You are on page 1of 32

Materi Pengembangan Kurikulum

September 12, 2009 at 6:58 am (Bahan Kuliah, Materi Kuliah Pengembangan


Kurikulum)

BAB I

PENDAHULUAN

1. A. PENGERTIAN KURIKULUM.

Hingga dewasa ini, definisi kurikulum yang dikemukakan orang banyak sekali , dan
antara satu definisi dengan definisi yang lain tidak sama. Walaupun demikian, terdapat
dalam studi kurikulum yang telah dilakukan oleh banyak ahli menunjukan bahwa
pengertian kurikulum dapat ditinjau dari dua segi yang berbeda, yakni tinjauan menurut
menurut pandangan lama dan tinjauan menurut pandangan baru.

Pengertian kurikulum menurut pandangan lama atau pandangan tradisional merumuskan


bahwa : adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh murid untuk
memperoleh ijazah. Definisi-definisi kurikulum yang bersifat tradisional biasanya masih
menampakkan adanya kecenderungan penekanan pada rencana pelajaran untuk
menyampaikan mata palajaran kepada anak didik yang biasanya berisi kebudayaan (hasil
budi daya) masa lampau atau sejumlah ilmu pengetahuan. Anak yang berhasil melewati
tahap ini berhak untuk memperoleh ijazah. Kebudayaan atau sejumlah ilmu pengetahuan
yang akan disampaikan tersebut bersumber pada buku-buku yang baik atau dianggap
bermutu, sehingga kurikulumterutama dalam hal tujuan intruksional dan pemilihan bahan
pengajaran lebih banyak ditentukan atau dipengaruhi oleh buku-buku tersebut.
Dihubungakan dengan kebutuhan pengalaman anak yang diharapkan terpenuhi melalui
kegiatan belajar mengajar disekolah, ternyata hal tersebut kurang menguntungkan karena
membatasi pangalaman anak dalam proses belajar mengajar di kelas saja dan kurang
memperhatikan pengalaman-pengalaman lain yang diperoleh diluar kelasa. Kurikulum
yang seperti ini atau dikenal dengan Subjek Centered Curiculum, yaitu kurikulum yang
perpusast pada materi pelajaran dan hanya menekankan aspek intelektual saja dan
mengabaikan aspek-aspek yang lain yang juga sangat berpengaruh dalam perkembangan
kejiwaan siswa.

Sejalan dengan perkembangan jaman dan kebutuhan masyarakat, mulai ditinggalkan


orang karena dianggap terlalu sempit dan terbatas dan orang mulai mencari penemuan-
penemuan baru. Seperti yang dikemukakan oleh David Pratt dalam Curiculum, Design
and Development (1980 ; 4) mendefinisikan kurikulum secara sederhana, yaitu sebagai
seperangkat organisasi pendidikan formal atau pusat-pusat latihan. Selanjutnya ia
membuat implikasi secara lebih eksplisit tentang definisi yang dikemukakannnya tersebut
menjadi enam hal , yaitu

1) Kurikulum adalah suatu rencana, ia mungkin hanya berupa perencanaan (mental)


saja, tapi pada umumnya diwujudkan dalam bentuk tulisan;
2) Kurikulum bukanlah kegiatan, melainkan perencanaan atau rancangan kegiatan;

3) Kurikulum berisi berbagai macam hal seperti masalah apa yang harus
dikembangkan pada diri siswa, evaluasi untuk menafsirkan hasil belajar, bahan dan
peralatan yang dipergunakan, kualitas guru yang dituntut, dan sebagainya;

4) Kurikulum melibatkan maksud atau pendidikan formal, maka ia sengaja


mempromosikan belajar dan menolak sifat ngambang, tanpa rencana atau kegiatan tanpa
belajar;

5) Sebagai perangkat organisasi pendidikan, kurikulum menyatukan berbagai


komponen seperti tujuan, isi, sistem penilaian dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Atau dengan kata lain, kurikulum adalah sebuah sistem ;

6) Pendidikan dan latihan dimaksudkan untuk menghindari kesalah pahaman yang


terjadi jika suatu hal dilalaikan .

Kemudian menurut Romine (1954). Yang juga dapat digolongkan sebagai pendapat baru
yaitu : “ Curiculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and
experiences which pupils have under directions of the school, whether in the classroom
or not “.

Implikasi dari perumusan ini adalah :

1) Tafsiran tentang kurikulum bersifat luas, oleh karena kurikulum bukan saja terdiri
dari matapelajaan ( courses ) tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang
menjadi tanggung jawab sekolah ;

2) Kegiatan-kegiatan diluar kelas (yang dikenal dengan kegiatan ekstra kurikuler )


sudah tercakup dalam pengertian kurikulum. Jadi tidak ada pemisahan antara ekstra dan
intra kurikulum.

3) Pelaksanaan kurikulum tidak dibatasi hanya kepada keempat dinding kelas saja,
melainkan dilaksanakan baik didalam maupun diluar kelas, sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai ;

4) Sistem penyampaian yang dilakukan oleh guru disesuaikan dengan kegiatan atau
pengalaman yang akan disampaikan.

Dari berbagai pengertian diatas, baik kurikulum lama (tradisional) maupun kurikulum
modern maka dapat kita bedakan sebagai berikut :

1) Kurikulum lama berorientasi pada masa lampau, yang mana guru mengajarkan
pengalaman sebelumnya, sedangkan kurikulum baru berorientasi pada masa sekarang
sebagai persiapan untuk masa yang akan datang, pengajaran berdasarkan unit atau topik
dari kehidupan masyarakat dan sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa ;
2) Kurikulum lama berdasarkan pada tujuan pendidikan yang mengutamakan
perkembangan segi pengetahuan akademik dan ketrampilan, belajar lebih ditekankan
pada unsur mengingat dan latihan-latihan belaka, sedangkan kurikulum baru bertujuan
untuk mengembangkan keseluruhan pribadi siswa, belajar bertujuan untuk mampu hidup
didalam masyarakat ;

3) Kurikulum lama berpusat pada mata pelajaran yang diajarkan secara terpisah-pisah.
Kadang-kadang memang dilakukan semacam korelasi, tetapi korelasi itu hanya dilakukan
diantara unsur-unsur tertentu saja diantara beberapa mata pelajaran, sedangkan kurikulum
baru disusun berdasarkan masalah atau topik dimana siswa belajar dengan mengalami
sendiri , merupakan suatu proses dalam memperkuat tingkah laku melalui pengalaman
dengan menggunakan matapelajaran . Karena itu kurikulum disusun dalam bentuk bidang
studi yang luas yang diintegrasi dari semua matapelajaran;

4) Kurikulum lama semata-mata didasarkan pada buku pelajaran (texbook) sebagai


sumber bahan dalam mengajarkan matapelajaran, sedangkan kurikulum baru bertitik
tolak pada masalah kehidupan, yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan, minat
dan kebutuhan individu . Bahkan sumber yang paling luas adalah masyarakat itu sendiri.

5) Kurikulum lama dikembangkan oleh guru-guru secara perorangan, mereka yang


menentukan bahan dan pengalaman yang akan diajarkan dan mereka pula yang
menentukan sumber bahan , sedangkan kurikulum baru dikembangkan oleh team guru
bersama-sama atau oleh suatu departemen tertentu. Setiap guru terikat pada konsep yang
telah disusun oleh team atau oleh departemen dengan tidak mengurangi kebebasan guru
untuk mengadakan beberapa penyesuaian dalam batas-batas tertentu.

1. PERANAN KURIKULUM.

Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara sistematis


menggemban peranan yang sangat penting bagi pendidikan para siswa. Disini kita dapat
menentukan 3 (tiga) jenis peranan kurikulum yang dinilai sangat penting yaitu (1).
Peranan konservatif ; (2). Peranan Kritis atau Evaluatif, (3). Peranan Kreatif. Ketiga
peranan ini sama pentingnya dan diantara ketiganya perlu dilaksanakan secara
berkesinambungan.

(1). Peranan Konservatif.

Salah satu tanggung jawab kurikulum adalah mentranspormasikan dan mentransmisikan


warisan sosial (kebudayaan) kepada generasi muda. Dengan demikian sekolah sebagai
suatu lembaga sosial dapat membina tingkah laku siswa yang sesuai dengan nilai-nilai
sosial di masyarakat. Dan juga karena pendidikan itu sendiri pada hakekatnya berfungsi
untuk menjembatani antara siswa dengan orang dewasa didalam suatu proses
pembudayaan yang semakin berkembang. Karena adanya peranan konservatif ini, maka
sesungguhnya kurikulum itu berorientasi pada masa lampau , namun demikian peranan
ini sangat mendasar sifatnya.
(2). Peranan Kritis atau Evaluatif.

Kebudayaan senantiasa berubah dan bertambah. Sekolah tidak hanya mewariskan


kebudayaan yang ada , melainkan juga menilai, memilih kebudayaan yang akan
diwariskan. Dalam hal ini , kurikulum harus turut aktif berpartisifasi dalam kontrol sosial
dan menekankan pada unsur-unsur berpikir kritis. Nilai-nilai yang tidak sesuai lagi
dengan keadaan masa mendatang dihilangkan atau dimodifikasikan, dengan demikian
kurikulum perlu mengadakan pilihan yang tepat atas dasar kriteria tertentu.

(3). Peranan Kreatif.

Kurikulum melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dalam arti mencipta dan menyusun


sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masa sekarang dan masa mendatang dalam
masyarakat. Guna membantu semua individu dalam mengebangkan semua potensi yang
ada padanya maka kurikulum menciptakan pelajaran, pengalaman, cara berpikir,
kemampuan dan ketrampilan yang baru, dalam arti yang memberi manfaat dalam
masyarakat.

Ketiga peranan tersebut berjalan secara seimbang, dalam arti terdapat keharmonisan
diantara ketiganya. Dengan demikian kurikulum akan dapat memenuhi tuntutan waktu
dan keadaan dalam membawa para siswa menuju kebudayaan masa depan.

1. C. FUNGSI KURIKULUM.

Setiap lembaga pendidikan formal maupun nonformal dalam menyelenggaraka


pendidikan sehari-hari harus berlandaskan pada kurikulum. Dalam lingkup pendidikan
formal kegiatan merancang, melaksanakan dan menilai kurikulum tersebut yaitu yang
dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan , dilaksanakan sebagai program
pengajaran. Disamping kurikulum mempunyai peranan, juga mempunyai fungsi
kurikulum yang secara umum dapat kita bagi menjadi tiga segi yaitu fungsi bagi sekolah
yang bersangkutan, fungsi bagi sekolah tingkat atasnya, dan fungsi bagi masyarakat
(Winarno Surahmad).

1. Fungsi Bagi Sekolah Yang bersangkutan.

Fungsi kurikulum bagi sekolah yang bersangkutan dapat disebutkan menjadi dua macam .
Pertama, sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan. Tujuan
pendidikan yang akan dicapai tersebut disusun secara berjenjang mulai tujuan pendidikan
yang bersifat nasional sampai tujuan intruksional. Jika tujuan intruksional tercapai
(hasilnya langsung dapat diukur melalui kegiatan belajar mengajar dikelas) yang pada
gilirannya akan tercapai pula tujuan-tujuan pada jenjang diatasnya. Setiap kurikulum
sekolah didalamnya pasti tercantum tujuan-tujuan pendidikan yang harus dicapai melalui
kegiatan pengajaran. Kedua, kurikulum dijadikan pedoman untuk mengatur kegiatan-
kegiatan pendidikan yang dilaksanakan disekolah misalnya telah ditentukan macam-
macam bidang studi, alokasi waktu, pokok bahasan, sumber bahan, metode dan cara
mengajar, alat dan media yang diperlukan disamping itu kurikulum juga mengatur
mengenai hubungan dengan jenis program , cara penyelenggaraan, strategi pelaksanaan,
penanggung jawab dan sebagainya.

1. Fungsi Bagi Sekolah Yang diatasnya.

Dalam hal ini kurikulum dapat mengontrol atau memelihara kesimbangan proses
pendidikan. Dengan mengetahui kurikulum sekolah pada tingkat tertentu , maka
kurikulum pada tingkat diatasnya dapat mengadakan penyesuaian yang mana jika suatu
bidang studi telah diberikan pada kurikulum sekolah ditingkat bawahnya, harus
dipertimbangkan lagi pemilihan bahan pelajaran. Penyesuaian bahan tersebut
dimaksudkan untuk menghindari keterulangan materi yang menyebabkan pemborosan
waktu, dan lebih penting lagi untuk menjaga kesinambungan bahan pengajaran itu.

1. Fungsi bagi Masyarakat.

Para tamatan sekolah memang dipersiapkan untuk terjun dimasyarakat atau tegasnya
untuk bekerja sesuai dengan ketrampilan profesi yang dimilikinya. Oleh karena itu
kurikulum sekolah haruslah mengetahui atau mencerminkan hal-hal yang menjadi
kebutuhan masyarakat atau para pemakai keluaran sekolah. Untuk itu perlu diadakan
kerja sama antara pihak sekolah dengan “pihak luar” dalam hal pembenahan kurikulum
yang diharapkan. Dewasa ini kesesuaian antara program kurikulum dengan kebutuhan
masyarakat harus benar-benar diusahakan, mengingat seringnya terjadi kenyataan bahwa
lulusan sekolah belum siap pakai atau tidak sesuai dengan tenaga yang dibutuhkan dalam
lapangan pekerjaan.

Disamping ketiga fungsi umum diatas, Alexander Inglis, dalam bukunya Principle of
secondary education (1981) menyatakan bahwa fungsi kurikulum adalah sebagai berikut

1. Fungsi Penyesuaian ( the adjustive of adaptive function)


2. 2. Fungsi Pengintegrasian (the integrating function)
3. 3. Fungsi Deferensiasi (the defferentiating function)
4. 4. Fungsi Persiapan (the propaedeutic function)
5. 5. Fungsi Pemilihan (the selective function)
6. 6. Fungsi Diagnostik (the diagnostic function)

1) Fungsi Penyesuaian.

Individu hidup dalam lingkungan yang mana individu tersebut harus mampu
menyesuaikan dirinya terhadap lingkungannya secara menyeluruh. Lingkungan
senantiasa berubah, bersifat dinamis, maka individu-individu harus memiliki kemampuan
untuk menyesuaikan diri secara dinamis. Dan dibalik itu lingkungan juga disesuaikan
dengan kondisi perorangan.

2) Fungsi Pengintegrasian.
Kurikulum berfungsi mendidik pribadi-pribadi yang terintegrasi . oleh karena pribadi itu
sendiri merupakan bagian integral dari masyarakat, maka pribadi yang terintegrasi itu
akan memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan / pengintegrasian dalam
masyarakat.

3) Fungsi Deferensiasi.

Kurikulum perlu memberikan pelayanan terhadap perbedaan-perbedaan perorangan


dalam masyarakat. Pada dasarnya deferensiasi akan mendorong kemajuan sosial dalam
masyarakat. Akan tetapi tidak berarti bahwa dengan adanya deferensiasi kita
mengabaikan solidaritas sosial , melainkan deferensiasi itu sendiri juga untuk
menghindarkan terjadinya stagnasi sosial.

4). Fungsi Persiapan.

Kurikulum berfungsi mempersiapkan siswa agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut
untuk suatu jangkauan yang jauh. Mempersiapkan keampuan untuk belajar lebih lanjut
ini sangat diperlukan mengingat sekolah tidak mungkin memberikan semua apa yang
diperlukan oleh siswa atau memberikan semua apa yang menarik minat mereka.

5).Fungsi Pemilihan.

Antara keperbedaan (deferensiasi) dengan pemilihan (seleksi) adalah dua hal yang erat
sekali hubungannya . pengakuan atas keperbedaan berarti pula diberikannya kesempatan
bagi seseorang untuk memilih apa yang diinginkannya dan menarik minatnya. Kedua hal
tersebut merupakan kebutuhan bagi masyarakat yang menganut sistem demokrasi . untuk
mengembangkan kemapuan-kemampuan tersebut , maka kurikulum perlu disusun secara
luas dan bersifat fleksibel atau luwes.

6). Fungsi Diagnostik.

Salah satu segi pelayanan pendidikan ialah membantu dan mengarahkan para siswa agar
mereka mampu memahami dan menerima dirinya sehingga dapat mengembangkan
semua potensi yang dimilikinya. Ini dapat dilakukan apabila mereka menyadari semua
kelemahan dan kekuatan yang dimilikinya. Sehingga selanjutnya dia sendiri yang
memperbaiki kelemahan itu dan mengembangkan sendiri kekuatan yang ada. Fungsi
yang demikian ini merupakan salah satu fungsi kurikulum dalam mengdiagnosa dan
membimbing para siswa agar dapat berkembang secara optimal.

Fungsi-fungsi tersebut dilaksanakan oleh kurikulum secara keseluruhan. Fungsi-fungsi


itu memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan para siswa sejalan
dengan arah dari filsafat pendidikan dan tujuan pendidikan yang diharapkan oleh institusi
pendidikan yang bersangkutan.

1. D. PENDEKATAN STUDI KURIKULUM.


Studi tentang kurikulum sering mempertanyakan tentang jenis pendekatan apa yang
dipergunakan dalam pembahasan atau dalam penyusunan kurikulum tersebut.
Penggunaan sesuatu jenis pendekatan (approach) atau orientasi pada umumnya
menentukan bentuk dan pola yang dipergunakan oleh kurikulum tersebut. Menurut
perkembangannya, dapat dikembalikan kedalam empat teori pendekatan, yakni :
pendekatan matapelajaran, pendekatan inter disipliner, pendekatan integratif, dan
pendekatan sistem. Keempat pendekatan ini masing-masing memiliki penekanan sendiri-
sendiri.

1. Pendekatan Matapelajaran.

Pendekatan ini bertitik tolak dari matapelajaran (Subject matter) seperti sejarah, ekonomi,
ilmu biologi dan sebagainya , setiap matapelajaran masing-masing berdiri sendiri sebagai
suatu disiplin ilmu, tersimpan dalam kotak-kotak matapelajaran. Matapelajaran itu
terlepas satu sama lain, tidak ada hubungannya satu sama lain. Bahkan terdapat
kecenderungan dimana setiap matapelajaran itu menganggap dirinya yang paling penting.
Itu sebabnya pola kurikulum merupakan kurikulum yang terpisah-pisah. Sistem
pembagian tanggung jawab guru adalah “ guru matapelajaran “ contohnya
matapelajaran Biologi, matematika dan lain-lain , inilah yang mengembangkan
kurikulum matapelajaran .

1. Pendekatan Inter disipliner.

Suatu peristiwa dalam masyarakat akan mempengaruhi segi-segi kehidupan lainnya. Itu
sebabnya kita tidak mungkin meninjaunya hanya dari satu segi saja, juga tidak mungkin
dibahas hanya dengan menggunakan satu matapelajaran melainkan harus ditinjau dari
berbagai macam segi ilmu pengetahuan. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas,
maka para ahli berpendapat , bahwa sebaiknya kurikulum sekolah tidak disusun
berdasarkan mata-mata pelajaran yang terpisah, melainkan sejumlah matapelajaran yang
memiliki ciri-ciri yang sama dipadukan menjadi suatu bidang studi . pendekatan
demikian dewasa ini disebut dengan pendekatan inter-disipliner yang berdasarkan pada
bidang studi sepeti Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Matematika,
Bahasa dan lain-lain.

Pendekatan inter-disipliner terdiri dari tiga jenis pendekatan , ialah pendekatan strukturil,
pendekatan fungsional dan pendekatan daerah.

Pendekatan Struktural bertitik tolak dari suatu struktur tertentu yang terdiri dari suatu
disiplin ilmu yang mempelajari berbagai macam disiplin ilmu-ilmu yang lain contohnya
kita mempelajari topik ilmu bumi, kemudian dipelajarilah dari segi sejarahnya,
ekonominya, antropologi yang tentu saja berada dalam suatu bidang studi yang sama,
dalam hal Ilmu Pengetahuan Sosial.

Pendekatan Fungsional bertitik tolak dari suatu masalah tertentu didalam masyarakat
atau lingkungan sekolah. Masalah dipilih dan akan dipelajari tersebut adalah masalah-
masalah yang berfungsi dan bermakna bagi kehidupan manusia. Berdasarkan masalah-
masalah tersebut maka dipelajarilah aspek-aspek dari berbagai disiplin yang berada
didalam suatu bidang studi yang sama, yang dinilai relevan dengan masalah yang sedang
dipelajari.

Pendekatan Daerah. Bertitik tolak dari pemilihan suatu daerah tertentu sebagai subjek
pelajaran, berdasarkan daerah tersebut kemudian dipelajari tentang ekonominya,
antropologinya, geografinya, adat-istiadanya dan sebagainya. Hal-hal yang dipelajari
tentu saja adalah hal-hal yang relevandengan daerah tersebut dan berada dalam bidang
studi yang sama.

1. Pendekatan Integratif.

Pendekatan ini bertitik tolak dari suatu keseluruhan atau suatu kesatuan yang bermakna
dan berstruktur. Bermakna berarti bahwa setiap suatu keseluruhan itu memiliki makna,
arti, faedah, yang merupakan totalitas yang memiliki maknanya sendiri. Tinjauan ini
berasumsi bahwa setiap bagian yang ada dalam keseluruhan itu berada dan berfungsi
dalam suatu struktur tertentu. Pendidikan anak adalah pendidikan yang seluruhnya ,
pendidikan dalam rangka pembentukan pribadi yang terintegrasi. Karena itu kurikulum
harus disusun sedemikian rupa sehingga mampu mengembangkan pribadi yang utuh ,
yang bulat dengan mempertimbangkan bahwa anak adalah potensial dan sedang
berkembang dan merupakan suatu organisme yang hidup, yang seimbang, dalam
masyarakat yang senantiasa berkembang pula.

1. Pendekatan Sistem .

Sistem adalah suatu totalitas yang terdiri sejumlah komponen atau bagian-bagian .
komponen-komponen itu saling berhubungan dan saling berpengaruh satu sama lain.
Pendekatan sistem dipergunakan juga sebagai suatu sistem berpikir. Bahkan pendekatan
sistem dewasa ini dikembangkan juga dalam rangka pembaharuan pendidikan. Langkah-
langkah yang diikuti melalui proses , indentifikasi dan merumuskan masalah, perumusan
tujuan-tujuan yang diinginkan, penentuan alternatif jawaban, penentuan melalui suatu
analisis/esperimen , selanjutnya kesalahan tersebut direvisi , dan langkah yang terakhir
yakni evaluasi.

Dari uraian diatas, maka jelasnya bahwa dalam penyusunan suatu program pendidikan
dan kurikulum sangatlah penting ditentukan terlebih dahulu jenis pendekatan apa yang
akan dipergunakan . Namun demikian tidaklah berarti bahwa dalam penyusunan
kurikulum hanya digunakan suatu pendekatan saja , melainkan beberapa jenis pendekatan
dapat saja dipegunakan sekaligus, hal mana dapat kita temukan dalam pembinaan
kurikulum tahun 1975.

1. E. PERANAN GURU DALAM PEMBINAAN KURIKULUM.

Dalam studi tentang ilmu mengajar dan kurikulum, maka masalah guru senatiasa
mendapat temapt dalam pembahasannya, disebabkan oleh karena guru mengemban
peranan yang penting dalam berhasil atau tidaknya proses pendidikan. Bahkan pandangan
mutakhir menyatakan bahwa “ betapapun bagus dan indahnya suatu kurikulum, maka
berhasil atau gagalnya kurikulum tersebut pada akhirnya terletak ditangan pribadi guru “.

Oleh sebab itu maka masalah profesi keguruan, tantangan-tantangan yang dihadapi oleh
seorang guru propesional, peranan guru dalam pembiaan kurikulum dan masalah
pendidikan guru sangat perlu kita bahas.

Profesi guru dan tantangan-tantangan yang dihadapi. Bahwa jabatan guru adalah suatu
jabatan yang profesional, kiranya sudah bukan merupakan persoalan lagi . Pengakuan
terhadap profesi ini sudah meluas dan mendapatkan tempat tersendiri dalam ruang
lingkup kehidupan profesional dalam masyarakat. Guru yang profsional adalah guru
yang memiliki keahlian sebagai guru, yang keahlian mana yang tidak dimiliki oleh
profesi manapun. Karena itu sebagai suatu profesi tentulah harus berbagai persyaratan
khusus. Seorang guru tidak hanya harus memenuhi berbagai kualifikasi, baik
kepribadian, kemampuan mengajar, penguasaan spesialisasi dalam bidang studi tertentu
tetapi juga harus memiliki kemampuan dalam rangka pembinaan kurikulum, terutama
kurikulum dari sekolah dimana ia bertugas.

Dalam hubungan dengan pembinaan dan pengembangan kurikulum itu, beberapa masalah
dan tantangan perlu dihadapi secara seksama, seperti masalah-masalah sebagai berikut :

(1) Masalah-masalah dalam hubungan dengan tujuan dan hasil –hasil kurikulum yang
duharapkan oleh sekolah, seperti :

1. Untuk siapa kurikulum itu disediakan /


2. Apakah kurikulum itu bermaksud mendidik siswa agar mampu menyesuaikan diri
atau agar mereka mampu mengikuti perubahan sosial ?
3. Apakah kurikulum bermaksud mempersiapkan siswa untuk masa depannya atau
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan sekarang ?
4. Apakah kurikulum disesuaikan dengan minat dan kebutuhan perorangan atau
minat dan kebutuhan yang bersifat umum ?
5. Bagaimanakah tujuan-tujuan diperbaiki guna mencapai hasil-hasil pendidikan
yang lebih baik ?

(2) Masalah-masalah yang berhubungan dengan isi dan organisasi kurikulum, seperti :

1. Ukuran apa yang digunakan untuk memilih bahan dan pengalaman-pengalaman


kurikuler ?
2. Apakah kurikulum disusun berdasarkan mata pelajaran dan apakah diusahakan
diadakan korelasi ?
3. Jenis-jenis kegiatan dan pengalaman-pengalaman apakah yang terdapat dalam
kurikuler ?
4. Pengalaman-pengalaman apakah yang diwajibkan dan yang mana yang bersifat
pilihan ?
5. Bagaimana cara memperbaiki seleksi dan organisasi bahan-bahan pelajaran dan
pengalaman-pengalaman ?
(3) Masalah-masalah dalam hubungan dengan proses penyusunan kurikulum dan revisi
kurikulum.

1. Mulai dari mana kurikulum disusun dan direvisi ?


2. Sumber-sumber informasi apa yang dapat dimanfaatkan untuk menyusun
kurikulum ?
3. c. Langkah-langkah apa yang akan dilakukan dalam mengadakan perubahan
(revisi) kurikulum secara menyeluruh ?
4. d. Bagaimana cara memperbaiki proses penyusunan kurikulum ?

Kemudian kita akan melihat dari segi peranan guru dalam pembinaan kurikulum, dimana
pembinaan kurikulum melibatkan banyak pihak, terutama guru yang bertugas dikelas.
Setiap guru mengemban tanggung jawab secara aktif dalam perencanaan,
pelaksanaan, penilaian, pengadministrasian dan perubahan kurikulum. Sejauh
mana guru terlibat didalamnya akan turut menentukan keberhasilan pengajaran disekolah.

Sejauh Manakah Peranan Guru Dalam Perencanaan Kurikulum.?

Kurikulum disusun oleh suatu lembaga tertentu (diIndonesia kurikulum disusun oleh
BP3K). umumnya kurikulum dirancang oleh seorang ahli kurikulum dengan bantuan ahli
psikologi belajar dan ahli dalam bidang studi, para guru bidang studi yang telah
dipandang telah memiliki pengalaman yang luas dan berpandangan luas, juga diikut
sertakan dalam penyusunan kurikulum. Sehinggan kurikulum yang baru disusun akan
cocok dengan kebutuhan sekolah dan tanggung jawab guru.

Keberhasilan Kurikulum Sebagaian Besar Terletak Di Tangan Guru Selaku Pelaksanaan


Kurikulum.

Para guru bertanggung jawab sepenuhnya dalam pelaksanaan kurikulum , baik secara
keseluruhan maupun tugas sebagai penyampaian bidang studi /matapelajaran sesuai
dengan Garis-Garis Besar Program Pengajaran yang telah dirancang dalam kurikulum itu.
Guru hendaknya dapat melakukan penyesuaian seperlunya dengan kebutuhan setempat.
Karena itu peranannya baik selaku pengajar, pembimbing, manager, maupun selaku
ilmuwan dan selaku pribadi perlu dicurahkan sedemikian rupa sehingga kurikulum
tersebut berhasil pelaksanaannya dikelas atau disekolah. Tanggung jawab ini menuntut
kepada guru agar memahami sebaik mungkin tentang tujuan, isi dan organisasi serta
sistem penyampaian , sehingga kualitas dan kuantitas hasil pengajaran yang diberikannya
mencapai target yang dikehendaki.

Bagaimana Peranan Guru Sebagai Penggelola Kurikulum ?

Sebagai penggelola kurikulum, guru bertanggung jawab membuat perencanaan mengajar


(rencana tahunan, rencana bulanan, rencana permulaan mengajar, dan rencana harian),
baik dalam bentuk perencanaan unit maupun dalam pembuatan model satuan pelajaran.
Tugas sebagai penggelola kurikulum sejalan dengan peranan-peranan lainnya, yang
sekaligus menunjang pembinaan dan pengembangan kurikulum disekolah.
Peranan Apakah Yang Dilakukan Oleh Guru Dalam Perubahan Kurikulum ?

Perubahan kurikulum merupakan bagian daripada usaha pembaharuan dalam pendidikan,


karena itu sudah tentu melibatkan banyak pihak yang terlibat dalam proses pendidikan.

Guru selaku komponen pendidikan, mau tidak mau tentu telibat dalam pembaharuan
kurikulum yang dilakukan. Jadi guru harus ikut aktif dalam usaha perubahan kurikulum.
Perubahan kurikulum memandang perlu memperoleh berbagai input berupa saran ,
pengalaman guu yang bersangkutan dalam rangka perubahan kurikulum, umunya dalam
langkah pertama dilakukan penilaian terhadap kurikulum yang sedang berjalan guna
melihat kebaikan-kebaikan dan kelemahan-kelemahan yang ada dari berbagai aspek.
Bahkan sejumlah guru yang berpengalaman sering diikut sertakan dalam panitia
pembaharuan kurikulum bersama-sama dengan para pejabat yang berwenang dan
ditunjuk oleh Departemen Pendidikan.

BAB II

FILSAFAT PENDIDIKAN, TUJUAN PENDIDIKAN,

DAN KURIKULUM

1. A. TENTANG FILSAFAT.

Filsafat dalam kehidupan manusia merupakan sesuatu yang tak terpisahkan. Hal itu
bukan saja disebabkan sejarahnya yang panjang, melainkan juga karena ajaran filsafat
telah menguasai kehidupan manusia masa kini, dan bahkan telah menjangkau masa depan
dalam bentuk bentuk idiologi.

Pengertian filsafat itu sendiri sulit didefinisikan apalagi karena ia bersifat abstrak. Kata
filsafat berasal dari bahasa Yunani Filos dan Sofia yang berarti “ Cinta Kebijaksanaan “
atau “ Belajar “ . Dewasa ini kata filsafat kini mengandung dua pengertian, yaitu :

(1). Filsafat sebagai aktivitas pikiran murni ; kegiatan akal manusia dalam usaha untuk
mengerti secara mendalam tentang segala sesuatu. Jadi pengertian filsafat disini
adalahberfilsafat. Ia merupakan suatu daya pikir manusia yang bertingkat tinggi atau
bahkan tertinggi.

(2). Filsafat sebagai produk kegiatan berfikir murni manusia. Filsafat sebagai suatu wujud
ilmu sebagai hasil pemikiran dan penyelidikan kegiatan berfilsafat tersebut. Dengan
demikian filsafat dalam arti ini adalah sebagai bentuk perbendaharaan yang terorganisasi
yang memiliki sistematika tertentu

Filsafat merupakan suatu ilmu yang tertua yang mendahului ilmu-ilmu pengetahuan yang
lain. Pada dasarnya sebagaian besar ilmu dewasa ini berasal dari filsafat.
Filsafat merupakan suatu lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat luas.
Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya pikir manusia, ia mencoba mengerti ,
menganalisis, menilai, dan menyimpulkan semua persoalan dalam menjangkau pemikiran
manusia secara kritis dan mendalam. ia akan melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang
hakiki walau juga bersifat relatif dan subjektif .

Ajaran filsafat yang kemudian dijadikan pandangan hidup suatu bangsa didunia ini dapat
disebutkan kapitalis, sosialis, komunisme, pancasila dan sebagainya. Tiap ideologi itu
masing-masing mengandung sistem nilai yang berisi pandangan tentang baik-buruk,
benar-salah apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindarkan . pendeknya ia
merupakan sumber hukum yang berlaku. Sistem nilai itu merupakan sesuatu yang telah
diyakini betul kebenarannya oleh suatu bangsa.

Oleh karena itu terdapat perbedaan pandangan hidup antara tiap bangsa, maka apa yang
dianggap dan diyakini kebenarannya oleh suatu bangsa belum tentu diperlukan sama
oleh bangsa lain.

Seperti dikemukan diatas , adanya perbedaan ajaran filsafat disebabkan adanya nilai
relatif dan subyektif manusia . dilihat dari segi ini sebenarnya adanya perbedaan pendapat
itu tidak disebabkan oleh maksud buruk manusia , melainkan suatu manisfestasi hasrat
kreatif untuk menyumbangkan perbendaharaan kultural bagi kesejahteraan umat manusia.

1. B. PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN.

Pengertian filsafat pendidikan secara sederhana sudah dapat dimengerti dari namanya
sendiri, yaitu filsafat yang dijadikan dasar pandangan bagi pelaksanaan pendidikan. Akan
tetapi persoalan sesungguhnya tidaklah sesederhana itu. Pengertian filsafat sebagai ilmu
yang paling komprehensif, dan pengertian pendidikan sebagai ilmu dan lembaga
pembinaan manusia sedemikian luas lingkup dan permasalahannya.

Pandangan hidup yang telah diyakini kebenarannya oleh suatu bangsa biasanya
diwariskan kepada generasi berikutnya. Hal itu dimaksudkan untuk menjaga kelestarian
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sarana yang paling praktis dan efektif untuk mewariskan ide-ide filsafat kepada generasi
penerus bangsa adalah melalui pendidikan. Dalam hal ini tiap filsafat negara berarti pula
dasar filsafat pendidikan bangsa itu. Karena pendidikan adalah lembaga yang
melaksanakan pembinaan manusia baik sebagai warga negaramaupun sebagai pribadi.
Pendidikan harus mampu melaksanakan tugas mengamankan dan mewariskan secara
konsekuen nilai-nilai filsafat bangsa dan negara demi kelangsungan hidup dan eksistensi
bangsa itu . setiap bangsa yang melaksanakan aktivitas pendidikan secara prinsipal adalah
untuk membina nilai-nilai filosofis bangsa itu , setelah itu barulah dimaksudkan untuk
membina aspek-aspek pengetahuan dan kecakapan-kecakapan yang lain.

Bidang ilmu pendidikan dengan segala cabangnya merupakan landasan ilmiah bagi
pelaksanaan pendidikan yang terus berkembang secara dinamis dan terus menerus.
Filsafat pendidikan sesuai dengan peranannya merupakan landasan filosofis yang
menjiwai seluruh kebijaksanaan dan pelaksanaan pendidikan. Kedua hal tersebut harus
menjadi pengetahuan dasar bagi setiap pelaksana pendidikan.

Aktivitas pendidikan pada hakekatnya adalah membantu manusia untuk mencapai


kedewasaan dan kematangan. Potensi manusia yang paling alamiah adalah tumbuh dan
berkembang untuk menuju kedua hal itu. Akan tetapi kita melihat kenyataan bahwa tidak
semua manusia dapat berkembang sebagaimana yang diharapkan. Timbulah berbagai
pemikiran tentang adanya hal-hal yang mempengaruhi proses kedewasaan dan
kematangan tersebut, seperti ada tokoh yang mengatakan bahwa perkembangan manusia
mutlak ditentukan oleh faktor (Nativis), sebaliknya ada tokoh yang mengatakan bahwa
pengaruh mutlak berasal dari lingkungan atau pendidikan (Empiris), dan ada pendapat
yang mengabungkan antara bakat dan pendidikan (Konvergensi).

Dari pembicaraan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam filsafat pendidikan terkandung
nilai-nilai, cita-cita, gambaran tentang tingkah laku individu atau masyarakat yang
diharapkan. Hal itu mempunyai dampak bagi seorang pendidik sebagai pelaksana
pendidikan. Seorang pendidik harus memiliki “Filsafat” yang sistematis-logis, dan
menyakini betul nilai-nilai yang menjadi pandangan hidup bangsa. Cara berpikir,
berperasaan, bersikap, dan bertingkah laku harus dapat mencerminkan atau merupakan
manifestasi gambaran tentang masyarakat yang diharapkan terwujud. Hal itu disebabkan
tugas guru yang harus membantu mengarahkan anak-anak untuk membentuk filsafat
hidupnya yang sehat yang mencerminkan isi filsafat pendidikan, yaitu Pancasila.

1. C. FUNGSI FILSAFAT PENDIDIKAN.

Antara filsafat dan pendidikan terdapat suatu pertalian yang tak terpisahkan. Peranan
filsafat pendidikan adalah sebagai pendorong dilakukannya aktivitas pendidikan. Filsafat
berperanan menetapkan ide-ide, nilai-nilai, cita-cita, sedang pendidikan bertugas
merealisasikan ide-ide dalam ajaran filsafat tersebut menjadi kenyataan dalam bentuk
tingkah laku dan kepribadian. Dengan demikian , filsafat pendidikan dijadikan dasar
orientasi kegiatan sistem pendidikan, dijadikan arah dan tujuan kegiatan pendidikan yang
dijalankan.

Dalam Modern Philosophies Of Education (1962), Brubarcher mengemukakan fungsi-


fungsi filsafat pendidikan dalam empat kategori sebagai berikut :

(1) Fungsi Spekulatif : Filsapat pendidikan berusaha mengerti keseluruhan


persoalan pendidikan dan mencoba merumuskan dalam satu gambaran pokok sebagai
pelengkap bagi data-datayang telah ada dari segi ilmiah. iA berusaha mengerti segala
persoalan pendidikan dan hubungannya dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
pendidikan.

(2) Fungsi Normatif : Filsafat pendidikan menentukan arah dan maksud pendidikan.
Azas ini tersimpul dalam tujuan pendidikan , yaitu macam atau keadaan masyarakat
seperti apa yang secara ideal diharapkan khususnya yang berkaitan dengan norma-norma
moral. Filsafat pendidikan memberikan norma-norma dan pertimbangan-pertimbangan
bagi kenyataan-kenyataan normatif ilmiah.

(3) Fungsi Kritik : Filsafat pendidikan memberikan dasar bagi pengertian kritis
dan rasional dalam mempertimbangkan dan menafsirkan data-data ilmiah . misalnya, data
pengukuran analisis evaluasi baik kepribadian maupun prestasi , bagaimana menetapkan
klasifikasi prestasi itu secara tepat dengan data-data objektif. Disamping itu, ia juga
menetapkan asumsi dan hipotesis yang lebih masuk akal.

(4) Fungsi Teoritis : Semua ide, konsepsi, analisis dan kesimpulan filsafat
pendidikan adalah berfungsi teoritis. Pada giliran selanjutnya, teori itu dapat dijadikan
dasar pijakan bagi pelaksanaan pendidikan. Filsafat pendidikan memberikan prinsif-
prinsif umum bagi suatu kegiatan praktik khususnya praktik dalam dunia pendidikan.

1. D. TUJUAN PENDIDIKAN DAN TUJUAN KURIKULUM.

Tujuan pendidikan terdiri dari dua jenis tujuan, yakni tujuan pendidikan nasional dan
tujuan pendidikan yang secara bertingkat mendasari tujuan pendidikan institusional,
tujuan kurikuler dan tujuan instruksional.

1) Tujuan Pendidikan Nasional

merupakan tujuan pendidikan yang didasarkan pada falsafah negara yaitu Pancasila
bersifat umum dan luas yang hendak dicapai dalam jangka waktu yang lama (Jangka
Panjang) yang merupakan dasar bagi tujuan pendidikan di Indonesia, karena tujuan ini
merupakan tujuan akhir dalam pendidikan. Tujuan nasional merupakan landasan bagi
semua tujuan pendidikan dari semua institusi pendidikan, baik pendidikan formal,
informal maupun non formal.

Karena tujuan pendidikan nasional ini dijadikan pedoman bagi semua kegiatan
pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan di negara kita, maka perumusan tujuan
tersebut haruslah disusun oleh suatu lembaga yang berfungsi menggariskan
kebijaksanaan-kebijaksanaan pada tingkat nasional, yakni Majelis Permusyawaratan
Rakyat, yang mewakili semua aspirasi, keinginan dan cita-cita masyarakat dan bangsa
secara keseluruhan.

2) Tujuan Pendidikan Kelembagaan atau tujuan Institusional.

Setiap lembaga pendidikan memiliki tujuannya sendiri yang berbeda satu sama lainnya
sesuai dengan fungsi lembaga pendidikan bersangkutan. Dalam tujuan ini terkandung
rumusan yang bersifat umum yang mengambarkan kualifikasi umum lulusan setiap
lembaga pendidikan. Perumusan Tujuan-tujuan institusional berpedoman pada tujuan
pendidikan nasional, sehingga menjadi pedoman dalam penyusunan program mengajar
dan belajar disekolah tersebut.

3) Tujuan Kurikuler.
Tujuan Kurikuler adalah tujuan yang pencapaiannya dibebankan kepada program suatu
bidang pelajaran . perumusan suatu tujuan-tujuan kurikuler ini didasarkan kepada tujuan
institusional, sehingga pelajaran untuk bidang pelajaran bersangkutan betul-betul
singkron dengan tujuan umum pendidikan. Tujuan ini tertuang dalam GBPP tiap bidang
studi. Citra terhadap tujuan kurikuler ini adalah terbentuknya siswa yang
berkepribadian , berilmu pengetahuan dan berketrampilan dalam berbagai macam mata
pelajaran. Penanggung jawab terhadap tujuan kurikuler ini adalah guru bidang studi.

4) Tujuan Intruksional

Tujuan kurikuler tiap bidang studi biasanya masih cukup komplek dan abstrak, maka
kemudian ia dijabarkan lagi menjadi tujuan-tujuan yang lebih kongkret dan operasional.
Tujuan yang dimaksud adalah tujuan Intruksional yaitu tujuan yang pencapaiannya
dibebankan kepada tiap pokok bahasan yang terdapat dalam tiap bidang studi. Tujuan
Intruksional inilah yang lazim disebut sebagai tujuan pengajaran karena pencapaian
tujuan itu langsung dapat diketahui pada setiap kegiatan pengajaran yang dilakukan.

Secara struktural tujuan instruksional dibawahi langsung oleh tujuan kurikuler. Citra
yang ingin dicapai dari tujuan instruksional adalah siswa dapat mengembangkan
kepribadian, kemampuan berpikir dan ketrampilan dalam hal-hal yang sedang dipelajari.

Perumusan tujuan instruksional ini umunya masih belum operasional, maka dalam
pelaksanaan pengajaran disekolah ia masih dijabarkan menjadi tujuan yang benar-benar
operasional yang disebut dengan tujuan instruksional Khusus. Tujuan inilah yang paling
konkrit dan hasilnya langsung dapat diukur dengan tingkah laku yang operasional.

Untuk mencapai tujuan pendidikan yang bersifat seutuhnya, kurikulum harus mampu
menjalankan fungsi mengikat tujuan-tujuan instruksional yang telah dicapai siswa dalam
kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian pada diri siswa diharapkan terbentuk
menjadi seseorang yang dapat dideskripsikan baik oleh tujuan kurikuler, tujuan
institusional maupun tujuan nasional.

1. MANFAAT TUJUAN.

Kegiatan apapun yang dilakukan agar tidak kehilangan arah dan pegangan harus
mempunyai tujuan yang jelas . tujuan-tujuan yang telah ditentukan itulah yang harus
dijadikan dasar orientasi atau acuan dalam pencapaian tujuan tersebut.

Dalam usaha pengembangan kurikulum sekolah kitapun harus medasarkan diri pada
tujuan yang berisi gambaran keluaran pendidikan yang diharapkan. Oleh karena itu,
masalah tujuan itu termasuk dalam kerangka perencanaan dan penilaian dalam
pengembangan kurikulum sekolah dan pengajaran. Kurikulum atau pengajaran tanpa
tujuan diibaratkan akan memulai perjalanan tanpa atau bahkan tanpa mempunyai arah.

Peranan atau manfaat tujuan dalam kegiatan pengembangan kurikulum disekolah dapat
disebutkan sebagai berikut :
1) Tujuan akan menjadi pengangan atau membimbing para pengembang kurikulum
dalam mendesain materi pelajaran pada kurikulum yang baru yang dirasa lebih efektif
(Davies : 73, Pratt : 145).

2) Tujuan sebagai sarana untuk memberikan , mengajarkan atau mewariskan nilai-


nilai , yaitu yang berisi pandangan hidup bangsa yang diyakini betul kebenarannya
kepada anak didik.

3) Tujaun akan memberikan pegangan bagi guru sebagai pelaksana kegiatan


pengajaran untuk mengkreasikan pengalaman-pengalaman belajar.

4) Tujuan memberikan informasi kepada siswa tentang apa yang diharapkan dari
kegiatan belajar mereka, atau tentang apa yang harus dipelajari.

5) Tujuan memungkinkan orang melakukan evaluasi terhadap keberhasilan program


kegitan (Belajat mengajar) yang telah dilakukan.

6) Tujuan akan memungkinkan masyarakat mengetahui secara pasti tentang apa yang
akan dicapai (atau misi) oleh suatu sekolah.

1. F. KRITERIA TUJUAN KURIKULUM.

Kurikulum sekolah yang disusun bagaimanapun juga dimaksudkan agar dapat


dilaksanakan dengan efektip dan efisien, karena tujuan merupakan faktor yang
menetukan , penyusunan tujuan-tujuan itu harus benar-benar dipertimbangkan dengan
cermat yaitu melalui suatu kriteria-kriteria dalam penyusunan kurikulum yaitu :

1) Tujuan harus selalu konsisten dengan tujuan tingkat atasnya.

Tujuan yang bersifat penjabaran dari suatu tujuan yang lebih tinggi jenjangnya harus
sesuai dengan atau tidak bertentangan dengan hal-hal yang diisyaratkan oleh tujuan
tersebut.

2) Tujuan harus tepat, seksama, dan teliti

Tujuan hanya berguna jika dirumuskan secara teliti dan tepat sehinggan memungkinkan
orang mempunyai kesamaan pengertian terhadapnya.

3) Tujuan harus diiddentifikasikan secara spesifik yang mengambarkan keluaran


belajar yang dimaksudkan.

Tujuan harus menunjukan secara jelas tentang apa yang akan dicapai setelah
melaksanakan suatu kegiatn belajar.

4) Tujuan bersifat Relevan


Tujuan harus mempunyai relevansi baik terhadap kemampuan personal maupun pada
kemampuan sosial.

5) Tujuan Harus mempunyai kemungkinan untuk dicapai.

Tujuan yang dirumuskan harus memungkinkan orang , pelaksana kurikulum untuk


mencapainya sesuai dengan kemampuan yang ada.

6) Tujuan Harus memenuhi kriteria kepantasan.

Tujuan ini yaitu menyarankan pada kegiatan memilih tujuan yang dianggap lebih
memiliki potensi, bersifat mendidik, dan lebih bernilai dari tujuan-tujuan yang lain.

BAB III

TEORI BELAJAR DAN KURIKULUM

1. PENGERTIAN BELAJAR.

Menurut pandangan tradisional, belajar sekedar diartikan sebagai usaha memperoleh dan
mengumpulkan sejumlah ilmu pengetahuan. Atau belajar adalah usaha mendapatkan
pengetahuan melalui pengalaman (Bower dan Hilgard, 1981; 2). Tidak berbeda dengan
pengertian tersebut adalah pengertian belajar yang dikemukakan oleh Kimble dan
Garmezy (Brown, 1980 ; 7) menurutnya belajar adalah suatu kecenderungan dalam
pengubahan tingkah laku yang secara relatif bersifat fermanen dan sebagai hasil dari
praktek yang bersifat menguatkan.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa belajar adalah pengubahan tingkah laku yang
disebabkan adanya interaksi dengan lingkungan. Lingkungan disini dikatakan sangat
luas, bukan semata-mata berupa buku pelajaran, melainkan juga sekolah, individu, orang
tua, masyarakat, alam, kebudayaan dan sebagainya. Seseorang dikatakan telah
mengalami peristiwa belajar jika ia mengalami perubahan dari tidak tahu menjadi tahu
serta mengalami suatu perubahan peningkatan kualitas dari cara sebelum ia belajar. Pada
hakekatnya, perubahan tingkah laku juga berarti perubahan kepribadian pada diri si
belajar, tingkah laku itu dapat meliputi pengetahuan, sikap, ketrampilan, kemampuan,
kebiasaan-kebiasaan, perasaan, interaksi sosial dan sebagainya.

Tafsiran tentang belajar ada bermacam-macam tergantung pada para ahli yang memuat
rumusan itu, dalam hal mana sangat ditentukan oleh aliran fsikologi yang dianutnya.
Dalam fsikologi belajar kita akan mengenal beberapa aliran yang masing-masing
mempunyai konsep tentang belajar. Setiap teori mempunyai implikasinya sendiri
terhadap penyusunan kurikulum. Beberapa teori tersebut akan kita bahas berikut ini ;

1. Fsikologi Daya.
Pandangan ini berpendapat, bahwa dalam diri manusia terdapat berbagai daya , dimana
daya-daya tersebut harus dilatih agar dapat berfungsi , seperti mengingat, berpikir,
merasakan, berkehendak dan sebagainya.

Implikasinya , bahwa kurikulum harus menyediakan matapelajaran-matapelajaran yang


dapat mengembangkan daya-daya itu. Tekanannya bukan terletak pada materinya
melainkan terletak dari segi peranan matapelajaran guna pembentukan daya-daya, karena
belajar berarti melatih daya-daya , secara efisien dan ekonomis

1. Teori Mental State (Fsikologi assosiasi ala J. Herbart).

Jiwa manusia sesungguhnya terdiri dari kesan-kesan/tanggapan-tanggapan yang masuk


melalui alat indria, dan kemudian berassosiasi satu sama lain yang kemudian membentuk
mental/kesadaran manusia. Kesan-kesan itu akan bertambah dalam tertanam dalam
kesadaran apabila melalui latihan-latihan. Belajar berarti menanamkan bahan pelajaran
sebanyak-banyaknya dan yang memiliki nilai ethis, nilai-nilai yang baik.

Implikasinya adalah kurikulum harus disusun dari sejumlah matapelajaran yang


mengandung pengetahuan yang luas. Matapelajaran –matapelajaran itu disusun dalam
organisasi yang terpisah satu sama lain.

1. Fsikologi Behaviorisme .

Aliran ini bertitik tolak dari anggapan , bahwa kesan-kesan dan ingatan sesungguhnya
adalah merupakan kegiatan-kegiatan organisme. Jika manusia tidak dapat diamati , tetapi
kelakuan jasmaniah dapat diamati. Kelakuan itulah yang dapat menjelaskan segala
sesuatu tentang jiwa manusia. Kelakuan itu adalah sebagai jawaban terhadap perangsang-
perangsang atau stimulus dari luar.

Implikasi adalah bahwa dengan mempelajari kelakuam-kelakuan manusia, maka dapat


disusun suatu program pendidikan yang serasi dan memuaskan.

B. FAKTOR-FAKTOR BELAJAR.

Dalam penyusunan kurikulum juga perlu kita perhatikan beberapa faktor belajar . faktor-
faktor tersebut adalah :

1. Kegiatan Belajar.

Belajar memerlukan banyak kegiatan yang mana pengajaran yang efektif ialah apabila
anak yang aktif sedangkan guru bertindak selaku pembimbing.

1. Latihan dan ulangan

Didalam kurikulum diperlukan suatu alokasi waktu yang memadai sehingga


memungkinkan untuk diberikan ulangan, latihan dan penggunaan hasil belajar.
1. Kepuasan dan Kesenangan

Kurikulum harus disusun sedemikian rupa sehingga menyenangkan para siswa dalam
melakukan kegiatan belajar, juga kepuasan akan muncul apabila siswa mengetahui akan
perkembangan belajarnya.

1. Asosiasi dan Transfer.

Pengalaman –pengalaman yang diperoleh , antara pengalaman lama dengan pengalaman


baru, harus diasosiasikan agar menjadi suatu kesatuan. Pengalaman dan suatu situasi
perlu diasosiakan dengan pengalaman dan situasi lain sehinggan mudah untuk transfer
hasil belajar.

1. Pengalaman masa lampau.

Pengalaman dan pengertian yang telah dimiliki oleh siswa , akan memudahkan menerima
pengalaman –pengalaman baru.

1. Kesiapan dan Kesedian Belajar.

Faktor kesiapan turut serta menentukan hasil belajar. Kesiapan mengandung arti kesiapan
mental, sosial, emosional dan fisik. Kesiapan akan memudahkan siswa belajar dan akan
lebih berhasil.

1. Minat dan Usaha.

Belajar dengan penuh minat akan lebih mendorong untuk belajar lebih baik dan akan
meningkatkan hasil gelajar. Minat belajar akan timbul apabila siswa merasa tertarik
terhadap apa yang akan dipelajari .

1. Psikologis.

Kesehatan dan keseimbangan jasmani siswa perlu mendapat perhatian sepenuhnya , oleh
sebab itu kondisi fisikologis ini akan berpengaruh pada kosentrasi, kegiatan dan hasil
belajar.

1. Intelegensi atau kecerdasan.

Kemajuan belajar juga ditentukan oleh tingkat perkembangan intelegensia, sehingga


kurikulum harus disusun berdasarkan tingkat intelengensi siswa.

Belajar dan Implikasinya terhadap penyusunan kurikulum adalah :

1. Perenncanaan kurikulum harus bersifat fleksibel (luwes) dan menyediakan suatu


program yang luas guna pengembangannya pangalaman-pengalaman belajar.
2. Kurikulum harus dikembangkan berdasarkan latar belakang siswa dan
keseluruhan lingkungannya agar pengalaman belajar yang diperolehnya bermakna
dan bertujuan.
3. Pengembangan kurikulum hendaknya memberikan pengalaman-pengalaman yang
serasi dengan kebutuhan-kebutuhan penyesuaian diri dan mengembangkan
kepribadian yang terintegrasi.
4. Kurikulum disusun dan dilaksanakan dengan memperhatikan kesiapan para siswa,
karena hal ini mempengaruhi proses pendidikan.
5. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum hendaknya memungkinkan partisifasi
aktif dan tanggung jawab para siswa baik secara perorangan maupun secara
berkelompok.
6. Penyusunan kurikulum hendaknya merupakan unit-unit yang luas dan menyeluruh
serta memadukan pola-pola pengalaman yang bermakna dan bertujuan.
7. Proses penyusunan dan pelaksanaan kurikulum hendaknya berusaha memberikan
serangkaian pengalaman dimana para guru dan siswa terlibat bersama-sama yang
mendorong keberhasilan belajar para siswa itu.
8. Penyusunan kurikulum hendaknya disertai dengan kegiatan evaluasi yang
merupakan faktor penting yang mempengaruhi proses dan hasil belajar.

BAB IV

PENGEMBANGAN BAHAN KURIKULUM

A. SEKITAR BAHAN KURIKULUM

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan bahan kurikulum itu ? secara lebih teknis , Gall
mendefinisikan bahan kurikulum sebagai : “ Curriculum materials are physikal enttities,
representational in nature, used to facilitate the learning process (Gall, 1981: 5 ). Jadi
bahan kurikulum adalah sesuatu yang mempunyai sifat fisik , sifat mewakili dan yang
dipergunakan untuk mempermudah proses belajar. Lebih lanjut dijelaskan yang dimaksud
dengan entitiss fisik (Physical entities) adalah bahan kurikulum itu merupakan objek
yang dapat diobservasi , bukan hanya berupa ide-ide atau konsep.

Bahan yang bersifat representational dimaksudkan bahan kurikulum yang dapat


menyampaikan sesuatu yang lain lebih dari sekedar barangnya itu sendiri, misalnya buku
sejarah, secara bendanya itu sendiri tak mempunyai pengertian pengajaran, dan sebagai
objek nyata ia dapat dipandang sebagai sejumlah kertas yang berisi tulisan cetak. Buku
sejarah tersebut dianggap sebagai bahan pengajaran karena ia menyampaikan kejadian-
kejadian sejarah serta pemikiran tentang peristiwa tersebut.

Karakteristik bahan kurikulum yang lain adalah bahan itu secara sungguh-sungguh
memberikan fasilitas belajar . jadi bahan tersebut memang secara sengaja dirancang dan
dibuat untuk maksud pengajaran.

1. B. HUBUNGAN PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN


PENYELEKSIAN BAHAN.
Seperti dikemukakan diatas, pengembangan bahan kurikulum merupakan salah satu
bagian dari pengembangan kurikulum secara keseluruhan. Adanya penggantian
kurikulum yang berlaku biasanya juga dimaksudkan untuk memajukan sekolah. Bahan
pengajaran yang dimaksud harus terlebih dahulu diseleksi dan disesuaikan dengan
tujuanpengajaran disekolah itu secara keseluruhan. Dengan demikian , penyeleksian
bahan kurikulum tak dapat dipisahkan dengan usaha pengembangan kurikulum maupun
sekolah itu sendiri.

Perumusan tujuan kurikulum pada umumnya didasarkan pada konsep-konsep sifat


belajar, pelajar, dan masyarakat. Mc. Neil (1977) mengemukakan adanya empat
perbedaan konsep yang mempengaruhi pengembangan kurikulum dewasa ini, yaitu ;
Pandangan Humanis, Rekontruksi Sosial, Teknologi intruksional, dan disiplin Akademis.

Kurikulum yang dikembangkan atas dasar pandangan humanis misalnya, cenderung


merumuskan tujuan pendidikan dengan menekankan pada kebutuhan individual demi
pertumbuhan dan integritas personal. Dipihak lain pandangan rekontruksi sosial
menekankan pada pembaharuan masyarakat dan kebudayaan.

Penyeleksian bahan kurikulum baik oleh tim pengembang kurikulum maupun oleh guru
secara individual , harus secara cermat dilihat dari segi relevansinya dengan kurikulum
yang dikembangkan, hal itu dapat ditempuh melalui proses pengambilan , penganalisisan,
dan penilaian bahan. Jika bahan diseleksi lepas dari hubungannya yang lebih besar, ia
akan menghasilkan sesuatu yang tak ada hubungannya dengan program pengajaran, dan
itu berarti menghilangkan kemungkinan siswa untuk menghubungankan dengan hal-hal
lain.

1. TAHAP – TAHAP PROSES ADOPSI BAHAN KURIKULUM.

Proses adopsi bahan memuncak pada keputusan untuk memilih atau merekomendasikan
tentang penyeleksian terhadap seperangkat bahan yang khusus. Jika kita menyeleksi
bahan untuk diri sendiri sebagai penerima dan kemudian mempergunakannya , walau
penyeleksian itu tidak bersifat formal dengan setiap langkah didukomentasikan dan dicek
orang lain, ia harus sistematik dan dapat dipertanggung jawabkan, tetapi jika
penyeleksian bahan itu untuk orang lain , kita harus bersifat dan bertindak formal dengan
mengikuti-tahap-tahap tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan. Dalam hal ini
biasanya dibentuk panitia penyeleksi bahan.

Proses penyeleksian bahan kurikulum yang bersifat formal terdiri dari sejumlah tahap,
Gall (18 – 25) mengemukakan ada sembilan tahap yang harus dilalui yaitu :

1. Identifikasi kebutuhan.
2. Merumuskan misi kurikulum
3. Menentukan anggaran pembiayaan
4. Membentuk tim penyeleksi
5. Mendapatkan susunan bahan
6. Menganalisis bahan
7. Menilai bahan
8. Membuat keputusan adopsi
9. Menyebarkan, mempergunakan dan memonitor penggunaan bahan.

Setelah keputusan adopsi ditetapkan, maka selesailah tugas penyeleksian bahan


kurikulum sekolah . kegiatan selanjutnya adalah penyebaran bahan itu kesekolah-sekolah
dan kemudian memonitor bagaimana pelaksanaan dan hasilnya sebagai umpan balik.

BAB V

ORGANISASI KURIKULUM

Organisasi Kurikulum adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka umum
program-program pengajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Struktur program
dapat dibedakan menjadi dua yaitu struktur horizontal dan struktur vertikal.

Struktur Horizontal berhubungan dengan masalah pengorganisasian atau penyusunan


bahan pelajaran kedalam pola atau bentuk tertentu, sedangkan struktur Vertikal
berhubungan dengan masalah sistem-sistem pelaksanaan kurikulum sekolah, termasuk
didalamnya sistim pengalokasian waktu.

1. A. STRUKTUR HORIZONTAL

Seperti dikemukakan diatas, struktur horizontal dalam pengorganisasian kurikulum


adalah suatu bentuk penyusunan bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa.
Masalah pengorganisasian ini sangatlah penting karena disamping bertalian erat dengan
tujuan pendidikan juga akan menentukan isi pelajaran dan mempengaruhi cara atau
strategi pnyampaiannya.

Dalam pembicaraan ini akan dibahas tiga macam bentuk penyusunan kurikulum, yaitu :

- Separate Subject Curriculum

- Correlated Curriculum

- Integrated Curriculum

Sebenarnya pemisahan ini hanyalah bersifat teoritis saja, karena pada kenyataannya tidak
ada kurikulum yang secara mutlak mendasarkan diri pada salah satunya tanpa
mengaitkan dengan yang lain.

1. Separate Subject Curriculum

Kurikulum yang disusun dalam bentuk ini menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk
subjek atau mata-mata pelajaran tertentu. Tiap mata pelajaran tersebut satu dengan yang
lainnya bersifat terpisah-pisah, dan tidak dibenarkan jika mengaitkannya.
Mata pelajaran itu biasanya berupa pengetahuan yang telah disusun secara logis dan
sistematis yang kemudian disajikan kepada siswa, dan jumlah mata pelajaran yang
diberikan cukup berpariasi tergantung tingkat dan jenis sekolah yang bersangkutan.
Bahan pelajaran biasanya dibedakan sesuai dengan perbedaan tingkat dan jenis, misalnya
di SMA dilakukan dengan kelompok kelas-kelas yang selanjutnya dibedakan lagi dalam
kelompok semester demi semester. Jadi dalam bahan pelajaran itu sendiri sudah diadakan
batas-batas yang memisahkannya untuk disajikan pada kelas-kelas tertentu yang harus
diselsaikan tepat pada waktunya.

Dalam kurikulum bentuk terpisah ini sangat menekankan pada pembentukan intelektual
dan kurang mengutamakan pembentukan kepribadian anak secara keseluruhan.

Skope bahan pelajaran atau luas bahan pelajaran yang harus diberikan kepada anak
disekolah, biasanya telah disusun dan ditentukan oleh tim pengembang kurikulum yang
terdiri dari para ahli. Tim pengembang tersebut disamping menentukan skope yang harus
dipelajari juga menentukan kapan suatu bahan harus disajikan. Pengurutan bahan
pelajaran tersebut harus disusun sedemikian rupa agar dapat menjamin kesinambungan
bahan dan dapat mencegah kemungkinan adanya keterulangan bahan yang telah
dipelajari sebelumnya atau sebaliknya ada bahan yang terlewatkan.

Tim pengembang kurikulum ini biasanya merupakan Tim tingkat nasional, karena
sifatnya yang demikian maka kurikulum ini sangat dimungkinkan keseragamannya
diseluruh negara. Dengan demikian, pendidikan yang diselenggarakan menjalani
kurikulum yang sama diseluruh negara. Maka ujian nasional dengan soal yang sama
dapat dilakukan secara serentak.

Ada beberapa kekurangan dan keunggulan yang dapat dikemukakan dalam kurikulum
bentuk Subject currikulum ini yaitu :

Keunggulan :

- Bahan pelajaran dapat disajikan secara logis , sistematis dan berkesinambungan.


Hal itu disebabkan tiap bahan telah disusun dan diuraikan dengan mengikuti urutan yang
tepat.

- Organisasi kurikulum bentuk ini sangat sederhana, mudah direncanakan, mudah


dilaksanakan dan mudah untuk diadakan suatu perubahan.

- Kurikulum bentuk ini memudahkan para guru sebagai pelaksana kurikulum.


Karena disamping bahan pelajaran memang sudah disusun secara terurai, guru hanya
mngajar bahan-bahan pelajaran tertentu sesuai dengan bidang studinya.

1. Correlated Subject Kurikulum .


Adanya suatu usaha untuk menghubungkan antara berbagai mata pelajaran, serta
memberikan bahan pelajaran atau pengalaman pendidikan yang ada sangkut pautnya
dengan yang lain inilah yang dikenal dengan Correlated Subject Kurikulum.

Ini tidak berarti kita harus memaksakan adanya hubungan antara mata pelajaran tersebut,
melainkan kita juga tetap mempertahankan adanya batas-batas yang ada. Usaha – usaha
memberikan korelasi antara mata pelajaran yang satu dengan ;ainnya tersebut dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

- menghubungkan antara dua mata pelajaran atau lebih secara insedental.

- menghubungkan secara lebih erat jika terdapat suatu pokok bahasan atau masalah
tertentu yang dibicarakan dalam berbagai mata pelajaran.

- menghubungkan beberapa mata pelajaran dengan menghilangkan batas-batas yang ada,


jika hal itu memang memungkinkan.

Organisasi dalam bentuk Correlated Subject mempunyai beberapa keunggulan dan


kelemahan yaitu :

- Keunggulan.

1. Adanya korelasi antara berbagai mata pelajaran dapat menopang kebulatan


pengalaman dan pengetahuan murid berhubung mereka menerimannya tidak
secara terpisah-pisah.
2. Adanya korelasi antara berbagai mata pelajaran memungkinkan murid untuk
menerapkan pengetahuan dan pengalamannya secara fungsional,

- Kelemahan.

1. Kurikulum bentuk ini pada hakekatnya masih bersifat subject contered dan belum
memilih bahan yang langsung berkaitan dengan minat dan kebutuhan anak.
2. Penggabungan beberapa mata pelajaran menjadi satu kesatuan dengan lingkup
yang luas tidak memberikan pengetahuan yang sistematis dan tidak mendalam.

3. Integrated Curriculum.

Berbeda halnya dengan bentuk correlated Subject yang hanya menghubungkan antara
beberapa mata pelajaran dan masing-masing mempertahankan atau menampakkan
eksistensinya, kurikulum bentuk integrated ini benar-benar menghilangkan batas-batas
diantara berbagai mata pelajaran itu. Mata pelajaran tersebut dilebur menjadi satu
keseluruhan dan dissajikan dalam bentuk unit.

Didalam unit harus terdapat hubungan antara berbagai kegiatan anak, antara pelajaran
yang satu dengan yang lain, dan kesemuanya ini merupakan satu kesatuan.
Kurikulum bentuk unit ini mempunyai ciri-ciri sevagai berikut :

1. Unit merupakan satu kesatuan bulat ari seluruh bahan pelajaran. Faktor yang
menyatukan adalah masalah-masalah yang diselidiki dan dipecahkan oleh murid.
Dengan demikian unit menghilangkan batas-batas diantara berbagai mata
pelajaran.
2. Unit didasarkan pada kebutuhan anak baik yang bersifat pribadi maupun sosial,
baik yang menyangkut kejasmanian maupun kerohanian. Kebutuhan anak
biasanya ditentukan oleh latar belakang kemasyarakatannya.
3. Dalam unit anak dihadapkan pada berbagai situasi yang mengandung
permasalahan yang biasanya berhubungan dengan pelajaran-pelajaran disekolah
sesuai dengan tingkat kemampuan anak.
4. Unit mempergunakan dorongan-dorongan sewajarnya pada diri anak dengan
melandaskan diri pada teori-teori belajar.

Kurikulum bentuk unit ini mempunyai beberapa keunggulan dan kelemahan.

- Keunggulan

1. Segala hal yang dipelajari dalam kurikulum unit bertalian erat satu dengan yang
lain. Anak tidak hanya mempelajari fakta-fakta yang lepas dan kurang fungsional
untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi.
2. Kurikulum ini sesuai dengan teori baru tentang belajar yang mendasarkan
berbagai kegiatan pada pengalaman , kesanggupan, kematangan dan minat siswa.
3. Kurikulum ini lebih memungkinkan adanya hubungan yang lebih erat antara
sekolah dan masyarakat karena masyarakat dapat dijadikan laboratorium temapt
anak melakukan kegiatan pra ktek.

- Kelemahan

1. Organisasi bentuk ini tidak mempunyaqi organisasi yang logisdan sistematis.


Bahan pelajaran tidak dapat ditentukan terlebih dahulu secara sepihak oleh guru
atau lembaga, melainkan harus dirancang secara bersama-sama dengan murid.
2. Para guru tidak dipersiapkan untuk menjalankan kurikulum bentuk unit, maka jika
mereka disuruh melaksanakan kurikulum ini, kiranya hal ini sangat
memberatkannya.
3. Dengan kurikulum bentuk unit , tidak memungkinkan untuk melaksanakan ujian
secara bersama-sama karena permasalahan yang dihadapi setiap sekolah tidak
sama.

1. B. STRUKTUR VERTIKAL

Struktur vertikal berhubungan dengan masalah sistem-sistem pelaksanaan kurikulum


sekolah, yaitu apakah kurikulum itu dijalankan dengan sistem kelas atau tanpa kelas,
sistem unit waktu yang dipergunakan dan masalah pembagian waktu untuk masing-
masing bidang studi pada tiap tingkatan.
1. Pelaksanaan Kurikulum Melalui Sistem Kelas.

Kurikulum yang dikembangkan menuntut dilaksanakan melalui kelas-kelas tertentu.


Dalam kurikulum tersebut sudah ditentukan bahan apa saja yang harus diajarkan yang
mencakup beberapa luas dan dalam serta bagaimana urutannya untuk disajikan pada tiap-
tiap kelas itu.

Sebagai konsekwensi adanya sistem kelas adalah adanya kenaikan yang diadakan setiap
tahun pada setiap akhir tahun ajaran secara serempak.

Adapun keunggulan dari pada sistem kelas ini dapat dilihat dari kelogisan, kesistematisan
dan ketepatan perjenjangan bahan pelajaran yang harus diajarkan. Juga memudahkan
penyusunan, pengembangan dan penilaian-penilaian, juga memberikan pegangan yang
kokoh pada guru.

Adapun kelemahan sistem kelas ini antara lain dapat menimbulkan efek fisikologis bagi
murid yang tidak naik kelas, juga adanya muncul faktor-faktor subjektif oleh pihak-pihak
tertentu yang dapat merugikan siswa.

1. Sistem Tanpa Kelas.

Pelaksanaan sistem tanpa kelas tidak mengenal adanya jenjang-jenjang tertentu dan yang
ada hanyalah tingkat-tingkat program tertentu. Setiap anak diberikan kebebasan untuk
berpindah program setiap waktu tanpa harus menunggu kawan yang lain. Hal itu
mungkin saja dilaksanakan jika seseorang siswa telah merasa mampu atau menguasai
tingkat program tertentu. Sistem tanpa kelas ini biasanya dapat dilihat pada kursus-kursus
.

Keunggulan sistem ini terletak pada kebebasan siswa dan cukup demokratis, anak boleh
memilih tingkat-tingkat program yang sesuai dengan kemampuannya.

Kelemahan sistem ini sulit untuk scope tiap program untuk mencegah adanya
keterulangan materi.

1. Sistem Unit Waktu Yang dipergunakan.

Dalam sistem unit waktu yang digunakan ini adanya sistem catur wulan dan semester.
Dengan sistem unit catur wulan, satu tahun dibagi menjadi tiga unit waktu masing-
masing selama 4 bualn, yaitu dikenal dengan catur wulan I, II, III. Penyusunan kurikulum
disesuaikan dengan pembagian unit waktu pada tiap tingkatan. Kepada anak diberikan
nilai hasil belajarnya selama tiga kali dalam setiap tahun.

Sistem unit waktu yang lain dapat dijumpai pada sistem semester, dalam sistem semester
ini satu tahun dibagi menjadi dua unit waktu masing-masing selama enam bulan. Tiap
semester yang berlangsung enam bulan tersebut merupakan satuan waktu pelaksanaan
pengajaran. Bahan pelajaran yang disusun dalam kurikulum pun dibedakan kedalam
semester-semester tersebut.

1. C. STRATEGI PELAKSANAAN KURIKULUM

Strategi pelaksanaan kurikulum adalah cara-cara yang harus ditempuh untuk


melaksanakan suatu kurikulum sekolah. Strategi tersebut dapat meliputi pelaksanaan
pengajaran , dan pengaturan kegiatan sekolah secara keseluruhan.

1. Pelaksanaan Pengajaran.

Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk
mencapai sejumlah tujuan pendidikan, pelaksanaan pengajaran merupakan yang sangat
penting dalam hubungannya dengan strategi pelaksanaan kurikulum. Dari pelaksanaan
pengajaran inilah hasil suatu proses belajar mengajar dinilaiu berhasil atau tidaknya.

Dalam setiap jenis kurikulum sekolah biasanya sudah ditentukan tentang bagaimana cara-
cara pelaksanaan pengajaran yang dikehendaki. Termasuk dalam bagian pelaksanaan
pengajaran ini adalah masalah pemilihan metode dan alat media pendidikan yang
dipergunakan.

1. Pendekatan Ketrampilan Proses.

Kurikulum tahun 1984 menyarankan agar kegiatan pengajaran yang dilaksanakan tidak
hanya merupakan komunikasi satu arah saja, melainkan merupakan komunikasi dua arah.
Dalam proses pengajaran dengan komunikasi dua arah baik guru maupun siswa dituntut
untuk sama-sama aktif . siswa harus dilibatkan baik secara fisik, mental maupun berupa
penampilan diri. Siswa dibiasakan untuk tidak hanya menerima saja, melainkan diajak
untuk belajar mendapatkan sendiri informasi, mengelola, mempergunakan dan
mengkomunikasikan perolehannya itu.

Pelibatan siswa yang dimaksud antara lain dapat berupa pemberian kesempatan untuk :

1. Mempelajari materi atau konsep dengan penuh pemahaman melalui perbuatan.


2. Mempelajari sendiri kegunaan, mengembangkan rasa ingin tahu, jujur, disiplin
dan kreatif.
3. Mempelajari, mengalami dan menemukan sendiri bagaimana menemukan suatu
pengetahuan.
4. Memikirkan, mencobakan sendiri dan mengembangkan konsep dan nilai tertentu.
5. Menunjukan kemampuan untuk mengkomunikasikan cara berfikir, hasil
penemuan dan penghayatan nilai-nilai baik secara lisan, tertulis, gambar maupun
berupa penampilan diri.

Dengan pelaksanaan pengajaran melalui pendekatan ketrampilan proses, diharapkan


siswa akan berlatih mencari, menemukan dan mengembangkan sendiri masalah-masalah
pengetahuan dan tidak hanya terbiasa mengantungkan penemuan-penemuan orang lain.
Untuk itu guru diharapkan memiliki kemampuan untuk bertanya, mengaktifkan siswa,
menjawab pertanyaan siswa dan mengorganisasikan kelas.

BAB VI

PENGEMBANGAN KURIKULUM

1. PRINSIP DASAR.

Dalam usaha pengembangan kurikulu, terdapat sejumlah prinsip dasar yang menjadi
landasan agar kurikulum yang dihasilkan memenuhi keinginan yang diharapkan, baik
oleh sekolah, murid, orang tua , masyarakat maupun pemerintah. Prinsip inilah yang
menjadikan landasan atau pedoman yang menjiwai usaha pengembangan kurikulum yang
dilakukan.

Adapun prinsip-prinsip dasar yang sering digunakan sebagai landasan pengembangan


kurikulum adalah :

1. Prinsip Relevansi
2. Prinsip Efektifitas
3. Prinsip Efisiensi
4. Prinsip Kesinambungan
5. Prinsip Fleksibelitas
6. Prinsip Berorientasi Pada Tujuan
7. Prinsip Pendidikan Seumur Hidup
8. Prinsip Sinkronisasi.

1.1. Prinsip Relevansi

Relevansi dalam dunia pendidikan dimaksudkan adanya kesesuaian antara hasil


pendidikan (lulusan) dengan tuntutan kehidupan yang ada dimasyarakat.

Masalah relevansi pendidikan dengan kehidupan dimasyarakat paling tidak dapat ditinjau
dari tiga segi :

1. Relevansi pendidikan dengan lingkungan murid dan masyarakat


2. Relevansi pendidikan kaitannya dengan tuntutan pekerjaan
3. Relevansi pendidikan dengan perkembangan kehidupan masa kini dan masa yang
akan datang.

1.2. Prinsip Efektifitas.

Efektifitas daloam suatu kegiatan berhubungan dengan masalah sejauh mana hal-hal yang
direncanakan dapat terlaksana.

Masalah efektifitas tersebut dapat ditinjau dari segi :


1. Efektifitas mengajar guru
2. Efektifitas belajar siswa

1.3. Prinsip Efesiensi.

Dalam efesiensi dipermasalahkan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan usaha
yang dijalankan atau biaya yang dikeluarkan. Jika hasil yang dicapai sesuai dengan usaha
atau biaya yang dikeluarkan bisa dikatakan bahwa kegiatan tersebut sudah cukup efesien.

Dalam efisiensi ini pula termasuk didalamnya masalah efesiensi pembagian waktu ,
tenaga dan biaya.

1.4. Prinsip Kesinambungan.

Dengan istilah kesinambungan dimaksudkan adanya hubungan yang saling menjalin


berbagai tingkatan dan jenis program pendidikan, terutama mengenai bahan pengajaran.

Kesinambungan ini meliputi kesinambungan program pengajaran antara berbagai


tingkatan juga terdapat kesinambungan antara berbagai bidang studi.

1.5. Prinsip fleksibelitas.

Dimaksudkan adanya semacam ruang gerak yang memberikan sedikit kebebasan dalam
bertindak atau mengambil kegiatan yang akan dilaksanakan.

Dalam kurikulum sekolah pengertian fleksibelitas itu mencakup kebebasan murid untuk
memilih program pendidikan yang disenangi, sedangkan bagi guru kebebasan untuk
mengembangkan program pengajaran yang akan dilakukan.

1.6. Prinsip Berorientasi Pada Tujuan.

Dengan prinsip ini dimaksudkan agar semua kegiatan pengajaran didasarkan dan
berkiblat pada tujuan yang akan dicapai. Tujuan-tujuan pengajaran tersebut harus
diketahui dan dirumuskan terlebih dahulu secara jelas, agar kegiatan belajar mengajar
mempunyai arah yang jelas.

Perumusan tujuan hendaknya meliputi aspek pengetahuan, ketrampilan dan sikap.

1.7. Prinsip Pendidikan Seumur Hidup.

Prinsip ini dimaksudkan adanya kesadaran dan kemauan setipa manusia Indonesia untuk
selalu membuka diri, mengembangkan kemampuan dan kepribadian melalui program
belajar.

1.8. Prinsip Sinkronisasi.


Dengan prinsip sinkronisasi dimaksudkan adanya sifat yang seirama, searah, setujuan
pada semua kegiatan yang disarankan oleh Kurikulum.

B. TAHAP-TAHAP PENGEMBANGAN KURIKULUM.

Tahap-tahap pengembangan kurikulum yang dibahas adalah merupakan suatu model


pengembangan kurikulum yang diterapkan diIndonesia. Pemilihan suatu model haruslah
didahului dengan pengkajian situasi kerja serta keperluan kita. Seperti yang umum
terjadi, apabila kita dihadapkan kepada beberapa alternatif pilihan, maka kita akan
memilih beberapa model tersebut sekaligus yaitu dengan mengambungkan beberapa
model tersebut secara sekaligus.

Pengembangan kurikulum di Indonesia , khususnya yang berorientasi pada tujuan, akan


melalui tahap-tahap perkembangan pada tingkat lembaga, pengembangan program tiap
mata pelajaran, dan pengembangan program pengajaran disekolah.

1. Pengembangan Program Tingkat Lembaga.

Pengembangan program tingkat lembaga meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu perumusan
tujuan Intruksional, penetapan isi dan struktus program, serta penyusunan strategi
pelaksanaan kurikulum secara keseluruhan.

1. Perumusan Tujuan Institusional.

Tujuan intruksional dimaksudkan tujuan yang diharapkan dikuasai para lulusan suatu
jenis dan tingkatan sekolah setelah mereka menyelesaikan pendidikan sekolah

1. Penetapan Isi dan Struktur Program.

Kegiatan menetapkan isi dan struktur program dilakukan setelah perumusan tujuan
institusional selesai. Penetapan isi program berupa penetapan mata pelajaran yang akan
diajarkan disekolah yang dapat menopang untuk mencapai tujuan .

1. Penyusunan Strategi Pelaksanaan Kurikulum.

Strategi pelaksanaan kurikulum berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum dilapangan atau


disekolah yang termasuk dalam strategi ini adalah masalah pengajaran yang berupa
paket-paket pelajaran, pelaksanaan pengajaran dengan model SP atau modul, kemudian
apa metode dan media yang dipergunakan.

1. Pengembangan Program Setiap Mata Pelajaran.

Langkah –langkah pengembangan program tiap mata pelajaran mencakup beberapa


kegiatan yaitu :

1. Merumuskan Tujuan Kurikuler.


Dalam tujuan kurikuler dirumuskan tujuan-tujuan yang mencakup aspek pengetahuan ,
ketrampilan dan sikap-sikap serta nilai yang diharapkan dimiliki oleh setiap mata
pelajaran. Perumusan tujuan kurikuler harus mendasarkan diri pada tujuan instituasional
yang telah dirumuskan.

1. Merumuskan Tujuan Instruksional.

Perumusan tujuan instruksional adalah tujuan instruksional umu, yaitu tujuan yang
diharapkan dimiliki oleh siswa untuk tiap pokok bahasan setelah mereka menyelesaikan
program tersebut.

1. Menetapkan pokok dan sub Pokok Bahasan

Kegiatan menetapkan pokok dan sub pokok bahasan dilakukan setelah perumusan tujuan
instruksional. Hal ini disebabkan penetapan pokok bahasan harus mendasarkan diri pada
tujuan karena pada hakekatnya pokok-pokok bahasan itulah yang dipakai sebagai sarana
untuk mencapai tujuan itu.

1. Menyusun Garis-garis Besar Program Pengajaran.

Jika tiga kegiatan telah selesai, kegiatan berikutnya adalah menyusun GBPP yang
merupakan pedoman pengajaran disekolah oleh para staf pengajar dan untuk menyusun
buku pelajaran.

Dalam setiap GBPP akan dijumpai rumusan tujuan-tujuan kurikuler, tujuan intruksional,
poko-pokok bahasan dan uraian-uraian pelajaran.

1. Pengembangan Program Pengajaran di Kelas.

Kegiatan pengembangan kurikulum yang berupa program pengajaran dikelas dilakukan


oleh masing-masing guru mata pelajaran yang berupa pembuatan satuan pelajaran (SP)
yang terdiri dari :

1.Tujuan Intruksional Umum (TIU)

2. Tujuan Intruksional khusus (TIK)

3. Uraian Bahan Pelajaran

4. Perencanaan Kegiatan Belajar mengajar

5. Pemilihan metode, alat atau media

6. Penilaian.

DAFTAR PUSTAKA
1. 1. Burhan Nurgiyantoro “ Dasar-dasar pengembangan kurikulum sekolah
(Sebuah Pengantar teoritis dan pelaksanaan) “ penerbit BPFE Yogyakarta ;
1988.
2. 2. DR. Oemar Hamalik, “Pengembangan Kurikulum” , (Dasar-dasar dan
perkembangannya) Penerbit CV. Mandar Maju Bandung ; 1990.
3. 3. Winarno Surahmad “ Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum “
Proyek Penggadaan Buku Sekolah Pendidikan Guru Jakarta ; 1977.
4. 4. MPR, “ Garis-Garis Besar Haluan Negara, Penerbit “karunia” Surabaya :
1973.

You might also like