You are on page 1of 13

Makna PUASA

Oleh : Prof. DR. M. Quraish Shihab, MA

Sumber : www.metrotv.com

Tanggal : 31 Agustus 2010

Puasa merupakan salah satu rukun Islam. Di dalam Al-Quran ada 2 kata, yaitu SHIYAM
dan SHAUM. Kedua-duanya berasal dari kata yang sama, yang artinya menahan. Orang yang
menahan diri disebut Shaim.

SHAUM di dalam Al-Quran berarti menahan diri untuk tidak bicara, sedangkan
SHIYAM di dalam Al-Quran berarti menahan diri dari hal-hal yang buruk menurut Allah

Seringkali kata dalam Al-Quran tapi pemaknaannya dipersempit oleh hokum (fiqh).
Seperti shalat, sebenarnya bermakna doa. Tapi dalam hukum (fiqh) itu adalah gerakan tertentu
yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Menurut fiqh, walaupun tidak khusyu tapi
kalau sudah melakukan gerakan2 tertentu yg diawali takbir dan diakhiri salam, maka sudah bisa
dikatakan itu shalat. Namun sebetulnya menurut Al-Quran, dia belum shalat yang sesungguhnya.
Hukum hanya mengatur yang nampak saja, tapi tidak mengatur yang esensi.

Begitu juga dengan makna SHIYAM. Shiyam menurut hukum adalah tidak makan,
minum dan seks sejak terbit matahari sampai terbenam matahari. Tapi sebenarnya makna dalam
Al-Quran adalah bukan hanya sampai di situ, tapi juga menahan diri dari segala yang buruk.

Untuk apa SHIYAM ? Kata Allah dalam Al-Quran, adalah agar kita menjadi
“Tattaqun”.Surat Al-Baqarah ayat 183. Apa arti Tattaqun ? Tattaqun adalah “kamu menjadi
orang-orang yang terhindar dari segala bencana, musibah baik di dunia maupun di akhirat
kelak”.

Manusia dalam hidupnya selalu menginginkan kesempurnaan. Orang yang kayapun ingin
lebih kaya lagi. Orang menginginkan dirinya dan orang lain menjadi orang-orang yang terbaik
dan lebih sempurna dari waktu ke waktu. Bahkan lingkungan tempat tinggalnya pun ingin lebih
sempurna dan sempurna lagi. Karya-karya-nya pun disempurnakan terus menerus. Sesuatu
dinilai sempurna jika memenuhi tiga hal, yaitu indah, baik dan benar.

Untuk kesempurnaan ini, manusia menemukan bahwa Allah itulah yang Maha Sempurna,
karena itu manusia ingin meneladaniNya. (Mempunyai sifat yang Maha Sempurna, karya-karya
Allah sangat sempurna dan penuh ketelitian. Allah itu Maha Baik, Maha Indah dan juga Dialah
Kebenaran itu sendiri (Al-Haq). PerbuatanNya tidak ada kesalahan atau error disana sini,
walaupun jutaan bahkan triliyunan karyaNya. Tidak ada kita mendengar God Error, tapi manusia
selalu melakukan Human Error. Manusia ingin memperkecil kesalahan yang diperbuatnya,
mengecilkan nilai Human Error. Berapa banyak musibah yang diakibatkan oleh Human Error.
Manusia ingin sempurna seperti sempurnaNya sang Maha Sempurna. Manusia ingin
meneladaniNya. –RED).
Puasa adalah upaya untuk meneladaniNya. Itulah yang dimaksud “Puasa untukKu, dan
Akulah yang akan membalas-Nya” dalam sebuah hadits. Shalat, Zakat, Haji juga untuk Allah,
namun semuanya bukan untuk meneladani Allah. Sedangkan Puasa adalah untuk meneladani
Allah, agar menjadi sempurna.

Dalam menuju kesempurnaan lingkungan, metode menghilangkan kotoran adalah yang


lebih diutamakan daripada menghiasinya. Begitu juga dengan sifat yang buruk dan dari hal-hal
yang buruk itu lebih diutamakan untuk dibersihkan. Mana yang lebih dulu : menahan marah atau
membaca Quran di bulan Ramadhan ? Jawabannya adalah menahan marah. Apa gunanya parfum
jika belum mandi ? Dan umumnya masyarakat melakukan mandi dan pakai parfum namun masih
main kotor pula. Ini adalah bahasa kiasan.

Apa hal yang buruk dalam diri manusia ? Yang tidak baik dari diri manusia adalah nafsu
amarah kepada keburukan. Puasa adalah untuk mengatur nafsu sehingga tidak selalu menjadi
amarah kepada keburukan, tapi menjadi nafsu yang muthmainnah dan nafsu yang selalu
menyuruh kepada kebaikan.

KOMENTAR :

Saya menyadari bahwa rukun puasa ialah menahan segala sesuatu mulai dari terbit fajar
sampai terbenamnya matahari agar kita bisa menjadi lebih bertaqwa kepada Allah SWT. Untuk
masalah kesempurnaan, seharusnya manusia itu sadar bahwa kesempurnaan hanya milik Allah
SWT. Manusia hanya bisa berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik, bukan menjadi yang
paling sempurna. Makna puasa juga dapat menahan hawa nafsu kita, terutama hawa nafsu yang
mengarah pada keburukan. Di dalam Al-Quran telah disebutkan bahwa orang yang kuat ialah
orang yang dapat menahan hawa nafsunya. Jadi, sebaiknya kita sadar mulai sekarang bahwa
puasa mempunyai banyak manfaat yang terdapat di dalamnya.
MAKNA HALAL BI HALAL

Sumber : www.kompas.com

Tanggal : 1 September 2010

Halal bihalal, dua kata berangkai yang sering diucapkan dalam suasana Idul Fitri, adalah
satu dari istilah-istilah “keagamaan” yang hanya dikenal oleh masyarakat Indonesia. Istilah
tersebut seringkali menimbulkan tanda tanya tentang maknanya, bahkan kebenaranya dalam segi
bahasa, walaupun semua pihak menyadari tujuannya adalah menciptakan keharmonisan antara
sesama.

Hemat saya paling tidak ada dua makna yang dapat dikemukakan menyangkut pengertian
istilah tersebut, yang ditinjau dari dua pandangan. Yaitu, pertama, bertitik tolak dari pandangan
hukum Islam dan kedua berpijak pada arti kebahasaan.

Menurut pandangan pertama – dari segi hukum – kata halal biasanya dihadapkan dengan
kata haram. Haram adalah sesuatu yang terlarang sehingga pelanggarannya berakibat dosa dan
mengundang siksa, demikian kata para pakar hukum. Sementara halal adalah sesuatu yang
diperbolehkan dan tidak mengundang dosa. Jika demikian halal bihalal adalah menjadikan sikap
kita terhadap pihak lain yang tadinya haram dan berakibat dosa, menjadi halal dengan jalan
mohon maaf.

Pengertian seperti yang dikemukakan di atas pada hakikatnya belum menunjang tujuan
keharmonisan hubungan, karena dalam bagian halal terdapat sesuatu yang makruh atau yang
tidak disenangi dan sebaiknya tidak dikerjakan. Pemutusan hubungan (suami-istri, misalnya)
merupakan sesuatu yang halal tapi paling dibenci Tuhan. Atas dasar itu, ada baiknya makna halal
bihalal tidak dikaitkan dengan pengertian hukum.

Menurut pandangan kedua – dari segi bahasa – akar kata halal yang kemudian
membentuk berbagai bentukan kata, mempunyai arti yang beraneka ragam, sesuai dengan bentuk
dan rangkaian kata berikutnya. Makna-makna yang diciptakan oleh bentukan-bentukan tersebut,
antara lain, berarti “menyelesaikan problem”, “meluruskan benang kusut”, “melepaskan ikatan”,
dan “mencairkan yang beku”.

Jika demikian, ber-halal bihalal merupakan suatu bentuk aktifitas yang mengantarkan
para pelakunya untuk meluruskan benang kusut, menghangatkan hubungan yang tadinya
membeku sehingga cair kembali, melepaskan ikata yang membelenggi, serta menyelesaikan
kesulitan dan problem yang menghalang terjalinnya keharmonisan hubungan. Boleh jadi
hubungan yang dingin, keruh, dan kusut tidak ditimbulkan oleh sifat yang haram. Ia menjadi
begitu karena Anda lama tidak berkunjung kepada seseorang, atau ada sikap adil yang Anda
ambil namun menyakitkan orang lain, atau timbul keretakan hubungandari kesalahpahaman
akibat ucapan dan lirikan mata yang tidak disengaja. Kesemuanya ini, tidak haram menurut
pandangan hukum, namun perlu diselesaikan secara baik; yang berku dihangantkan, yang kusut
diluruskan, dan yang mengikat dilepaskan.
Itulah makna serta substansi halal bihalal, atau jika istilah tersebut enggan Anda gunakan,
katakanlah bahwa itu merupakan hakikat Idul Fitri, sehungga semakin banyak dan seringnya
Anda mengulurkan tangan dan melapangkan dada, dan semakin parah luka hati yang Anda obati
dengan memaafkan, maka semakin dalam pula penghayatan dan pengamalan Anda terhadap
hakikat halal bihalal. Bentuknya memang khas Indonesia, namun hakikatnya adalah hakikat
ajaran Islam.

KOMENTAR:
Menurut saya , halal bi halal pada Idul Fitri sekarang ini banyak yang disalahgunakan
oleh umat Islam di Indonesia. Mereka malah berlomba-lomba untuk menjadi yang “terbaru”.
Mulai dari baju baru, celana baru, mobil baru, dll. Inti dari halal bi halal pada Idul Fitri telah
dijelaskan di atas. Makna Idul Fitri untuk kembali suci jadi tersampingkan. Seharusnya Idul Fitri
tidak dijadikan ‘mode fashion’, namun kita harus saling memaafkan sesame dengan hati ikhlas
agar hubungan persaudaraan antar umat menjadi lebih baik.
Pendidikan Agama bagi Anak

Oleh : Prof. DR. M. Quraish Shihab, MA

Sumber : www.metrotv.com

Tanggal : 2 September 2010

Pendidikan agama berfungsi menanamkan keimanan pada diri anak sebagai bekal
kehidupannya di masa depan. Keimanan adalah modal utama untuk mengembangkan apa yang
disebut Dahner Zhohar sebagai Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient), yang juga disebut
Howard Gardner sebagai salah satu dari ragam kecerdasan majemuk (multiple intelligence).
Kecerdasan spiritual tidak boleh dianggap remeh dalam kehidupan. Ia berfungsi sebagai
semacam life-skill (kecakapan hidup) untuk membangun kehidupan berkualitas.

Namun, pendidikan agama bukan hanya tugas para pendidik (ulama, guru di sekolah, dll),
melainkan juga tugas utama orangtua untuk anak mereka. Bahkan secara pedagogis, pendidikan
agama sudah harus diajarkan sejak anak masih kecil. Orangtua yang menyadari pentingnya
agama bagi perkembangan jiwa anak, dan bagi kehidupan manusia pada umumnya, akan
berusaha menanamkan pendidikan agama sejak kecil sesuai dengan agama yang dianutnya.
Sebagai umat Islam, tentunya kita percaya pada rukun iman dan juga rukun islam. Salah satu dari
rukun islam adalah berpuasa di bulan Ramadhan.

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang dinanti-nanti oleh umat Islam. Banyak orang
berlomba-lomba berbuat kebaikan untuk meraih pahala di bulan ini. Tidak sedikit orangtua,
terutama ibu-ibu, yang telah mendaftarkan anak-anak mereka mengikuti serangkaian kegiatan
seperti pesantren kilat yang banyak diadakan, baik di sekolah atau pun di tempat-tempat tertentu.
Tujuannya, agar anak benar-benar dapat memahami makna Bulan Ramadhan dan menambah
ilmu agama. Akan tetapi, tentu tidak mudah memberikan pemahaman keagamaan kepada anak-
anak. Berbagai strategi khusus pun perlu dilakukan agar anak, terutama bagi mereka yang baru
belajar berpuasa, memunyai kesan khusus dan mendalam pada Bulan Ramadhan.

Untuk itu, orangtua tidak hanya memerlukan pengalaman, melainkan juga pengetahuan
mengenai tahapan perkembangan agama pada anak. Menurut Ernest Harms dalam The
Development of Religious on Children, tahap perkembangan agama pada anak terbagi dalam 3
tingkatan yaitu:

1. The Fairy Tale Stage (Tingkat dongeng). Dimulai pada anak berusia 3-6 tahun. Konsep anak
mengenai Tuhan pada tahap ini lebih banyak dipengaruhi oleh emosi. Sesuai dengan tahap
perkembangan kognisinya, pada tahap ini anak seakan-akan memahami konsep ketuhanan
sebagai sesuatu yang kurang masuk akal. Kehidupan pada masa ini lebih banyak dipengaruhi
oleh kehidupan fantasi yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk akal.
2. The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan). Dimulai sejak anak berusia 7-15 tahun. Pada tahap
ini konsep ketuhanan anak sudah mencerminkan pada kenyataan. Konsep ini timbul melalui
lembaga-lembaga keagamaan pada anak dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya.
Sehingga segala bentuk tindakan amal keagamaan akan diikuti dan anak juga tertarik untuk
mempelajarinya.
3. The Individual Stage (Tingkat Individu). Pada tahap ini, anak sudah memiliki kepekaan emosi
yang paling tinggi sejak perkembangan usia mereka.
Selain itu, menurut J. Omar Brubaker M.A & Robert E. Clark Ed.D setiap masa aspek-aspek
kerohanian ditandai dengan periode: 1. Masa tahun-tahun dasar; bayi dan kanak-kanak (0-2th).;2.
Masa Peniruan dan penemuan; pra sekolah (2-3 th).;3. Masa pengalaman-pengalaman baru; awal
masa kanak-kanak (4-5 th). Dan 4. Masa dunia yang bertambah luas; pertengahan masa anak (6-
8 th).
Lalu, bagaimana cara kita melatih anak usia dini untuk berpuasa? Berikut hal-hal yang
perlu diperhatikan oleh orangtua dalam melatih anak usia dini berpuasa, yang disesuaikan
dengan periodenya seperti yang disebut di atas:
1. Masa tahun-tahun dasar; bayi dan kanak-kanak (0-2th). Disebut sebagai masa ketergantungan
terhadap orangtua. Anak-anak kecil memperoleh tingkah lakunya hampir seluruhnya melalui
pola peniruan. Walaupun mereka tidak mengerti arti perbuatan tersebut, mereka meniru apa yang
dilihatnya dan belajar menentukan pola hidupnya untuk yang baik atau yang buruk.
2. Masa Peniruan dan penemuan; pra sekolah (2-3 th). Oleh karena ingatan anak-anak belum
dapat diandalkan dan perbendaharaan katanya terbatas maka konsep harus diajarkan secara
berulang-ulang dengan berbagai cara. Anak balita senang pengalaman ini. Mereka akan meniru
orangtuanya, gurunya, kakaknya dan lainnya.
Berkaitan dengan tujuan kita, ada sejumlah trik yang dapat diterapkan:
• dalam melatih anak-anak berpuasa maka kita (orangtua) dapat mengingatkan anak-anak bahwa
Bulan Ramadhan segera tiba. Ajak anak untuk mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan untuk
beribadah, seperti sajadah, mukena, sarung, Al-quran, tasbih dll. Semua ini tidak harus baru,
yang penting bersih dan suci.
• Perlu diingat, orangtua diharapkan mampu menjaga baik sikap maupun tingkah laku mereka di
depan anak-anak mereka. Jangan suka berkata-kata kasar dan berbuat hal-hal yang membatalkan
puasa. INGAT! Semua perilaku kita bisa ditiru oleh anak-anak. Percuma saja kan si anak sudah
beribadah puasa dan semuanya hancur gara-gara perilaku orangtua?.
• Selain itu, orangtua bersama dengan anak-anak mencoba membuat suasana rumah yang
menyenangkan ketika Bulan Ramadhan tiba. Misalnya, menghiasi atau mendekor rumah dengan
aneka hiasan dinding atau gantung di kamar anak, seperti bentuk mesjid, bulan sabit, dan
bintang.
• Saat sahur, buatlah makanan yang disukai anak, sehingga mereka akan menjadi bersemangat.
• Atau sesekali ajaklah anak mengantarkan makanan ke tetangga atau ke masjid sebelum berbuka
puasa. Kegiatan yang menyenangkan akan membuat anak-anak semakin menyenangi Ramadhan.
3. Masa pengalaman-pengalaman baru; awal masa kanak-kanak (4-5 th).
Seorang anak dapat belajar mencintai Tuhannya sebagaimana ia belajar mencintai orang-orang
dalam rumahnya. Begitu juga dengan belajar menyenangi puasa. Anak-anak belajar berpuasa
berdasarkan contoh dari orangtua dan keluarganya. Jika kedua orangtua dan seluruh anggota
keluarganya berpuasa, sang anak tentu juga akan terdorong untuk ikut berpuasa.

• Jika anak belum mampu berpuasa sebulan penuh, ajarkan dia untuk berpuasa setengah hari.
Dalam Islam hal ini dibolehkan. Allah SWT. menyukai sikap tadarruj (bertahap). Kalau sudah
mampu, pasti anak akan berpuasa satu hari penuh. Selain itu, kita bisa membuatkan agenda
kegiatan untuk anak saat bulan Ramadhan. Tapi jangan lupa untuk melibatkan anak dalam
penyusunan rencana itu. Tanyailah anak-anak sebelum Anda membuat keputusan.
• Bisa juga orangtua mengajak anak untuk mengumpulkan baju-baju dan mainan yang sudah
tidak dipakai lagi untuk disumbangkan ke anak-anak yatim piatu. Hal kecil seperti ini akan
melekat di benak anak.
4. Masa dunia yang bertambah luas; pertengahan masa anak (6-8 th)
Kemampuan anak untuk mengenal Tuhannya bertambah ketika dunia lingkungannya bertambah
luas dan pengalamannya juga bertambah banyak. Anak memperoleh manfaat jika ia beribadah
sesuai dengan tingkat pengertiannya sendiri.
• Pada periode ini, orangtua bisa mengajari anak mencapai target pada setiap ilmu yang mereka
dapat dan mendiskusikan hasil belajar mereka dengan Ibu. Misalnya, pada hari pertama bulan
Ramadhan anak tahu kalau shalat berjamaah di masjid akan banyak mendapat pahala. Pada hari
kedua, anak mendapat ilmu baru lainnya, begitu juga di hari-hari selanjutnya. Jad, ilmu anak
akan terus bertambah. Pada hari terakhir puasa, ajak anak mengevaluasi ibadah puasanya. Berapa
kali batal puasa, apakah shalat tarawihnya lengkap? Lalu bagaimana dengan membaca Al-
qurannya?
• Berikan motivasi kepada anak agar bulan Ramadhan tahun depan bisa lebih baik lagi.
• Terakhir, pada minggu-minggu menjelang lebaran, ajak anak membuat kue dan mempersiapkan
kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Semua kegiatan ini dapat terlaksana dengan baik jika dibarengi dengan niat yang tulus ikhlas dari
orangtua. Tentunya segala sesuatu memerlukan proses dan tidak bisa instan atau sekali jadi.
Karena itu, marilah kita sama-sama belajar agar apa yang menjadi tujuan kita dapat tercapai
dengan baik.

KOMENTAR:
Saya setuju dengan topic yang diangkat pada artikel di atas. karena pada saat ini banyak
generasi penerus bangsa yang tidak mempunyai moral dan ajaran Islamiah. banyak penyebabnya,
mulai dari masalah di rumah, masalah dengan teman, salah pergaulan dll. Peran orangtua sangat
dibutuhkan dalam hal ini. Mulai dari mendidik anak sejak dini, sampai pengawasan terhadap
pergaulan anak. Peran teman dari sang anak juga penting, karena apabila salah memilih teman,
maka dikhawatirkan anak tersebut akan terpengaruh oleh pergaulan jelek dari temannya.
Mungkin dengan mengajarakan islamiyah pada anak, Insya Allah anak tesebut tidak terjerumus
ke hal-hal yang tidak diinginkan karena Allah SWT akan senantiasa melindungi anak tersebut
dari hal-hal yang buruk.
Jalan Kemuliaan Puasa

Oleh : Prof. DR. M. Quraish Shihab, MA

Sumber : www.kompas.com

Tanggal : 3 September 2010

Salah satu jenis ibadah yang: umum, sangat tua, dan semua agama memerintahkannya
adalah puasa. Jenis ibadah ini lebih universal, meskipun cara pelaksanaanya berbeda-beda.
Dalam sejarah, puasa sudah dilaksanakan oleh bangsa Mesir kuno, Yunani, dan Romawi. Puasa
merupakan ajaran semua agama, baik yang samawi seperti Yahudi dan Nasrani maupun yang
thabi'i (kultur), seperti Hindu dan Budha. Perbedaannya terletak pada motivasi pelaksanannya
(niatnya), penyebabnya, serta cara pelaksanaanya.

Umumnya, orang berpuasa pada saat menghadapi berbagai kesulitan hidup, ketika
berduka cita, atau sedang mengalami musibah. Orang berpuasa untuk menandai masa-masa
berkabung. Di kalangan penyembah berhala, orang berpuasa karena didorong oleh keinginan
untuk menghilangkan kemarahan tuhan, karena mereka telah banyak melakukan pelanggaran.
Melalui puasa mereka mengaharapkan kerelaan tuhan untuk kemudian memeberikan
pertolongan. Sampai saat ini masih banyak orang yang melaksakan puasa karena motivasi seperti
ini.

Karena puasa ini merupakan ibadah yang universal, artinya semua agama mengajarkan
nya, maka banyak orang Islam yang ketika bulan Ramadan tiba sangat antusias menjalankan
puasa walaupun dalam kesehariannya mereka tidak menjalankan salat. Bagi mereka puasa itu
mempunyai arti yang lebih dari sekadar ibadah puasa.

Pemaknaan puasa seperti di atas boleh-boleh saja, asal tidak sampai tercampur dengan
motivasi-motivasi lain, yang sumbernya berasal dari ajaran agama lain (atau mistisisme).
Pemahaman semacam itu masih besar dalam diri umat Islam Indonesia (serta mungkin umat
Islam negara lainnya, khususnya di kawasan Asia). Tugas para dai adalah meluruskan dan
memurnikan ajaran Islam dari segala pengaruh agama lain (kepercayaan lain), yang sesat dan
menyesatkan.

Dalam konteks syariat Islam, motivasi puasa atau shiyâm tidak lain kecuali untuk
meninggikan derajat manusia ke puncak kehidupan ruhaniyah yang tinggi dan mulia dalam
pandangan Allah. Dalam pandangan Islam, derajat tertinggi manusia adalah yang bertakwa.
Allah menegaskan dalam firmannya: "sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu
adalah yang paling bertakwa" (QS. al-Hujurat:13). Siapa pun dapat mencapai derajat ini tanpa
memandang status sosial.

Takwa inilah yang menjadi tujuan utama disyariatkannya puasa Ramadan. Inilah
motivasi dasar dari segala bentuk ritual Ramadan. Kaum muslimin hendaknya mempunyai tujuan
yang sama , untuk bersama-sama menjalankan ibadah (puasa) agar mencapai puncak rohaniah
yang tertinggi dan termulia di sisi Allah swt. Untuk apa menjadi presiden jika hanya
mengantarkan kita lebih cepat meluncur ke neraka? Untuk apa menjadi pejabat jika
mempermudah kita berlumur dosa? Untuk apa menjadi konglomerat jika hanya akan
menyengsarakan kehidupan kita di dunia dan akhirat?.

Ramadan kali ini adalah kesempatan bagi kita untuk berlomba-lomba mencapai tingkatan
takwa. Kita mengalami defisit takwa. Orang yang bertakwa jumlahnya jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan mereka yang jahat, kotor, dan tak bermoral.

Seandainya negara seperti Indonesia ini dipenuhi orang-orang yang bertakwa, krisis yang
melanda tentu akan mudah teratasi. Kenapa demikian? Orang yang bertakwa akan selalu
dibimbing Allah, diberi petunjuk ke jalan yang benar, sehingga mereka akan mampu
memecahkan setiap permasalahan. Allah berjanji, Allah akan menjadi pembimbing bagi orang-
orang yang bertakwa (QS. al-Jatsiyah: 19).

Jika Allah sudah menjadi pembimbing kita, tentu dia menunjuki kita ke jalan yang terang
benderang. Allah pasti akan menuntun kita agar kaki kita tidak terperosok ke dalam lubang krisis
yang sulit dilepaskan. Jika Allah membiarkan kita berjalan sendiri, bisa jadi kita lepas dari mulut
singa tapi masuk ke mulut buaya. Sama saja.

Stok insan yang bertakwa saat ini tengah berkurang. Kita sedang kekurangan orang-orang
yang dibimbing jalannya oleh Allah swt. Sebenarnya sudah lama kita mengidam-idamkan
generasi muttaqin (yang bertakwa), tapi betul bahwa takwa sudah lama menjadi idaman, bahkan
menjadi program. Harapan kita, pendidikan akhlak dan moral, termasuk ketakwaan kepada Allah
swt, biarlah dikembalikan kepada yang bertanggung jawab, yaitu lembaga agama.

Jika benar-benar lahir generasi takwa di dunia ini, niscaya secara alami seluruh persoalan
dunia dapat diatasi. Bukankah Allah mencintai hambanya yang bertakwa? Allah berfirman :
"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa" (QS. ali-Imran: 76). Jika Allah
sudah mencintai hamba-Nya, tentu Dia tidak rela hamba-Nya terus menerus berada dalam
kesulitan. Allah pasti akan mengangkatnya dari "lumpur yang kotor" itu, kemudian memberi
tempat yang terpuji dan mulia.

Jika kita lebih teliti lagi membaca Al Qur'an, ternyata Allah swt tidak hanya sekedar
cinta, tapi selalu bersama-sama orang yang bertakwa. Ini janji yang luar biasa. Sekedar dikawal
tentara yang bersenjata saja kita sudah merasa aman, apalagi jika kita dikawal Allah. Sekedar
ditemani orang yang kita cintai saja sudah merasa tentram, apalagi ditemani Allah yang
berfirman sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa (QS. al-Baqarah: 194).

Dengan janji-janji di atas, pantas jika kemudian Allah mengangkat orang yang bertakwa
ke derajat yang paling mulia. Sebab mereka pastilah generasi yang menang , bukan yang
menang-menangan. Artinya kemenangan yang mereka raih bukan sekedar untuk dirinya sendiri
dengan merugikan pihak lain, tapi kemenangan yang sejati, kemenangan untuk semua. Dalam
menyelesaikan masalah, mereka berprinsip win-win, menang sama menang, bukan kalah sama
kalah.
Kepada mereka yang bertakwa, sekali lagi Allah menjanjikan "kesudahan yang baik
(kemenangan) adalah untuk orang-orang yang bertakwa" (QS. al-A'raf: 128). Sekarang tinggal
kita, percaya atau tidak terhadap janji Allah, pasti ditepati. Dunia ini akan menjadi jaya, jika
segenap penduduknya bertakwa. Ini suatu aksioma yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Allah
berfirman: "Jika sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami limpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu,
maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya" ( QS. al-A'raf 96).

KOMENTAR :

Ada satu jalan suci yang dapat diraih oleh seluruh umat manusia untuk meraih segala
kemuliaan itu, meraih ketakwaan dengan seluruh nafasnya. Jalan suci itu adalah berpuasa,
khususnya berpuasa di bulan suci Ramadan. Di sana lah menunggu janji-jani Allah kepada
kemuliaan dunia beserta isinya. Maka, rugilah bila kita tidak berpuasa. Untuk masalah
kesempurnaan, seharusnya manusia itu sadar bahwa kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Manusia hanya bisa berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik, bukan menjadi yang paling
sempurna. Makna puasa juga dapat menahan hawa nafsu kita, terutama hawa nafsu yang
mengarah pada keburukan. Di dalam Al-Quran telah disebutkan bahwa orang yang kuat ialah
orang yang dapat menahan hawa nafsunya. Jadi, sebaiknya kita sadar mulai sekarang bahwa
puasa mempunyai banyak manfaat yang terdapat di dalamnya.
Kemenangan Yang Hakiki

Sumber : www.kompas.com

Tanggal : 4 September 2010

Marilah kita perhatikan beberapa kemenangan yang diperoleh kaum muslimin dalam
rentang sejarang Islam. Allah swt telah memberikan kemenangan kepada kaum muslimin dalam
berbagai kesempatan, yaitu perang badar, perang al-Ahzab, saat penaklukan kota Makkah,
perang Hunain dan berbagai kesempatan lainnya. Semua kemenangan tersebut tidak lain adalah
janji-janji Allah yang diberikan kepada mereka yang beriman, "Dan Kami selalu berkewajiban
menolong orang-orang yang beriman" (QS. Rum : 47).

Allah memberikan pertolongan dan kemenangan karena kaum muslimin tidak begitu saja,
namun tentu dengan alasan yang kuat, yaitu karena mereka berpegang teguh pada agama mereka.
"Dan Allah pasti akan menolong orang-orang yang menolong(agama)Nya, sesungguhnya Allah
Maha Kuat dan Maha Perkasa. Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan mereka di muka
bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma 'ruf
dan mencegah kemungkaran, dan kepada Allah lah kembali segala urusan" (Q.S. Al-Haj : 40-
41).

Dengan demikian itulah sifat-sifat yang menjadikan orang mukmin berhak mendapatkan
pertolongan Allah adalah. Mari kita mencoba mengkaji sifat-sifat tersebut secara lebih rinci:

1. Orang telah diteguhkan kedudukannya oleh Allah di muka bumi. Mereka adalah orang-
orang yang telah menegakkan ibadah kepada Allah dengan sempurna. Allah telah
berfirman :"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal sholeh, bahwa Dia akan menjadikan mereka berkuasa di bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan
sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridlai-Nya untuk mereka
dan Dia benar-benar akan mengganti kondisi mereka setelah dalam ketakutan menjadi
rasa aman sentosa, mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan apapun
dengan-Ku" (QS. An-Nur : 55). Jika seorang hamba beribadah secara ikhlas kepada Allah
dengan perkataan, perbuatan dan keyakinannya, tidak karena harta atau tujuan-tujuan
duniawi lainnya, niscaya Allah akan meneguhkannya di muka bumi ini. Dengan
demikian seseorang sebenarnya tidak akan memperoleh kedudukan di muka bumi ini di
depan Allah sebelum ia menegakkan agama dan ibadah mereka. Inilah yang bisa kita
sebut sebagai "institusi sosial yang mapan yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan
akhlaqul karimah".

2. Mereka yang mendirikan salat dengan khusyu' dan benar. Salat tanpa kekhusyu'an
layaknya jasad tanpa roh. Kekhusu'an dalam shalat pada zaman sekarang ini menjadi
semakin berharga. Hiruk pikuk kehidupan serta bisingnya informasi dan komunikasi,
menjadikan hati manusia sering bercabang-cabang. Ini menjadikan kekhusyu'an semakin
sulit didapatkan. Maka tepatlah kalau kekhusyu'an dalam mendirakan salat menjadi salah
satu sebab pertolongan Allah, karena pada kekhusyu'an ini tercipta komunikasi langsung
antara hamba dan Tuhannya.

Sifat ini menggambarkan kepada "institusi ibadah" yang optimal dalam kehidupan.
Ibadah yang tidak saja bernilai ritual namun juga mempunyai nilai yang lebih luas dan
mendalam.

3. Menunaikan zakat untuk membersihkan harta dan diri mereka dengan sekaligus
menolong saudara mereka yang kesusahan dan fakir miskin. Dengan berzakat,
ketimpangan sosial antara kaum punya dan kaum miskin papa bisa diminimalisir. Dan
pada gilirannya penerapan institusi zakat akan mengantarkan kepada perekonomian yang
seimbang, stabil dan kokoh, namun bersih dari praktek-praktek aniaya dan riba.

Tentu yang dimaksudkan Allah dari sifat ini adalah terciptanya sistem perekonomian
yang mapan dan bersih, sesuai dengan spirit yang terkandung dalam ibadah zakat.

4. Mengajak kepada ma'ruf, yaitu kebajikan yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya,
saling mengkoreksi dan mengingatkan dengan saudaranya demi menegakkan syariat
Allah. Dalam sebuah hadis diterangkan, 'Perumpamaan seorang mukmin terhadap
saudaranya mukmin lainnya adalah seperti bangunan yang saling topang menopang".
Itulah tugas seorang mukmin terhadap saudaranya yang seiman.

Yang bisa kita ambil dari sifat ini adalah terciptanya tujuan dan orientasi kehidupan
kepada hal yang ma'ruf, kebaikan dan kemaslahatan bersama. Orientasi dan tujuan
pengembangan kehidupan tidak dieksploitir hanya karena segelintir kepentingan
kelompok atau pribadi, namun lebih mengarah kepada upaya mewujudkan konsep
"Rahmatan Lil Alamin", kesejahteraan alam semesta.

5. Mencegah kemungkaran. Mungkar adalah pekerjaan yang dilarang oleh Allah dan rasul-
Nya. Mungkar bisa merupakan dosa besar, seperti membunuh dan berzina, ataupun dosa
kecil seperti melihat dan mendengar kemaksiatan. Mereka mencegah kemungkaran demi
manjaga agama Allah dan melindungi penganutnya dari kerusakan dan kesesatan.

Inilah yang dimaksud dengan penegakan supremasi hukum. Hukum bisa berfungsi
sebagai pembela hak kaum tertindas dan mencegah kejahatan dan kemungkaran merajalela.
Hukum bisa menegakkan keadilan dan tidak diperkosa untuk mewujudkan kepentingan
penguasa. Tentunya ini memerlukan sitem yang bersih dan adil, baik dari segi substansi
hukumnya maupun aparat penegaknya.

Jelas lah bahwa ayat-ayat tersebut mengisyarakatkan kepada kita bahwa pertolongan
Allah akan diberikan kepada mereka yang menolong penegakkan agamaNya. Dan mereka yang
berhak mendapatkan pertolongan Allah adalah mereka yang mampu mewujudkan kondisi-
kondisi yang tercermin dari sifat-sifat yang dijelaskan ayat tersebut. Sifat-sifat ini tidak lain juga
sifat yang harus ditegakkan oleh kaum muslimin dalam setiap kehidupan dalam berbagai
kondisinya. Karena hanya dengan menerapkannya insya Allah pertolongan dan kemenangan
akan senantiasa diperoleh.

Bulan Ramadan mengajak kita mengenang perang Badr yang terjadi pada tanggal 17
Ramadan tahun kedua hijriyah. Kekuatan umat Islam yang sangat kecil dibandingkan dengan
kekuatan kaum musyrik, ternyata tidak menghalangi kemenangan mereka. Ini semua menjadi
bukti kebenaran firman Allah bahwa kemenangan tersebut tidak lain adalah dari Allah dan berkat
pertolongan Allah. Dan Allah memberikan kemenangan karena mereka begitu patuh kepada
ajaran-ajaran-Nya dan petunjuk rasul-Nya.

KOMENTAR :
Tentunya semua uraian di atas, sedikit bisa memberi jawaban akan kebingungan kita
dalam melihat fenomena kaum muslimin dewasa ini, dimana kekalahan demi kekalahan diderita
oleh kaum muslimin. Kemunduran, kemiskinan, kebodohan serta keterbelakangan peradabannya
senantiasa kita lihat menghiasi hampir setiap sudut dunia Islam. Apalagi saat ini, kita umat islam
telah kalah lagi tidak bisa memberikan jawaban yang berarti atas tuduhan musuh-musuh kita
bahwa umat Islam terkait erat dengan tindakan terorisme dunia. Spirit bulan Ramadan sebagai
"Syahrul Fath" (bulan kemenangan), selayaknya kita gairahkan kembali. Dengan meluruskan
kembali diri kita, masyarakat kita dan pemerintahan kita kepada jalan yang alur yang benar, janji
kemenangan hakiki dari Allah swt pasti kan tiba. Amin.

You might also like