yang saat itu sudah menguasai Malaka, tapi kali ini mengalami kegagalan karena persenjataan lawan begitu tangguh
penyerangan kedua kalinya dilakukan tahun 1521 dengan mengerahkan armada yang berkekuatan 100 buah kapal
dan dibantu oleh balatentara Aceh dan Sultan Malaka yang telah terusir, yang sasarannya sama yaitu mengusir
pasukan asing Portugis dari wilayah Nusantara demi mengamankan jalur niaga dan dakwah yang memanjang dari
Malaka-Demak dan Maluku. Namun perjuangannya tidak berhasil pula, bahkan ia gugur mati syahid dalam
pertempuran tersebut. Sebab itulah ia mendapat gelar ”Pangeran sabrang lor” artinya pangeran yang menyebrangi
lautan di sebelah utara. 
Sepeninggal Adipati Yunus, perlawanan terhadap Portugis diteruskan oleh Sultan Trenggana (1521-1546) dan juga
oleh putranya Sultan Prawoto. Meskipun pada masa Sultan Prawoto negara dalam keadaan goncang karena
perseteruan dalam negeri tapi kekuatan perang untuk melawan dan mempertahankan diri dari serangan Portugis
masih terus digalang. Diberitakan, bahwa saat itu Demak masih sanggup membangun kekuatan militernya terutama
angkatan lautnya yang terdiri dari 1000 kapal-kapal layar yang dipersenjatai. Setiap kapal itu mampu memuat 400
prajurit masing-masing mempunyai tugas pengamanan wilayah Nusantara dari serangan Portugis. 
Kalau perlawanan umat Islam terhadap penjajah Portugis di Malaka mengalami kegagalan, namun terhadap penjajah
Portugis di Sunda Kelapa (Jakarta) dan Maluku memperoleh hasil yang gemilang. Adalah panglima Fatahillah
(menantu Sultan Syarif Hidayatullah) pada tahun 1526 M. memimpin pasukan Demak menyerang Portugis di Sunda
Kelapa lewat jalur laut. Mereka berhasil mengepung dan merebutnya dari tangan penjajah Portugis, kemudian diganti
namanya menjadi Fathan Mubina diambil dari Quran Surat al-Fath ayat satu. Fathan Mubina diterjemahkan menjadi
Jayakarta (Jakarta). Peristiwa ini terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M, yang kemudian ditetapkan sebagai hari
lahirnya kota Jakarta.
Di Maluku, Portugis menghasut dan mengadu domba kerajaan Islam Ternate dan Tidore. Namun kemudian rakyat
Ternate sadar, sehingga mereka dibawah pimpinan Sultan Haerun berbalik melawan Portugis. Nampaknya yang
menjadi persoalan bukan hanya faktor perdagangan atau ekonomi, tapi juga persoalan penyebaran agama oleh
Portugis. Kristenisasi secara besar-besaran terutama pada tahun 1546 dilakukan oleh seorang utusan Gereja Katolik
Roma Fransiscus Xaverius dengan sangat ekstrimnya ditengah-tengah penduduk muslim dan di depan mata
seorang Sultan Ternate yang sangat saleh, tentu saja membuat rakyat marah dan bangkit melawan Portugis. Lebih
marah lagi ketika Sultan Haerun dibunuh secara licik oleh Portugis pada tahun 1570. Rakyat Ternate terus
melanjutkan perjuangannya melawan Portugis dibawah pimpinan Babullah, putra Sultan Haerun selama empat tahun
mereka berperang melawan Portugis, dan Alhamdulillah berhasil mengusir penjajah Portugis dari Maluku

2. Penjajah Belanda
Belanda pertama kali datang ke Indonesia tahun 1596 berlabuh di Banten dibawah pimpinan Cornelis de Houtman,
dilanjutkan oleh Jan Pieterszoon Coen menduduki Jakarta pada tanggal 30 Mei 1619 serta mengganti nama Jakarta
menjadi Batavia. Tujuannya sama dengan penjajah Portugis, yaitu untuk memonopoli perdagangan dan
menanamkan kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan di wilayah Nusantara. Jika Portugis menyebarkan agama
Katolik maka Belanda menyebarkan agama Protestan. Betapa berat penderitaan kaum muslimin semasa penjajahan
Belanda selama kurang lebih 3,5 abad. Penindasan, adu domba (Devide et Impera), pengerukan kekayaan alam
sebanyak-banyaknya dan membiarkan rakyat Indonesia dalam keadaan miskin dan terbelakang adalah kondisi yang
dialami saat itu. Maka wajarlah jika seluruh umat Islam Indonesia bangkit dibawah pimpinan para ulama dan santri di
berbagai pelosok tanah air, dengan persenjataan yang sederhana: bambu runjing, tombak dan golok. Namun mereka
bertempur habis-habisan melawan orang-orang kafir Belanda dengan niat yang sama, yaitu berjihad fi sabi lillah.
Hanya satu pilihan mereka : Hidup mulia atau mati Syahid. Maka pantaslah almarhum Dr. Setia Budi (1879-1952)
mengungkapkan dalam salah satu ceramahnya di Jogya menjelang akhir hayatnya antara lain mengatakan : “Jika
tidak karena pengaruh dan didikan agama Islam, maka patriotisme bangsa Indonesia tidak akan sehebat seperti apa
yang diperlihatkan oleh sejarahnya sampai kemerdekaannya”. 
Sejarah telah mencatat sederetan pahlawan Islam Indonesia dalam melawan Belanda yang sebagian besar adalah
para Ulama atau para kyai antara lain : 
Di Pulau Jawa misalnya Sultan Ageng Tirtayasa, Kiyai Tapa dan Bagus Buang dari kesultanan Banten, Sultan Agung
dari Mataram dan Pangeran Diponegoro dari Jogjakarta memimpin perang Diponegoro dari tahun 1825-1830
bersama panglima lainnya seperti Basah Marto Negoro, Kyai Imam Misbah, Kyai Badaruddin, Raden Mas Juned,
dan Raden Mas Rajab. Konon dalam perang Diponegoro ini sekitar 200 ribu rakyat dan prajurit Diponegoro yang
syahid, dari pihak musuh tewas sekitar 8000 orang serdadu bangsa Eropa dan 7000 orang serdadu bangsa Pribumi.
Dari Jawa Barat misalnya Apan Ba Sa’amah dan Muhammad Idris (memimpin perlawanan terhadap Belanda sekitar
tahun 1886 di daerah Ciomas)
Di pulau Sumatra tercatat nama-nama : Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Tambusi (Memimpin perang Padri tahun
1833-1837), Dari kesultanan Aceh misalnya : Teuku Syeikh Muhammad Saman atau yang dikenal Teuku Cik Ditiro,
Panglima Polim, Panglima Ibrahim, Teuku Umar dan istrinya Cut Nyak Dien, Habib Abdul Rahman, Imam
Leungbatan, Sultan Alaudin Muhammad Daud Syah, dan lain-lain.
Di Kalimantan Selatan, rakyat muslim bergerak melawan penjajah kafir Belanda yang terkenal dengan perang
Banjar, dibawah pimpinan Pangeran Antasari yang didukung dan dilanjutkan oleh para mujahid lainnya seperti
pangeran Hidayat, Sultan Muhammad Seman (Putra pangeran Antasari), Demang Leman dari Martapura,
Temanggung Surapati dari Muara Teweh, Temanggung Antaludin dari Kandangan, Temanggung Abdul jalil dari
Amuntai, Temanggung Naro dari buruh Bahino, Panglima Batur dari Muara Bahan, Penghulu Rasyid, Panglima
Bukhari, Haji Bayasin, Temanggung Macan Negara, dan lain-lain. Dalam perang Banjar ini sekitar 3000 serdadu
Belanda tewas.
Di Maluku Umat Islam bergerak juga dibawah pimpinan Sultan Jamaluddin, Pangeran Neuku dan Said dari
kesultanan Ternate dan Tidore.
Di Sulawesi Selatan terkenal pahlawan Islam Indonesia seperti Sultan Hasanuddin dan Lamadu Kelleng yang
bergelar Arung Palaka.
Sederetan Mujahid-mujahid lain disetiap pelosok tanah air yang belum diangkat namanya atau dicatat dalam buku
sejarah adalah lebih banyak dari pada yang telah dikenal atau sudah tercatat dalam buku-buku sejarah. Mereka
sengaja tidak mau dikenal, khawatir akan mengurangi keikhlasannya di hadapan Allah. Sebab mereka telah betul-
betul berjihad dengan tulus demi menegakkan dan membela Islam di tanah air.

3. Penjajahan Jepang
Pendudukan Jepang di Indonesia diawali di kota Tarakan pada tanggal 10 januari 1942. Selanjutnya Minahasa, Balik
Papan, Pontianak, Makasar, Banjarmasin, Palembang dan Bali. Kota Jakarta berhasil diduduki tanggal 5 Maret
1942. 
Untuk sementara penjajah Belanda hengkang dari bumi Indonesia, diganti oleh penjajah Jepang. Ibarat pepatah
“Lepas dari mulut harimau jatuh ke mulut buaya”, yang ternyata penjajah Jepang lebih kejam dari penjajah manapun
yang pernah menduduki Indonesia. Seluruh kekayaan alam dikuras habis dibawa ke negerinya. Bangsa Indonesia
dikerja paksakan (Romusa) dengan ancaman siksaan yang mengerikan seperti dicambuk, dicabuti kukunya dengan
tang, dimasukkan kedalam sumur, para wanita diculik dan dijadikan pemuas nafsu sex tentara Jepang (Geisha).
Pada awalnya Jepang membujuk rayu bangsa Indonesia dengan mengklaim dirinya sebagai saudara tua Bangsa
Indonesia (ingat gerakan 3 A yaitu Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia dan Nippon Pemimpin Asia). Mereka
juga paham bahwa bangsa Indonesia kebanyakan beragama Islam. Karena itu pada tanggal 13 Juli 1942 mereka
mencoba menghidupkan kembali Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang telah terbentuk pada pemerintahan Belanda
(September 1937). Tapi upaya Jepang tidak banyak ditanggapi oleh tokoh-tokoh Islam. Banyak tokoh-tokoh Islam
tidak mau kooperatif dengan pemerintah penjajah Jepang bahkan melakukan gerakan bawah tanah misalnya
dibawah pimpinan Sutan Syahrir dan Amir Syarifuddin.
Selain itu, Jepang membubarkan organisasi-organisasi yang bersifat politik atau yang membahayakan Jepang yang
dibentuk semasa Belanda, kemudian sebagai gantinya dibentuklah organisasi-organisasi baru misalnya Putera
(Pusat Tenaga Rakyat), Cuo Sangi In (Badan pengendali politik), Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa),
Seinendan, Fujinkai, Keibodan, Heiho, Peta dan lain-lain. Motif utama dibentuknya organisasi-organisasi tersebut
hanyalah sebagai kedok saja yang ternyata untuk kepentingan penjajah Jepang juga. Namun bangsa kita sudah
cerdas justru organisasi-organisasi tersebut sebaliknya dimanfaatkannya untuk melawan penjajah Jepang. Sebagai
contoh adalah pembentukan tentara PETA (Pembela Tanah Air) pada tanggal 3 Oktober 1943 di Bogor yang
merupakan cikal bakal adanya TNI. Terbentuknya memang atas persetujuan penjajah Jepang yang didukung oleh
para alim ulama. Tercatat sebagai pendirinya adalah KH.Mas Mansur, Tuan Guru H. Yacob, HM.Sodri, KH.Adnan,
Tuan guru H.Kholid, KH.Djoenaedi, Dr.H.Karim Amrullah, H.Abdul Madjid dan U. Muchtar. Mereka betul-betul
memanfaatkan PETA ini untuk kepentingan perjuangan bangsa. PETA saat itu terdiri dari 68 batalion yang masing-
masing dipimpin oleh para 
Mengenal Kitab - Kitab dan Literatur Islam
Taubat - Dr Y Al-Qardhawy
Spiritualitas dan Seni Islam
Jaringan Ulama
Tafsir Bintusy Syathi'
Kasyful Mahjub
Kitab "Durratun Nashihin"
Kitab "Durratun Nashihin" menghimpun mutiara nasihat, peringatan, ceritera-
ceritera menarik dan penjelasan hukum, serta permasalahan yang meliputi duniawi
dan ukhrawi, yang bertolak dari sumber aslinya (yakni Al Qur'an, Al Hadits dan Qiyas).
"Durratun Nashihin" bermakna "mutiara para juru nasihat", dimana dalam
Pendahuluan, penulis kitab ini yang bernama Usman bin Hasan bin Ahmad Syakir al-
Khaubawi antara lain berkata: "Aku adalah seorang hamba yang haus rahmat Allah
swt, menetap di sebuah kota bernama Konstantinopel, berharap semoga Allah swt
selalu melindungi negeri kami dan negeri-negeri lainnya dari segala bencana dan
bahaya. Amien. Kitab ini sudah sejak lama dikaji dipelajari dan dijadikan literatur di
Pondok Pesantren, Perguruan Islam bahkan dewasa ini masyarakat luaspun mulai
tertarik untuk membaca dan mempelajarinya.
"Durratun Nashihin" terbagi dalam beberapa Pengajian yang terdiri atas Fadlilah-
Fadlilah (mis.nya Fadlilah Shalat Berjamaah, Fadlilah Birrul Walidain, Fadlilah
Berdzikir dsb.nya) yang didukung ayat-ayat Al Qur'an, Haditsnya serta dilengkapi
dengan pendapat para ulama dan kisah-kisah yang relevan dengan pembahasan
masing-masing Fadlilah.

Fadlilah Birrul Walidain

Al Qur'anul Karim - Surat An Nisa ayat 36, berbunyi: "Dan sembahlah Allah, janganlah Dia
sekutukan dengan sesuatu apapun, dan berbaktilah sesempurnanya kepada ayah - ibu , dan
berbaiklah kepada sanak-keluarga terdekat, anak-anak yatim, dan fakir-miskin serta
tetangga terdekat, tetangga jauh, juga kawan sejawat dan ibnu sabil, dan mereka yang
jadi pembantumu . Sungguh Allah tidak suka kepada orang-orang sombong lagi
membanggakan diri".

Menurut para ulama dalam "Tambihul Ghafilin" ada 10 hak bapak-ibu yang wajib dilakukan oleh
anak, yaitu:
1. Memberi makan, jika mereka memerlukannya. 2. Memberi pelayanan, bila dibutuhkannya. 3.
Memenuhi panggilannya. 4. Mentaati perintahnya, kecuali disuruh maksiat. 5. Berbicara dengan
lemah lembut dan tidak menyakitkan hati. 6. Memberi pakaian sesuai kemampuan. 7. Berjalan
dibelakangnya, tidak tergesa-gesa dengan mendahuluinya. 8. Mencari keridlaan hatinya. 9.
Menghindari hal-hal yang dibencinya. 10.Memohonkan ampun bagi keduanya, ketika berdo'a.
Dari Abu Hurairah ra. Nabi Muhammad saw. bersabda:
"Ketika anak Adam sudah meninggal dunia, maka terhentilah pahala amalnya, kecuali tiga perkara,
yaitu: Sedekah jariah, do'a anak shaleh untuk kedua orang-tuanya dan ilmu yang bermanfaat yang
ditinggalkannya sesudah meninggal dunia."
Selanjutnya dalam Surat Luqman ayat 14, Allah swt. berfirman: "Bersyukurlah kepadaKu dan
kepada ibu-bapakmu ".

H i k a y a h: Pada suatu waktu Nabi Sulaiman bepergian menjelajah kawasan antara langit dan
bumi, hingga tiba disamudera yang besar ombaknya. Kemudian ia memerintahkan pada angin
supaya berhenti berhembus. Dan kepada jin ifrit ia perintahkan agar menyelam kedalam samudera.
Maka didasar samudera dilihatnya sebuah kubah mutiara-putih yang rapat tidak berlobang.
Kemudian dibawanya keatas permukaan air, dan diserahkan kehadapan raja Sulaiman as. Maka
dengan do'anya bergeserlah daun pintunya dan terbukalah kubah itu. Didalamnya nampak seorang
pemuda yang sedang bersujud. Ketika ditanya Nabi Sulaiman as.: "Siapakah kamu, dari jenis
malaikat, jin atau manusia?" Jawabnya: "Aku dari jenis manusia". "Lalu amal apakah yang
mengangkatmu setinggi ini?" Jawabnya: "Dengan berbakti kepada kedua orang-tua. Disaat lanjut
usia, ibu kugendong diatas punggungku, dan disaat itulah terdengar do'a ibuku: "Ya Allah,
berikanlah sifat qana'ah kepada anakku ini, dan berikan pula tempat untuknya nanti sepeninggalku,
bukan di bumi dan bukan pula di langit." (Majma' Latha-if)
AL-UMM

Al-Umm berarti Kitab Induk, sebuah kitab tebal yang menjelaskan secara terperinci
tentang Ilmu Fiqh yang ditulis oleh seorang ulama- besar Al Imam Asy-Syafi'i ra. yang
kemudian menimbulkan Madzhab Syafi'i 
Karangan Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i ra. (Al Imam Asy-Syafi'i ra.) sangat banyak,
diperkirakan mencapai 113 buah, tentang Tafsir, Hadits, Fiqh, Kesusasteraan Arab
dan ilmu Ushul-Fiqh yang pertama disusun orang. Kitab Al-Umm tidak disusun sendiri
oleh Imam Syafi'i tetapi dibantu oleh murid-muridnya, dimana yang paling berjasa
adalah muridnya yang bernama Ar-Rabi' bin Sulaiman yang wafat pada usia 129
tahun. 

Kitab Al-Umm terdiri dari beberapa Pasal/Bab misalnya bagian yang membahas Bersuci
(Ath-Thaharah) terdiri dari Bejana (tempat air) yang boleh digunakan untuk berwudhu'-
Bejana yang bukan kulit dan sebagainya. Kemudian dilanjutkan dengan Persyaratan Air
yang boleh dipakai untuk wudhu', Tata-Cara Berwudhu' dan hal-hal yang membatalkannya,
Tata Cara Mandi Junub, berTayamum, masalah bagi wanita-Haid dan seterusnya.
Bagian pertama Al-Umm banyak mengupas tata-cara Shalat termasuk Adhan, Arah-Kiblat,
Shalat-Berjamaah, Kedudukan Imam dan Makmum dalam Shalat-Berjamaah, Wanita dalam
Shalat serta Shalat yang diQasharkan dan sebagainya.
Pembahasan Ilmu-Fiqh ini sudah barang tentu dilengkapi dengan dalil-dalil yang terdapat
dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits, misalnya, Dikabarkan kepada kami oleh Abuz-Zannad, dari
Al-A'raj, dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad saw. bersabda, yang artinya: "Apabila
seseorang kamu bangun dari tidurnya, maka tidaklah membenamkan tangannya dalam
bejana, sebelum membasuhkannya tiga kali. Sesungguhnya ia tidak tahu, dimanakah
tangannya itu tidur". Dan dalam Al-Qur'an Surat Al-Maidah ayat 6, Allah 'Azza wa Jalla
berfirman: "Apabila kamu berdiri hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai ke siku!"
Kitab Al-Umm ini sudah mulai banyak diterjemahkan orang, antara lain kedalam Bahasa-
Indonesia misalnya terjemahan Prof. Teuku H. Ismail Yakub SH MA yang diterbitkan oleh
Victory Agencie - Kuala Lumpur, terdiri dari 9 jilid, dimana tiap jilid berisi tidak kurang dari
400 halaman.

Ihya Ulumiddin
Ihya Ulumiddin artinya Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama, sebuah kitab yang
sangat terkenal hasil karya Imam Al-Ghazali, atau lengkapnya Imam Abu Hamid
Muhamed Bin Muhammad Al-Ghazali.
Pada waktu itu ilmu-ilmu Islam sudah hampir teledor (terlena) oleh Filsafat Yunani,
khusus Filsafat Aristoteles yang pada waktu itu dinamai 'Ulumul Awail artinya
pengetahuan orang jaman purbakala. Untuk menhadapi keadaan demikian Imam Al-
Ghazali mempersiapkan diri dengan memperbanyak bekal mendalami Ilmu-Kalam,
Ilmu-Fiqh dan Ilmu Filsafat, hingga lahirlah karya-karya "Al-Munqidu minadl dlalal"
(Pembangkit dari Lembah Kesesatan), "Maqashid al=Falasifah" (Tujuan para Filosoof)
dan "Tahafut al-Falasifah" (Kekacau-balauan para Filosoof)
.
Kitab Ihya' Ulumiddin, buah tangan Al-Imam Al-Ghazali adalah salah satu karya besar dari
beliau dan salah satu karya besar dalam perpustakaan Islam. Meskipun ada berpuluh lagi
karangan Ghazali yang lain, dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan Islam, namun yang
menjadi inti-sari dari seluruh karangan-karangan beliau itu ialah Kitab Ihya' Ulumiddin. 
Apabila ilmu telah dihidupkan kembali, syariat mesti bertemu dengan hakikat, amal saleh
mesti dinyawai oleh Iman dan disamping riadlah jasmani (latihan badan)kita, adalah
riadlah annafs atau riadlah qalb (latihan jiwa atau latihan hati). Disitulah kita mendapat
"Haqiqat al Hajjah" (hidup yang sejati).
Sejak daripada ibadat, sembahyang, puasa, zakat dan haji, sampai kepada mu'amalat
(pergaulan hidup manusia sehari-hari), sampai kepada munakahat (pembangunan rumah-
tangga), sampai kepada hukum-hukum pidana, semuanya beliau cari isi dan umbinya, inti
atau sarinya dalam alam hakikat dan hikmat, sehingga hidup kita sebagai muslim berarti
lahir dan bathin. (Hamka)
Kitab Ihya' Ulumiddin diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia oleh Ustadz Tengku H.
Ismail Yakub MA SH pada 10 Rabi'ul-Akhir 1383 H / 30 Agustus 1963 M di Medan yang
mendapat sambutan hangat dari masyarakat termasuk Menteri Agama Bp K.H. Saifuddin
Zuhri dan Al-Ustadz Dr H.A. Malik Karim Amrullah (Dr Hamka).
Ihya' Ulumiddin terbagi dalam beberapa Kitab mulai dari "Kitab Menerangkan Ilmu
Pengetahuan", "Kitab Qaidah-Qaidah I'tiqad", "Kitab Rahasia Bersuci" dan seterusnya.
Setiap Kitab terdiri dari beberapa Bab, misalnya Kitab Menerangkan Ilmu Pengetahuan
berisi 7 Bab, dimana Bab I menguraikan tentang Kelebihan Ilmu, Keutamaan Belajar,
Keutamaan Mengajar dan Dalil-dalil Akal, sampai Bab 7: Tentang Akal.

Tafsir Al-Maraghi

Ada beberapa Kitab Tafsir Al-Qur'an Bahasa Indonesia yang dipergunakan oleh para
ulama, mahasiswa bahkan kini banyak masyarakat Islam yang memanfaatkan
Tarjamah dan Tafsir Al-Qur'an untuk memperdalam pengertian dan makna yang
terkandung dalam kitab suci ummat Islam - Al Qur'an. Salah satu diantaranya adalah
Tafsir Al-Maraghi yang disusun oleh Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, yang
diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia oleh Bahrun Abubakar.
Dalam kitab tafsir ini Al-Maraghy mengatakan bahwa masyarakat tentu membutuhkan
kitab-kitab tafsir yang mampu memenuhi kebutuhan mereka, disajikan secara sistematis,
diungkapkan dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti,dan masalah-masalah yang
dibahas benar-benar didukung dengan hujjah , bukti-bukti nyata serta berbagai percobaan
yang diperlukan. Bisa pula dinukilkan pendapat-pendapat para ahli dalam berbagai cabang
ilmu yang berkait erat dengan Al-Qur'an, selaras dengan syarat penyajian yang harus sesuai
dengan kemajuan ilmu pengetahuan modern. Kita juga harus mengesampingkan
permasalahan yang berkait dengan ceritera-ceritera yang bisa dipakai oleh para muffasir
terdahulu, sebab ceritera-ceritera tersebut justru bertentangan dengan kebenaran. Hanya
kepada Allah kami memohon taufiq dan petunjuk, serta menuntun kami kejalan yang lurus.
(Awal Muharram 1365 H - Ahmad Musthafa Al-Maraghy).
Metode Penulisan Tafsir Al-Maraghi:
1. Menyampaikan Ayat-ayat di Awal Pembahasan.
Setiap pembahasan dimulai dengan satu atau lebih ayat Al-Qur'an yang disusun sedemikian
rupa untuk memberikan pengertian yang menyatu.
2. Penjelasan Kata-kata.
Disertakan penjelasan kata secara bahasa untuk kata yang sulit dipahami.
3. Pengertian Ayat Secara Ijmal.
Makna ayat secara ijmal akan memberikan pengertian global sebelum memasuki pengertian
tafsir.
4. Asbabu'n-Nuzul (Sebab-sebab Turun Ayat).
Dilengkapi dengan penjelasan Sebab-sebab Turun Ayat tertentu.
5. Mengesampingkan Istilah-istilah yang berhubungan dengan Ilmu Pengetahuan 
Yang dimaksud ilmu pengetahuan disini misalnya Ilmu Sharaf, Nahwu, Balaghah dan
sebagainya. Ilmu ini dianggap ilmu khusus (spesifik) yang akan menghambat pemahaman
tafsir.
6. Gaya Bahasa Para Mufassir.
Gaya Bahasa yang mudah dicerna oleh alam pikiran saat ini dan disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan.
7. Pesatnya Sarana Komunikasi di Masa Modern.
Sesuai dengan perkembangan sarana komunikasi, maka bahasa tafsir sebagai bahasa
komunikasi perlu memiliki sifat sederhana yang mudah dimengerti maksud tujuannya.
8. Seleksi terhadap Kisah-kisah yang terdapat dalam Kitab-kitab Tafsir.
Kisah-kisah yang dianggap kurang ilmiah dikhawatirkan dapat menimbulkan kontradiktif
dengan akal-sehat bahkan mungkin bertentangan dengan maksud ayat yang ditafsirkan
9. Jumlah Juz Tafsir.
Kitab tafsir ini disusun menjadi 30 jilid , setiap jilid satu juz Al-Qur'an, dengan maksud
mempermudah para pembaca.

Fiqhussunnah (Fikih Sunnah)


Kitab ini sesuai yang dikatakan pengarangnya (Sayyid Sabiq) membahas masalah-
masalah Fikih Islam dengan disertai dalil-dalil Al-Qur'an dan Sunnah Nabi yang sah,
begitupun Ijma' (persetujuan, konsensus) dari umat Islam. Disajikan secara mudah
dan gampang serta melenyapkan pertikaian dan fanatik madzhab.

Dalam Pendahuluan kitab ini banyak dicantumkan ayat-ayat Al Qur'an dan Hadits
antara lain Firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang berbunyi, artinya:
"Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu menjadi contoh utama bagi orang-orang yang
mengharapkan keridhaan Allah dan Hari Akhirat serta banyak mengingat Allah".

Kitab ini disusun secara sistimatis dan lengkap, misalnya dalam membahas Shalat pertama-
tama dibahas Kedudukannya, yang dimaksud adalah kedudukan Shalat dalam agama Islam,
dimana Shalat menempati kedudukan yang tak dapat ditandingi oleh ibadat manapun juga.
Ia merupakan tiang agama, sesuai sabda Rasulullah saw : "Pokok urusan ialah Islam, sedang
tiangnya adalah shalat , dan puncaknya adalah berjuang di jalan Allah".
Setelah membahas Kedudukan Shalat, kemudian dibahas Hukum meninggalkan shalat,
Waktu-waktu shalat, Adzaan, Syarat-syarat shalat, Fardhu-fardhu, Sunnat-sunnat shalat dan
dilengkapi dengan Dzikir-dzikir dan do'a-do'a setelah memberi salam
Bagian ke 2 dari kitab ini masih melanjutkan pembahasan perihal shalat mencakup antara
lain bahasan Mengqadla Shalat, Shalat bagi orang sakit, Shalat dalam perjalanan, Shalat
Jum'at yang dilengkapi dengan Khutbah Jum'at dan diakhiri dengan pembicaraan mengenai
Shalat 'Idul Fithri dan 'Idul Adha.

Tafsir Jalalain

Kitab tafsir ini, sesuai kata pengantar penerjemahnya (Mahyudin Syaf dan Bahrun
Abubakar, Lc.) merupakan kitab tafsir yang menonjolkan segi pembahasan ilmu
nahwu, sharaf dan qira-ahnya atau penganalisaan segi susunan kalimat, asal-usul
kata-katanya, dan segi bacaannya.
Kitab Tafsir Jalalain terdiri atas 2 jilid, masing-masing ditulis oleh seorang penulis.
Mulai dari surat Al Baqarah hingga akhir surat Al Isra ditulis oleh Al-'Allamah al-
Muhaqqiq Jalalud-Din as-Suyuthi. Sedangkan mulai dari surat Al-Kahfi hingga surat
An-Naas ditulis oleh Al-Allamah al-Muhaqqiq Jalalud_din Muhammad ibnu Ahmad al-
Mahalliy
Untuk melengkapi terjemahan tafsir ini, pada setiap surat dicantumkan pula "asbabun-
nuzul"nya yang berasal dari kitab Lubabun-Nuqul karya Imam Jalalud-Din as-Suyuthi.Kitab
ini tertera didalam hasyiyah (catatan pinggir) kitab Tafsir Jalalain. Selain itu ditambahkan
pula terjemahan kitab Nasikh wal-Mansukh karya Imam Ibnu Hazm, mengingat masalah ini
berkaitan erat dengan masalah tafsir. Dengan kata lain ilmu nasikh dan mansukh
merupakan salah satu sarana untuk memahami kesimpulan makna yang dikandung oleh
ayat-ayat Al Qur'an.
Dalam terjemahan ini sengaja didahulukan tafsir surat al-Fatihah yang diletakkan pada awal
kitab agar dapat disesuaikan dengan mush-haf'Utsmaniy yang ada sekalipun menurut kitab
aslinya ia diletakkan dibelakang.
Kitab Tafsir Jalalain ini sangat populer dikalangan ummat Islam di Indonesia sejak berabad-
abad yang lalu. Ia banyak dipakai di madrasah-madrasah tingkat 'Aliyah dan bahkan di
kalangan universitas Islam pun kitab tafsir ini dijadikan salah satu dari bahan referensinya
dalam cabang tafsir.

Bulughul-Maram

"Bulughul-Maram Min Adillatil-Ahkam" adalah judul asli dari kitab ini yang dikarang
oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, merupakan kitab Fiqh yang berdasar sunnah
Rasulullah saw., banyak terpakai dimana-mana termasuk di Indonesia terutama di
madrasah-madrasah dan pesantren-pesantren.
Kitab ini oleh penterjemahnya yakni A Hassan dibagi dalam dua jilid yang
mengandung juz-juz 'Ibadah, Mu'amalah, Munakahah dan Jinayah. Sebelum sampai
pada materinya, oleh penterjemah dicantumkan beberapa pengertian yang berkaitan
dengan Hadits, Ushulul-Fiqh dan istilah-istilah lain yang berkaitan dengan ilmu Fiqh.
Pengertian atas istilah-istilah dicantumkan dalam bab Pendahuluan hingga mempermudah
pembaca dalam memahami permasalahan yang dibahas pada bab selanjutnya, misalnya
tentang arti-kata "Hadits" yang dijabarkan sebagai ucapan, perkataan atau sabda Nabi
Muhammad saw. Bila disebut Hadits Bukhari maknanya adalah Hadits Nabi yang
diriwayatkan oleh Bukhari di dalam kitabnya. Sedangkan Lafazh Hadits yang diucapkan
oleh Rasulullah saw. dinamakan matan Hadits atau isi Hadits. Selanjutnya istilah "A-tsar"
dimaksudkan sebagai ucapan atau perkataan para sahabat Nabi saw. pada waktu itu, yang
kemudian mempunyai padanan arti dari istilah "Riwayat".
Pasal-pasal yang mengandung penjelasan atas istilah ini memang perlu dimengerti oleh
pembaca terutama bagi mereka yang baru mempelajari ilmu-Fiqh, karena didalam
menjabarkan satu kata sering tidak hanya diuraikan arti katanya saja tapi diperluas dengan
deskripsi maknanya misalnya kata "Sanad" selain arti kata tersebut juga diberikan
penjelasan tentang rangkaiaannya dengan kata Rawi - Mudawwin - Shahabi - Tabi-i serta
Auwal Sanad dan Akhirnya.
Seperti halnya kitab-kitab Fiqh yang lain, Bulughul Maram memulai bahasannya dengan
masalah Thaharah dilanjutkan dengan Wudlu kemudian diikuti bab yang secara lengkap
membahas tentang Shalat dan diakhiri dengan penjelasan Kitab Kelengkapan berisi uraian
perihal Adab, Kebaikan dan Hubungan, Zuhud dan Wara serta Akhlak yang Tercela

Riadhus Shalihin

Kitab yang ditulis oleh Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf Annawawy dan
diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia oleh H salim Bahreisy ini sangat populer
dikalangan masyarakat Islam, tidak hanya di lingkungan madrasah, pesantren atau
perguruan tinggi Islam saja, tapi banyak diminati oleh masyarakat umum, karena
banyak menyangkut kehidupan sehari-hari. Kitab ini membimbing pembacanya
menuju pada pengertian Agama dalam bidang Iman dan Akhlak, yang benar-benar
merupakan jiwa atau pokok terpenting dalam agama Islam.
Dalam kitab ini penulis berusaha mengumpulkan dan menyajikan hadits-hadits sahih yang
dapat menjadi perintis jalan menuju akhirat. Juga sebagai tuntunan Adab lahir batin yang
berisi anjuran dan larangan, latihan jiwa, didikan akhlak, obat hati, pemeliharaan badan dan
sebagainya.
Penyajian setiap masalah didahului terlebih dahulu dengan Firman Allah swt yang terdapat
dalam Al Qur'an yang disusul dengan Hadits yang sahih serta uraian maknanya.
Pada pasal pertama disajikan masalah Niat Ikhlas dalam semua perkataan, perbuatan lahir
dan bathin, dilanjutkan dengan Tobat, Sabar, Sidiq (benar), Muroqobah (Kewaspadaan,
Pengawasan), Taqwa (Menjaga diri), Yaqin dan Tawakal serta Istiqomah.
Bila materi yang terdapat dalam Riadhus Shalihin benar-benar dimengerti dan dihayati
mampu teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari di dunia fana ini, Insya Allah akan
terhindar dari malapetaka hidup yang diakibatkan stress, khawatir, frustrasi dan
kehilangan keseimbangan diri. Ajaran syukur ni'mah, sabar dan istiqamah akan
menstabilkan perjalanan hidup seseorang menuju keridhaan-Nya walaupun terjadi
berbagai macam erosi dan krisis yang melanda kehidupan ini. Amien.

Lanjutan (click!)
MUQADDIMAH
Dalam kajian ilmu sejarah, tentang masuknya Islam di Indonesia masih “debatable”. Oleh karena itu perlu ada penjelasan lenih dahulu
tentang penegrtian “masuk”, antara lain:
1. Dalam arti sentuhan (ada hubungan dan ada pemukiman Muslim).
2. Dalam arti sudah berkembang adanya komunitas masyarakat Islam.
3. Dalam arti sudah berdiri Islamic State (Negara/kerajaan Islam).
Selain itu juga masing-masing pendapat penggunakan berbagai sumber, baik dari arkeologi, beberapa tulisan dari sumber barat, dan
timur. Disamping jiga berkembang dari sudut pandang Eropa Sentrisme dan Indonesia Sentrisme.
Beberapa Pendapat Tentang Awal Masuknya Islam di Indonesia.

1. Islam Masuk ke Indonesia Pada Abad ke 7:


1. Seminar masuknya islam di Indonesia (di Aceh), sebagian dasar adalah catatan
perjalanan Al mas’udi, yang menyatakan bahwa pada tahun 675 M, terdapat utusan dari
raja Arab Muslim yang berkunjung ke Kalingga. Pada tahun 648 diterangkan telah ada
koloni Arab Muslim di pantai timur Sumatera.
2. Dari Harry W. Hazard dalam Atlas of Islamic History (1954), diterangkan bahwa
kaum Muslimin masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M yang dilakukan oleh para
pedagang muslim yang selalu singgah di sumatera dalam perjalannya ke China.
3. Dari Gerini dalam Futher India and Indo-Malay Archipelago, di dalamnya
menjelaskan bahwa kaum Muslimin sudah ada di kawasan India, Indonesia, dan Malaya
antara tahun 606-699 M.
4. Prof. Sayed Naguib Al Attas dalam Preliminary Statemate on General Theory of
Islamization of Malay-Indonesian Archipelago (1969), di dalamnya mengungkapkan
bahwa kaum muslimin sudah ada di kepulauan Malaya-Indonesia pada 672 M.
5. Prof. Sayed Qodratullah Fatimy dalam Islam comes to Malaysiamengungkapkan
bahwa pada tahun 674 M. kaum Muslimin Arab telah masuk ke Malaya.
6. Prof. S. muhammmad Huseyn Nainar, dalam makalah ceramahnay berjudul Islam
di India dan hubungannya dengan Indonesia, menyatakan bahwa beberapa sumber
tertulis menerangkan kaum Muslimin India pada tahun 687 sudah ada hubungan dengan
kaum muslimin Indonesia.
7. W.P. Groeneveld dalam Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled From
Chinese sources, menjelaskan bahwa pada Hikayat Dinasti T’ang memberitahukan
adanya Aarb muslim berkunjung ke Holing (Kalingga, tahun 674). (Ta Shih = Arab
Muslim).
8. T.W. Arnold dalam buku The Preching of Islam a History of The Propagation of The
Moslem Faith, menjelaskan bahwa Islam datang dari Arab ke Indonesia pada tahun 1
Hijriyah (Abad 7 M).
1. Islam Masuk Ke Indonesia pada Abad ke-11:
1. Satu-satunya sumber ini adalah diketemukannya makam panjang di daerah Leran
Manyar, Gresik, yaitu makam Fatimah Binti Maimoon dan rombongannya. Pada makam
itu terdapat prasati huruf Arab Riq’ah yang berangka tahun (dimasehikan 1082)
2. Islam Masuk Ke Indonesia Pada Abad Ke-13:
1. Catatan perjalanan marcopolo, menyatakan bahwa ia menjumpai adanya kerajaan
Islam Ferlec (mungkin Peureulack) di aceh, pada tahun 1292 M.
2. K.F.H. van Langen, berdasarkan berita China telah menyebut adanya kerajaan
Pase (mungkin Pasai) di aceh pada 1298 M.
3. J.P. Moquette dalam De Grafsteen te Pase en Grisse Vergeleken Met Dergelijk
Monumenten uit hindoesten, menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad
ke 13.
4. Beberapa sarjana barat seperti R.A Kern; C. Snouck Hurgronje; dan Schrieke, lebih
cenderung menyimpulkan bahwa Islam masuk keIndonesia pada abad ke-13,
berdasarkan saudah adanya beberapa kerajaaan islam di kawasan Indonesia.
Siapakah Pembawa Islam ke Indonesia?

Sebelum pengaruh islam masuk ke Indonesia, di kawasan ini sudah terdapat kontak-kontak dagang, baik
dari Arab, Persia, India dan China. Islam secara akomodatif, akulturasi, dan sinkretis merasuk dan punya pengaruh di
arab, Persia, India danChina. Melalui perdagangan itulah Islam masuk ke kawasan Indonesia. Dengan demikian
bangsa Arab, Persia, India dan china punya nadil melancarkan perkembangan islam di kawasan Indonesia.
Gujarat (India)
Pedagang islam dari Gujarat, menyebarkan Islam dengan bukti-bukti antar lain:
1. ukiran batu nisan gaya Gujarat.
2. Adat istiadat dan budaya India islam.
Persia
Para pedagang Persia menyebarkan Islam dengan beberapa bukti antar lain:
1. Gelar “Syah” bagi raja-raja di Indonesia.
2. Pengaruh aliran “Wihdatul Wujud” (Syeh Siti Jenar).
3. Pengaruh madzab Syi’ah (Tabut Hasan dan Husen).
Arab
Para pedagang Arab banyak menetap di pantai-pantai kepulauan Indonesia, dengan bukti antara lain:
1. Menurut al Mas’udi pada tahun 916 telah berjumpa Komunitas Arab dari Oman, Hidramaut,
Basrah, dan Bahrein untuk menyebarkan islam di lingkungannya, sekitar Sumatra, Jawa, dan
Malaka.
2. munculnya nama “kampong Arab” dan tradisi Arab di lingkungan masyarakat, yang banyak
mengenalkan islam.
China
Para pedagang dan angkatan laut China (Ma Huan, Laksamana Cheng Ho/Dampo awan ?), mengenalkan islam di pantai dan pedalaman
Jawa dan sumatera, dengan bukti antar lain :
1. Gedung Batu di semarang (masjid gaya China).
2. Beberapa makam China muslim.
3. Beberapa wali yang dimungkinkan keturunan China.
Dari beberapa bangsa yang membawa Islam ke Indonesia pada umumnya menggunakan pendekatan cultural, sehingga terjadi dialog
budaya dan pergaulan social yang penuh toleransi (Umar kayam:1989)
Proses Awal Penyebaran Islam di Indonesia

1. Perdagangan dan Perkawinan


Dengan menunggu angina muson (6 bulan), pedagang mengadakan perkawinan dengan penduduk asli. Dari perkawinan itulah
terjadi interaksi social yang menghantarkan Islam berkembang (masyarakat Islam).
2. Pembentukan masyarakat Islam dari tingkat ‘bawah’ dari rakyat lapisan bawah, kemudian berpengaruh ke kaum birokrat (J.C. Van
Leur).
3. Gerakan Dakwah, melalui dua jalur yaitau:
a. Ulama keliling menyebarkan agama Islam (dengan pendekatan Akulturasi dan Sinkretisasi/lambing-lambang budaya).
b. Pendidikan pesantren (ngasu ilmu/perigi/sumur), melalui lembaga/sisitem pendidikan Pondok Pesantren, Kyai sebagai pemimpin,
dan santri sebagai murid.
Dari ketiga model perkembangan Islam itu, secara relitas Islam sangat diminati dan cepat berkembang di  Indonesia. Meskipun demikian,
intensitas pemahaman dan aktualisasi keberagman islam bervariasi menurut kemampuan masyarakat dalam mencernanya.
Ditemukan dalam sejarah, bahwa komunitas pesantrean lebih intens keberagamannya, dan memiliki hubungan komunikasi “ukhuwah”
(persaudaraan/ikatan darah dan agama) yang kuat. Proses terjadinya hubungan “ukhuwah” itu menunjukkan bahwa dunia pesantren
memiliki komunikasi dan kemudian menjadi tulang punggung dalam melawan colonial.

You might also like