Professional Documents
Culture Documents
Kadar obat dalam darah pada sediaan peroral dipengaruhi oleh proses absorpsi
dan kadar obat dalam darah ini menentukan efek sistemiknya (Shargel dan Yu,
1999). Obat dalam bentuk sediaan padat mengalami berbagai tahap pelepasan dari
bentuk sediaan sebelum diabsorpsi. Tahapan tersebut meliputi disintegrasi,
deagregasi dan disolusi.
Kecepatan obat mencapai sistem sirkulasi dalam proses disintegrasi, disolusi dan
absorpsi, ditentukan oleh tahap yang paling lambat dari rangkaian di atas yang
disebut dengan rate limiting step (Shargel dan Yu, 1999). Kecepatan pelepasan
obat sediaan lepas lambat, yaitu kecepatan disolusi dianggap selalu lebih lambat
daripada kecepatan absorpsi, atau dengan kata lain kecepatan disolusi merupakan
rate limiting step. Pengaturan absorpsi sistemik obat bentuk sediaan lepas lambat
dapat dilakukan dengan mengatur kecepatan disolusi (Notari, 1980).
Supaya partikel padat terdisolusi maka molekul solut pertama-tama harus
memisahkan diri dari permukaan padat, kemudian bergerak menjauhi permukaan
memasuki pelarut. Tergantung pada kedua proses ini dan bagaimana cara proses
transpor berlangsung maka perilaku disolusi dapat digambarkan secara fisika.
Dari segi kecepatan disolusi yang terlibat dalam zat murni, ada tiga dasar model
fisika yang umum (Abdou, 1989).
Di dalam pembahasan untuk memahami mekanisme disolusi, kadang-kadang
digunakan salah satu model atau gabungan dari model-model tersebut.
a. Model lapisan difusi (diffusion layer model)
Model ini pertama kali diusulkan oleh Nerst dan Brunner. Pada permukaan padat
terdapat satu lapis tipis cairan dengan ketebalan ℓ , merupakan komponen
kecepatan negatif dengan arah yang berlawanan dengan permukaan padat seperti
terlihat pada gambar 1 berikut (Banakar, 1992)
Paket pelarut terlihat pada permukaan padatan. Selama berada pada antar muka,
paket mampu mengabsorpsi solut menurut hukum difusi biasa, dan kemudian
digantikan oleh paket pelarut segar. Jika dianggap reaksi pada permukaan padat
terjadi segera, proses pembaharuan permukaan tersebut terkait dengan kecepatan
transpor solut atau dengan kata lain disolusi (Banakar, 1992).
Disolusi didefinisikan sebagai suatu proses melarutnya zat kimia atau senyawa
obat dari sediaan padat ke dalam suatu medium tertentu (Wagner, 1971). Laju
disolusi suatu obat adalah kecepatan perubahan dari bentuk padat menjadi terlarut
dalam medianya setiap waktu tertentu. Jadi disolusi menggambarkan kecepatan
obat larut dalam media disolusi (Banakar, 1992).
Ekspresi matematika untuk definisi ini dinyatakan dalam bentuk persamaan
sebagai berikut (Leeson dan Cartensen, 1974):
dc / dt = K S ( Cs – C ) ………………………………………… ……( 7 )
dm = V . dc = D S ( Cs – C ) ……………..….…………..( 12 )
dt dt h
dc = D S ( Cs – C ) ……………………….……………….( 13 )
dt V h
dc /dt = K S Cs ………………….……………………………… ( 14 )
DE = ∫ y dt x 100% ………………………….…………….( 16 )
Y 100 t
dengan:
∫ y dt = luas daerah bawah kurva waktu t
y 100 t = luas bidang pada kurva yang menunjukkan semua zat aktif telah terlarut
pada waktu t
DE = luas bidang ABC x 100%
luas bidang ABDE
100% E D
Prosen
terlarut C
AB
Waktu
Gambar 4. Kurva hubungan prosen zat padat yang terlarut pada waktu t (Khan,
1975)
3. Metode klasik
Metode ini menunjukkan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu t, yang
kemudian dikenal dengan T20, T50, T90 dan sebagainya. Metode ini hanya
menyebutkan satu titik saja, sehingga proses yang terjadi di luar (sebelum dan
sesudah) titik tersebut tidak diketahui. Titik tersebut menyatakan jumlah zat aktif
yang terlarut pada waktu tertentu. T20 misalnya, mengandung pengertian waktu
yang diperlukan untuk melarutkan 20% zat aktif (Wagner, 1971).
4. Jumlah zat aktif yang melarut pada waktu tertentu, misalnya C30 adalah dalam
waktu 30 menit zat aktif yang melarut sebanyak x mg atau x mg/ml (Shargel dan
Yu, 1999)
Difusi biasa terjadi ketika sel ingin mengambil nutrisi atau molekul
yang hydrophobic atau tidak berpolar / berkutub. Molekul dapat langsung
berdifusi ke dalam membran plasma yang terbuat dari phospholipids.
Difusi seperti ini tidak memerlukan energi atau ATP [Adenosine Tri-
Phosphate].
Difusi khusus terjadi ketika sel ingin mengambil nutrisi atau molekul
yang hydrophilic atau berpolar dan ion. Difusi seperti ini memerlukan
protein khusus yang memberikan jalur kepada partikel-partikel tersebut
ataupun membantu dalam perpindahan partikel. Hal ini dilakukan karena
partikel-partikel tersebut tidak dapat melewati membran plasma dengan
mudah. Protein-protein yang turut campur dalam difusi khusus ini
biasanya berfungsi untuk spesifik partikel.
PENDAHULUAN
bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif
Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus
menyiapkan lebih banyak turunan yang larut, seperti garam dan ester
alat disolusi.
dan 15.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif
diserap ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah
bentuk padat atau semi padat, seperti kapsul, tablet atau salep. (1)
dalam cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang
diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat
obat tergantung dari apakah medium asam atau medium basa, obat
saluran cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk
padatnya. Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga
permukaan partikel obat padat. Lapisan larutan ini dikenal sebagai lapisan
difusi. Dari lapisan difusi ini, molekul-molekul obat keluar melewati cairan
yang melarut dan berhubungan dengan membrane biologis serta absorbsi
Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat,
atau jika obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh
seperti itu, laju obat yang terabsorbsi terutama akan tergantung pada
laju disolusi untuk suatu partikel obat lambat, misalnya mungkin karena
obat bisa tinggal dalam lambung atau saluran usus halus. (3)
kenyataan bahwa tablet itu pecah menjadi lebih luas dan akan
sebenarnya uji hancur hanya waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di
bawah kondisi yang ditetapkan dan lewatnya partikel melalui saringan. Uji
Sinonim : Ampisilin
RM / BM : C16H19N3O4S / 349,41
H H
NH2
Pemerian : Serbuk hablur renik; putih; tidak berbau
Khasiat : Antibiotikum
2. NaOH (5;412)
RM / BM : NaOH / 40,00
karbondioksida.
1. Bak mantel yaitu tempat labu disolusi dimasukkan, diisi dengan air
2. Stel pada suhu 37ºC kurang lebih 0,5ºC, alat di on-kan (hubungkan
rusak.
900 ml (lazimnya).
platina).
6. Catat waktu pada saat basket yang berisi tablet dimasukkan dalam
labu disolusi.
merah muda.
BAB III
METODE KERJA
Tester, Erlenmeyer 200 ml, Gelas piala, Gelas ukur, Statif dan klem,
Erlenmeyer
NaOH.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
Menit V1
5 0,1 ml
10 0,2 ml
15 0,2 ml
IV.2 Perhitungan
1. Kadar
% K1 = Vtitrasi X N X BE x 100%
Vsampel
10
= 29,9%
10
= 59,81%
10
= 59,81%
3
= 149,52%
= 49,84%
W1 = % K1X 900 ml
= 29,9% X 900 ml
= 26910
100
= 269,1 mg
W2 = % K2 X 900 ml
= 59,81% X 900 ml
= 53829
100
= 538,29 mg
W3 = % K3X 900 ml
= 59,81% X 900 ml
= 53829
100
= 538,29 mg
3. % Kelarutan
% K1 = 269,1 X 100%
500
= 53,82 %
% K2 = 538,29 X 100%
500
= 107,658 %
% K3 = 538,29 X 100%
500
= 107,658 %
4. Perhitungan Regresi
Persamaan wagner :
Log ( Wn – Wa ) = log Wa - k t
2,303
a = 2,62
b = -0,078
Jadi Y = a + bx
Y = 2,62 – 0,078 x
2,303
-0,078 = - k
2,303
k = 2,303 x 0,078
= 0,1796
IV.3 Reaksi
H COOH
O CH3
H + NaOH
N
CH3
C CONH S
H H
NH2
H COONa
O CH3
H + H2O
N
CH3
IV.4 Grafik C CONH S
70
60
50
40
30
20
10
0
0 5
10 15 40 50 60 70
x (t)
PEMBAHASAN
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat penting
artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat
Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki
dicapai dengan menyiapkan lebih banyak turunan yang larut, seperti garam dan
Sifat-sifat kimia, fisika, bentuk obat dan juga fisiologis dari sistem
biologis mempengaruhi kecepatan absorbsi suatu obat dalm tubuh. Oleh karena
itu konsentrasi obat, bagaimana kelarutannya dalam air, ukuran molekulnya, pKa
dan ikatan proteinnya adalah faktor-faktor kimia dan fisika yang harus dipahami
untuk mendesain suatu sediaan. Hal ini meliputi faktor difusi dan disolusi obat.
Pada saat suatu sediaan obat masuk ke dalam tubuh, selanjutnya terjadi
cairan dan jaringan tubuh. Apabila zat aktif pada sediaan obat tersebut memiliki
pelarut yang cepat, berarti efek yang ditimbulkan juga akan semakin cepat,
zat. Zat yang akan diukur kecepatan atau laju disolusinya adalah tablet
amoksisilin yang melarut ke dalam media disolusi, dimana medium disolusi yang
dan dikontrol oleh sifat fisika, kimia obat dan bentuk obat yang diberikan dan
juga fisiologis dari sistem biologis. Konsentrasi obat, kelarutan dalam air, ukuran
molekul, bentuk kristal, pKa dan ikatan protein adalah faktor-faktor fisika dan
aktif dari bentuk sediaannya (padat) ke dalam media pelarut. Setelah obat dalam
seluruh cairan dan jaringan tubuh. Apabila zat aktif memiliki kecepatan pelarut
yang cepat, berarti efek yang ditimbulkan juga semakin cepat, begitu pula
sebaliknya.
Dalam metode ini digunakan metode alkalimetri karena sampel yang
digunakan dalam hal ini yaitu amoksisilin bersifat asam sehingga dinetralisasi
Pada percobaan ini, digunakan air suling sebagai media disolusi karena
air merupakan komponen paling besar yang berada di dalam tubuh manusia, jadi
kelarutan dari obat yang digunakan. Adapun volume dari labu disolusi yang
digunakan adalah 900 ml. Hal ini dianalogikan terhadap suatu gelembung udara,
maka gelembung udara tersebut akan masuk ke pori-pori dan bekerja sebagai
barier pada interfase sehingga mengganggu disolusi obat. Adapun suhu yang
fisiologis suhu tubuh manusia. Hal ini sebagai pembanding jika obat tersebut
berada dalam tubuh manusia. Selain itu alat disolusi juga diatur kecepatan
peristaltik lambung. .
Pada percobaan ini, mula-mula diisi bak disolusi dengan air suling
hingga ¾ volumenya. Kemudian diatur suhunya 37ºC dan setelah tercapai suhu
tersebut maka dimasukkan air suling yang suhunya 37ºC ke dalam labu disolusi
menit ke 5, 10 dan 15. Setiap pengambilan, volume air suling dalam labu disolusi
dicukupkan 900 ml. Pengambilan dilakukan dengan pipet volume yang telah
amoksisilin yang tidak larut turut sama diambil.Kemudian larutan yang diambil
tersebut dititrasi dengan NaOH dan menggunakan indikator fenolftalein. Dari
pada t = 5’ adalah 17,251 %; pada t = 10’ adalah 26,330 %; pada t = 15’ adalah
41,764. Dari percobaan dapat diketahui konstanta kecepatan atau laju disolusi
adalah 0,1796.
beberapa ml.
akhir titrasi.
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
yaitu: pada t = 5’ adalah 17,251 %; pada t = 10’ adalah 26,330 %; pada t = 15’
adalah 41,764%. Dari percobaan dapat diketahui konstanta kecepatan atau laju
VI.2 Saran
Jakarta, 91,92.
3. Martin, A., et.all., (1993), “ Farmasi Fisika “, Edisi III, Bagian II, Penerbit UI
Jakarta, 827.