You are on page 1of 72

Metode Numerik 1

Imam Fachruddin
(Departemen Fisika, Universitas Indonesia)

Daftar Pustaka:
• P. L. DeVries, A First Course in Computational Physics (John Wiley &
Sons, Inc., New York, 1994)
• W. H. Press, et. al., Numerical Recipes in Fortran 77, 2nd Ed. (Cambridge
University Press, New York, 1992)
(online / free download: http://www.nrbook.com/a/bookfpdf.php)
Isi

• akar fungsi
• solusi sistem persamaan linear
• fitting dengan least square
• interpolasi
• integrasi
• persamaan differensial
Akar Fungsi

f(x) = 0 x=?

akar fungsi f(x)

1
Contoh: x- =0 x2 = 1 x = 1 dan -1
x

3x2 = 6 - 7x 3x2 + 7x - 6 = (3x - 2)(x + 3) = 0

Pada dua contoh di atas akar fungsi dapat


x = 2/3 dan -3
dicari secara analitik.
Secara umum, tidak selalu begitu keadaannya.
Problem:
Sebuah lampu dipasang di pinggir sebuah piringan berjari-jari 10 cm.
Sebuah plat bercelah sempit diletakkan di dekat piringan itu. Tepat di
belakang celah itu dipasang sebuah sensor cahaya yang menghadap tegak
lurus ke celah. Piringan diputar konstan 1 rad/s dan plat beserta sensor
digeser lurus konstan 10 cm/s. Saat ini posisi celah dan lampu seperti pada
gambar 1. Kapan sensor cahaya menerima cahaya terbanyak?
Sensor menerima cahaya terbanyak pada saat posisi lampu dan celah
membentuk garis tegak lurus terhadap plat, seperti pada gambar 2.

x = r cos (ωt) = vt
r
lampu

gambar 1 gambar 2
ω cos (t) = t
celah

sensor
plat
v ?
Plot cos(x) dan x:

Grafik ini
menunjukkan
bahwa cos(x) = x
pada x sedikit
kurang dari 0.75.

Bisakah lebih akurat lagi?

Cari secara numerik akar fungsi dari


f(x) = cos(x) - x
Bisection

Prinsip: Kurung akar fungsi di antara dua batas, lalu paruh batas itu
terus menerus sampai batas itu sedemikian sempit dan dengan
demikian lokasi akar fungsi diketahui dengan keakuratan tertentu.

Langkah:
1. Perkirakan akar fungsi (bisa akar fungsi
dengan cara memplot fungsi).
2. Tentukan batas awal yang
mengurung akar fungsi.
a df e c b
3. Belah dua daerah berisi akar fungsi
itu.
4. Tentukan daerah yang berisi akar
fungsi. Batas e, f atau
nilai di
5. Ulangi langkah 3 dan 4 sampai tengahnya bisa
dianggap cukup. dipilih sebagai
6. Tentukan akar fungsi. akar fungsi.
• Menentukan daerah yang berisi akar fungsi:
a c b
Jika z merupakan akar fungsi, maka
f(x < z) dan f(x > z) saling berbeda f(x)
tanda.
f(a)*f(c) negatif, berarti di antara a & c x
z
ada akar fungsi.
f(b)*f(c) positif, berarti di antara b & c
tidak ada akar fungsi

• Menentukan kapan proses pencarian akar fungsi berhenti:


Proses pencarian akar fungsi dihentikan setelah keakuratan yang
diinginkan dicapai, yang dapat diketahui dari kesalahan relatif semu.

perkiraan sebelum - perkiraan berikut


kesalahan relatif semu =
perkiraan berikut
Kesalahan

kesalahan mutlak = | perkiraan – nilai sebenarnya |

perkiraan – nilai sebenarnya


kesalahan relatif =
nilai sebenarnya

Dalam perhitungan numerik, nilai sebenarnya justru sering tidak diketahui, yang
didapat hanya perkiraan terbaik. Karena perkiraan langkah berikut dianggap lebih
akurat, yaitu lebih mendekati nilai sebenarnya, maka kesalahan yang dihitung
yaitu:

kesalahan mutlak semu = | perkiraan sebelum – perkiraan berikut |

perkiraan sebelum - perkiraan berikut


kesalahan relatif semu =
perkiraan berikut
Newton-Raphson

Prinsip: Buat garis singgung kurva f(x) di titik di sekitar akar fungsi.
Titik tempat garis singgung itu memotong garis nol ditentukan
sebagai akar fungsi.

f(x) akar fungsi yang diperoleh

x
a p(x) = garis singgung kurva
f(x) di titik f(a)
akar fungsi sebenarnya
f(x)

c
x

a
p(x)

Diperoleh: p(x) = f(a) + (x − a)f'(a)

(f’(a) turunan pertama f(x) pada x = a)

f(a)
p(c) = 0 c=a−
f'(a)
Langkah: f(x)
1. Perkirakan akar fungsi.
c
2. Buat garis singgung pada titik x
sesuai akar fungsi yang a
diperkirakan itu, lalu cari
titik potongnya dengan garis akar fungsi
nol. sebenarnya
3. Titik potong itu merupakan
perkiraan akar fungsi baru.
4. Ulangi langkah 2 dan 3 sampai
dianggap cukup. f(x)
5. Titik potong garis nol dan a
garis singgung kurva yang
x
terakhir dinyatakan sebagai c
akar fungsi. f(a)
c=a−
f'(a)
1
f(x)
Contoh perkiraan akar
fungsi awal yang baik
 perkiraan akar fungsi x
makin mendekati akar
fungsi sebenarnya.

1
f(x)
Contoh perkiraan akar
fungsi awal yang buruk
 perkiraan akar fungsi x
makin menjauhi akar
fungsi sebenarnya.

2
Menghitung akar fungsi dengan metode Newton-Raphson:

f(xi )
xi+1 = xi − (i = 0, 1, 2, ...; x0 = a )
f'(xi )

kesalahan relatif semu:

xi − xi+1
∆ rel =
xi+1

Penghitungan dihentikan jika kesalahan relatif semu sudah


mencapai / melampaui batas yang diinginkan.
Kecepatan Konvergensi

Pencarian akar fungsi dimulai dengan perkiraan akar fungsi yang


pertama, lalu diikuti oleh perkiraan berikutnya dan seterusnya sampai
perkiraan yang terakhir, yang kemudian dinyatakan sebagai akar fungsi
hasil perhitungan tersebut. Proses itu harus bersifat konvergen yaitu,
selisih perkiraan sebelum dari yang setelahnya makin lama makin kecil.
Setelah dianggap cukup, proses pencarian akar fungsi berhenti.

x2 − x1 > x3 − x2 > x4 − x3 ... xn − xn −1 ≤ ε


(ε = bilangan kecil)

Kecepatan konvergensi sebuah proses yaitu, kecepatan proses itu untuk


sampai pada hasil akhir.
Contoh pencarian akar fungsi dengan metode Bisection:

akar fungsi

a b
x1
x2
x3
x4

Jika εi ≡ xi+1 − xi , maka dari gambar diperoleh:

ε1 = x2 − x1 , ε2 = x3 − x2 , ε3 = x4 − x3
ε2 = 21 ε1 , ε3 = 21 ε2

Kecepatan konvergensi bersifat linear: εi+1 = 21 εi


Pada metode Newton-Raphson:
f(xi ) f(xi ) f(xi+1 )
xi+1 = xi − εi ≡ xi − xi+1 = εi+1 = =?
f'(xi ) f'(xi ) f'(xi+1 )

ekspansi deret Taylor: f(xi+1 ) = f(xi − εi ) = f(xi ) − εif'(xi ) + 21 εi2f''(xi ) − ...

f'(xi+1 ) = f'(xi − εi ) = f'(xi ) − εif''(xi ) + ...

f(xi ) − εif'(xi ) + 21 εi2f''(xi ) − ...


εi+1 =
f'(xi ) − εif''(xi ) + ...
f(xi ) − εif'(xi ) + 21 εi2f''(xi )

f'(xi )
f''(xi ) 2
≅ εi
2f'(xi )

Kecepatan konvergensi pada metode Newton-Raphson f''(xi ) 2


εi+1 ≅ εi
bersifat kurang lebih kuadratik: 2f'(xi )

Dengan begitu, metode Newton-Raphson lebih cepat dari metode Bisection.


Contoh hasil pencarian akar fungsi untuk soal cos(x) = x:

metode akar f(akar) jumlah langkah

Bisection 0.7390795 9.3692161E-06 12

Newton-Raphson 0.7390851 -7.7470244E-09 4

Keterangan: • Pencarian akar berhenti jika kesalahan relatif semu


sama atau kurang dari 1.0E-05.
• Batas awal kiri dan kanan untuk metode Bisection
0.72 dan 0.75.
• Perkiraan akar fungsi pertama untuk metode
Newton-Raphson 0.72.
Solusi Sistem
Persamaan Linear

Sistem persamaan linear:


n buah
persamaan
a11x1 + a12x2 + a13x3 ⋯ + a1n xn = b1 dengan n buah
unknown
a21x1 + a22x2 + a23x3 ⋯ + a2n xn = b2 xj
a31x1 + a32x2 + a33x3 ⋯ + a3n xn = b3
⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ⋮ aij dan bi
diketahui
an1x1 + an2x2 + an3x3 ⋯ + ann xn = bn
i, j = 1, 2, …, n

xj = ?
Soal: 2x − 3y + 2z = −6 (1)
3 persamaan dan
− x + 2y − 3z = 2 (2) 3 unknown
x+ y− z =0 (3)

Jawab: 2x − 3y + 2z = −6 (1)
eliminasi x:
0.5y − 2z = −1 (2) pers. (2) + 0.5 pers. (1)
2.5y − 2z = 3 (3) pers. (3) – 0.5 pers. (1)

2x − 3y + 2z = −6 (1)
eliminasi y:
0.5y − 2z = −1 (2) pers. (3) – 5 pers. (2)
8z = 8 (3)

z =1
substitusi mundur:
− 1 + 2z pers. (3)  mencari z
y= =2
0.5 pers. (2)  mencari y
− 6 + 3y − 2z pers. (1)  mencari x
x= = −1
2
Dalam bentuk matriks:

Soal:  2 −3 2  x   − 6 
    
 −1 2 − 3  y  =  2 
 1 1 − 1  z   0 

Jawab: 2 −3 2  x   − 6 
    
 0 0.5 − 2  y  =  − 1 
 0 2.5 − 2  z   3 
    
2 −3 2  x   − 6 
    
 0 0.5 − 2  y  =  − 1 
0 0 8  z   8 

z =1
− 1 + 2z
y= =2
0.5
− 6 + 3y − 2z
x= = −1
2
Eliminasi Gauss
Metode Eliminasi Gauss mencari solusi sebuah sistem persamaan linear
dengan cara seperti ditunjukkan pada contoh sebelum ini:

 a11 a12 a13 ⋯ a1n  x1   b1  aij(0) = aij , bi(0) = bi


    
 a21 a22 a23 ⋯ a2n  x2   b2 
aik(k-1) (k-1)
a a32 a33 ⋯ a3n  x3  =  b3  a (k)
ij =a (k -1)
ij − (k-1) akj
 31     akk
 ⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮  ⋮   ⋮ 
a aik(k-1) (k −1)
an3 ⋯ ann  xn   bn 
(k) (k −1)
 n1 an2 bi =b i − (k-1) bk
akk
(k = 1, ..., n − 1;
i = k + 1, ..., n; j = k, ..., n)
a(0)
a(0)
a(0)
⋯ a  x1   b 
(0) (0)
 11 12
(1)
13
(1)
1n
(1)
   1

(1)
 0 a a ⋯ a  x2   b 

22 23 2n
 
2
 aij(m) , bi(m) ≡ aij , bi
 0 0 a(2)
⋯ a  x3  =  b 
(2) (2)
33 3n   3 pada langkah ke m
 ⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮  ⋮   ⋮ 
 (n-1)    (n-1) 
 0 0 0 ⋯ ann x
 n   bn  halaman berikut
Substitusi mundur:

 a11(0) (0)
a12 (0)
a13 ⋯ a1n(0)  x1   b1(0) 
 (1) (1) (1)
   (1) 
 0 a22 a23 ⋯ a2n  x2   b2 
 (2) (2) 
x3  =  b3(2) 
 0 0 a33 ⋯ a3n    
 ⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮  ⋮   ⋮ 
 (n-1)    (n-1) 
 0 0 0 ⋯ ann x
 n   bn 

bn(n-1)
xn = (n-1)
ann
n
(n- j-1)
b
n-j − ∑a
k =n- j+1
(n- j-1)
x
n - j,k k

xn − j = (n- j-1)
(j = 1, ..., n − 1)
a n - j,n - j
A X = B atau AX = B

Jadi, metode Eliminasi Gauss terdiri dari dua tahap:

1. triangulasi: mengubah matriks A menjadi matriks segitiga


(matriks B dengan begitu juga berubah)

= =

2. substitusi mundur: menghitung x mengikuti urutan terbalik,


dari yang terakhir ( xn ) sampai yang pertama ( x1 )
Kasus Beberapa Sistem Persamaan Linear
Pada kasus yang lebih umum bisa saja terdapat beberapa sistem
persamaan linear dengan nilai B yang berlainan, namun memiliki nilai A
yang sama.

Dalam bentuk matriks sistem seperti ini dituliskan sebagai:

A X = B atau AX = B

Keterangan: • A matriks n x n, X dan B matriks n x m, dengan m =


jumlah sistem persamaan linear, n = jumlah persamaan
/ unknown dalam tiap sistem persamaan tersebut
• Tiap kolom matriks X merupakan solusi untuk kolom
yang sama pada matriks B.

Langkah dan rumus pada metode Eliminasi Gauss berlaku sama untuk
kasus ini. Hanya saja, di sini matriks X dan B terdiri dari beberapa
kolom, bukan hanya satu.
Contoh dua sistem persamaan linear yang memiliki nilai A sama tapi B berbeda.

 a11 a12 a13 ⋯ a1n  x11   b11   a11 a12 a13 ⋯ a1n  x12   b12 
         
 a21 a22 a23 ⋯ a2n  x21   b21   a21 a22 a23 ⋯ a2n  x22   b22 
a a32 a33 ⋯ a3n  x31  =  b31  a a32 a33 ⋯ a3n  x32  =  b32 
 31      31    
 ⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮  ⋮   ⋮   ⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮  ⋮   ⋮ 
a an2 an3 ⋯ ann  xn1   bn1  a an2 an3 ⋯ ann  xn2   bn2 
 n1  n1

 a11 a12 a13 ⋯ a1n  x11 x12   b11 b12 


    
 a21 a22 a23 ⋯ a2n  x21 x22   b21 b22 
a a32 a33 ⋯ a3n  x31 x32  =  b31 b32 
 31    
 ⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮  ⋮ ⋮   ⋮ ⋮ 
a an2 an3 ⋯ ann  xn1 xn2   bn1 bn2 
 n1
Metode Eliminasi Gauss:

• rumus triangulasi:

aij(0) = aij , bir(0) = bir (i, j = 1, ..., n; r = 1, ..., m)

a (k -1) aij(m) , bir(m) ≡ aij , bir


aij(k) = aij(k-1) − ik
(k -1)
akj(k-1) (k = 1, ..., n − 1;i = k + 1, ..., n; pada langkah ke m
a kk
(k -1)
a
bir(k) = bir(k −1) − ik(k-1) bkr(k −1) j = k, ..., n;r = 1, ..., m)
akk

• rumus substitusi mundur:

bnr(n-1)
xnr = (n-1) (r = 1, ..., m)
ann
n
b(n- j-1)
n- j,r − ∑a
k =n - j+1
(n- j-1)
n- j,kx kr

xn − j,r = (n- j-1)


(j = 1, ..., n − 1; r = 1, ..., m)
a n - j,n - j
Catatan:
Dalam rumus-rumus metode Eliminasi Gauss terdapat
pembagian oleh elemen diagonal matriks yaitu, oleh elemen
diagonal matriks A.
Jika secara kebetulan elemen diagonal itu nol, maka akan
timbul error.
Karena itu, pada setiap langkah dalam proses triangulasi
matriks A perlu dilakukan pemeriksaan, apakah elemen
matriks A yang bersangkutan sama dengan nol.
Jika bernilai nol, maka baris berisi elemen diagonal nol itu
harus ditukar dengan salah satu baris setelahnya, sehingga
elemen diagonal menjadi bukan nol. Perubahan baris pada
matriks A harus disertai perubahan baris yang sama pada
matriks B.
Soal:  2 −4 1 3  x1   2 
     baris 2 ditukar
 −1 2 3 − 2  x2   2 
 3 −4    =  dengan baris 3
1 2 x3 2
    
 1 − 3 −1 5  x4   2 

Jawab:
2 − 4 1 3  x1   2  2 − 4 1 3  x1   2 
         
0 0 3.5 − 0.5  x2   3  0 2 − 0.5 − 2.5  x2   − 1
0   =  = 
2 − 0.5 − 2.5 x3 −1 0 0 
3.5 − 0.5 x3  3
         
 0 − 1 − 1 .5  x   1  0 − 1 − 1 .5  x   1
 3. 5  4     3. 5  4   
2 − 4 1 3  x1   2  2 − 4 1 3  x1   2 
         
0 2 − 0.5 − 2.5  x2   − 1 0 2 − 0.5 − 2.5  x2   − 1 
= =
0 0 3.5 − 0.5  x3   3  0 0 3.5 − 0.5  x3   3 
         
0 2  x4   2  0 0 − 1.75 
2.25  x4   0.5 
  
 0 0 

x4 = 1 − 1 + 0.5x3 + 2.5x4
x2 = =1
2
3 + 0.5x4
x3 = =1 2 + 4x2 − x3 − 3x4
3.5 x1 = =1
2
Data Fitting dengan
Metode Least Square

f(x) Keterangan:

p(x) • f(xi ) mewakili data;


i = 1, …, N;
N = jumlah data
• p(x) merupakan fungsi
yang dicocokkan (fitted)
terhadap data f( xi )

Sifat fitting:
tidak selalu p(xi ) = f( xi )
untuk semua xi .
x
Prinsip penentuan fungsi p(x):

• p(x) merupakan polinomial orde m:


m
p(x) = a0 + a1x + a2x + a3x + ... + amx = ∑ ajx j
2 3 m

j= 0

(Secara umum, p(x) juga bisa merupakan polinomial bentuk yang


lain seperti, polinomial Legendre.)

• Selisih antara p(x) dan f(x) untuk titik data tertentu:


m
∆i = f(xi ) − p(xi ) = f(xi ) − ∑ ajxij (i = 1, ..., N )
j= 0

• Jumlah kuadrat selisih antara p(x) dan f(x) untuk semua titik data:
2
N N N m 
S = ∑ ∆i = ∑ (f(xi ) − p(xi ) ) = ∑  f(xi ) − ∑ ajxi 

2 2 j

i=1 i=1 i=1  j= 0 

Fungsi p(x) ditentukan dengan mencari nilai aj (j = 0, …, m) yang membuat


S bernilai minimum.
Titik Minimum

g(x)

g(a) merupakan titik minimum jika:


dg(x)
dg(x) d2
g(x)
dx x = a = 0 dan 2
>0
dx x = a dx x = a

x
a

Spesial: fungsi kuadratik g(x) = ax2 + bx + c

dg(x) 
= 2ax + b
dx  g(x) memiliki satu titik minimun jika a > 0 atau
2
d g(x)  sebaliknya satu titik maksimum jika a < 0.
= 2a 
dx 2 
S merupakan fungsi kuadratik dalam aj (j = 0, …, m):

2
N  m  N  m 
j
  ( 2 2j 2
)
S(a0 , ..., am ) = ∑  f(xi ) − ∑ ajxi  = ∑  ∑ aj xi + ... + f (xi ) 

i=1  j= 0  i=1  j= 0 

N   k
∂S(a0 , ..., am ) m
= −2∑  f(xi ) − ∑ ajxi xi
 j
(k = 0, ..., m)
∂ak i=1  j= 0 

∂ 2S(a0 , ..., am ) N

2
= 2∑ xi2k > 0 (k = 0, ..., m)
∂ak i=1

S memiliki satu titik minimum pada nilai aj (j = 0, …, m) tertentu.


Mencari aj (j = 0, …, m):

N   k
∂S(a0 , ..., am ) m
= −2∑  f(xi ) − ∑ ajxi xi = 0
 j
(k = 0, ..., m)
∂ak i=1  j= 0 
m
 N j+k  N

∑  ∑ xi aj = ∑ f(xi )xik


j= 0  i=1  i=1
(k = 0, ..., m)

N N
Definisikan: ckj ≡ ∑ x i
j +k
bk ≡ ∑ f(xi )xik
i=1 i=1

m
maka diperoleh sebuah sistem persamaan linear: ∑c
j= 0
a = bk
kj j (k = 0, ..., m)

dalam bentuk matrik: C A = B atau CA = B

Jadi, aj (j = 0, …, m) diperoleh sebagai solusi persamaan linear CA = B.


Contoh: Terdapat tiga data f(x) yaitu, f(1) = 30, f(2) = 70 dan f(3) = 120.
Cari fungsi p(x) yang dapat melukiskan data itu.

Dari data itu jelas p(x) bukan fungsi linear. f(x) p(x)
Jadi, dicoba fungsi kuadratik:
120
p(x) = a0 + a1x + a2x2

Sistem persamaan linier untuk mencari aj : 70

 3 6 14  a0   220 
     30
 6 14 36 a
 1  
= 530 
 14 36 98  a   1390  x
  2   
1 2 3
 3 6 14  a0   220   a0   0 
        
 0 1 4  a1  =  45   a1  =  25 
 0 0 1  a   5  a   5 
  2     2  

Jadi, p(x) = 5x(x + 5 ) Cek: p(1) = 30, p(2) = 70, K !


p(3) = 120
O
Contoh: Kuat medan listrik E di sekitar sebuah benda berbentuk lempeng
diukur pada jarak 10 cm dari pusat massanya dan arah yang
bervariasi. Arah dinyatakan dalam sudut θ terhadap sumbu y yang
ditetapkan sebelum pengukuran. Diperoleh data sebagai berikut:

θ [derajat] E [V/cm]
y

10 0.01794775
15 0.03808997
20 0.05516225 θ E
25 0.05598281
30 0.04795629
35 0.04807485
40 0.06273566
45 0.07853982
50 0.07395442
55 0.04201338

Cari fungsi p(x) yang dapat melukiskan data itu.


Dicoba beberapa polinomial dengan orde berbeda, diperoleh:

a0 = - 3.557800654975570E - 02
a0 = 8.983713484853211E - 03 a1 = 1.061996221844471E - 03
a1 = 1.324478388111303E - 03 a2 = 8.802185976358352E - 04
m = 3: a2 = 3.487808787880805E - 05 m = 5: a3 = - 5.862332690401015E - 05
a3 = - 8.085809790211842E - 07 a4 = 1.362046192596346E - 06
S = 1.0339E - 03 a5 = - 1.063951754163944E - 08

S = 8.1573E - 05

a0 = - 1.757260839248139E - 02
a1 = 1.596300085173997E - 02 a0 = 1.864754537649403E - 01
a2 = - 3.402768734407800E - 03 a1 = - 4.631839872868015E - 02
a3 = 3.358961098305538E - 04 a2 = 4.007658091692495E - 03
a4 = - 1.368895999268855E - 05 a3 = - 8.985715636865594E - 05
m = 9: a5 = 1.132254508386570E - 07 m = 7: a4 = - 3.230489224228010E - 06
a6 = 8.262829873458547E - 09 a5 = 1.912806006890119E - 07
a7 = - 2.741786330789355E - 10 a6 = - 3.252863805243949E - 09
a8 = 3.317446724324134E - 12 a7 = 1.876184315740421E - 11
a9 = - 1.459511835946927E - 14
S = 3.1629E - 07
S = 1.7528E - 11
Interpolasi

f(x) Keterangan:

p(x) • f(xi ) mewakili data;


i = 1, …, N;
N = jumlah data
• p(x) merupakan fungsi
interpolasi berdasarkan
data f(xi )

Sifat interpolasi:
p(xi ) = f(xi )
untuk semua xi .
x
Interpolasi Lagrange

Digunakan p(x), suatu polinomial berorde m = N – 1, dengan N = jumlah data:

p(x) = a0 + a1x + a2x2 + ... + aN-1x N-1 ≅ f(x)

Nilai ai (i = 0, …, N-1) ditetukan dengan menetapkan bahwa untuk semua titik


data:
p(xi ) = f(xi ) (i = 1, ..., N )
Jadi, diperoleh persamaan linear:

p(x1 ) = a0 + a1 x1 + a2 x12 + ... + aN-1 x1N-1 = f(x1 )


p(x2 ) = a0 + a1x2 + a2 x22 + ... + aN-1x2N-1 = f(x2 )
p(x3 ) = a0 + a1x3 + a2x32 + ... + aN-1x3N-1 = f(x3 )
...
p(xN ) = a0 + a1xN + a2xN2 + ... + aN-1 xNN-1 = f(xN )

dan ai (i = 0, …, N-1) diperoleh sebagai solusi dari persamaan linear itu.


N = 2: p(x1 ) = a0 + a1x1 = f(x1 )
p(x2 ) = a0 + a1 x2 = f(x2 )
x2f(x1 ) − x1f(x2 ) f(x1 ) − f(x2 )
a0 = − a1 =
x1 − x2 x1 − x2
 x − x2   x − x1 
p(x) =  f(x1 ) +  f(x2 )
 x1 − x2   x2 − x1 

N = 3: p(x1 ) = a0 + a1 x1 + a2 x12 = f(x1 )


p(x2 ) = a0 + a1x2 + a2 x22 = f(x2 )
p(x3 ) = a0 + a1x3 + a2x32 = f(x3 )

(x2 − x3 )x2 x3f(x1 ) + (x3 − x1 )x3x1f(x2 ) + (x1 − x2 )x1x2f(x3 )


a0 =
(x2 − x3 )x12 + (x3 − x1 )x22 + (x1 − x2 )x32
(x22 − x32 )f(x1 ) + (x32 − x12 )f(x2 ) + (x12 − x22 )f(x3 )
a1 = −
(x2 − x3 )x12 + (x3 − x1 )x22 + (x1 − x2 )x32
(x2 − x3 )f(x1 ) + (x3 − x1 )f(x2 ) + (x1 − x2 )f(x3 )
a2 =
(x2 − x3 )x12 + (x3 − x1 )x22 + (x1 − x2 )x32

 x − x2  x − x3   x − x1  x − x3   x − x1  x − x2 
p(x) =   f(x1 ) +   f(x2 ) +   f(x3 )
x
 1 − x2  1 x − x3  x − x
 2 1  2 x − x3  x − x
 3 1  3 x − x2 
N
Secara umum, untuk N data p(x) = ∑ l(x, xi )f(xi )
i=1
rumus interpolasi Lagrange:

 x − xj 
l(x, xi ) = ∏  
 
j≠i  xi − xj 

Untuk x = xk (k = 1, …, N):
  xi − xj 
∏   = 1, (i = k)
 xk − xj   j≠i  xi − xj 
l(xk , xi ) = ∏  =
 
j≠i  xi − xj  ...  xk − xk  ... = 0, (i ≠ k)
  x −x 
  i j 

l(xk , xi ) = δik p(xk ) = f(xk )


Perlukah memakai semua N data yang ada?

Pada bagian sebelum ini interpolasi menggunakan seluruh N data f( xi ) yang


tersedia, yang berarti menggunakan polinomial p(x) berorde N-1.

Kini, misal N = 4 dan x berada di sekitar x4 , maka diperoleh:

 x − x2  x − x3  x − x4   x − x1  x − x3  x − x4 
l(x, x1 ) =     l(x, x2 ) =    
 x1 − x2  x1 − x3  x1 − x4   x2 − x1  x2 − x3  x2 − x4 

 x − x1  x − x2  x − x4   x − x1  x − x2  x − x3 
l(x, x3 ) =     l(x, x4 ) =    
 x3 − x1  x3 − x2  x3 − x4   x4 − x1  x4 − x2  x4 − x3 

Dapat dilihat bahwa, l(x, x1 ) < l(x, x2 ) < l(x, x3 ) < l(x, x4 ) .

Ini berarti, semakin jauh dari x pengaruh data f( xi ) semakin kecil dalam
menentukan nilai p(x). Data yang penting yaitu yang berada di sekitar titik x.
Karena itu, cukup data-data di sekitar titik x yang digunakan.

Dengan kata lain, untuk interpolasi cukup digunakan polinomial p(x) berorde
rendah, contoh berorde 3 (fungsi kubik).
Interpolasi Lagrange Kubik

Interpolasi Lagrange Kubik menggunakan polinomial p(x) berorde 3 sebagai


fungsi interpolasi:

p(x) = a0 + a1x + a2x2 + a3x3 ≅ f(x)

Untuk mencari nilai aj (j = 0, 1, 2, 3) diperlukan 4 data f( xi ) di sekitar x:

f(x0 ), f(x1 ), f(x2 ), f(x3 ) (xi ≤ x ≤ xi+1 ; x0 = xi-1 , x1 = xi , x2 = xi+1 , x3 = xi+2 )

untuk membentuk sistem persamaan linear:

a0 + a1xj + a2xj2 + a3xj3 = f(xj ) (j = 0, 1, 2, 3)


Langkah pertama dengan begitu, menentukan xj (j = 0, 1, 2, 3) dengan
melihat posisi x di antara titik data xi (i = 1, …, N).

Diperoleh
3  x − xk 
p(x) = ∑ l(x, xj )f(xj ) l(x, xj ) = ∏  

k ≠ j  xj − xk

j= 0 
Interpolasi Multidimensi

Jika data bergantung pada lebih dari satu variabel, maka dilakukan interpolasi
multidimensi. Metode interpolasi yang telah disampaikan bisa dipakai untuk
melakukan interpolasi multidimensi. Sebagai contoh di sini ditunjukkan
interpolasi 2 dimensi. Untuk dimensi lebih tinggi berlaku cara yang sama.

n m
p(x, y) = ∑ S(x, xi )∑ S(y, yj )f(xi , yj )
i=1 j=1

Pada contoh di atas, interpolasi menggunakan (n x m) data f(x,y). Interpolasi


dilakukan per dimensi: Untuk satu titik data x tertentu dilakukan interpolasi di
sepanjang sumbu y, hal yang sama dilakukan untuk semua titik data x yang lain.
Prinsip yang sama berlaku untuk interpolasi berdimensi lebih tinggi.
Contoh, interpolasi Lagrange kubik:

3 3
p(x, y) = ∑ l(x, xi )∑ l(y, yj )f(xi , yj )
i= 0 j= 0

 x − xk 
l(x, xi ) = ∏  
k ≠i  xi − xk 

 y − ys 
l(y, yj ) = ∏  

s ≠ j  yj − ys 

Kembali ke contoh problem least square:
Kuat medan listrik E di sekitar sebuah benda berbentuk lempeng
diukur pada jarak 10 cm dari pusat massanya dan arah yang
bervariasi. Arah dinyatakan dalam sudut θ terhadap sumbu y yang
ditetapkan sebelum pengukuran. Diperoleh data sebagai berikut:

θ [derajat] E [V/cm]
y

10 0.01794775
15 0.03808997
20 0.05516225 θ E
25 0.05598281
30 0.04795629
35 0.04807485
40 0.06273566
45 0.07853982
50 0.07395442
55 0.04201338

Dengan interpolasi, cari nilai p(x) di sepanjang titik data.


Integrasi
Menghitung luas daerah di bawah kurva:

f(x) f(x)
analitik numerik

∫ f(x) dx ∑ w f(x )
i
i i
a

x x
a b a b

b N Integral numerik sering disebut juga sebagai


I = ∫ f(x) dx ≅ ∑ wif(xi ) quadrature; integrasi numerik disebut sebagai
a i=1 integrasi dgn menjumlah quadrature.
Meski tidak terlihat pada rumus akhir, pada integrasi numerik integrand
f(x) diinterpolasi dengan suatu polinomial:

b N
I = ∫ f(x) dx ≅ ∑ wif(xi )
a i=1

f(x) ≅ p(x) polinomial

Akan dibahas:
• quadrature trapezoid
• quadrature Simpson
Quadrature Trapezoid

Kurva integrand f(x) diinterpolasi dengan sebuah garis lurus (f(x) diinterpolasi
dengan fungsi linier / polinomial orde 1):

b b N
I = ∫ f(x) dx ≅ ∫ p(x) dx = ∑ wip(xi ), p(x) = r + sx
a a i=1

f(x)

Untuk menarik garis lurus p(x)


diperlukan minimal 2 titik,
dipilih titik f(a) dan f(b):

p(a) = f(a), p(b) = f(b)


b

∫ p(x) dx
a

x
a b
Dengan diketahui hanya p(a) dan p(b) (r dan s tidak dicari), maka integrasi
numerik dikerjakan untuk N = 2:
b 2

∫ p(x) dx = ∑ w p(x ) = w p(x ) + w p(x ) = w p(a) + w p(b)


a i=1
i i 1 1 2 2 1 2 w1 , w2 = ?

Mencari w1 dan w2 :
b

∫ (r + sx) dx = w (r + sa) + w (r + sb)


1 2
p(x) = r + sx a
1
r(b - a) + s(b2 − a2 ) = r(w1 + w2 ) + s(aw1 + bw2 )
2

w1 + w2 = b - a 1
1 w1 = w2 = (b − a)
aw1 + bw2 = (b2 − a2 ) 2
2

b
h
Rumus quadrature trapezoid: I = ∫ f(x) dx ≅ (f(a) + f(b) ) (h = b − a)
a
2

luas trapezoid (lihat gambar)


Quadrature Simpson & Boole

Cara yang sama seperti pada quadrature trapezoid bisa dipakai untuk polinomial
p(x) orde lebih tinggi. Contoh, quadrature Simpson memakai p(x) fungsi
kuadratik / polinomial orde 2 untuk menginterpolasi integrand f(x):
c c N
I = ∫ f(x) dx ≅ ∫ p(x) dx = ∑ wip(xi ), p(x) = r + sx + tx2
a a i=1

f(x)

Untuk membuat kurva


kuadratik diperlukan
minimal 3 titik, dipilih titik p(x)
f(a), f(b) dan f(c):

p(a) = f(a), p(b) = f(b),


b
p(c) = f(c) ∫ p(x) dx
a

a+c
dengan b= x
2 a b c
Integrasi numerik dikerjakan untuk N = 3:
c 3

∫ p(x) dx = ∑ w p(x ) = w p(a) + w p(b) + w p(c)


a i=1
i i 1 2 3 w1 , w2 , w3 = ?

Mencari w1 , w2 , w3:

p(x) = r + sx + tx2
c


2 2 2
(r + sx + tx ) dx = w1 (r + sa + ta ) + w2 (r + sb + tb )
a
+ w3 (r + sc + tc2 )
1 1
r(c - a) + s(c2 − a2 ) + t(c3 − a3 ) = r(w1 + w2 + w3 ) + s(aw1 + bw2 + cw3 )
2 3
+ t(a2w1 + b2w2 + c2w3 )

w1 + w2 + w3 = c - a 1
w1 = w3 = (c − a)
1 6
aw1 + bw2 + cw3 = (c2 − a2 )
2 2
1 w2 = (c − a)
a2w1 + b2w2 + c2w3 = (c3 − a3 ) 3
3
c
h
Diperoleh Rumus quadrature Simpson: I = ∫ f(x) dx ≅ (f(a) + 4f(b) + f(c) )
a
3

c−a
dengan h = yaitu jarak antar titik xi tempat f(x) dihitung: h = b − a = c − b
2

Dengan cara yang sama, menggunakan p(x) polinomial orde 3 diperoleh rumus
quadrature Simpson 3 8 :

d
3h  d-a 
I = ∫ f(x) dx ≅ (f(a) + 3f(b) + 3f(c) + f(d) ) h = = b − a = c − b = d − c
a
8  3 

dan dengan p(x) polinomial orde 4 rumus quadrature Boole:

e
2h  e-a 
I = ∫ f(x) dx ≅ (7f(a) + 32f(b) + 12f(c) + 32f(d) + 7f(e) )  h = = b− a
45  4 
a
 = c −b
 = d−c
 
 = e − d
Integrasi Komposit

Polinomial orde rendah memadai untuk menginterpolasi sebuah fungsi dalam


daerah yang sempit. Untuk daerah yang lebar diperlukan orde yang lebih tinggi.
Alternatif lain yaitu, membagi daerah fungsi yang lebar itu dalam beberapa
daerah yang sempit, lalu di tiap daerah yang sempit itu digunakan polinomial
orde rendah untuk interpolasi.
Quadrature trapezoid dan Simpson pada dasarnya memadai untuk daerah
integrasi yang sempit, namun dengan membagi daerah integrasi dalam beberapa
daerah yang sempit, maka quadrature trapezoid dan Simpson bisa dipakai juga
untuk daerah integrasi yang lebar. Integral total merupakan jumlah semua
integral untuk daerah yang sempit. Integrasi seperti ini disebut integrasi
komposit.
Bergantung pada integrand f(x), daerah integrasi yang lebar bisa dibagi dalam
beberapa daerah sempit yang sama atau berbeda panjang. Juga, semua integral
untuk daerah yang sempit bisa dihitung menurut rumus quadrature yang sama,
misal semuanya trapezoid, atau berbeda-beda, sesuai kurva di tiap daerah
sempit itu. Kasus sederhana yaitu, bila daerah integrasi dibagi sama panjang
dan untuk tiap daerah digunakan rumus quadrature yang sama.
Contoh, daerah integrasi [a,b] dibagi dalam N bagian sama panjang.
b a +d a +2d b -d b
 b−a
I = ∫ f(x) dx = ∫ f(x) dx + ∫ f(x) dx + ... + ∫ f(x) dx + ∫ f(x) dx  d = 
a a a +d b-2d b -d  N 

• integrasi komposit menggunakan quadrature trapezoid


b
I = ∫ f(x) dx ≅ h[21 (f0 + fN ) + f1 + f2 + ... + fN −1 ]
a
b−a
h= , fi = f(a + ih), i = 0, ..., N
N

• integrasi komposit menggunakan quadrature Simpson


b
2h 1
I = ∫ f(x) dx ≅ [2 (f0 + f2N ) + 2(f1 + f3 + ... + f2N−1 ) + f2 + f4 + ... + f2N−2 ]
a
3
b−a
h= , fi = f(a + ih), i = 0, ..., 2N
2N
Integrasi komposit trapezoid untuk daerah integrasi [a,b] yang dibagi 8
sama panjang:

b
I = ∫ f(x) dx ≅ h[21 (f0 + f8 ) + f1 + f2 + f3 + f4 + f5 + f6 + f7 ]
a

f(x)

x
a b
h
Integrasi komposit yang menggunakan quadrature trapezoid dan Simpson;
daerah integrasi [a,b] yang dibagi 3:

b
h1
I = ∫ f(x) dx ≅ (fa + 2fa +h1 + fc ) + h2 (fc + 4fc+h2 + fb )
a
2 3
f(x)
Simpson
trapezoid

x
a c b
h1 h1 2h2
Integrasi Monte Carlo
Mungkin saja cara-cara integrasi numerik yang sudah disampaikan sulit atau
tidak bisa diterapkan untuk mengevaluasi suatu integral. Pada keadaan ini,
integrasi Monte Carlo dapat dipilih.
Integrasi Monte Carlo tidak menggunakan interpolasi seperti pada cara-cara
integrasi numerik sebelum ini. Integral dianggap sebagai satu persegi panjang,
dengan lebar daerah integrasi dan tinggi nilai rata-rata integrand f(x), yang
diperoleh melalui statistik dengan memanfaatkan bilangan acak:

f(x) 1 n
< f(x) >= ∑ f(xi )
n i=1
xi = bilangan acak : a ≤ xi ≤ b

<f(x)>
b
1 n
I = ∫ f(x)dx ≅ (b - a) ∑ f(xi )
(b-a)<f(x)> a
n i=1
x
a b
Persamaan Differensial

Persamaan differensial (PD) yang dimaksud yaitu persamaan differensial


biasa, bukan persamaan differensial parsial, untuk orde 1 dan 2.

Dua masalah yang akan dibahas yaitu:


• PD dengan syarat awal
• PD dengan syarat batas
PD dengan Syarat Awal

dy
Bentuk umum PD orde 1: y'= = f(x, y)
dx

Diketahui: y(x0 ) = y0 y(x) = ?


y x
Masalah persamaan
Integrasi: ∫ dy = ∫ f(x, y)dx
y0 x0
differensial
berubah menjadi
masalah persamaan
x integral.
y(x) = y0 + ∫ f(x, y)dx
x0

x0 +h
Dicari y(x) pada titik x = x0 + h : y(x0 + h) = y0 + ∫ f(x, y)dx
x0

Setelah y(x0 + h) didapat, selanjutnya dicari y(x0 + 2h) . Demikian seterusnya.


Metode Euler

Menurut metode Euler:

f(x,y)
f(x0 , y0 ) f(x,y) dianggap
konstan dan
dihitung pada x = x0.
x
x0 x0 + h

Diperoleh: y(x0 + h)
y(x)
yg diperoleh
x0 +h

y(x0 + h) ≅ y0 + f(x0 , y0 ) ∫ dx
x0
y(x0 + h)
≅ y0 + hf(x0 , y0 ) y0
sebenarnya
x
x0 x0 + h
Metode Euler yang Dimodifikasi

f(x,y)

Modifikasi dilakukan dalam memilih f(x0 + 21 h, y(x0 + 21 h))


nilai f(x,y) yang dianggap konstan.
Dipilih f(x,y) pada titik x = x0 + 21 h :
x
1 1
f(x0 + h, y(x0 + h))
2 2 x0 x0 + h

dengan y(x0 + 21 h) dihitung memakai x0 + 21 h


metode Euler:
y(x0 + h)
y(x0 + 21 h) ≅ y0 + 21 hf(x0 , y0 ) y(x)
yg diperoleh

Diperoleh:

y(x0 + h) ≅ y0 + hf(x0 + 21 h, y(x0 + 21 h)) y(x0 + h)


y0
≅ y0 + hf(x0 + 21 h, y0 + 21 hf(x0 , y0 )) sebenarnya
x
x0 x0 + h
x0 + 21 h
Metode Euler yang Lebih Baik (Improved)

Kali ini dipakai nilai f(x,y) yang merupakan rata-rata dari dua nilai f(x,y),
masing-masing pada titik x0 dan x0 + h :

1
2
[f(x0 , y0 ) + f(x0 + h, y(x0 + h))] f(x,y)
Ini sama dengan menggunakan quadrature trapezoid
untuk mengevaluasi integral:
x0 +h

∫ f(x, y)dx ≅ h[f(x , y


1
2 0 0 ) + f(x0 + h, y(x0 + h))] x
x0
x0 x0 + h
dengan y(x0 + h) dihitung memakai metode Euler:
y(x0 + h) ≅ y0 + hf(x0 , y0 )

Diperoleh:

y(x0 + h) ≅ y0 + 21 h[f(x0 , y0 ) + f(x0 + h, y(x0 + h))]


≅ y0 + 21 h[f(x0 , y0 ) + f(x0 + h, y0 + hf(x0 , y0 ))]
PD Orde 2

d2 y
Bentuk umum PD orde 2: y''= 2 = f(x, y, y')
dx

Diketahui: y(x0 ) = y0 , y'(x0 ) = y'0 y(x) = ?

Definisikan fungsi baru u: u = y' y'= u(x, y)


u0 = y'0 u'= f(x, y, u)

Masalah PD orde 2
berubah menjadi
masalah PD orde 1.
Contoh penyelesaian dengan metode Euler yang lebih baik (improved):

u'= f(x, y, u) y'= u(x, y)

u(x0 + h) = u0 + 21 h(f0 + f1 ) y(x0 + h) = y0 + 21 h(u0 + u1 )


f0 = f(x0 , y0 , u0 ) u0 = y'0
f1 = f(x0 + h, y0 + hu0 , u1 ) u1 = u0 + hf0

Alur perhitungan:

y0 , u0 f0 u1 f1 , y(x0 + h), u(x0 + h)

x0 + h → x0 , u(x0 + h) → u0 , y(x0 + h) → y0
PD dengan Syarat Batas

Contoh, gelombang yang merambat di sepanjang tali bisa digambarkan dengan PD


orde 2. Jika ujung-ujung tali itu diikat sehingga tidak bisa bergerak, maka kita
temui kasus PD dengan syarat batas.

terikat terikat

Bentuk umum PD orde 1 & 2 linear: (1) y'= f(x, y) = d(x) − e(x)y
(2) y''= g(x, y, y') = a(x) − b(x)y − c(x)y'

Diketahui: x0 ≤ x ≤ xn
y(x0 ) = y0 y(x) = ?
y(xn ) = yn
xn − x0
Dicari yi = y(xi ) pada titik xi = x0 + ih (i = 1, ..., n − 1) dengan h = .
n
Metode Finite Differences
(1) y'+e(x)y = d(x)
yi+1 − yi−1
(2) y''+c(x)y'+b(x)y = a(x) y'i ≅
2h
y − 2yi + yi−1
(1) y'i +ei yi = di y''i ≅ i+1
h2
(2) y''i +ci y'i +bi yi = ai
yi+1 − yi−1
(1) + ei yi ≅ di
2h
y − 2yi + yi−1 yi+1 − yi−1
(2) i+1 2
+ ci + bi yi ≅ ai
h 2h

Jadi, pada akhirnya ditemui masalah sistem persamaan linear:

(1) − yi−1 + 2eihyi + yi+1 ≅ 2dih


 ch   ch 
( )
(2)  1 − i  yi−1 − 2 − bih2 yi +  1 + i  yi+1 ≅ aih2
2  2 
 
yang dapat diselesaikan menggunakan metode, contoh, Eliminasi Gauss.
Namun, sistem persamaan linear juga dapat diselesaikan dengan cara lain yaitu,
iterasi. Contoh: iterasi Jacobi dan iterasi Gauss-Siedel.
Iterasi Jacobi

n
1  n 
sistem persamaan linear: ∑a x ij j = bi (i = 1, ..., n) solusi: xi =

aii 
bi − ∑ aijxj 
j=1 j≠i 
Pencarian solusi dimulai dengan nilai awal xi(0) (i = 1, …, n) hasil perkiraan /
tebakan. Dengan nilai tebak awal ini diperoleh nilai perkiraan berikut xi(1) melalui:

1  n 
x i
(1)
=  bi − ∑ aijxj  (i = 1, ..., n)
(0)

aii  j≠i 
Demikian seterusnya berulang-ulang, nilai perkiraan pada langkah ke k diperoleh
dari nilai perkiraan pada langkah ke k-1:

1  n 
xi
(k)
=  bi − ∑ aijxj(k-1)  (i = 1, ..., n)
aii  j≠i 

Pencarian dihentikan setelah didapat nilai xi yang konvergen yaitu, yang tidak
atau sedikit berubah dari nilai yang diperoleh pada langkah sebelumnya:

xi(k-1)
1 − (k) < ε, ε = bilangan kecil
xi
Iterasi Gauss-Siedel

1  
Rumus iterasi Jacobi dapat ditulis: x i
(k)
=  bi − ∑ aijxj − ∑ aijxj 
(k -1) (k -1)

aii  j<i j>i 

Jika pada tiap langkah pencarian dilakukan dengan urutan i yang makin besar,
(k) (k)
maka semua xj<i sudah diperoleh ketika mencari xi .
Sebaliknya, jika dilakukan dengan urutan i yang makin kecil, maka semua xj(k)
>i
(k)
sudah diperoleh ketika mencari xi .
(k) (k)
Karena itu, nilai xj<i atau xj>i itu bisa langsung dipakai untuk mencari xi(k),
sehingga iterasi mencapai nilai konvergen menjadi lebih cepat:

1  
xi(k) = 
aii 
bi − ∑ a x
ij j
(k)
− ∑ a x
ij j
(k -1)

 (i = 1, 2, ..., n)
j<i j>i 
1  
xi
(k)
=  bi − ∑ aijxj − ∑ aijxj 
(k -1) (k)
(i = n, ..., 2, 1)
aii  j<i j>i 

Iterasi seperti ini disebut iterasi Gauss-Siedel.


Sebelum ini dikenal metode Eliminasi Gauss dan LU Decomposition
untuk mencari solusi sebuah sistem persamaan linear. Pada metode
ini terdapat substitusi mundur dan maju. Pada substitusi mundur
(maju), nilai xi dihitung dari nilai xj>i ( xj<i ), sehingga kesalahan
(ketidakakuratan) pada xj>i ( xj<i ) terakumulasi pada xi . Dengan
kata lain, terjadi perambatan kesalahan.

Pada metode iterasi tidak terdapat perambatan kesalahan seperti


itu. Semua elemen x dilihat secara sama. Pada tiap langkah
dilakukan pemeriksaan konvergensi untuk semua elemen x. Jadi,
untuk tiap elemen x terdapat kesempatan yang sama untuk
mencapai keakuratan yang diinginkan.

Namun, pada metode iterasi ada keharusan menentukan nilai awal,


yang bisa saja sulit dilakukan atau menimbulkan masalah, misalnya
membuat iterasi terlalu lama mencapai konvergensi.
Aplikasi Iterasi Jacobi dan Gauss-Siedel pada PD dengan Syarat Batas

PD orde 1: (1) y'= d(x) − e(x)y − yi−1 + 2eihyi + yi+1 ≅ 2dih


 cih   ch 
PD orde 2: (2) y''= a(x) − b(x)y − c(x)y' 1 −  yi−1 − (2 − bih2 )yi +  1 + i  yi+1 ≅ aih2
 2   2 
Iterasi Jacobi:

1
(1) yi(k) ≅
2eih
(
2dih + yi(k-1-1) − yi(k+1-1) )
1   cih  (k-1)  cih  (k-1) 
(2) yi(k) ≅  2

(2 − bih2 )  i 1 − 2 yi-1 + 1 + 2 yi+1 
− a h +

Iterasi Gauss-Siedel (contoh untuk i membesar, i = 1, …, n-1):

1
(1) yi(k) ≅
2eih
(
2dih + yi(k) (k -1)
-1 − yi+1 )
1   cih  (k)  cih  (k-1) 
(2) yi(k) ≅ 2 
 − a h 2
+ 1 −  yi-1 +  1 +  yi+1 
(2 − bih )  i
 2   2  

Catatan, sesuai syarat batas: y0(k) = y0 yn(k) = yn

You might also like