You are on page 1of 6

Guru dan siswa adalah dua elemen yang tidak dapat dipisahkan dalam sebuah konteks, yakni belajar-mengajar.

Seorang siswa belajar dan


menggali ilmu dari seorang guru, demikian pula sebaliknya, seorang guru haruslah membimbing sang murid dengan hati ikhlas dan niat yang
tulus.
Guru dan siswa merupakan dua elemen penting yang tidak dapat dipisahkan. Kedua elemen ini penentu masa depan bangsa. Sudah saatnya, guru
dan murid, bersama dan bersatu untuk memperbaiki anggapan buruk masyarakat selama ini. Hakikinya, guru adalah khalifah bagi para muridnya.
Guru adalah cahaya yang memberi sinar terhadap para siswa didik yang masih buta akan ilmu. Guru adalah pahlawan tertinggi kedudukannya di
mata Allah. Guru dapat mengubah seseorang yang bodoh menjadi pintar, dari seseorang yang tidak tahu menjadi tahu. Sementara siswa adalah
peserta didik yang memang sepatutnya patuh terhadap setiap nasihat yang diberikan oleh guru. Apabila kita dapat memahami hakikat seorang
guru dan siswa ini semua, Indonesia tentu akan maju dalam segala bidang, terutama pendidikan. Guru adalah orang yang bertugas mendidik dan
mentransferkan ilmunya kepada para peserta didiknya. Siswa adalah peserta didik yang berhak mendapatkan bimbingan dari seorang guru. Guru
dan siswa adalah satu kesatuan dalam proses pendidikan. Masing-masing berperan dengan fungsi dan tugasnya masing-masing. Guru dan siswa
sama-sama memiliki hak dan kewajiban. Hak seorang siswa adalah mendapatkan bimbingan dan pelayanan prima dari guru. Sedangkan
kewajiban siswa yang utama adalah belajar, berusaha memahami ilmu pengetahuan yang disampaikan oleh gurunya. Di sinilah terjadi proses
interaksi guru dan siswa. Siswa dan guru sebenarnya sama-sama belajar. Mereka melakukan apa yang disebut proses pembelajaran. Dari proses
pembelajaran inilah didapatkan potensi unik siswa dan hasil belajar yang diharapkan. Guru mengajar, siswa diajar. Guru mengawasi, siswa
mengerjakan kegiatan yang diperintahkan guru. Semua perintah guru itu tertulis dalam apa yang disebut rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP).

Dalam sebuah pembelajaran yang efektif, guru dan siswa akan saling melengkapi. Dimana guru bertugas merencanakan pembelajaran dan siswa
adalah peserta didik yang akan mendapatkan pembelajaran dari yang direncanakan guru. Ketika guru merencanakan pembelajarannya
dengan sangat matang, maka terjadilah proses pembelajaran yang sangat menantang siswa untuk mengeksplore pengetahuan itu. Tetapi,
bila guru tak matang dalam membuat perencanaan pembelajaran, maka pembelajaran menjadi terkesan membosankan. Tak terlihat lagi suasana
yang saling menyenangkan, menyenangkan siswa dan juga menyenangkan guru. Kalau itu sampai terjadi, guru harus melakukan instropeksi diri
dan lakukanlah sebuah penelitian tindakan kelas (PTK).Guru dan siswa adalah pasangan pembelajaran yang tak akan pernah hilang dalam dunia
pendidikan kita. Tingal kita mengolahnya menjadi pasangan yang indah, penuh warna, dan disanalah para guru akan lebih mengenal karakter
para siswanya dengan baik.

Ketika kita menjadi siswa kita masih dibantu, diayomi, dan diarahkan dalam menghadapi persoalan.
Menjadi mahasiswa adalah kesempatan bagi kita untuk menetapkan jati diri sehingga kita menjadi pribadi yang mandiri, kreatif, dan komunikatif
dalam memecahkan persoalan kehidupan.

dr segi pola pikir siswa msi sring subjektif sdgkan mhsiswa beberapa sdh brupaya objektif.

Beda siswa dan mahasiswa :


1.klo siswa mendapatkan pendidikan di SD,SMP ato SMA yang persaingan untuk mendapatkannya tuh lebih mudah daripada
mahasiswa yang bersaing untuk mendapatkan pendidikan di suatu Universitas/Perguruan Tinggi.
2.Kebanyakan Siswa lebih banyak menampung ajaran dari gurunya sedangkan mahasiswa diharuskan untuk berpikir terlebih
dahulu akan sesuatu yang baru ia dapati atau ia alami
3.Cara berpikir mahasiswa lebih ilmiah daripada siswa
4.Bacaan dan tontonan seorang mahasiswa yang sebenarnya lebih bermanfaat daripada seorang siswa,,misalnya seorang
mahasiswa lebih suka membaca koran daripada komik,,dan mahasiswa lebih suka menonton siaran berita daripada menonton
sinetron....Itulah idealnya seorang Mahasiswa ...
5. Sama sama bukan preman

Menurut saya saat menjadi mahasiswa nanti akan dituntut untuk Lebih kritis berpikir dengan matang, tidak "gegabah" mengambiL keputusan,
namun memang begituLah orang dewasa - sesuai dengan semua hak yg didapatnya..
Sementara menjadi siswa adaLah yg masih harus diarahkan & tidak sebebas mahasiswa daLam kesehariannya, tapi masih
dimakLumi daLam meLakukan berbagai haL.

sebetulnya simple aja..


menurut saya perbedaan mendasar siswa dan mahasiswa;
siswa : kita menerima ilmu | kita menerima nilai
mahasiswa : kita mencari ilmu | kita mencari nilai

macem2
siswa: ada yang pintar secara akademik, ada yang berprestasi di bidang non akademik, ada yang prestasinya biasa2 saja, ada yang
menganggap sekolah cuma buat cabut, ada yang yaaaaaaah macem2 lah
mahasiswa: kata guru saya, mahasiswa itu idealis, maunya selalu tegakkan kebenaran, yaaaa mahasiswa juga katanya macem2 ada
mahasiswa yang berprestasi di bidang akademik maupun non akademik, ada juga yang katanya belajar cuma pas mau uas aja, atau
ada juga yang mahasiswa itu cuma buat status aja,

mau siswa mau mahasiswa kita seharusnya tetap jadi pembelajar kehidupan sejati yang tidak hanya berkutat di depan buku atau di
depan mikrofon
buka "mata" lebih lebar, jangan terjerat dengan status, bisa jadi masih ada sosok lain yang lebih "terpelajar" dari seorang siswa
ataupun mahasiswa

salut bagi siapa saja yang selalu ingin dan selalu berusaha untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik

K'lo siswa pake seragam pasti, punya KTP(kartu tanda pelajar).... masih cenderung diatur....kurang terstruktur...merasa bahwa sekolah itu hanya
sebatas mengisi kekosongan waktu dengan kesibukan kegiatan2 yang ada disekolah dibandingkan tugas utama mereka sebagai
pelajar....satu lagi....k'lo pelajar yang kaya ama yang miskin bisa dibedain....oh iya k'lo siswa: guru yang dateng ke kelas(siswa)

Mahasiswa...uhmm...lebih terstruktur...gak acak2an....idealis pasti....dewasa...Mandiri(nah ini yang paling penting)....pake


almamater...Punya KTM(kartu tanda mahasiswa)hehehe ga penting kynya...pola pikir yang lebih Rasional dan Kritis, dituntut kerja
keras...sulit juga ngebedain mahasiswa kaya ama yang miskin...k'lo mahasiswa: kita yang dateng ke guru(dosen)
siswa itu mreka dlm proses pembelajaran hnya menerima dan menguLngnya lgi d,rumah...
tp klo mahasiwa kita tdak bisa hnya menerima saja,,
tetapi kita mesti mencari, mmbhas breng teman,mncai referensi2 dr mcam2 bku.
sehingga d.tuntut KEMAndiRian dr mahasiswa itu sendiri..
d,jenjang Mahasiwa ini juga kita sudah tau apa yg mesti kita lkukan untuk meraih cita2 kita sehinnga Wktunya Lbih bermanfaat
d,bndingkan swktu msih jd Siswa yg kbnyakan wktunya d,pake tu yg gk berguna,,,,

menurut saya, siswa: intinya kita masih menerima segala sesuatunya dari guru/pengajar,,90% masih dibimbing dalam bidang akademis maupun
non akademis, tapi mahasiswa: kita dituntut untuk lebih mandiri dan aktif di segala bidang, baik secara akademis maupun non
akademis.

beda siswa ma mahasiwa

banyak
terutama dari pola pikir

klo siswa mash bs dibilang remaja yg pikirannya sangat labil tp klo dah jadi mahasiswa harus bisa bersikap dewasa dan tidak boleh
sembarangan bertindak
mahasiswa juga merupakan awal dari proses pendewasaan diri dimana nanti akan melqnjutkan dengan usha sendiri tanpa bantuan
dari orang tua lagi

ada lagi klo siswa msh maklum berbuat ksalahan yg tdak perlu atw manja tp mahasiswa tdk pantas melakukan hal yg tidak
dipikirkan dahulu

siswa pke Kartu Tanda Pelajar

mahasiswa KTm(kartu Tanda Mahasiswa)

hhe
siswa pke seragam ,klo mahasiswa pke bju bebas

ya scara gris besar tu tp msh bnyak lg

beda..
klo menurut saya siswa itu cenderung untuk menunggu dan mengikuti instruksi, kurang kritis dalam melihat masalah, lebih mudah untuk
menerima, tingkat ketergantungan masih cukup tinggi dan lebih banyak mendapatkan perhatian atau larangan (misalnya tata tertib di sekolah
beserta sanksinya)

sedangkan mahasiswa lebih dewasa dan independent (katanya sih gitu), memiliki wawasan yang lebih luas sehingga jadi lebih kritis, bagian dari
kontrol masyarakat terhadap pemerintah jadi mahasiswa punya daya juang untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, tidak terlalu dikekang
peraturan (artinya lebih bebas), harus mandiri,

pokoknya menurut saya banyak bedanya, tapi karena belum pernah mengalami menjadi mahasiswa jadi kurang gitu ngerti apa perbedaan yang
sebenarnya...hehhe...

siswa hanya punya pikiran tentang apa yang harus saya lakukan sekarang dan yang akan saya lakukan nanti atau besok. mahasiswa harusnya
memikirkan apa yang dilkakukan saya, kita, dia, mereka, baik kemarin, sekarang, ataupun nanti dan besok.

hmmm....simplenya gini...siswa itu pake seragam, sdngkan mahasiswa ga pake sragam...hehehe.....yg jelas mahsiswa itu lebih cenderung menjadi
pionir,penemu,pembaharu,dan merupakan agen perubahan
Jelas beda bgt siswa ama MAHAsiswa...

Ketika menjadi mahasiswa lah jati diri dan pemikiran kita bnr2 dibentuk menjadi lebih dewasa dan lebih matang. Proses belajar
pun beda, qt d'tuntut untuk mandiri dlm berbagai hal. Ketika menjadi mahasiswa, tujuannya pun lebih banyak, tidak hanya semata2
mencari nilai dan klulusan, tp jg mencari kehidupan yang lebih baik buat sesama dan lingkungannya dengan banyaknya dibentuk
berbagai organisasi2 yang ada. Menjadi mahasiswa pun dituntut untuk aktif dalam menyumbangkan pikiran dan kritik untuk
perbaikan bersama.

Yaaah.. itu sih cm sebagian law mwnurut aq.. msh banyak lagi perbedaan yang ada.. ^^

Belajar di perguruan tinggi itu sangat berbeda dari belajar di sekolah menengah. Karena perbedaannya itu, banyak mahasiswa yang merasa
kesulitan untuk menyesuaikan cara belajanya di perguruan tinggi. Mereka menggunakan strategi belajar yang telah mereka gunakan secara
berhasil di sekolah menengah, namun mereka kecewa karena ternyata, di perguruan tinggi, hasilnya tidak sebagus ketika mereka di sekolah
menengah. Banyak mahasiswa yang terpaksa berhenti kuliah (drop-out) di tahun pertama karena kesulitan menyesuaikan diri ini.

Berikut ini adalah beberapa perbedaan penting antara belajar di sekolah menengah dan di perguruan tinggi yang dapat membuat penyesuaian diri
di perguuan tinggi itu sulit. Dengan mengetahui perbedaan itu, Anda akan dapat memilih strategi belajar yang tepat untuk mengatasi perbedaan
tersebut.

1. Di sekolah menengah, siswa biasanya bersifat lebih pasif, sementara guru yang lebih aktif. Siswa lebih banyak berperan sebagai
penerima ilmu pengetahuan, sementara guru dianggap sebagai pemberi ilmu pengetahuan. Di perguuan tinggi, dosen lebih banyak
mengharapkan mahasiswa aktif dalam mencari ilmu pengetahuan, sementara ia berfungsi sebagai fasilitator yang membantu mahasiswa
mencapai tujuan pembelajaran yang telah disepakati. Sumber informasi tentang ilmu yang dipelajari juga beragam dan itu disediakan di
perpustakan. Di perguruan tinggi yang besar, jumlah buku di perpustakaan ini bisa banyak sekali dan beragam, apalagi kalau ditambah
dengan informasi yang ada di internet. Oleh karena itu, untuk mengatasi perbedaan situasi seperti ini, Anda perlu mengubah cara
belajar Anda dari yang semula pasif menjadi aktif, dari yang semula sebagai penerima ilmu menjadi pencari ilmu. Andalah yang harus
berinisiatif untuk mempelajari ilmu itu (melalui membaca buku dan artikel) dan manfaatkan dosen Anda sebagai tempat bertanya dan
meminta penjelasan.
2. Tugas akademik di pergurtuan tinggi itu lebih sulit daripada tugas akademik di sekolah menengah. Di sekolah menangah, siswa
biasanya hanya diminta untuk merangkum isi sebagian buku atau mengerjakan latihan yang ada di dalam buku teks. Di perguruan
tinggi, Anda diminta untuk berfikir dalam tataran yang lebih tinggi, menganalisa suatu persoalan dan menuliskan analisa tersebut dalam
bentuk makalah. Ini berarti Anda akan harus bekerja lebih keras dan lebih lama. Siswa sekolah menengah biasanya belajar selama 2
sampai 3 jam setiap minggu untuk setiap mata pelajaran. Di perguruan tinggi, untuk setiap mata kuliah, Anda mungkin akan perlu
belajar 2 atau 3 untuk setiap jam kuliah. Artinya, kalau Anda mengambil matakuliah yang bobotnya 2 sks dan masuk kuliah selama 90
menit (satu setengah jam), maka Anda mungkin perlu belajar untuk mata kuliah itu selama 180 atau 279 menit setiap minggu.
Bersiaplah untuk menyediakan waktu sejumlah itu sebagai komitmen belajar Anda di perguruan tinggi.
3. Di sekolah menengah, Anda diwajibkan untuk menghadiri setiap pelajaran. Di perguruan tinggi, hal ini sering kali tidak berlaku.
Banyak dosen di perguruan tinggi yang tidak mengabsen mahasiswanya. Mereka tampaknya tidak begitu peduli apakah Anda hadir di
ruang kuliah atau tidak. Mungkin yang penting bagi mereka adalah apakah Anda dapat memenuhi standar kompetensi yang telah
mereka tetapkan untuk matakuliah tersebut (ini biasanya diukur berdasarkan hasil ujian atau nilai tugas yang diberikan kepada Adna).
Di perguruan tinggi, Anda akan mudah sekalil menemukan hal-hal yang lebih menarik bagi Anda daripada mengikuti kuliah. Tapi
jangan menyerah pada godaan itu. Mahasiswa yang menghadiri dan berpartisipasi di ruang kuliah secara teratu memperoleh nilai yang
lebih tinggi daripada mereka yang jarang masuk. Usahakan untuk selalu menghadiri kuliah.
4. Di sekolah menengah, guru seringkali memeriksa apakah Anda mengerjakan tugas yang harus Anda kerjakan di rumah, seperti
membaca, mengerjakan latihan, dsb. Dengan demikian Anda merasa terdorong untuk belajar di rumah sehingga, ketika menghadapi
ujian, Anda merasa lebih siap. Di perguruan tinggi, Anda harus menjadi pembelajar yang mandiri. Banyak dosen yang tidak mau
memeriksa apakah Anda belajar di rumah atau tidak. Mereka mengharapkan Anda melakukan hal itu tanpa harus didorong-dorong.
Dosen menganggap Anda sudah dewasa dan Anda sendirilah yang ingin berhasil di perguruan tinggi. Oleh karena itu, Anda harus
dapat memotivasi diri Anda sendiri untuk belajar. Anda harus mempunyai target atau tujuan jelas yang ingin Anda capai di perguruan
tinggi.
5. Pelajaran di sekolah menengah biasanya diberikan setiap hari dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Siswa tidak mempunyai pilihan
lain dan tinggal mengikuti apa yang telah ditetapkan sekolah. Di perguruan tinggi, di setiap awal semester, mahasiswa harus menyusun
program pendidikan yang ingin mereka ikuti dalam semester itu. Anda mempunyai pilihan untuk mengambil mata kuliah tertentu atau
tidak. Jadwal kuliah Anda di perguruan tinggi akan lebih rersebar jika dibandingkan dengan jadwal pelajaran Anda di sekolah
menengah. Kuliah di perguruan tinggi di Indonesia biasanya diberikan sekali seminggu (untuk yang 2 sks), kadang-kadang ada yang 2
kali seminggu (untuk yang lebih dari 2 sks). Oleh karena itu, penting sekali Anda mengatur waktu belajar Anda di antara kuliah-kuliah
itu. Anda perlu sekali membuat rencana atau jadwal belajar dan mentaatinya. Usahakan untuk tidak mengambil dua matakuliah yang
jadwalnya berurutan sehingga Anda mempunyai waktu untuk menata catatan kuliah Anda segera sesudah kuliah itu selesai (karena
Anda tidak terburu-buru mengikuti kuliah yang lain). Catatan kuliah yang terorganisir rapi akan sangat membantu ketika Anda
mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian nanti.
6. Tes atau ujian di sekolah menengah diberikan cukup sering dan meliputi sejumlah kecil informasi/materi pelajaran. Ujian atau tes di
perguruan tinggi lebih jarang diberikan dan mencakup materi/infomasi yang lebih banyak. Umumnya ujian diberikan dua kali, di
tengah semester dan di akhir semester. Tetapi ada juga dosen yang hanya memberikan sekali, di akhir semester saja. Anda akan
beruntung kalau ada dosen yang memberikan lebih dari dua kali ujian, karena itu akan membuat Anda menjadi lebih siap menghadapi
ujian akhir semester. Ujian ulangan jarang diberikan di perguuan tinggi, dan Anda buasanya tidak dapat meningkatkan nilai rendah
yang Anda peroleh dengan melakukan tugas tambahan. Untuk berhasil dalam ujian di perguruan tinggi, Anda harus membuat catatan
dari dalam kelas dan dari buku teks Anda. Anda juga perlu memiliki strategi yang baik untuk menghadapi ujian. Karena jarangnya
ujian/tes diberikan dan tidak adanya dosen yang mengejar-ngejar Anda untuk belajar, mungkin saja Anda akan terlena, merasa lebih
santai. Namun, tiba-tiba Anda menyadari bahwa waktu ujian sudah dekat sementara Anda merasa belum siap karena belum banyak
mempelajari materi ujian itu.

Perguruan tinggi bukanlah sekedar kelanjutan sekolah menengah. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang menuntut Anda untuk
menggunakan cara-cara baru sejak hari pertama agar berhasil di perguuan tinggi. Jangan belajar di perguuan tinggi dengan menggunakan teknik
belajar di sekolah menengah. Akan lebih baik kalau Anda belajar di sekolah menengah dengan menggunakan cara belajar di perguruan tinggi.
Hitung-hitung sebagai persiapan untuk belajar di perguruan tinggi.

I. Muqaddimah
Mengutip kata pepatah lama, tahun demi tahun, bulan demi bulan, hari demi hari, warna hidup kian berganti. Pernah kita alami warna merah dan
putih mendominasi pakaian kita, yang kemudian digantikan dengan biru putih lantas dengan abu-abu-putih. Pola pikir yang kita miliki sedikit
demi sedikit mengalami perubahan. Akhirnya tibalah kita pada saat ini dimana telah kita tinggalkan kenangan itu dan kita tanggalkan seragam
itu. Kini satu predikat lagi yang menempel dalam diri kita, yakni “Mahasiswa”.
Namun setelah sekian tahun kita gelar siswa menempel pada diri kita, kini sudah siapkah kita menyandang predikat "Maha"?. Adakah perbedaan
antara siswa dengan maha-siswa?. Hal ini perlu di review ulang mengingat banyaknya mahasiswa baru maupun mahasiswa lama yang kurang
memahami hal ini sehingga kurang dapat memposisikan dirinya pada tempat yang selayaknya. Jika seorang mahasiswa tidak mengetahui
perannya sebagai mahasiswa, maka ia tidak akan tampak sama sekali sebagai sosok mahasiswa. Dalam bergaul dan berfikir, banyak mahasiswa
yang masih memiliki pola pikir layaknya anak SMA. Dalam berperilaku dan bertindak, banyak mahasiswa yang lebih pantas disejajarkan dengan
"preman". Lantas benarkah ada bedanya antara mahasiswa dan siswa?

II. Memang Beda


Jika kita telusuri perbedaan yang terdapat diantara keduanya, maka kita akan mendapati beberapa perbedaan berdasarkan tinjauan yang kita
gunakan. Diantaranya :
1. Perbedaan Makna
Secara pustaka, keduanya jelas berbeda. Siswa dalam banyak perspektif dimaknai sebagai pelajar di tingkatan Sekolah Dasar hingga Menengah.
Ketika telah melewati jenjang tersebut dan melaju pada jenjang di atasnya, yakni sebagai pelajar tingkat perguruan tinggi maka predikat yang ia
sandang bukan lagi siswa melainkan Mahasiswa.
2. Perbedaan sejarah
Dalam tinjauan sejarah, tidak banyak masyarakat indonesia yang sempat merasakan indahnya gelar mahasiswa. Hal tersebut dikarenakan pada
zaman dahulu pendidikan yang dienyam masyarakat hanya terbatas pada sekolah rakyat yang tentu saja jenjang pendidikannya jauh dari
perguruan tinggi. Adapun gelar mahasiswa hanya bisa didapat oleh kaum borjuis yang memiliki kekayaan melimpah.
3. Perbedaan Fisik
Jelas, seiring berbedanya jenjang usia maka perbedaan fisik juga menjadi akibat dari hal tersebut. perbedaan usia tersebut membawa perbedaan
fisik lain seperti perbedaan kekuatan dan sebagainya.
4. Perbedaan Psikis
Mahasiswa dengan gelar maha-nya tentu harus dapat berfikir lebih matang daripada siswa. Bertambahnya usia, pengetahuan dan pengalaman
membuat pola pikir mahasiswa selangkah lebih maju. Dalam kondisi tertentu dimana akal sehat sudah tidak lagi menjadi senjata utama, kita
sering menemui sosok mahasiswa yang masih berfikiran kekanak-kanakan.
5. Perbedaan Tanggung Jawab
Mahasiswa memiliki predikat lain, yakni sebagai agent of chage (Agen perubahan), agent of social control, dan predikat lain. Hal ini dikarenakan
adanya tuntutan bagi mahasiswa untuk tidak hanya memperkaya dirinya dengan ilmu perkuliahan, namun juga mahasiswa dituntut untuk dapat
mengapresiasikan ilmunya kepada masyarakat.

III. Khatimah
Dari paparan singkat tersebut diatas akan dapat kita tarik benang merah bahwa memiliki status mahasiswa bukanlah hal yang ringan dan remeh
semata, namun tentu diimbangi dengan besarnya tanggung jawab yang harus dipikul oleh mahasiswa. Tanggung jawab bagi dirinya, bagi
lingkungannya, bagi bangsanya dan bagi agamanya.

Ketiga kata di atas sering kita dengar dalam percakapan kita sehari-hari. Namun dalam penempatannya terkadang kita masih salah
menempatkannya. Padahal jelas sekali perbedaan antara murid, siswa, dan mahasiswa. Saya jadi teringat ucapan Prof. Dr. Ana Suhaenah
Soeparno, mantan Rektor IKIP (Sekarang UNJ). Beliau pernah mengatakan dalam sebuah seminar di perpustakaan UNJ, bahwa ada perbedaan
yang paling prinsip antara murid, siswa, dan mahasiswa. Murid dan siswa berada di sekolah, sedangkan mahasiswa berada di perguruan tinggi.
Murid adalah peserta didik yang bersekolah di sekolah TK dan SD. Jadi anak TK dan anak SD berhak disebut murid TK dan murid SD.
Sedangkan Siswa adalah peserta didik yang bersekolah di jalur pendidikan SMP/SMA/SMK. Mereka berhak disebut siswa SMP/SMA/SMK.
Lalu bagaimana dengan mahasiswa? Mahasiswa adalah peserta didik yang menuntut ilmu di perguruan tinggi. Ketika siswa SMA/SMk lulus tes
masuk perguruan tinggi dan telah registrasi, maka mereka telah sah dipanggil dengan sebutan mahasiswa.
Banyak hal yang terkadang rancu kita temui. Banyak orang yang mengatakan murid dan siswa itu sama. Padahal dalam proses pembelajarannya
jelas berbeda. Murid TK masuk dalam pendidikan anak usia dini, murid SD masuk dalam pendidikan dasar, siswa smp masuk dalam pendidikan
dasar lanjutan, dan siswa SMA/SMK masuk dalam pendidikan menengah. Sedangkan mahasiswa masuk dalam jalur pendidikan tinggi.

Persamaan murid, siswa, dan mahasiswa adalah mereka sama-sama peserta didik yang berhak mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan
jenjang yang sedang ditempuhnya.

Murid SD dan TK adalah peserta didik yang benar-benar mendapatkan bimbingan penuh dari seorang guru. Bisa juga dikatakan, murid TK dan
SD masih disuapin oleh gurunya dalam hal menuntut ilmu. Guru masih menjadi primadona siswa, karena perannya yang sangat dibutuhkan.

Bagi siswa SMP/SMA/SMK, sedikit demi sedikit proses pembelajaran telah beralih kepada sistem belajar siswa aktif. Paradigma lama biasa
disebut CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) dan paradigma baru biasa desebut PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).
Makanya tidak ada istilah murid aktif, yang ada pembelajaran siswa aktif. Artinya, guru harus mampu mengaktifkan para siswa untuk belajar
secara mandiri. Guru harus bisa menghidupkan suasana pembelajaran agar siswa dapat menemukan sendiri (inquiry) gaya belajarnya. Namun,
tetap saja kendali dan arahan ada pada guru.

Sedangkan bagi seorang mahasiswa, pembelajaran yang diberikan lebih banyak kepada Pedagogi. Orang yang mengajar ereka biasa disebut
dosen. Pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran orang dewasa. Mahasiswa dianggap telah mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri
dalam menuntut ilmu. Dosen hanya tinggal mengarahkan saja, apa yang harus dipelajarinya. Beban dosen tidak seberat beban guru TK atau guru
SD yang memng harus dengan sabar mengajari mereka membaca dan menulis.

Dalam memasuki jenjang dan tahap yang baru, perlu banyak diketahui hal-hal yang berkaitan tentang masa transisi dari siswa menjadi
mahasiswa. Untuk menjadi seorang mahasiswa, bukan hanya sekedar identitas belaka, melainkan betul-betul ingin menjadi seorang mahasiswa
yang intelektual dan memiliki perubahan / melakukan perubahan dari status siswa menjadi mahasiswa.

Secara umum, siswa itu adalah pelajar yang bisa dikatakan masih terkait oleh aturan-aturan yang masih dibatasi kebebasannya. Siswa adalah
seorang atau sekelompok orang yang menuntut ilmu di bangku sekolah. Atau dengan kata lain, siswa adalah orang yang menuntut ilmu sedalam
mungkin, baik yang rela mengeluarkan ataupun tidak, segala jerih payah dll dengan tujuan untuk menempuh masa depan yang cerah dengan
catatan tidak menyianyiakan kesempatan yang diberikan.

Lain halnya dengan pengertian mahasiswa. Menurut bahasa, kata mahasiswa berasal dari dua kata, yakni maha dan siswa. Maha berarti tinggi,
sedangkan siswa berarti pelajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahasiswa adalah orang yang telah terdaftar di perguruan tinggi, baik
negeri maupun swasta. Jadi, secara istilah dapat dikatakan bahwa mahasiswa adalah orang-orang yang memiliki kecerdasan intelektual dan moral
yang dapat digunakan atau diterapkan dalam kehidupan sosial.

Mahasiswa memiliki peran atau tanggung jawab khususnya di masyarakat. Ada 3 peran mahasiswa antara lain sebagai agent of exchange, moral
force, dan social control. Agent of exchange bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah agen pertukaran atau agen perubahan. Dalam hal
ini, mahasiswa berperan untuk melakukan perubahan-perubahan atau sebagai aspirasi atau penyaluran argumen yang bertujuan ke arah yang
positif. Moral force atau kekuatan moral, dimana seorang mahasiswa harus memiliki intelektual dan moral. Dalam hal ini, keduanya harus
diseimbangkan dan sangat penting dimiliki oleh seorang mahasiswa agar berperan maksimal dalam melaksanakan tanggung jawabnya.
Kemudian, yang ketiga adalah social control. Mahasiswa yang berperan dalam masyarakat, perlu dilakukan atau diharapkan dapat melihat
kondisi sosial masyarakat, karena sesungguhnya mahasiswa dalam artian manusia adalah makhluk sosial. Misalnya saja mahasiswa merupakan
perantara penyampaian aspirasi / wakil rakyat yang dapat menyampaikan argumen-argumen atau masalah-masalah kepada pemerintah, dalam hal
ini mahasiswa berperan melakukan kontrol terhadap pemerintah dan juga masyarakat.

Setelah membahas mengenai pengertian dan peran mahasiwa, terdapat pula jenis-jenis mahasiswa yang dikelompokkan atas mahasiswa
akademis, mahasiswa organisatoris, mahasiswa religius maupun mahasiswa hedonis. Mahasiswa yang tergolong mahasiswa akademis adalah
mereka yang hanya fokus kepada pelajaran dan nilai. Mereka hanya memikirkan bagaimana mereka mendapatkan nilai atau IPK yang tinggi
maupun untuk mencapai kelulusan. Mereka tidak mengikuti kegiatan organisasi atau berpartisipasi pada forum-forum mahasiswa. Secara logis,
hal itu wajar jika ingin fokus pada pelajaran atau akademik namun juga terkesan kurang baik apabila memikirkan tujuan hanya berarah kepada
hal tersebut. Selanjutnya, adalah mahasiswa organisatoris. Dalam hal ini, mereka cenderung 90 % fokus pada kegiatan organisasi namun
mengabaikan akademik. Mereka hanya datang ke kampus untuk mengurusi hal-hal atau masalah-masalah terkait dengan organisasi yang mereka
jalankan. Kelompok mahasiswa religius adalah dimana mereka fokus kepada kegiatan keagamaan mereka atau kebanyakan melakukan ibadah
sehingga mereka juga meninggalkan kewajiban-kewajiban urusan dunianya. Dan yang keempat adalah mahasiswa hedonis. Tujuan mereka
sepenuhnya bukan ingin mengikuti kegiatan perkuliahan seperti belajar dan organisasi, melainkan mereka datang untuk melakukan hal-hal yang
tidak bermafaat, seperti gaya-gayaan, memamerkan barang-barang, hura-hura dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hal tersebut. Jenis atau
kelompok manusia seperti ini sebaiknya tidak menjadi identitas bagi mahasiswa.

Kembali kepada topik awal, yang membahas masalah siswa vs mahasiswa. Dalam hal ini akan dijelaskan lebih detail perbedaan-perbedaan antara
siswa dan mahasiswa. Ketika menjadi siswa kita masih dibantu, diayomi dan diarahkan dalam menghadapi persoalan. Menjadi mahasiswa adalah
sebuah kesempatan bagi kita untuk menetapkan jati diri sehingga kita menjadi pribadi yang mandiri, kreatif, dan komunikatif dalam memecahkan
persoalan kehidupan. Dituntut untuk lebih kritis berpikir dengan matang, tidak “gegabah” dalam mengambil keputusan.
Selain itu, terdapat perbedaan metode pembelajaran dalam hal ini belajar di sekolah menengah dan di perguruan tinggi. Karena prebedaannya itu,
banyak mahasiswa yang merasa kesulitan untuk menyesuaikan cara belajarnya di PT. Bahkan, ada yang terpaksa berhenti kuliah (drop-out) di
tahun pertama karena kesulitan menyesuaikan diri.

1. Di sekolah menengah, siswa biasanya bersifat lebih pasif, sementara guru lebih aktif. Siswa lebih banyak berperan aktif sebagai
penerima ilpeng sementara guru sebagai pemberi ilpeng. Di PT, dosen mengharapkan mahasiswa bukan hanya sekedar sebagai
penerima ilmu namun jg pencari ilmu.
2. Tugas akademik di PT lebih sulit dibandingkan di sekolah menengah.
3. Di sekolah menengah, diwajibkan untuk menghadiri setiap pembelajaran namun di PT sering tidak berlaku.
4. Di sekolah menengah, guru seringkali memeriksa tugas seperti membaca dsb, namun di PT diharapkan dapat menjadi pembelajar yang
mandiri.
5. Ujian di sekolah menengah cukup sering diberikan dan meliputi sejumlah kecil informasi / materi pembelajaran. Namun, ujian di PT
lebih jarang diberikan dan mencakup informasi yang lebih banyak.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa baik siswa ataupun mahasiswa seharusnya tetap menjadi pembelajar kehidupan sejati yang tidak hanya berkutat di
depan buku atau mikrofon. Buka “mata lebar”, jangan terjerat dengan status, bisa jadi masih ada sosok lain yang lebih “terpelajar” dari siswa
maupun mahasiswa. Selain itu, perguruan tinggi bukanlah sekedar kelanjutan sekolah menengah. Perguruan tinggi adalah pengalaman baru yang
menuntut kita melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.

Murid, Siswa, dan Mahasiswa... Ketiga kata di atas sering kita dengar dalam percakapan kita sehari-hari. Namun dalam penempatannya
terkadang kita masih salah menempatkannya. Padahal jelas sekali perbedaan antara murid, siswa, dan mahasiswa. Saya jadi teringat ucapan Prof.
Dr. Ana Suhaenah Soeparno, mantan Rektor IKIP (Sekarang UNJ). Beliau pernah mengatakan dalam sebuah seminar di perpustakaan UNJ,
bahwa ada perbedaan yang paling prinsip antara murid, siswa, dan mahasiswa. Murid dan siswa berada di sekolah, sedangkan mahasiswa berada
di perguruan tinggi.

Murid adalah peserta didik yang bersekolah di sekolah TK dan SD. Jadi anak TK dan anak SD berhak disebut murid TK dan murid SD.
Sedangkan Siswa adalah peserta didik yang bersekolah di jalur pendidikan SMP/SMA/SMK. Mereka berhak disebut siswa SMP/SMA/SMK.
Lalu bagaimana dengan mahasiswa? Mahasiswa adalah peserta didik yang menuntut ilmu di perguruan tinggi. Ketika siswa SMA/SMk lulus tes
masuk perguruan tinggi dan telah registrasi, maka mereka telah sah dipanggil dengan sebutan mahasiswa.

Banyak hal yang terkadang rancu kita temui. Banyak orang yang mengatakan murid dan siswa itu sama. Padahal dalam proses pembelajarannya
jelas berbeda. Murid TK masuk dalam pendidikan anak usia dini, murid SD masuk dalam pendidikan dasar, siswa smp masuk dalam pendidikan
dasar lanjutan, dan siswa SMA/SMK masuk dalam pendidikan menengah. Sedangkan mahasiswa masuk dalam jalur pendidikan tinggi.

Persamaan murid, siswa, dan mahasiswa adalah mereka sama-sama peserta didik yang berhak mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan
jenjang yang sedang ditempuhnya.

Murid SD dan TK adalah peserta didik yang benar-benar mendapatkan bimbingan penuh dari seorang guru. Bisa juga dikatakan, murid TK dan
SD masih disuapin oleh gurunya dalam hal menuntut ilmu. Guru masih menjadi primadona siswa, karena perannya yang sangat dibutuhkan.

Bagi siswa SMP/SMA/SMK, sedikit demi sedikit proses pembelajaran telah beralih kepada sistem belajar siswa aktif. Paradigma lama biasa
disebut CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) dan paradigma baru biasa desebut PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).
Makanya tidak ada istilah murid aktif, yang ada pembelajaran siswa aktif. Artinya, guru harus mampu mengaktifkan para siswa untuk belajar
secara mandiri. Guru harus bisa menghidupkan suasana pembelajaran agar siswa dapat menemukan sendiri (inquiry) gaya belajarnya. Namun,
tetap saja kendali dan arahan ada pada guru.

Sedangkan bagi seorang mahasiswa, pembelajaran yang diberikan lebih banyak kepada Pedagogi. Orang yang mengajar ereka biasa disebut
dosen. Pembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran orang dewasa. Mahasiswa dianggap telah mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri
dalam menuntut ilmu. Dosen hanya tinggal mengarahkan saja, apa yang harus dipelajarinya. Beban dosen tidak seberat beban guru TK atau guru
SD yang memng harus dengan sabar mengajari mereka membaca dan menulis.

You might also like