You are on page 1of 16

1

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PEMANFAATAN EKSTRAK KULIT JENGKOL


UNTUK MENGENDALIKAN
PERKEMBANGANBIAKAN
VEKTOR DBD
...................................................................................................

BIDANG KEGIATAN :
PKM-GT
Diusulkan oleh :
Rahmah Ramadhani Bara
04091001037/2009
Vivi Kurnia
04091001008/2009

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2010
2

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan : Pemanfaatan Ekstrak Kulit Jengkol untuk Mengendalikan


Perkembangbiakan Vektor DBD

2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI (√) PKM-GT

3. Ketua Pelaksana Kegiatan :


a. Nama lengkap : Rahmah Ramadhani Bara
b. NIM : 04091001037
c. Jurusan : Pendidikan Dokter Umum
d. Universitas/Institut/Politeknik : Universitas Sriwijaya
e. Alamat Rumah dan No.Telp/HP : Jl. Raya Palembang-Prabumulih
KM 32 RT 2 Kel.Timbangan Kec.
Inderalaya Utara. Ogan Ilir Sumatera
Selatan (samping Dealer Suzuki)
kode pos 30662 /
081933370047
4. Anggota Pelaksana Kegiatan : 1 (satu) orang
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : dr. Dollly
b. NIP :
c. Alamat Rumah dan No.Telp/HP :
081366386033

Palembang, 4 Maret 2010

Menyetujui
Ketua Pelaksana Kegiatan

(Rahmah Ramadhani Bara)


NIM. 04091001037

Pembantu Dekan III Dosen Pembimbing

(dr. Syarif ) (dr.Dolly )


NIP. NIP.
3

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha


Penyayang. Segala puji bagi Allah yang senantiasa memberi kekuatan kepada
penulis untuk menyelesaikan PKM-GT ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Pembantu Dekan III, dr.
Syarif dan Dosen Pembimbing penulis,dr. Dolly yang telah memberikan penulis
stimuli sehingga penulis mampu mengembangkan kemampuan analisis dalam
menyelesaikan PKM-GT ini.
Terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada orang tua dan rekan-
rekan sejawat yang senantiasa mendukung penulis.
PKM-GT ini tentu saja belum sempurna karena tiada hal yang sempurna
kecuali Allah SWT. Kritik dan saran dari Anda sangat penulis harapkan sebagai
refleksi untuk meningkatkan kualitas penulis di masa yang akan datang.
Semoga PKM-GT ini bermanfaat bagi semua pihak.

Palembang, 3 Maret 2010

Penulis
4

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................v
RINGKASAN.........................................................................................................vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang.........................................................................................................1
Perumusan Permasalahan.........................................................................................4
Tujuan .....................................................................................................................4
Manfaat....................................................................................................................4
GAGASAN..............................................................................................................4
KESIMPULAN........................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................8
DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................................9
LAMPIRAN...........................................................................................................10
5

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1 : Buah Jengkol

2. Gambar 2 : Kulit jengkol

3. Gambar 3 : Buah Jengkol di pohon

4. Gambar 4 : Pembuatan Ekstrak Jengkol


6

RINGKASAN

Angka kejadian DBD di Indonesia terutama di Provinsi Sumatera Selatan


masih tinggi. Persentase DBD di Sumsel pada tahun 2009 tercatat 1.537 kasus
DBD dengan dua orang yang meninggal dunia. Untuk kasus DBD tertinggi pada
Dinas Kesehatan Sumsel tercatat peringkat pertama daerah yang banyak terjadi
kasus DBD adalah Kota Palembang mencapai 805 kasus dan dua orang meninggal
dunia.Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif pengendali vektor DBD yang efektif
tanpa merusak lingkungan dan menyebabkan resistensi.
Stadium Aedes aegypti paling banyak di air, termasuk aktifitas makannya
juga berada di air. Oleh karena itu, upaya pengendalian yang sesuai dengan
kondisi ini adalah abatasi. Abatasi adalah pengendalian dengan menggunakan
insektisida sintesis. Insektisida sintesis saat ini memanglebih mudah dan efektif,
namun penggunaannya memiliki beberapa dampak negatif seperti menimbulkan
resisitensi,resurgensi dan dapat membunuh jasad yang bukan sasaran serta
menurunkan kualitas lingkungan (Metcalf dan Luckman,1982).Untuk mengatasi
hal ini, dibutuhkan alternatif yang berpotensi dalam mengendalikan populasi
serangga adalah insektisida botani dari senyawa aktif yang terkandung dalam
tumbuhan (Schmutterer; 1990). Istilah lainnya adalah menggunakan insektisida
botani. Penggunaan insektisida botani ini, menurut Syahputra (2001) dinilai lebih
baik daripada insektisida sintetis, karena insektisida botani mempunyai sifat tidak
stabil, sehingga lebih mudah didegradasi secara alami.
Pemanfaatan Ekstrak kulit jengkol sebagai insektisida alami pengendali
vektor DBD dapat menjadi alternatif untuk mencegah hal tersebut. Ekstrak
jengkol mengandung alkaloid, tanin, saponin, flavonoid dan terpenoid yang
berpengaruh pada index pertumbuhan nyamuk Aedes aegypty(Rahayu dan
Pukan,1998).Pembuatan ekstrak cukup sederhana, kulit jengkol digiling sampai
berupa simplisia lalu direbus dan dimaserasi selama tiga hari. Hasil ekstrak akan
disosialisaikan kepada warga Jalan Ahmad Yani Lorong Masa Jaya Kel. 13 Ulu
Palembang yang merupakan pemukiman padat penduduk. Melalui kegiatan ini,
diharapkan angka kejadian DBD di Kota Palembang dapat berkurang tanpa
menggunakan insektisida sintetis yang dapat merusak lingkungan.
7

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati. Begitu banyak tumbuhan bisa


tumbuh subur di Indonesia. Hal ini juga dipengaruhi oleh iklim di Indonesia yang
mendukung berbagai keanekaragaman hayati tersebut bisa tumbuh subur. Tak
heran, bila ada lagu Kolam Susu (Doel Sumbang) yang begitu populer. Indonesia
diperkirakan memiliki kawasan hutan tropis terbesar di Asia-Pasifik yaitu sekitar
1, 15 juta kilometer persegi dengan keanekaragaman jenis pohon yang paling
beragam di dunia. Hutan tropis Indonesia kaya akan spesies palm (447 spesies,
dimana 225 diantaranya tidak terdapat di bagian dunia lainnya), lebih dari 400
spesies dipterocarp yaitu jenis kayu yang bernilai sangat tinggi secara ekonomis di
Asia Tenggara, dan tersebarnya sekitar 25,000 spesies tumbuhan berbunga (Albar,
1997). Karena begitu kayanya keanekaragaman hayati Indonesia, sehingga
menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang mempunyai
jumlah keanekaragaman hayati terbesar. Untuk pulau Jawa saja, jumlah spesies
setiap 10.000 km2 antara 2000 – 3000 spesies.
Sedangkan Kalimantan dan Papua mencapai lebih dari 5000 spesies. Masih
banyak keanekaragaman hayati Indonesia lainnya yang berpotensi dan berprospek
secara ekonomis maupun keilmuan. Sejak Konvensi Keanekaragaman Hayati
KKH) di antara negara-negara di dunia pada pertemuan KTT Bumi tahun 1992 di
Rio de Janeiro maka setiap negara mempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan
sumber-sumber daya hayati sesuai dengan kebijakan pembangunan
lingkungannya sendiri dan mempunyai tanggungjawab untuk menjamin bahwa
kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam yuridiksinya tidak menimbulkan
kerusakan terhadap lingkungan negara lain atau kawasan di luar batas yuridiksi
nasional. Dengan kata lain negara dapat memanfaatkan dan mengelola
keanekaragaman hayati untuk kesejahteraan bangsanya sendiri.
Namun, dibalik kekayaan hayati ini juga terdapat dampak negatif dari
keadaan iklim di Indonesia. Saat musim penghujan tiba, banyak daerah-daerah
yang tergenang air. “Banjir lagi, banjir lagi ..” Mungkin itu yang selalu tergumam
di dalam hati masyarakat Indonesia. Di berbagai daerah, banjir merupakan hal
yang tidak asing lagi, karena telah menjadi agenda tahunan mereka. Tetapi,
mengapa hal ini tidak mengalami perbaikan di tahun-tahun berikutnya. Padahal
warga dan pemerintah tahu bahwa ini telah menjadi bencana tahunan mereka dan
tidak kerugian material yang didapatkan melainkan berbagai penyakit juga
berdatangan saat banyak tempat di lingkungan mereka tergenang air. Salah satu
akibatnya adalah perkembangan jentik nyamuk yang meningkat pesat dan
berujung pada penyakit DBD.
Persentase DBD di Provinsi Sumatera Selatan cukup tinggi. Pada 2009
tercatat 1.537 kasus DBD dengan dua orang yang meninggal dunia. Untuk kasus
DBD tertinggi pada Dinas Kesehatan Sumsel tercatat peringkat pertama daerah
yang banyak terjadi kasus DBD adalah Kota Palembang mencapai 805 kasus dan
dua orang meninggal dunia, Kabupaten Muara Enim mencapai 194 kasus, Kota
Prabumulih 135 kasus, Kabupaten Banyuasin 115 kasus, Kabupaten Ogan Ilir 78
kasus.
8

Sisanya ada di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) sebanyak 71 kasus,


Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) 58 kasus, Kota Lubuk Linggau 47 kasus,
Kota Pagaralam 19 kasus, Kabupaten Musi Rawas (Mura) sembilan kasus,
Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) lima kasus dan Kabupaten Empat Lawang
satu kasus. Tiga kabupaten lainnya, yaitu Kabupaten Lahat, Kabupaten OKU
Timur dan Kabupaten OKU Selatan tidak ditemui kasus DBD. Walaupun bila
dibandingkan dengan tahun 2008 terjadi penurunan dari 2.360 kasus DBD (tujuh
orang meninggal) dan pada 2009 tercatat 1.537 kasus DBD dengan dua orang
yang meninggal dunia (Republika)
Dewasa ini, pemerintah telah menggalakkan program 3M dan penyebaran
abate di berbagai daerah sebagai upaya pencegahan DBD. Namun, hasilnya belum
maksimal karena masih ada sebagaian masyarakat yang belum menyadari betapa
pentingnya upaya pencegahan tersebut dan penerapan pola hidup sehat. Seiring
dengan perkembangan teknologi, sudah ada penelitian yang menemukan bahwa
beberapa tanaman di Indonesia yang bisa dijadikan sebagai insektisida alami,
seperti penelitian Nursal (2005), ekstrak etanol daun lengkuas yang ternyata
bersifat toksik terhadap jentik nyamuk Aedes aegypti. Perlakuan efektif terjadi
pada konsentrasi 0,98% dan waktu 8 jam.Selain itu, ada bahan yang sering
dianggap tidak berguna, murah dan mudah didapat serta memiliki fungsi yang
hampir sama dengan ekstrak lengkuas tadi, yaitu kulit jengkol, berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Tjokronegoro (1989) yang mengamati para
petani Cidiwey pernah menggunakan ekstrak air biji jengkol sebagai insektisida
botani terhadap hama wereng coklat.
Pengendalian vektor Aedes aegypti dilakukan dengan tujuan memutus
siklus hidup Aedes aegypti. Cara pemutusan rantai siklus hidup nyamuk terdiri
dari empat macam, yaitu: melenyapkan penyebab penyakit (virus dengue), isolasi
penderita, mencegah gigitan nyamuk (vektor), dan pengendalian vektor. Salah
satu usaha pengendalian vektor adalah pada usia jentik. Adapun usaha
pengendalian jentik (larva) nyamuk dilakukan dengan dua cara, yaitu
pengendalian secara kimiawi dan biologi.Pengendalian secara biologi, diartikan
sebagai pengaturan populasi vektor dengan menggunakan musuh-musuh alamiah.
Sedangkan pengendalian secara kimiawi, yaitu pengaturan populasi vektor yang
salah satu caranya menggunakan larvasida. Pengendalian tersebut akan sangat
mempengaruhi siklus hidup Aedes aegypti (Jumar; 2000).
Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna, stadiumnya terdiri dari
telur, larva (kemudian ditulis jentik), pupa, dan nyamuk dewasa. Stadium telur
berwarna hitam dengan ukuran + 0,8 mm, berbentuk oval. Di sekeliling telur tidak
terdapat kantung udara yang berfungsi sebagai alat untuk mengapung (Ditjen
PPM & PLP; 2002). Telur itu, kemudian menetas menjadi jentik. Chistophers
(1960) menyatakan bahwa jentik Aedes aegypti berbentuk silindris, terdiri dari
caput yang berbentuk globuler, thorak, dan abdomen yang terdiri dari 8 segmen.
Bagian caput terdapat bulu sikat yang digunakan untuk mencari makan dan
sepasang antena. Bagian abdomen segmen ke-8, terdapat sifon sebagai alat
pernapasan. Ciri khas yang membedakan jentik Aedes aegypti dengan jentik
Aedes lain ialah duri samping gigi sisir anal (baca: pada bagian comb).
Dalam perkembangannya, jentik Aedes aegypti ini mengalami pergantian
kulit sebanyak tiga kali dari instar I, II, III, dan IV. Jentik instar I berukuran 1-2
mm, setelah 1 hari berubah menjadi instar II. Ukuran jentik instar II adalah 2,3-
9

3,9 mm. Jentik instar II ini, setelah 2-3 hari akan menjadi instar III, yang memiliki
ukuran 5 mm. Baru setelah 2-3 hari jentik instar III ini berubah menjadi instar IV
dengan ukuran 7-8 mm.
Setelah jadi jentik instar IV, lalu berubah menjadi pupa. Ditjen PPM &
PLP Depkes. RI. (2002), menyatakan bahwa pupa ini berbentuk seperti koma dan
bentuknya lebih besar namun lebih ramping dibandingkan dengan jentik. Pupa
kemudian berubah menjadi nyamuk dewasa yang ukurannya lebih kecil jika
dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Mempunyai dasar hitam dengan
bintik-bintik putih pada bagian badan dan kakinya. Nyamuk Aedes aegypti
dewasa, mempunyai panjang tubuh 3-4 mm. Mempunyai bintik hitam dan putih
pada badan dan kepalanya, dan punya ring putih pada kakinya. Posisi menggigit
pada kulit manusia ialah mendatar (Ditjen. PPM & PL Depkes. RI; 2004).
Nyamuk Aedes aegypti dalam perkembangannya, hidup dalam dua tempat.
Yakni 3 stadium berkembang di dalam air (telur, jentik, dan pupa) dan 1 stadium
hidup di udara bebas (nyamuk dewasa). Sementara itu, kondisi air yang jernih
merupakan tempat untuk pertumbuhan Aedes aegypti, mulai dari telur sampai
pupa. Posisi jentik menggantung pada permukaan air membentuk sudut 45 derajat
(Levine; 1994 dalam Nurchasanah; 2004). Sementara itu, nyamuk Aedes aegypti
dewasa, biasanya terdapat di tempat-tempat yang lembap dan kurang terang (agak
redup), misalnya kamar mandi, dapur, kelambu, pakaian yang menggantung,
gorden, dan lainnya.
Stadium Aedes aegypti paling banyak di air, termasuk aktifitas makannya
juga berada di air. Oleh karena itu, upaya pengendalian yang sesuai dengan
kondisi ini adalah abatasi. Abatasi adalah pengendalian dengan menggunakan
insektisida sintesis. Insektisida sintesis saat ini memanglebih mudah dan efektif,
namun penggunaannya memiliki beberapa dampak negatif seperti menimbulkan
resisitensi,resurgensi dan dapat membunuh jasad yang bukan sasaran serta
menurunkan kualitas lingkungan (Metcalf dan Luckman,1982).Untuk mengatasi
hal ini, dibutuhkan alternatif yang berpotensi dalam mengendalikan populasi
serangga adalah insektisida botani dari senyawa aktif yang terkandung dalam
tumbuhan (Schmutterer; 1990). Istilah lainnya adalah menggunakan insektisida
botani. Penggunaan insektisida botani ini, menurut Syahputra (2001) dinilai lebih
baik daripada insektisida sintetis, karena insektisida botani mempunyai sifat tidak
stabil, sehingga lebih mudah didegradasi secara alami.
Berdasarkan gambaran di atas, penulis berasumsi bahwa ekstrak jengkol
bisa dipakai sebagai pengganti abate. Karya tulis ini dibuat untuk mengetahui
keefektifan dari ekstrak jengkol yang digunakan sebagai larvasida alami untuk
mengendalikan vektor dari DBD, yaitu jentik nyamuk Aedes aegypti di daerah
pemukiman padat penduduk dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah di Kota
Palembang.

Perumusan Masalah

Dari uraian di atas maka, yang menjadi permasalahan dalam karya tulis ini
yaitu Bagamainakah keefektifan ekstrak kulit jengkol dalam mengurangi
perkembangbiakan vektor penyakit DBD, yaitu jentik nyamuk Aedes aegypti di
Jalan Ahmad Yani Lorong Masajaya Kel. 13 Ulu Palembang.
10

Tujuan

Adapun tujuan yang diharapkan dari karya tulis ini adalah untuk
mengetShui keefektifan ekstrak kulit jengkol sebagai larvasida untuk mengurangi
perkembangbiakan verktor penyakit DBD, yaitu jentik nyamuk Aedes aegypti,
mencari alternatif lain pengganti abate yang berasal dari perstisida alami yang
tidak berbahaya bagi kesehatan tubuh, lingkungan serta tidak menyebabkan
resistensi.

Manfaat

Melalui karya tulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai


berikut:

1. Karya tulis ini diharapkan menjadi salah satu bahan informasi bagi
masyarakat secara umum.

2. Dapat memberikan informasi ilmiah bagi masyarakat dan instansi


terkait tentang penerapan ekstrak kulit jengkol sebagai penganti abate untuk
mengurangi perkembangbiakan vektor penyakit DBD, yaitu jentik nyamuk Aedes
aegypti

3. Sebagai sumber informasi lanjutan bagi berbagai pihak untuk


melakukan penelitian.

GAGASAN

Demam berdarah atau dengue adalah penyakit infeksi akut yang


disebabkan oleh Virus Dengue yang ditularkan sesama manusia oleh gigitan
nyamuk gebus Aedes (A.aegypti, A. Albopitus). Saat ini, DBD masih menjadi
penyakit yang menakutkan bagi masyarakat di berbagai daerah di Indonesia
bahkan dunia dengan jumlah kematian yang banyak terutama pada balita dan
anak-anak. Secara epidemiologi DBD dikenal 2 bentuk gengue :

1. Bentuk klasik, dengan gejala panas 5 hari, disertai sakit kepala,


nyeri otot, sendi dan tulang, penurunan jumlah trombosit dan
ruam-ruam. Kasusnya banyak dijumpai di negara-negara Asia
Tenggara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Vietnam) secara
endemik.
2. Bentuk epidemik, dikenal dengan “dengue hemorrhagix fever”
(DHF). Di Indonesia penyakit ini dikenal dengan DBD dengan
11

gejala demam dengue disertai dengan pembesaran hati dan


tanda-tanda pendarahan (Husnil Farouk,2005).

Penggunaan insektisida sistetis yang berdampak pada resistensi dan


pencemaran lingkungan mendorong untuk mencari alternatif lain dalam
mengendalikan vektor DBD yang ramah lingkungan. Insektisida dibagi menjadi
tiga kelompok berdasarkan cara masuknya ke dalam tubuh serangga, yaitu: racun
perut, racun kontak, dan racun pernapasan Nurchasanah (2004). Menurut
Tarumingkeng (1992), racun perut ini menyerang organ utama pencernaan
serangga, yaitu bagian ventrikulus. Ventrikulus merupakan bagian saluran
makanan sebagai tempat penyerapan sari-sari makanan. Insektisida yang terserap
bersama sari-sari makanan selanjutnya akan diedarkan ke seluruh bagian tubuh
serangga oleh haemolimfe.

Berbagai jenis tumbuhan telah diketahui memiliki senyawa bioaktif antara


lain alkaloid, terpenoid, steroid, asetogenin, fenil propan, dan tannin yang
berfungsi sebagai insektisida dan repelen (Campbell, 1933, Burkill, 1935).
Sedikitnya sudah ada 2000 tumbuhan dari berbagai famili yang dilaporkan dapat
berpengaruh buruk pada organisme pengannggu tanaman (Grainge dan Ahmed,
1988; Prakash dan Rao, 1977), diantaranya tedapat paling sedikit 850 jenis
tumbuhan yang aktif terhadap serangga (Prakash dan Rao, 1977). Jengkol
merupakan tanaman yang memiliki tinggi 5-15 m, dengan ranting menggantung.
Tanaman ini memiliki tangkai daun utama dan poros sirip dengan satu kelenjar
atau lebih dan berambut. Bentuk daun elips atau bulat telur terbalik miring dengan
ujung tumpul 1,5-5 x 1-2,5 cm. Bunga beraturan, berbilangan lima. Bongkol
berbunga 15-25 pada ujung ranting dalam malai. Kelopak bergigi sampai
berlekuk. Tabung mahkota berbentuk corong, dari luar berambut. Benang sari
banyak, panjang lebih kurang 1 cm; tangkai sari pada pangkal bersatu menjadi
tabung. Bakal buah berambut, bertangkai, merah. Polongan bulat silindris,
seringkali bengkok atau menggulung dalam 1-2 puntiran, diantara biji seringkali
menyempit, panjang 6-12 cm, lebar 1 cm. Biji 1-10 mengkilap berwarna hitam
dengan selumbung biji putih atau ros yang tidak sempurna (Steenis; 1975).

Pemanfaatan limbah kulit jengkol masih jarang dilakukan, meskipun telah


ada beberapa penelitian yang dilakukan untuk mengetahui dekomposisi dari kulit
jengkol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu dekomposisi kulit buah
jengkol selama 5 hari dapat menurunkan nyata beberapa parameter pertumbuhan
empat jenis gulma penting, yaitu Echinochloa crussgalli (jajagoan), Cyperus iria
(rumput menderong), Cynodon dactylon (rumput grinting) dan Alternanthera
sessilis (kremah) (Enni Suwarsi, 2002).

Dari hasil penelitian (Rahayu dan Pukan,1998) diungkapkan bahwa


kandungan senyawa kimia dalam kulit jengkol yaitu alkaloid, terpenoid, saponin,
dan asam fenolat. Asam fenolat ini di dalamnya termasuk flavonoid dan tanin.
Tanin ini terdapat pada berbagai tumbuhan berkayu dan herba, berperan sebagai
pertahanan tumbuhan dengan cara menghalangi serangga dalam mencerna
makanan. Serangga yang memakan tumbuhan dengan kandungan tanin tinggi
12

akan memperoleh sedikit makanan, akibatnya akan terjadi penurunan


pertumbuhan (Howe & Westley; 1988).

Senyawa saponin termasuk dalam golongan triterpenoid. Golongan ini


terdapat pada berbagai jenis tumbuhan, dan bersama-sama dengan subtansi
sekunder tumbuhan lainnya berperan sebagai pertahanan diri dari serangan
serangga, karena saponin yang terdapat pada makanan yang dikonsumsi serangga
dapat menurunkan aktivitas enzim pencernaan dan penyerap makanan
(Applebaum, 1979 ; Ishaaya. 1986). Sementara itu, Smith (1989) menyatakan
bahwa alkaloid, terpenoid, dan flavonoid merupakan senyawa pertahanan
tumbuhan yang dapat bersifat menghambat makan serangga dan juga bersifat
toksik.

Dewasa ini, pengendalian vektor DBD adalah melalui penyuluhan 3M dan


pentingnya menjaga lingkungan (Liana,2006).Namun penurunan angka kejadian
DBD belum menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini terjadi akibat masih
kurangnya kesadaran masyarakat untuk meningkatkan kebersihan lingkungan
terutama saat musim penghujan tiba serta menerapkan 3 M,yaitu :
1. Menguras bak penampung air secara rutin
2. Mengubur benda benda bekas yang bisa menampung air seperti kaleng bekas,
plastik dan serupanya.
3. Menutup tempat penampungan air

Hal ini bisa lebih ditingkatkan dengan mencari alternatif lain yang ramah
lingkungan dan memiliki nilai ekonomis bagi semua kalangan. Selain itu, melalui
sosialisasi langsung dan diskusi dengan masyarakat setempat diharapkan
masyarakat bisa menyadari pentingnya upaya pencegahan DBD dengan
menggunakan metode sederhana yang dapat diterima oleh masyarakat setempat.
Melalui kerjasama dengan Dinas Kesehatan setempat sebagai fasilitator
penyuluhan serta dosen Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya sebagai
pembimbing dalam melaksanakan uji ekstrak pelaksanaan kegiatan ini diharapkan
bisa membuahkan hasil sama bahkan lebih baik dalam pengendalian vektor DBD.

Sebagai implementasi dari kegiatan ini, akan ada sosialisai pemanfaatan


ekstrak kulit jengkol sebagai pengendali vektor DBD kepada masyarakat Kota
Palembang yang tinggal di pemukiman padat penduduk melalui kerjasama dengan
Dinas Kesehatan setempat dan FK Unsri.Langkah-langkah sosialisasi sebagai
berikut:

a. Penyampalan informasi tentang nilai lebih, landasan teoritis dan teknik


penggunaan kulit buah jengkol sebagai pengendali vektor DBD melalui
penyuluhan dan diskusi.

b. Pelatihan memilih dan menggunakan kulit buah jengkol sebagai pengendali


vektor DBD dengan cara kulit jengkol digiling sampai berupa simplisia. Lalu,
simplisia direbus dan dimaserasi selama tiga hari. Hasil maserasi disaring
digunakan sebagai larutan ekstrak air kulit jengkol (Harborne; 1987). Dalam
hal ini, pelarut yang dipakai adalah menggunakan air biasa, karena dapat
13

dengan mudah diperoleh dan mudah untuk pembuatan ekstrak. Hasilnya,


kemampuan ekstrak air kulit jengkol dalam mengendalikan populasi Aedes
aegypti dapat diamati melalui kemampuannya menurunkan indeks
pertumbuhan jentik Aedes

c. Pelatihan menganalisis efektivitas pengunaan kulit buah jengkol sebagai


pengendali vektor DBD. Kegiatan ini dilakukan dengan penghitungan seperti
analisis dan penafsiran data di atas, namun secara sederhana tanpa perhitungan
statistik.

KESIMPULAN

Berdasarkan kandungan yang ada dalam kulit jengkol yaitu senyawa


alkaloid, tanin, saponin, flavonoid, dan terpenoid,ekstrak kulit jengkol dapat
berpengaruh pada pertumbuhan jentik Aedes aegypti. Oleh karena itu, ekstrak
kulit jengkol dapat dijadikan insektisida alami untuk mengendalikan vektor DBD
dengan cara kulit jengkol digiling sampai berupa simplisia lalu direbus dan
dimaserasi selama tiga hari. Hasil ekstraknya akan disosialisasikan kepada
masyarakat melalui penyuluhan dan diskusi sehingga nantinya akan diperoleh
insektisida alami yang dapat mengendalikan vektor DBD tanpa merusak
lingkungan.
14

Daftar Pustaka

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah.2004.Prosedur Tetap Penanggulangan


KLB dan Bencana Propinsi Jawa Tengah.Semarang:Dinas Kesehatan Propinsi
Jawa Tengah.
Ditjen. PPM dan PLP.1993.Malaria Entomologi 10.Jakarta:Depkes. R.I.
Ditjen. PPM dan PLP.1993.Malaria Tindakan Anti Larva 5.Jakarta:Depkes. R.I.
Djojosumarto.P.2000.Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian.Yogyakarta:Kanisius.
http://www.docstoc.com/docs/20905936/POTENSI-EKSTRAK-FLORA-
LAHAN-RAWA-SEBAGAI-PESTISIDA-NABATI-M diakses pada 27 Februari
2010
Dwi Sarwani.2007.Materi Kuliah P2M Pemberantasan Vektor
Malaria.Purwokerto:Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto.
Farouk,Husnil.2005.Demam Berdarah : Pencegahan dan Pemberantasannya
Ditinjau dari Sudut Kesehatan Masyarakat. Avaliable from :
http://ojs.lib.unair.ac.id/index.php/JKK/article/viewFile/2533/2517 diakses pada 2
Maret 2010
Iskandar,Adang dkk.1985.Pedoman Bidang Studi Pemberantasan Serangga dan
Binatang Pengganggu Akademi Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi
(APKTS).Jakarta:Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes. R.I.
Kardiman,Agus.2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi.Jakarta: PT.
Penebar Swadaya.
Liana.2006.Jaga Lingkungan, Atasi DBD. Avaliable from :
http://lianaindonesia.wordpress.com/2006/11/11/68/ diakses pada 2 Maret 2010
Muhaeni,Dina.2007.Skripsi Pengendalian Larva Anopheles aconitus Sebagai
Vektor Malaria Dengan Air Rendaman Gadung. Purwokerto:Fakultas Biologi
Universitas jenderal Soedirman.
Nasution S.2000.Metode Research (Penelitian Ilmiah).Jakarta:Bumi Aksara.
Novizan.2002.Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan.Jakarta:
Agro Media Pustaka.
Subiyakto Sudarmo.1991. Pestisida. Yogyakarta: Kanisius.
Suwarsi,Enni.2001.Potensi Kulit Buah Jengkol sebagai Herbisida Alami pada
Pertanaman Padi Sawah.Available from:
Tarumingkeng,Rudi.1992. Insektisida, Sifat, Mekanisme dan Dampak
Penggunaannya.Jakarta:Ukrida.
15

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap (Ketua) : Rahmah Ramadhani Bara


NIM : 04091001037
Tempat,tanggal lahir : Lubuklinggau, 09 Maret 1992
Karya Ilmiah yang pernah dibuat :-Peningkatan Pariwisata Kota
Bengkulu dengan Pemanfaatan
Potensi Alam (2005)
Penghargaaan Imiah yang pernah diraih :-Finalis ke-21 tk. Nasional
Pembuatan Esai tentang Hak-Hak
Anak Indonesia dalam Rangka Ultah
BRI (2005)
-Juara 1 tk. Provinsi Bengkulu
Mading Ilmiah Cendana Fair V
(2005)
-Juara 3 tk. Provinsi Bengkulu
Mading Ilmiah KBK (2006)

Nama Lengkap (Anggota) : Vivi Kurnia


NIM : 04091001008
Tempat, tanggal lahir : Payahkumbuh, 18 November 1990
16

LAMPIRAN

Gambar 1 : Buah Jengkol Gambar Gambar 2 : Kulit jengkol

Gambar 3: Buah Jengkol di pohon Gambar 4 : Pembuatan Ekstrak Jengkol

You might also like