You are on page 1of 36

MANFAAT ASI

Untuk Bayi

1. Pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi yang terbaik, terutama pada
bayi umur kurang dari 6 bulan, selain juga bermanfaat bagi ibu. ASI mengandung semua
zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh gizi bayi pada 6 bulan
pertama kehidupannya
2. Pada umur 6 sampai 12 bulan, ASI masih merupakan makanan utama bayi, karena
mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi,
perlu ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
3. Setelah umur 1 tahun, meskipun ASI hanya bisa memenuhi 30% dari kebutuhan bayi,
akan tetapi pemberian ASI tetap dianjurkan karena masih memberikan manfaat.
4. ASI disesuaikan secara unik bagi bayi manusia, seperti halnya susu sapi adalah yang
terbaik untuk sapi
5. Komposisi ASI ideal untuk bayi
6. Dokter sepakat bahwa ASI mengurangi resiko infeksi lambung-usus, sembelit, dan alergi
7. Bayi ASI memiliki kekebalan lebih tinggi terhadap penyakit. Contohnya, ketika si ibu
tertular penyakit (misalnya melalui makanan seperti gastroentretis atau polio), antibodi
sang ibu terhadap penyakit tersebut diteruskan kepada bayi melalui ASI
8. Bayi ASI lebih bisa menghadapi efek kuning (jaundice). Level bilirubin dalam darah bayi
banyak berkurang seiring dengan diberikannya kolostrum dan mengatasi kekuningan,
asalkan bayi tersebut disusui sesering mungkin dan tanpa pengganti ASI.
9. ASI selalu siap sedia setiap saat bayi menginginkannya, selalu dalam keadaan steril dan
suhu susu yang pas
10. Dengan adanya kontak mata dan badan, pemberian ASI juga memberikan kedekatan
antara ibu dan anak. Bayi merasa aman, nyaman dan terlindungi, dan ini mempengaruhi
kemapanan emosi si anak di masa depan.
11. Apabila bayi sakit, ASI adalah makanan yang terbaik untuk diberikan karena sangat
mudah dicerna. Bayi akan lebih cepat sembuh.

1
12. Bayi prematur lebih cepat tumbuh apabila mereka diberikan ASI perah. Komposisi ASI
akan teradaptasi sesuai dengan kebutuhan bayi, dan ASI bermanfaat untuk menaikkan
berat badan dan menumbuhkan sel otak pada bayi prematur.
13. Beberapa penyakin lebih jarang muncul pada bayi ASI, di antaranya: kolik, SIDS
(kematian mendadak pada bayi), eksim, Chron’s disease, dan Ulcerative Colitis.
14. IQ pada bayi ASI lebih tinggi 7-9 point daripada IQ bayi non-ASI. Menurut penelitian
pada tahun 1997, kepandaian anak yang minum ASI pada usia 9 1/2 tahun mencapai 12,9
poin lebih tinggi daripada anak-anak yang minum susu formula.
15. Menyusui bukanlah sekadar memberi makan, tapi juga mendidik anak. Sambil menyusui,
eluslah si bayi dan dekaplah dengan hangat. Tindakan ini sudah dapat menimbulkan rasa
aman pada bayi, sehingga kelak ia akan memiliki tingkat emosi dan spiritual yang tinggi.
Ini menjadi dasar bagi pertumbuhan manusia menuju sumber daya manusia yang baik
dan lebih mudah untuk menyayangi orang lain.

Untuk Ibu

1. Hisapan bayi membantu rahim menciut, mempercepat kondisi ibu untuk kembali ke masa
pra-kehamilan dan mengurangi risiko perdarahan
2. Lemak di sekitar panggul dan paha yang ditimbun pada masa kehamilan pindah ke dalam
ASI, sehingga ibu lebih cepat langsing kembali
3. Penelitian menunjukkan bahwa ibu yang menyusui memiliki resiko lebih rendah terhadap
kanker rahim dan kanker payudara.
4. ASI lebih hemat waktu karena tidak usah menyiapkan dan mensterilkan botol susu, dot,
dsb
5. ASI lebih praktis karena ibu bisa jalan-jalan ke luar rumah tanpa harus membawa banyak
perlengkapan seperti botol, kaleng susu formula, air panas, dsb
6. ASI lebih murah, karena tidak usah selalu membeli susu kaleng dan perlengkapannya
7. ASI selalu bebas kuman, sementara campuran susu formula belum tentu steril

2
8. Penelitian medis juga menunjukkan bahwa wanita yang menyusui bayinya mendapat
manfaat fisik dan manfaat emosional
9. ASI tak bakalan basi. ASI selalu diproduksi oleh pabriknya di wilayah payudara. Bila
gudang ASI telah kosong. ASI yang tidak dikeluarkan akan diserap kembali oleh tubuh
ibu. Jadi, ASI dalam payudara tak pernah basi dan ibu tak perlu memerah dan membuang
ASI-nya sebelum menyusui.

Untuk Keluarga

1. Tidak perlu uang untuk membeli susu formula, botol susu kayu bakar atau minyak untuk
merebus air, susu atau peralatan.
2. Bayi sehat berarti keluarga mengeluarkan biaya lebih sedikit (hemat) dalam perawatan
kesehatan dan berkurangnya kekhawatiran bayi akan sakit.
3. Penjarangan kelahiran karena efek kontrasepsi LAM dari ASI eksklusif.
4. Menghemat waktu keluarga bila bayi lebih sehat.
5. Memberikan ASI pada bayi (meneteki) berarti hemat tenaga bagi keluarga sebab ASI
selalu siap tersedia.
6. Lebih praktis saat akan bepergian, tidak perlu membawa botol, susu, air panas, dll.

Untuk Masyarakat dan Negara

1. Menghemat devisa negara karena tidak perlu mengimpor susu formula dan peralatan lain
untuk persiapannya.
2. Bayi sehat membuat negara lebih sehat.
3. Terjadi penghematan pada sektor kesehatan karena jumlah bayi sakit lebih sedikit.
4. Memperbaiki kelangsungan hidup anak dengan menurunkan kematian.

3
5. Melindungi lingkungan karena tak ada pohon yang digunakan sebagai kayu bakar untuk
merebus air, susu dan peralatannya.
6. ASI adalah sumber daya yang terus menerus diproduksi dan baru.

aspek gizi

Manfaat kolostrum

 Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk emlindungi bayi dari berbagai
penyakit infeksi terutama diare
 Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan bayi pada hari-hari
pertama kelahiran. Walaupun sedikit tapi cukup untuk memenuhi gizi bayi. Oleh karena
itu, kolostrum harus diberikan pada bayi.
 Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan
lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama
kelahiran.
 Membantu mengeluarkan mekonium (kotoran bayi yang pertama keluar yang berwarna
hitam kehijauan)

Komposisi ASI

 ASI mudah dicerna, karena mengandung zat gizi yang sesuai, juga mengandung enzim-
enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut.
 ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan
perkembangan kecerdasan bayi/anak
 Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan antara Whey dan
Casein yang sesuai untuk bayi. Rasio whey dan casein merupakan salah satu keunggulan
ASI dibanding dengan susu sapi.  ASI mengandung whey lebih banyak yaitu 65:35.
Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap. Sedangkan pada susu sapi
mempunyai perbandingan Whey ; casein adalah 20 : 80 sehingga tidak mudah diserap.

4
Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASI

 Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang berfungsi
sebagai neuro-transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak. Percobaan
pada binatang menunjukkan bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya gangguan
pada retina mata.
 Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak tak jenuh
rantai panjang (polyunsaturated fatty acids) yang diperlukan untuk pembentuka sel-sel
otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk emnjamin
pertumbuhan dan kecerdasan anak. Disamping itu, DHA dan AA dalam tubuh dapat
dibentuk/disintesa dari substansi pembentuknya (precursor) yaitu masing-amsing dari
omega 3 (asam linolenat) dan omega 6 (asam linoleat).

aspek imunologik

 ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi


 Imunoglobulin A (IgA) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup tinggi. Sekretori IgA
tidak diserap tapi dapat melumpuhkan bakteri petogen E. Coli dan berbagai virus pada
saluran pencernaan
 Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat ekkebalan yang mengikat
zat besi di saluran pencernaan
 Lisosim, yaitu enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. Coli dan Salmonella) dan
virus. Jumlah lisosim dalam ASI 300 kali lebih banyak daripada susu sapi
 Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel per mil. Terdiri dari
3 macam yaitu : Bronchus-Asociated Lympocyte Tissue (BALT) antibodi pernafasan,
Gut Asociated Lympocyte Tissue (GALT) antibodi saluran pernafasan, dan Mammary
Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan payudara ibu.
 Faktor bifidus, sejenia karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang pertumbuhan
baktei lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna
untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan

aspek psikologik

5
 Rasa percaya diri ibu untuk menyusui : bahwa ibu mampu menyusui dengan produksi
ASI yang mampu mencukupi untuk bayi. Menyusui dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih
sayang terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormon terutama oksitosin yang pada
akhirnya akan meningkatkan produksi ASI
 Interaksi ibu dan bayi : pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi tergantung pada
kesatuan ibu-bayi tersebut
 Pengaruh kontak langsung ibu-bayi : ikatan kasih sayang ibu-bayi terjadi karena berbagai
rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas
karena bayi merasakan kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang
sudha dikenal sejak bayi masih dalam rahim

aspek kecerdasan

 Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan untuk perkembangan
sistem syaraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan bayi
 Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki IQ point 4.3 point
lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 point lebih tinggi pada usia 3 tahun dna 8.3 point
lebih tinggi pada usia 8,5 tahun, dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI

aspek neurologis

 Dengan menghisap ASI, koordinasi syaraf menelan, menghisap dan bernafas yang terjadi
pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna

aspek ekonomis

 Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makanan
bayi smapai bayi berusia 6 bulan. Dengan demikian akan menghemat pengeluaran rumah
tangga untuk membeli susu formula dan peralatannya.

aspek penundaan kehamilan

6
 Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan, sehingga dapat
digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara umum dikenal sebagai Metode
Amenore Laktasi (MAL)

BAHAYA SUSU FORMULA


ketika pemberian ASI hususnya pemberian ASI saja tidak dilakukan secara benar, susu formula biasanya
dipakai. Kode internasional pemasaran pengganti ASI dari WHO mensyaratkan bahwa para orang tua
harus diberi informasi mengenai ancaman kesehatan dari pemberian susu formula.

1. MENINGKATNYA RISIKO ASMA

Sebuah penelitian yang melibatkan 2.184 anak yang dilakukan oleh rumah sakit khusus anak di toronto
menemukan bahwa risiko asma dan kesulitan bernafas sekitar 50% lebih tinggi jika bayi diberi susu
formula dibandingkan dengan bayi yang diberikan ASI selama 9 bulan atau lebih (Dell S, To T.
Breastfeeding and Asthma in Young Children. Arch. Pediatr Adolesc Med 155:1261-1265,200)

Peneliti di Australiat Barat Yang melakukan pengamatan pada 2.602 anak untuk mempelajari timbulnya
asma dan kesulitan berfanas pada anak-anak di usia enam tahun. tidak memberikan ASI meingkatkan
risiko sebesar 40% dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI secara benar selama empat bulan. para
penulis merekomendasikan pemberian ASI eksklusif minimal 4 bulan untuk menurunkan risiko asma
(Oddy WG, Peat JK, De Klerk NH. Maternal Asthma, infant feeding. and the risk for asthma in
childhood. J. allergy clinic immunol. 110:65-67,2002)

para peneliti yang meninjau kembali 29 penelitian yang mengevaluasi efek perlindungan dari pemberian
ASI terhadap asma dan penyakit alergi lain. sesudah memberikan kriteria yang ketat untuk penilaian, 15
penelitian masuk dalam pengkajian ini. kelima belas penelitian ini menunjukan bahwa pemberian ASI
memberikan efek melindungi terhadap Asma dan penyakit alergi lain (dan sebaiknya pemberian susu
formula meningkatkan risiko tersebut. Mereka menyimpulkan bahwa semua penelitian memberikan
bukti-bukti jelas dan konsisten bahwa pemberian ASI melindungi bayi dari asma dan penyakit alergi lain.
(Oddy WH, Peat JK. Breastfeeding, Astma, and atopic deaseas: an epidimiological review of the
literature. J. Hum Lact 19:250-161, 2003)

7
2. MENINGKATKAN RISIKO ALERGI

Anak-anak di Finlandia semakin lama diberi ASI akan semakin rendah menderita alergi, penyakit kulit
(eczema), alergi makanan dan alergi saluran nafas. saat mencapai 17 tahun, kejadian alergi saluran nafas
pada remaja yang hanya diberi ASI sebentar waktu bayi adalah 65%, dan bagi yang diberi ASI terlama
saat bayi ankanya menjadi 42%. (Soarinen, UM, Kajosari M. Breastfeeding as a prophylactic against
dease. prospective follow up study until 17 years old. lancet 346:1065-1069:1995)

Sebuah penelitian prospektif longitudinal yang melibatkan 1.246 bayi sehat di arizona, AS bertujuan
untuk menemukan adanya hububngan antara pemberian ASI dan kejadian sulit bernafas (mengi) saat ini.
Hasilnya menunjukan bahwa anak-anak tanpa atopy di usia enam tahun, yang tidak diberi ASI waktu
bayi, memiliki risiko tiga kali lebih besar untuk menderita kesulitan bernafas saat sekarang. (wright AL,
holberg CJ, taussig LM, Martinez FD, relationship of infant feeding to recurrent wheezing at age 6 years.
arch pediatr adolesc Med 149:758-763,1995)

penelitian lain terhadap bayi-bayi dengan ibu yang mempunyai riwayat alergi pernafasan atau asma
dilakukan pemeriksaan untuk kasus-kasus penyakit alergi kulit dalam usia satu tahun pertamanya.
dilakukan pemeriksaan terhadap 76 anak di belanda dengan penyakit alergi kulit dan 228 anak tanpa
penyakit aloergi kulit. hasilnya menunjukan bahwa pemberian asi eksklusif hanya tiga bulan pertama saja
terbkti memiliki efek perlindungan terhadap penyakit kulit.(Kerkhof M, koopman LP van strien RT, et al.
risk factors for atopic dermatitis in infants at high risk of allergy: he piama study. clin exp alergy
33:13336-13341, 2003)

3. MENURUNNYA PERKEMBANGAN KECERDASAN (KOGNITIF)

sejumlah 3.880 anak australia diikuti sejak lahir untuk menentukan pola pemberian ASI dan
perkembangan kognitif anak selanjutnya. anak-anak yang mendapatkan ASI selama enam bulan atau
lebih mendapat skor 8,2 poin lebih tinggi untuk anak perempuan dan 5,8 poin lebih tinggi untuk anak
laki-laki dalam tes kosa kata, dibandingkan dengan anak-anak yang tidak pernah diberi ASI. (quinn PJ,
O`callagan M, Williams GM, Aderson MJ, Bo W. The effect of breastfeeding on child dev. at 5 years: a
cohort study. J Peadiatr child health 37:465-469, 2001)

Anak usia sekolah (439) uamg ,e,[imuao nerat nadam ;ajor liramg daro 1.500 gr da lahir di AS antara
tahun 1991 dan 1993 diberikan berbagai tes kecerdasan. bayi dengan berat lahir sangat rendah yang tidak

8
diberi ASI ternyata mendapatkan skor yang lebih rendah dalam semua fungsi intelektual, kemampuan
verbal, kemampuan visual-spasial dan visual-motorik dibandingkan bayi yang diberi ASI.(Smith MM,
Durkin M, Hinton VJ, Bellinger D, kuhn L. Influesce of breastfeeding on cognitive outcomes at age 6-8
follow-up pf very low-birth-weight infants. Am J Epidemiol 159:1075- 1082, 2003)

Untuk menentukan pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap perkembangan ognitif dari bayi kecil
untuk masa kehamilan, dilakukan penelitian yang berpusat di AS dan melibatkan 220 bayi, dengan
mnggunakan skala tumbuh kembang bayi bayley pada usia 13 bulan , dan hasil tes kecerdasan wechler
untuk usia pra sekola dan sekolah dasar untuk usia lima tahun. para peneliti menyimpulkan bahwa
pemberian ASI secara eksklusif (tanpa makanan/minuman lain) kepada bayi kecil untuk masa kehamilan
memberikan keuntungan yang signifikan bagi perkembangan kognitifnya tanpa mengorbankan
pertumbuhannya. (Rao MR, Hediger ML, Levine RJ, Nancy AB, Vik T. Efect of breastfeeding on
cognitive development of infants born small for gestational age. arch pediar adolesc 156:651-655, 2002)

kentungan pemberian ASI memiliki potensi jangaka panjang dalam kehidupan seseorang melalui
pengaruhnya pada perkembangan kognitif dan pendidikan masa kanak-kanak. disimpulkan dari penetian
di inggris ini. analisa regresi dipakai untuk menentukan bahwa pemberian ASI secara signifikan dan
positif berhubungan dengan tingkat pendidikan yang dicapai pada usia 26 tahundan juga kemampuan
ognitif pada usia 53tahun. (Ricards M, Hardy R, Wodsworth ME. long-term effects of breastfeedng in a
national cohort: educational attainment and midlife cognition function. publ health Nur 5:631-635, 2002)

4. Meningkatkan resiko infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)

v Anak-anak di Brazil yang tidak disusui/mendapatkan ASI beresiko 16,7 kali lebih tinggi terkena
pneumonia dibandingkan anak-anak yang semasa bayinya disusui secara eksklusif. (Cesar JA,
Victora CG, Barros FC, et al. Impact of breastfeeding on admission for pneumonia during
postneonatal period in Brazil: Nested casecontrolled study. BMJ 318: 1316-1320, 1999)

v Untuk menentukan faktor-faktor resiko dalam mendeteksi ISPA pada balita, sebuah rumah sakit di
India membandingkan 201 kasus dengan 311 kunjungan pemeriksaan. Menyusui adalah salah
satu dari sekian faktor yang dapat menurunkan tingkat risiko ISPA pada balita. (Broor S, Pandey
RM, Ghosh M, Maitreyi RS, Lodha R, Singhal T, Kabra SK. Risk factors for severe acute lower
respiratory tract infection in under-five children. Indian Pediatr 38: 1361-1369, 2001)

9
v Beberapa sumber yang digunakan untuk meneliti hubungan antara menyusui dan resiko ISPA pada
bayi yang lahir cukup bulan. Analisis dari data-data yang diteliti menunjukkan pada negara-
negara berkembang, bayi yang diberikan susu formula mengalami 3 kali lebih sering gangguan
pernafasan yang membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit, dibandingkan dengan bayi
yang diberikan ASI eksklusif selama 4 bulan atau lebih. (Bachrach VRG, Schwarz E, Bachrach
LR. Breastfeeding and the risk of hospitalization for respiratory disease in infancy. Arch Pediatr
Adolesc Med. 157: 237-243, 2003)

5. Meningkatkan resiko oklusi gigi pada anak

v Salah satu keuntungan menyusui adalah membuat gigi anak tumbuh rapih dan teratur. Penelitian
yang dilakukan pada 1.130 balita (usia 3-5 tahun) untuk mengetahui dampak dari tipe
pemberikan makanan dan aktivitas menghisap yang tidak tepat terhadap pertumbuhan gigi yang
kurang baik. Aktivitas menghisap yang kurang baik (menghisap botol) memberikan dampak
yang substansial pada kerusakan gigi/oklusi gigi pada anak. Terjadinya ”posterior cross-bite”
pada gigi anak lebih banyak ditemukan pada anak-anak yang menggunakan botol susu serta
anak-anak yang suka ‘mengempeng’. Persentase terkena cross-bite pada anak ASI yang menyusu
langsung 13% lebih kecil dibandingkan mereka yang menyusu dari botol. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa semakin awal bayi menyusu dari botol dua kali lebih besar besar terkena
risiko maloklusi/kerusakan pada gigi dibandingkan bayi yang menyusu langsung/tidak menyusu
dari botol. (Viggiano D. et al. Breast feeding, bottle feeding, and non-nutritive sucking; effects
on occlusion in deciduous dentition. Arch Dis Child 89:1121-1123, 2004)

6. Meningkatkan resiko infeksi dari susu formula yang terkontaminasi

v Pada kasus tercemarnya susu formula dengan Enterobacter Sakazakii di Belgia, ditemukan 12 bayi
yang menderita Necrotizing Enetrocolitis (NEC) dan 2 bayi yang meninggal setelah
mengkonsumsi susu formula yang tercemar bakteri tersebut. (Van Acker J, de Smet F,
Muyldermans G, Bougatef A. Naessens A, Lauwers S. Outbreak of necrotizing enterocolitis
associated with Enterobactersakazakii in powdered infant formulas. J Clin Microbiol 39: 293-
297, 2001)

10
v Sebuah kasus di Amerika Serikat menyebutkan bahwa seorang bayi berusia 20 hari meninggal
dunia karena menderita panas, tachyardia¸dan mengalami penurunan fungsi pembuluh darah
setelah diberikan susu formula yang tercemar bakteri E-Sakazakii di NICU. (Weir E, Powdered
infant formula and fatal infection with Enterobacter sakazakii. CMAJ 166, 2002)

7. Meningkatkan resiko kurang gizi/gizi buruk

v Pada tahun 2003 ditemukan bayi yang mengkonsumsi susu formula berbahan dasar kedelai di
Israel harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit akibat encephalopathy. Dua
diantaranya meninggal akibat cardiomyopathy. Analisis dari kasus ini menyebutkan bahwa
tingkat tiamin pada susu formula tidak dapat diidentifikasikan. Pada bayi yang mengkonsumsi
susu formula berbasis kedelai sering ditemukan gejala kekurangan tiamin, yang harus ditangani
oleh terapi tiamin. (Fattal-Valevski A, Kesler A, Seal B, Nitzan-Kaluski D, Rotstein M,
Mestermen R, Tolendano-Alhadef H, Stolovitch C, Hoffman C. Globus O, Eshel G. Outbreak of
Life-Threatening Thiamine Deficiency in Infants in Israel Caused by a Defective Soy-Based
Formula. Pediatrics 115: 223-238, 2005)

8. Meningkatkan resiko kanker pada anak

v Pusat Studi Kanker Anak di Inggris melakukan penelitian terhadap 3.500 kasus kanker anak dan
hubungannya dengan menyusui. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengurangan tingkat
resiko terkena leukemia dan kanker lain apabila seorang anak memperoleh ASI ketika bayi. (UK
Childhood Cancer Investigators. Breastfeeding and Childhood Cancer. Br J Cancer 85: 1685-
1694, 2001)

v Studi pada 117 kasus acute lymphotic leukemia yang dilakukan di United Arab Emirates
menunjukkan bahwa menyusui secara eksklusif selama 6 bulan atau lebih akan meminimalkan
resiko terkena kanker leukemia dan lymphoma (getah bening) pada anak. (Bener A, Denic S,
Galadari S. Longer breast-feeding and protection against childhood leukaemia and lymphomas.
Eur J Cancer 37: 234-238, 2001)

11
v Tidak menyusui adalah salah satu penyebab terbesar kanker pada ibu. Suatu penelitian
mengemukakan tingkat kerusakan genetis yang signifikan pada bayi usia 9-12 bulan yang sama
sekali tidak disusui. Para peneliti menyimpulkan bahwa kerusakan genetis berperan penting
dalam pembentukan kanker pada anak atau setelah anak-anak tsb tumbuh dewasa. (Dundaroz R,
Aydin HA, Ulucan H, Baltac V, Denli M, Gokcay E. Preliminary study on DNA in non-breastfed
infants. Ped Internat 44: 127-130, 2002)

v Sebuah penelitian yang menggunakan bukti-bukti atas dampak menyusui pada risiko terkena
leukemia mempelajari 111 kasus yang 32 diantaranya mengemukakan hal tersebut. Dari 32 kasus
ini dipelajari 10 kasus utama dan ditemukan 4 kasus yang mengemukakan hubungan antara
menyusui dan leukemia. Kesimpulan yang diambil adalah: semakin lama menyusui/memberikan
ASI pada bayi, semakin kecil risiko terkena leukemia. Mereka mencatat, diperlukan dana sebesar
USD 1,4M tiap tahunnya untuk mengobati anak-anak yang terkena leukemia. (Guise JM et al.
Review of case-controlled studies related to breastfeeding and reduced risk of childhood
leukemia. Pediatrics 116: 724-731, 2005)

9. Meningkatkan resiko penyakit kronis

v Penyakit kronis dapat dipicu oleh respon auto-imun tubuh anak ketika mengkonsumsi makanan
yang mengandung protein gluten. Ivarsson dan tim-nya melakukan penelitian terhadap pola
menyusui 627 anak yang terkena penyakit kronis dan 1.254 anak sehat untuk melihat dampak
menyusui pada konsumsi makanan yang mengandung protein gluten serta resiko terkena
penyakit kronis. Secara mengejutkan ditemukan bukti bahwa 40% anak-anak bawah umur dua
tahun (baduta) yang disusui/mendapatkan ASI berisiko lebih kecil terhadap penyakit kronis,
walaupun mengkonsumsi makanan yang mengandung protein gluten. (Ivarsson, A. et al. Breast-
Feeding May Protect Against Celiac Disease Am J Clin Nutr 75:914-921, 2002)

v Rasa terbakar pada saat BAB dan penyakit Crohn adalah penyakit gastrointestinal kronis yang
sering terjadi pada bayi susu formula. Suatu meta-analisis pada 17 kasus yang mendukung
hipotesis bahwa menyusui mengurangi resiko penyakit Crohn dan ulcerative colitis. (Klement E,

12
Cohen RV, Boxman V, Joseph A, Reif s. Breastfeeding and risk of inflammatory bowel disease:
a systematic review with meta-analysis. Am J Clin Nutr 80: 1342-1352, 2004)

v Untuk memperjelas dampak dari pemberian MPASI yang terlalu dini (contoh: dampak dari
menyusui dibandingkan tidak menyusui; lama menyusui; dampak menyusui dan hubungannya
dengan pemberian makanan yang mengandung protein gluten) pada resiko penyakit kronis, para
peneliti melihat kembali literatur tentang menyusui dan penyakit kronis. Mereka menemukan
bahwa anak-anak yang menderita penyakit kronis hanya mendapatkan ASI/disusui dalam jangka
waktu pendek. Sementara anak-anak yang disusui lebih lama resiko terkena penyakit kronis ini
52% lebih rendah. Para peneliti mendefinisikan 2 mekanisme perlindungan yang diberikan ASI,
yaitu: (1) melanjutkan pemberian ASI/menyusui menghambat penyerapan gluten pada tubuh, (2)
ASI melindungi tubuh dari infeksi intestinal. Infeksi dapat menyebabkan penurunan daya tahan
tubuh bayi sehingga gluten dapat masuk ke dalam lamina propria. Penelitian yang lain
menyebutkan bahwa IgA dapat menurunkan respon antibody terhadap gluten yang dicerna.
(Akobeng A K et al. Effects of breast feeding on risk of coeliac disease: a systematic review and
meta-analysis of observational studies. Arch DisChild 91: 39-43, 2006)

10. Meningkatkan resiko diabetes

v Untuk memastikan hubungan antara konsumsi susu sapi (dan susu formula bayi berbahan dasar
susu sapi) dan respon antibodi bayi pada protein susu sapi, peneliti di Italia mengukur respon
antibodi pada 16 bayi ASI dan 12 bayi usia 4 bulan yang mengkonsumsi susu formula. Bayi susu
formula meningkatkan antibodi beta-casein yang bisa menyebabkan diabetes type 1,
dibandingkan dengan bayi ASI. Para peneliti tersebut menyimpulkan bahwa bayi yang
mendapatkan ASI eksklusif sekurangnya 4 bulan beresiko lebih rendah terhadap diabetes type 1,
karena ASI dapat mencegah pembentukan anti-bodi beta-casein. (Monetini L, Cavallo MG,
Stefanini L, Ferrazzoli F, Bizzarri C, Marietti G, Curro V, Cervoni M, Pozzilli P, IMDIAB
Group. Bovine beta-casein antibodies in breast-and bottle-fed infants: their relevance in Type 1
diabetes. Hormone Metab Res 34: 455-459, 2002)

v Studi yang dilakukan pada 46 suku Indian Kanada yang menderita diabetes tipe II dicocokkan
dengan 92 jenis control penyakit diabetes. Kemudian dibandingkanlah resiko pre dan post-natal

13
dari suku Indian yang disusui dan yang tidak disusui. Menariknya, ditemukan suatu fakta baru
bahwa ASI dapat menurunkan resiko terkena penyakit diabetes tipe II. (Young TK, Martens PJ,
Taback SP, Sellers EA, Dean HJ, Cheang M, Flett B. Type 2 diabetes mellitus in children:
prenatal and early infancy risk factors among native Canadians. Arch Pediatr Adolesc Med 156:
651-655, 2002)

v Penggunaan susu formula, makanan pengganti ASI dan susu sapi yang lebih dini pada bayi, adalah
factor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena diabetes tipe I ketika dewasa. Sebayak
517 anak Swedia dan 286 anak Lithuania usia 15 tahun yang didiagnosa menderita penyakit
diabetes tipe I dibandingkan dengan pasien non-diabets. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
memberikan ASI secara eksklusif sekurangnya 5 bulan dan dilanjutkan sampai usia 7 atau 9
bulan (dengan MP-ASI) dapat mengurangi resiko terkena diabetes. (Sadauskaite-Kuehne V,
Ludvigsson J, Padaiga Z, Jasinskiene E, Samuel U. Longer breastfeeding is an independent
protective factor against development of type I diabetes mellitus in childhood. Diabet Metab Res
Rev 20: 150-157, 2004)

11. Meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular

v Untuk mempertegas hubungan antara gizi bagi bayi dengan resiko kesehatan setelah dewasa,
peneliti dari Inggris mengukur tekanan darah pada sampel 216 remaja usia 13 sampai 16 tahun
yang lahir prematur. Mereka yang mengkonsumsi susu formula pada awal kehidupannya
memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang mendapatkan ASI ketika
bayi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pada bayi yang lahir prematur maupun cukup
bulan, ASI dapat mengendalikan tekanan darah pada batas normal sampai mereka tumbuh
dewasa. (Singhal A, Cole TJ, Lucas A. Early nutrition in preterm infants and later blood
pressure: two cohorts after randomized trials. The Lancet 357: 413-419, 2001)

v Sebuah penelitian di UK mengevaluasi tingkat kolesterol pada 1.500 anak dan remaja usia 13-16
tahun dan menyimpulkan bahwa ASI mencegah penyakit kardiovaskular karena dapat
mengurangi kadar total kolesterol dan kadar LDL (low-density lipid cholesterol). Hasil penelitian
ini menyebutkan, bayi yang memperoleh ASI terbukti dapat mengendalikan metabolisme

14
pengolahan lemak di tubuh dengan baik, yang menyebabkan kadar kolesterol yang rendah dan
menghindarkan dari resiko penyakit kardiovaskular. (Owen GC, Whipcup PH, Odoki JA, Cook
DG. Infant feeding and blood cholesterol: a study in adolescents and systematic review.
Pediatrics 110:597-608, 2002)

v Sebuah studi di Inggris yang meneliti 4.763 anak-anak usia 7,5 tahun menyebutkan bahwa anak-
anak berusia 7 tahun dan tidak pernah mendapatkan ASI memiliki kecenderungan tekanan
systolic dan diastolic yang lebih tinggi dibandingkan anak-anak yang mendapatkan ASI semasa
bayinya. Ada pengurangan sebesar 0.2mmHg setiap 3 bulan apabila anak mendapatkan ASI
eksklusif. Para peneliti menyarankan pemberian ASI eksklusif sekurangnya 3 bulan, karena
terbukti dapat mengurangi 1% populasi orang-orang yang menderita penyakit tenakan darah
tinggi, dan mengurangi 1,5% tingkat kematian penduduk karena darah tinggi. (Martin RM, Ness
AR, Gunnelle D, Emmet P, Smith GD. Does breast-feeding in infancy lower blood pressure in
childhood? Circulation 109: 1259-1266, 2004)

12. Meningkatkan resiko obesitas

v Untuk menentukan dampak pemberian makanan bayi pada obesitas masa kanak-kanak, studi besar
di Skotlandia meneliti indeks massa tubuh dari 32.200 anak usia 39-42 bulan. Setelah eliminasi
faktor-faktor yang bias, status sosial ekonomi, berat lahir dan jenis kelamin, prevalensi obesitas
secara signifikan lebih tinggi pada anak-anak diberi susu formula, mengarah pada kesimpulan
bahwa pemberian susu formula terkait dengan peningkatan risiko obesitas. (Armstrong, J. et al.
Breastfeeding and lowering the risk of childhood obesity. Lancet 359:2003-2004, 2002)

v Dalam rangka untuk menentukan faktor yang terkait dengan pengembangan kelebihan berat badan
dan obesitas, 6.650 anak-anak usia sekolah di Jerman yang berusia antara lima sampai 14 tahun
diperiksa. Mengkonsumsi ASI ditemukan sebagai pelindung terhadap obesitas. Efek
perlindungan ini lebih besar pada bayi yang secara eksklusif disusui ASI. (Frye C, Heinrich J.
Trend and predictors of overweight and obesity in East German children. Int J Obesitas 27: 963-
969, 2003)

15
v Tindak lanjut aktif dari 855 pasang ibu dan bayi di Jerman digunakan untuk menentukan hubungan
antara tidak menyusui dan peningkatan risiko kelebihan berat badan dan obesitas. Setelah dua
tahun tindak lanjut, 8,4 persen dari anak-anak kelebihan berat badan dan 2,8 persen sangat
kelebihan berat badan: 8,9 persen tidak pernah disusui, sementara 62,3 persen disusui selama
paling sedikit enam bulan.

Anak-anak yang mendapatkan ASI eksklusif lebih dari tiga bulan dan kurang dari enam bulan
memiliki 20 persen pengurangan resiko, sementara mereka yang telah ASI eksklusif selama
paling sedikit enam bulan memiliki 60 persen pengurangan resiko untuk menjadi gemuk
dibandingkan kepada mereka yang diberi susu formula. (Weyerman M et al. Duration of
breastfeeding and risk of overweight in childhood: a prospective birth cohort study from
Germany. Int J Obes muka publikasi online 28 Februari 2006)

13. Meningkatkan resiko infeksi saluran pencernaan

v Tujuh ratus tujuh puluh enam bayi dari New Brunswick, Kanada, diteliti untuk mengetahui
hubungan antara pernapasan dan penyakit gastrointestinal dengan menyusui selama enam bulan
pertama kehidupan. Meskipun angka pemberian ASI ekslusif rendah, hasil menunjukkan efek
perlindungan yang signifikan terhadap total penyakit selama enam bulan pertama kehidupan.
Bagi mereka yang disusui ASI , insidensi infeksi gastrointestinal adalah 47 per persen lebih
rendah; tingkat penyakit pernapasan adalah 34 persen lebih rendah daripada mereka yang tidak
disusui. (Beaudry M, Dufour R, S. Marcoux. Relationship between infant feeding and infections
during the first six months of life. J Pediatr 126: 191-197, 1995)

v Perbandingan antara bayi yang menerima ASI terutama selama 12 bulan pertama kehidupan dan
bayi yang secara eksklusif diberikan susu formula atau disusui ASI selama selama tiga bulan
atau kurang, menemukan bahwa penyakit diare dua kali lebih tinggi untuk bayi yang diberikan
susu formula dibandingkan mereka yang disusui ASI. (Dewey KG, Heinig MJ, Nommsen-Rivers
LA. Differences in morbidity between breast-fed and formula-fed infants. J Pediatr 126: 696-
702, 1995)

16
B. RESIKO PEMBERIAN SUSU FORMULA UNTUK IBU

1. Meningkatkan resiko kanker payudara

v Menyusui mengurangi resiko kanker payudara pada ibu dan infeksi, alergi, dan autoimun pada
bayi. Kehadiran mediator dari sistem kekebalan bawaan ASI, termasuk defensins, cathelicidins,
dan reseptor seperti-tol (TLRs), diekstrak dan dianalisa dari pecahan whey dari kolostrum dan
susu masa-transisi dan susu matang (n = 40) dari ibu-ibu normal (n =18) dan dari ibu dengan
autoimun atau penyakit alergi. Para penulis menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh bawaan
ASI sangat kompleks dan memberikan perlindungan bagi payudara ibu dan pengembangan
jaringan saluran pencernaan bayi yang baru lahir. (Armogida, Sheila A.; Yannaras, Niki M.;
Melton, Alton L.; Srivastava, Maya D. Identification and quantification of innate immune system
mediators in human breast milk. Alergi dan Asma Proc 25: 297-304, 2004)

v Para peneliti dari Inggris mengevaluasi kemungkinan hubungan antara insiden kanker dan proses
menyusui selama masa kanak-kanak. Studi ini melibatkan hampir 4.000 orang dewasa yang pada
awalnya disurvei pada tahun 1937-1939. Data yang dimasukkan di meta-analisis menunjukkan
bahwa tingkat kanker payudara didiagnosis pada wanita premenopause adalah sekitar 12 persen
lebih rendah di antara wanita yang telah disusui saat bayi. (Martin R, Middleton N, Gunnell D,
Owen C, Smith G. Breastfeeding and Cancer: The Boyd Orr Cohort and a Systematic Review
with Meta-Analysis. Jurnal Institut Kanker Nasional. 97: 1446-1457, 2005)

2. Meningkatkan resiko kelebihan berat badan

v Sebuah kelompok dibentuk di Brasil, terdiri dari 405 wanita di enam dan sembilan bulan setelah
melahirkan untuk menentukan hubungan antara penumpukan berat badan dan praktek menyusui.
Ketika wanita yang memiliki 22 persen lemak tubuh dan menyusui selama 180 hari
dibandingkan dengan mereka yang telah menyusui hanya 30 hari, setiap bulan masa menyusui
mengurangi rata-rata 0,44 kg berat badan. Di kesimpulan para penulis mengkonfirmasi hubungan
antara menyusui dan berat badan setelah melahirkan dan bahwa dukungan durasi yang lebih
lama dapat memberikan kontribusi untuk penurunan penumpukan berat badan setelah

17
melahirkan. (Kac G, Benicio MHDA, Band-Meléndez G, Valente JG, Struchiner CJ.
Breastfeeding and postpartum weight retention in a cohort of Brazilian women. Am J Clin Nutr
79: 487-493, 2004)

3. Meningkatkan resiko kanker ovarium dan kanker endometrium

v Tidak menyusui telah dikaitkan dengan peningkatan resiko kanker ovarium. Sebuah studi kasus
terkontrol yang cukup besar Italia mempelajari 1.031 wanita dengan kanker ovarium epitelial
dibandingkan dengan 2.411 wanita yang dirawat di rumah sakit yang sama untuk berbagai
spektrum akut kondisi non-neoplastik, tidak terkait dengan faktor-faktor resiko yang diketahui
untuk kanker ovarium. Hasilnya menunjukkan tren terbalik dengan resiko meningkatkan durasi
menyusui dan jumlah anak yang disusui. Tambahan analisis oleh subtipe histologis menunjukkan
bahwa peran proteksi dari menyusui akan lebih besar untuk neoplasma serius. (Chiaffarino F,
Pelucchi C, Negri E, Parazzini F, Franceschi S, Talamini R, Montella F, Ramazzotti V, La
Vecchia C. Breastfeeding and the risk of epithelial ovarian cancer in an Intalian population.
Gynecol Oncol. 98: 304 -308, 2005)

v Untuk menentukan hubungan antara menyusui dan kanker endometrium, penelitian kasus-
terkontrol di sebuah rumah sakit di Jepang membandingkan kasus wanita dengan kanker
endometrium (155) dan kelompok yang terkontrol (96) dipilih dari para wanita yang menghadiri
klinik rawat jalan untuk skrining kanker rahim. Para wanita ini diwawancarai untuk mengetahui
praktik menyusui, penggunaan alat kontrasepsi, serta potensi faktor resiko kanker endometrium.
Para penulis mengamati resiko kanker endometrium lebih tinggi pada wanita yang belum pernah
menyusui, dan menyimpulkan bahwa menyusui mengurangi risiko kanker endometrium pada
wanita Jepang. (Okamura C, Tsubono Y, Ito K, Niikura H, Takano T, Nagase S, Yoshinaga K,
Terada Y, Murakami T, Sato S, Aoki D, Jobo T, Okamura K, N. Yaegashi Tohoku. Lactation
and risk of endometrial cancer in Japan: a case-control study. J Exp Med 208: 109-115, 2006)

4. Meningkatkan resiko osteoporosis

18
v Penelitian longitudinal menunjukkan bahwa baik kehamilan dan laktasi berhubungan dengan
hilangnya kepadatan mineral tulang hingga ke lima persen, dan bahwa kehilangan tersebut akan
pulih setelah penyapihan. Penelitian silang telah menunjukkan bahwa wanita dengan banyak
anak dan periode total durasi laktasi memiliki kepadatan mineral tulang yang sama atau lebih
tinggi dan risiko fraktur yang sama atau lebih rendah daripada teman sebaya mereka yang tidak
pernah melahirkan dan menyusui. Tren ini telah diamati dan ditemukan di penampang studi
kasus-terkontrol. Hubungan kausal masih belum ditentukan.(Karlsson MK, Ahlborg HG,
Karlsson C. Maternity and mineral density. Acta Orthopaedica 76: 2-13, 2005)

5. Mengurangi jarak alami kelahiran anak

v Kuesioner digunakan untuk memperoleh data dari ibu-ibu menyusui di Nigeria untuk menentukan
dampak dari praktik menyusui pada amenorrheoa laktasi. Pemberian ASI eksklusif yang
dipraktekkan oleh 100 persen dari ibu-ibu yang pulang dari rumah sakit. Kemudian turun
menjadi 3,9 persen setelah enam bulan. Menyusui dengan menuruti isyarat bayi dipraktikkan
oleh 98,9 persen dari ibu tersebut. Dalam enam minggu 33,8 persen dari ibu kembali mengalami
mensus dan meningkat menjadi 70,2 persen pada enam bulan. Durasi amenorrheoa laktasi lebih
panjang di ibu yang menyusui eksklusif daripada mereka yang tidak. Tak satu pun dari 178 ibu-
ibu yang berpartisipasi dalam survei menjadi hamil. (Egbuonu Aku, Ezechukwu CC, Chukwuka
JO, Ikechebelu JI. Breastfeeding, return of menses, sexual activity and contraceptive practices
among mothers in the first six months of lactation in Onitsha, South Eastern Nigeria. J Obstet
Gynaecol. 25: 500-503, 2005)

6. Meningkatkan resiko rheumatoid arthritis

Faktor-faktor resiko hormon dan reproduksi wanita dan dipelajari dalam kelompok 121.700
wanita yang terdaftar dalam Nurses 'Health Study. Menyusui selama lebih dari 12 bulan
berbanding terbalik dengan perkembangan rheumatoid arthritis. Efek ini ditemukan terkait
dengan dosis. Mereka yang lebih singkat menyusui memiliki resiko yang lebih tinggi. (Karlson E

19
W et al. Do breastfeeding and other reproductive factors influence future risk of rheumatoid
arthritis?: Results from the Nurses Health Study. Arthiritis & Rematik 50: 3.458-3.467, 2004)

7. Meningkatkan stres dan kecemasan

Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara praktik menyusui, stres, dan suasana hati dan
tingkat serum kortisol, prolaktin dan ACTH (hormon adrenocorticotrophic) pada ibu, penulis
membandingkan tanggapan emosional dari 84 ibu yang menyusui secara eksklusif, 99 ibu yang
hanya memberikan susu formula dan 33 wanita sehat non pasca-melahirkan. Respon para ibu
tersebut dipelajari pada empat sampai enam minggu pasca melahirkan.

Secara keseluruhan ibu menyusui memiliki suasana hati lebih positif, melaporkan peristiwa lebih
positif, dan merasakan stres yang lebih sedikit daripada yang memberikan susu formula. Para ibu
menyusui memiliki depresi dan kemarahan yang lebih rendah daripada yang memberikan susu
formula dan kadar prolaktin serum berbanding terbalik dengan stres dan suasana hati pada ibu
yang memberikan susu formula. (Groer M W. Differences between exclusive breastfeeders,
formula-feeders, and controls: a study of stress, mood and endocrine variables. Biol. Res Nurs. 7:
106-117, 2005)

8. Meningkatkan resiko dibetes pada ibu

Menyusui juga mengurangi risiko ibu diabetes tipe II dalam kehidupan di kemudian hari.
Semakin lama durasi menyusui, semakin menurunkan insiden diabetes, menurut studi yag
dilaksanakan di Harvard. Para peneliti mempelajari 83.585 ibu di Nurses ' Health Study (NHS)
dan 73.418 ibu di Nurses 'Health Studi II (NHS II), dan menentukan bahwa setiap tahun
menyusui akan mengurangi resiko diabetes ibu sebesar 15 persen. (Stuebe PM, Rich-Edwards
JW, Willett WC, Duration of lactation and incidence of type 2 diabetes. JAMA 294: 2601-2610,
2005)

SUMBER:

FAKTA RESIKO SUSU FORMULA, AIMI PRESS, 2009

20
Risks of Formula Feeding: a Brief Annotated Bibliography, (INFACT Canada, 2nd rev. 2006),
prepared by Elisabeth Sterken, BSc, MSc, Nutritionist
(http://www.infactcanada.ca/RisksofFormulaFeeding.pdf)

Risks of Artificial Feeding, compiled by dr. Jack Newman (rev. 2002),

http://www.kellymom.com/newman/risks_of_formula_08-02.html

CARA MENYUSUI YANG BENAR

Tujuan menyusui yang benar adalah untuk merangsang produksi susu memperkuat refleks
menghisap bayi

Posisi

 Posisi madona atau menggendong : bayi berbaring menghadap ibu, leher dan punggung
atas bayi diletakan pada lengan bawah lateral payudara. Ibu menggunakan tangan lainnya
untuk memegang payudara jika diperlukan
 Posisi football atau mengepit : bayi berbaring atau punggung melingkar antara lengan dan
samping dada ibu. Lengan bawah dan tangan ibu menyangga bayi, dan ia menggunakan
tangan sebelahnya untuk memegang payudara jika diperlukan
 Posisi berbaring miring : ibu dan bayi berbaring miring saling berhadapan. Posisi ini
merupakan posisi yang paling aman bagi ibu yang mengalami penyembuhan dari proses
persalinan melalui pembedahan

Tahap tata laksana menyusui

Posisi badan ibu dan badan bayi

 Ibu harus duduk atau berbaring dengan santai

21
 Pegang bayi pada belakang bahunya, tidak pada dasar kepala
 Putar seluruh badan bayi sehingga menghadap ke ibu
 Rapatkan dada bayi dengan dada ibu atau bagian bawah payudara ibu
 Tempelkan dagu bayi pada payudara ibu
 Dengan posisi ini maka telinga bayi akan berada dalam satu garis dengan leher dan
lengan bayi
 Jauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara menekan pantat bayi dengan lengan
ibu bagian dalam

Posisi mulut bayi dan puting susu ibu

 Keluarkan ASI sedikit oleskan pada puting susu dan areola


 Pegang payudara dengan pegangan seperti membentuk huruf C  yaitu payudara dipegang
dengan ibu jari dibagian atas dan jari yang lain menopang dibawah atau dengan pegangan
seperti gunting (puting susu dan areola  dijepit oleh jari telunjuk dan jari tengah seperti
gunting) dibelakang areola
 Sentuh pipi/bibir bayi untuk merangsang rooting refleks (refleks menghisap)
 Tunggu sampai mulut bayi terbuka lebar, dan lidah menjulur kebawah
 Dengan cepat dekatkan bayi ke payudara ibu dengan menekan bahu belakang bayi bukan
belakang kepala
 Posisikan puting susu diatas bibir atas bayi dan berhadap-hadapan dengan hidung bay
 Kemudian arahkan puting susu keatas menyusuri langit-langit mulut bayi
 Usahakan sebagian besar areola masuk ke mulut bayi, sehingga puting susu berada
diantara pertemuan langit-langit yang keras (palatum durum) dan langit-langit yang lunak
(palatum molle)
 Lidah bayi akan menekan dinding bawah payudara dengan gerakan memerah sehingga
ASI akan keluar
 Setelah bayi menyusu atau menghisap payudara dengan baik, payudara tidak perlu
dipegang atau disangga lagi

22
 Beberapa ibu sering meletakan jarinya pada payudara dengan hidung bayi dengan
maksud untuk memudahkan bayi bernafas. Hal ini tidak perlu karena hidung bayi telah
dijauhkan dari payudara dengan cara menekan pantat bayi dengan lengan ibu
 Dianjurkan tangan ibu yang bebas untuk mengelus-elus  bayi

Tanda-tanda posisi bayi menyusu dengan baik

 Tubuh bagian depan bayi menempel pada tubuh ibu


 Dagu bayi menempel pada payudara ibu
 Dada bayi menempel pada dada ibu yang berada didasar payudara (payudara bagian
bawah)
 Telinga bayi berada dalam satu garis dengan leher dan lengan bayi
 Mulut bayi terbuka lebar dengan bibir bawah yang terbuka
 Hidung bayi mendekati kadang-kadang menyentuh payudara ibu
 Mulut bayi mencakup sebanyak mungkin areola (tidak hanya puting saja), sehingga
sebagian besar areola tidak tampak
 Lidah bayi menopang puting susu dan areola bagian bawah
 Bibir bawah bayi melengkung keluar
 Bayi menghisap kuat dan dalam secara perlahan dan kadang-kadang disertai berhenti
sesaat
 Terkadang terdengar suara bayi menelan
 Bayi puas dan tenang pada akhir menyusu
 Puting susu tidak terasa sakit atau lecet

Menciptakan praktek menyusui yang baik

 Posisi yang benar


 Perlekatan harus benar
 Tidak diberi botol atau empeng
 Menghisap sesering mungkin meningkatkan produksi ASI
 Perlihatkan cara menyusui yang efektif

23
BEBERAPA POSISI MENYUSUI YANG BENAR

24
1. The cradle. Posisi ini sangat baik untuk bayi yang baru lahir. Bagaimana caranya? Pastikan
punggung Anda benar-benar mendukung untuk posisi ini. Jaga bayi di perut Anda, sampai

25
kulitnya dan kulit Anda saling bersentuhan. Biarkan tubuhnya menghadap ke arah Anda, dan
letakkan kepalanya pada siku Anda.

2. The cross cradle hold. Satu lengan mendukung tubuh bayi dan yang lain mendukung kepala,
mirip dengan posisi dudukan tetapi Anda akan memiliki kontrol lebih besar atas kepala bayi.
Posisi menyusui ini bagus untuk bayi prematur atau ibu dengan puting payudara kecil.

3. The football hold. Caranya, pegang bayi di samping Anda dengan kaki di belakang Anda dan
bayi terselip di bawah lengan Anda, seolah-olah Anda sedang memegang bola kaki. Ini adalah
posisi terbaik untuk ibu yang melahirkan dengan operasi caesar atau untuk ibu-ibu dengan
payudara besar. Tapi, Anda butuh bantal untuk menopang bayi.

4. Saddle hold. Ini merupakan cara yang menyenangkan untuk menyusui dalam posisi duduk.
Ini juga bekerja dengan baik jika bayi Anda memiliki pilek atau sakit telinga. Caranya, bayi
Anda duduk tegak dengan kaki mengangkangi Anda sendiri.

5. The lying position. Menyusui dengan berbaring akan memberi Anda lebih banyak
kesempatan untuk bersantai dan juga untuk tidur lebih banyak pada malam hari. Anda bisa tidur
saat bayi menyusu. Dukung punggung dan kepala bayi dengan bantal. Pastikan bahwa perut bayi
menyentuh Anda.

Pengertian Teknik Menyusui Yang Benar


Teknik Menyusui Yang Benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan dan
posisi ibu dan bayi dengan benar (Perinasia, 1994).

Pembentukan dan Persiapan ASI

Persiapan memberikan ASI dilakukan bersamaan dengan kehamilan. Pada kehamilan, payudara
semakin padat karena retensi air, lemak serta berkembangnya kelenjar-kelenjar payudara yang
dirasakan tegang dan
sakit. Bersamaan dengan membesarnya kehamilan, perkembangan dan persiapan untuk

26
memberikan ASI makin tampak. Payudara makin besar, puting susu makin menonjol, pembuluh
darah makin tampak, dan aerola mamae makin menghitam.

Persiapan memperlancar pengeluaran ASI dilaksanakan dengan jalan :


1. Membersihkan puting susu dengan air atau minyak, sehingga epitel yang lepas tidak
menumpuk.
2. Puting susu ditarik-tarik setiap mandi, sehingga menonjol untuk memudahkan isapan bayi.
3. Bila puting susu belum menonjol dapat memakai pompa susu atau dengan jalan operasi.

Posisi dan perlekatan menyusui

Terdapat berbagai macam posisi menyusui. Cara menyususi yang tergolong biasa dilakukan
adalah dengan duduk, berdiri atau berbaring.

Terdapat berbagai macam posisi menyusui. Cara menyususi yang tergolong biasa dilakukan
adalah dengan duduk, berdiri atau berbaring.

Gambar 1. Posisi menyusui sambil berdiri yang benar (Perinasia, 1994)

27
Gambar 2. Posisi menyusui sambil duduk yang benar (Perinasia, 1994)

Gambar 3. Posisi menyusui sambil rebahan yang benar (Perinasia, 1994)

Ada posisi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu seperti ibu pasca operasi sesar. Bayi
diletakkan disamping kepala ibu dengan  posisi kaki diatas. Menyusui bayi kembar dilakukan
dengan cara seperti
memegang bola bila disusui bersamaan, dipayudara kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar

28
(penuh), bayi ditengkurapkan diatas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala bayi, dengan
posisi ini bayi tidak tersedak.

Gambar 4. Posisi menyusui balita pada kondisi normal (Perinasia, 1994)

Gambar 5. Posisi menyusui bayi baru lahir yang benar di ruang perawatan (Perinasia, 2004)

29
Gambar 6. Posisi menyusui bayi baru lahir yang benar di rumah (Perinasia, 2004)

Gambar 7. Posisi menyusui bayi bila ASI penuh (Perinasia, 2004)

Gambar 8. Posisi menyusui bayi kembar secara bersamaan (Perinasia, 2004)

Langkah-langkah menyusui yang benar

Cuci tangan yang bersih dengan sabun, perah sedikit ASI dan oleskan disekitar putting, duduk
dan berbaring dengan santai.

30
Gambar 9. Cara meletakan bayi (Perinasia, 2004)

Gambar 10. Cara memegang payudara (Perinasia, 2004)

Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi sanggah seluruh tubuh bayi, jangan hanya leher
dan bahunya saja, kepala dan tubuh bayi lurus, hadapkan bayi ke dada ibu, sehingga hidung bayi
berhadapan dengan puting susu, dekatkan badan bayi ke badan ibu, menyetuh bibir bayi ke
puting susunya dan menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar.

Gambar 11. Cara merangsang mulut bayi (Perinasia, 2004)

Segera dekatkan bayi ke payudara sedemikian rupa sehingga bibir bawah bayi terletak di bawah
puting susu.
Cara melekatkan mulut bayi dengan benar yaitu dagu menempel pada payudara ibu, mulut bayi
terbuka lebar dan bibir bawah bayi membuka lebar.

31
Gambar 12. Perlekatan benar (Perinasia, 2004)

Gambar 13. Perlekatan salah (Perinasia, 2004)

Cara pengamatan teknik menyusui yang benar

Menyusui dengan teknik yang tidak benar dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet, ASI
tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan
menyusu. Apabila bayi telah
menyusui dengan benar maka akan memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut :

1. Bayi tampak tenang.


2. Badan bayi menempel pada perut ibu.

32
3. Mulut bayi terbuka lebar.
4. Dagu bayi menmpel pada payudara ibu.
5. Sebagian areola masuk kedalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak yang masuk.
6. Bayi nampak menghisap kuat dengan irama perlahan.
7. Puting susu tidak terasa nyeri.
8. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
9. Kepala bayi agak menengadah.

Gambar 14. Teknik menyusui yang benar (Perinasia, 2004)

Lama dan frekuensi menyusui

Sebaiknya dalam menyusui bayi tidak dijadwal, sehingga tindakan menyusui bayi dilakukan di
setiap saat bayi membutuhkan, karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus
menyusui bayinya bila
bayi menangis bukan karena sebab lain (kencing, kepanasan/kedinginan atau sekedar ingin
didekap) atau ibu sudah merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan
satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam.
Pada awalnya, bayi tidak memiliki pola yang teratur dalam menyusui dan akan mempunyai pola
tertentu setelah 1 – 2 minggu kemudian.

33
Menyusui yang dijadwal akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh
pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui tanpa jadwal, sesuai kebutuhan
bayi akan mencegah timbulnya masalah menyusui. Ibu yang bekerja dianjurkan agar lebih sering
menyusui pada malam hari. Bila sering disusukan pada malam hari akan memicu produksi ASI.

Untuk menjaga keseimbangan besarnya kedua payudara maka sebaiknya setiap kali menyusui
harus dengan kedua payudara. Pesankan kepada ibu agar berusaha menyusui sampai payudara
terasa kosong, agar produksi ASI menjadi lebih baik. Setiap kali menyusui, dimulai dengan
payudara yang terakhir disusukan. Selama masa menyusui sebaiknya ibu menggunakan bra yang
dapat menyangga payudara, tetapi tidak terlalu ketat.

Source: http://creasoft.wordpress.com/2008/04/18/teknik-menyusui-yang-benar

Fungsi prolaktin pada pemulaian laktasi

Walaupun estrogen dan progesteron penting bagi perkembangan fisik payudara selama
kehamilan, kedua hormon ini juga mempunyai efek khusus untuk menghambat sekresi susu
sebenarnya. Di pihak lain hormon prolaktin mempunyai efek yang tepat berlawanan,
meningkatkan sekresi air susu. Hormon ini disekresikan oleh glandula pituitaria ibu dan
konsentrasinya dalam darah ibu terus meningkat sejak minggu kelima kehamilan sampai
kelahiran bayi, saat ini meningkat ke kadar sangat tinggi, biasanya sepuluh kali dari kadar tidak
hamil dan normal. Disamping itu plasenta mensekresikan banyak somatotropin korionik
manusia, yang juga mempunyai sifat laktogenik ringan, jadi menyokong prolaktin dari pituitaria
ibu. Bahkan hanya beberapa mililiter cairan disekresikan tiap hari sampai bayi lahir. Cairan ini
dinamakan kolostrum. Kolostrum pada hakekatnya mengandung protein dan laktosa yang sama
jumlahnya seperti susu, tetapi hampir tidak mengandung lemak, dan kecepatan maksimum
pembentukannya sekitar 1/100 kecepatan pembentukan susu selanjutnya.

Tidak adanya laktasi selama kehamilan disebabkan efek penekanan progesteron dan estrogen,
yang disekresikan dalam jumlah sangat besar selama plasenta masih dalam uterus dan yang

34
benar-benar mengurangi efek laktogenik prolaktin dan somatomamotropin korionik manusia.
Akan tetapi, segera setelah bayi dilahirkan, hilangnya estrogen dan progesteron yang disekresi
plasenta secara mendadak sekarang memungkinkan efek laktogenik prolaktin dari kelenjar
hipofisis ibu mengambil peranan alamiahnya dan dalam dua atau tiga hari kelenjar mammae
mulai menyekresikan susu dalam jumlah besar sebagai ganti kolostrum.

Setelah kelahiran bayi, kadar basal sekresi prolaktin kembali ke kadar sebelum hamil dalam
beberapa minggu berikutnya. Setiap ibu menyusukan bayinya isyarat syaraf dari putting susu ke
hipotalamus menyebabkan gelora sekresi prolaktin hampir sepuluh kali lipat yang berlangsung
sekitar satu jam. Sebaliknya prolaktin bekerja atas payudara untuk menyiapkan susu bagi periode
pnyusuan berikutnya. Bila gelora prolaktin ini tak ada, jika ia dihambat sebagai akibat kerusakan
hipotalamus atau hipofisis, atau jika penyusuan tidak kontinyu maka payudara kehilangan
kesanggupannya untuk menghasilkan susu dalam beberapa hari. Tetapi produksi susu dapat
kontinyu selama beberapa tahun jika anak mengisap secara kontinyu, tetapi normalnya kecepatan
pembentukan susu sangat menurun dalam tujuh sampai sembilan bulan.

Reflek peghasilan susu atau reflek prolaktin

Ketika prolaktin dihasilkan oleh bagian anterior kelenjar pituitari, akan menyebabkan sel alveoli
menghasilkan susu. Ketika bayi menghisap susu, ujung syaraf puting terangsang, dan impuls
kemudian dihantarkan ke syaraf otak, kemudian kelenjar pituitari mengeluarkan prolaktin ke
dalam darah, sehingga prolaktin menyebabkan dihasilkannya susu oleh sel alveoli. Inilah yang
disebut reflek penghasilan susu atau reflek prolaktin. Secara garis besar diilustrasikan pada
gambar berikut:

35
Promosi Kesehatan
Kelompok 8

Khairunnisa
Kiki Khaleda H
Kristina Vearni O S
Lailannur Aini P

36

You might also like