You are on page 1of 10

A.

PETA KONSEP

1)      Adil

1. Pengertian Adil
2. Dalil tentang Adil
3. Contoh perilaku Adil

2)      Ridho

1. Pengertian Ridho
2. Dalil tentang Ridho
3. Jenis-jenis Ridho
4. Contoh perilaku Ridho

3)      Rela berkorban

1. Pengertian Rela Berkorban


2. Jenis-jenis Rela Berkorban
3. Dalil tentang Rela berkorban
4. Contoh perilaku Rela Berkorban

4)      Cara menumbuhkan perilaku adil, ridho, dan rela berkorban

5)      Hikmah perilaku adil, ridho, dan rela berkorban

B. URAIAN MATERI

1. Adil

a. Pengertian adil

Kata adil sering disinonimkan dengan kata al musawah (persamaan) dan al qisth
(moderat/seimbang) dan kata adil dilawankan dengan kata dzalim. Prinsip ini benar-benar
merupakan akhlak mulia yang sangat ditekankan dalam syari’at Islam, sehingga wajar kalau
tuntunan dan aturan agama semuanya dibangun di atas dasar keadilan dan seluruh lapisan
manusia diperintah untuk berlaku adil.

Adil adalah memberikan hak kepada orang yang berhak menerimanya tanpa ada pengurangan,
dan meletakkan segala urusan pada tempat yang sebenarnya tanpa ada aniaya, dan mengucapkan
kalimat yang benar tanpa ada yang ditakuti kecuali terhadap Allah swt saja.

Islam memerintahkan kepada kita agar kita berlaku adil kepada semua manusia. yaitu keadilan
seorang Muslim terhadap orang yang dicintai, dan keadilan seorang Muslim terhadap orang yang
dibenci. Sehingga perasaan cinta itu tidak bersekongkol dengan kebathilan, dan perasaan benci itu
tidak mencegah dia dari berbuat adil (insaf) dan memberikan kebenaran kepada yang berhak.

b. Dalil tentang adil


‫ان‬ َ ‫ض َع ْال ِم‬
َ ‫يز‬ َ ‫َوال َّس َماء َرفَ َعهَا َو َو‬
‫ان‬
ِ ‫يز‬ ْ َ‫أَاَّل ت‬
َ ‫ط َغ ْوا فِي ْال ِم‬
‫ان‬ َ ‫ْط َواَل تُ ْخ ِسرُوا ْال ِم‬
َ ‫يز‬ ِ ‫َوأَقِي ُموا ْال َو ْز َن بِ ْالقِس‬
 Artinya:”Dan Allah Telah meninggikan langit dan dia meletakkan neraca (keadilan).8. 
Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu.9.  Dan Tegakkanlah timbangan itu
dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.”. (QS. Ar-Rahman:7-9)

َ‫ان لِيَقُو َم النَّاسُ بِ ْالقِ ْس ِط‬َ ‫اب َو ْال ِمي َز‬ َ َ‫نز ْلنَا َم َعهُ ُم ْال ِكت‬
َ َ‫ت َوأ‬
ِ ‫قَ ْد أَرْ َس ْلنَا ُر ُسلَنَا بِ ْالبَيِّنَا‬
ِ ‫ص ُرهُ َو ُر ُسلَهُ بِ ْال َغ ْي‬ ْ
‫ب‬ ِ َّ‫َوأَن َز ْلنَا ْال َح ِدي َد فِي ِه بَأسٌ َش ِدي ٌد َو َمنَافِ ُع لِلن‬
ُ ‫اس َولِيَ ْعلَ َم هَّللا ُ َمن يَن‬
ِ ‫إِ َّن هَّللا َ قَ ِويٌّ َع‬
ٌ‫زيز‬

 Artinya:“Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-


bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan)
supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan kami ciptakan besi yang padanya terdapat
kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi
itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya
padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS. Al-
Hadiid:25)

‫ْط ُشهَ َداء هّلِل ِ َولَ ْو َعلَى أَنفُ ِس ُك ْم أَ ِو ْال َوالِ َد ْي ِن‬
ِ ‫ين بِ ْالقِس‬ ْ ُ‫وا ُكون‬
َ ‫وا قَ َّوا ِم‬ ْ ُ‫ين آ َمن‬
َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذ‬
‫وا َوإِن‬ ْ ُ‫ُوا ْالهَ َوى أَن تَ ْع ِدل‬ ْ ‫ين إِن يَ ُك ْن َغنِيًّا أَ ْو فَقَيرًا فَاهّلل ُ أَ ْولَى بِ ِه َما فَالَ تَتَّبِع‬
َ ِ‫َواألَ ْق َرب‬
‫ون َخبِيرًا‬ ْ ‫ْرض‬
َ ‫ُوا فَإِ َّن هّللا َ َك‬
َ ُ‫ان بِ َما تَ ْع َمل‬ ِ ‫وا أَ ْو تُع‬ْ ‫تَ ْل ُو‬
 Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar
penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa
dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya.
Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika
kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah
adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.(QS. An-Nisa’:135)

 “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah,
karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mâ`idah : 8)
 “Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk
dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan.” (QS. Al-A’râf :
181)
 “Dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kalian.” (QS. Asy-Syûrô: 15)

c. Cotoh perilaku adil

 Abu Yusuf duduk di kursi hakim, lalu datang seseorang bersama al Hadi, raja abbasiyah
mempersengketakan sebuah kebun, Abu Yusuf melihat bahwa kebenaran ada di tangan orang itu,
sedangkan  sultan datang membawa para saksi, maka Qadhi berkata: lawan anda meminta agar
anda bersumpah bahwa para saksi itu jujur. maka al Hadi tidak ingin bersumpah, karena hal itu
menurunkan wibawanya, maka Abu Yusuf mengembalikan ketun itu kepada pemiliknya
 Qadhi Muhammad bin Umar at thalhi memanggil khalifah almanshur al Abbasi dan
beberapa kuli angkut ke majlis pengadilan dihalaman masjid, beliau mendudukkan kedua belah
pihak di hadapannya, lalu beliau memenangkan perkara untuk para kuli angkut tersebut.

 Penduduk Samarkand menyampaikan pengaduan kepada Amirul mukminin Umar bin


Abdul aziz atas panglima pasukannya Qutaibah, karena pasukan Islam masuk Negara mereka dan
memeranginya tanpa peringatan sebelumnya sebagaimana diwajibkan oleh syari’at al-Qur’an,
maka amirul mukminin mengalihkan pengaduan mereka kepada Qadhi, lalu penduduk
Samarkand memenangkan perkara, karena Qadhi membuat putusan agar umat Islam keluar dari
Samarkand.

2. Ridho

a. Pengertian Ridho

Kata Ridho berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata rodiya yang berarti senang, suka, rela. Ridho
merupakan sifat yang terpuji yang harus dimiliki oleh manusia. Banyak ayat Al-Qur’an yang
menjelaskan bahwa Allah SWT ridho terhadap kebaikan hambanya. Ridha (‫َى‬ ‫ ) ر‬menurut kamus
‫ِض‬
al-Munawwir artinya senang, suka, rela. Dan bisa diartikan Ridho/rela adalah nuansa hati kita
dalam merespon semua pemberian-NYA yang setiap saat selalu ita rasakan. Pengertian ridha
juga ialah menerima dengan senang segala apa yang diberikan oleh Allah s.w.t. baik berupa
peraturan ( hukum ) atau pun qada’ atau sesuatu ketentuan dari Allah s.w.t.
Jadi ridho adalah perilaku terpuji menerima dengan senang apa yang telah diberikan Allah
kepadanya, berupa ketentuan  yang diberikan kepada manusia.

Allah swt berfirman:


Artinya:”Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar
kebenaran mereka. bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal
di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadapNya Itulah keberuntungan yang paling
besar".(QS. Al-Maidah:119)

b.Macam-macam Ridha

Dalam kehidupan seserorang ada beberapa hal yang harus menampilkan sikap ridha, minimal
empat macam berikut ini:

1. Ridha terhadap perintah dan larangan Allah


Artinya ridha untuk mentaati Allah dan Rasulnya. Pada hakekatnya seseorang yang telah
mengucapkan dua kalimat syahadat, dapat diartikan sebagai pernyataan ridha terhadap semua
nilai dan syari’ah Islam.

2. Ridha terhadap takdir Allah.

Ada dua sikap utama bagi seseorang ketika dia tertimpa sesuatu yang tidak diinginkan yaitu ridha
dan sabar. Ridha merupakan keutamaan yang dianjurkan, sedangkan sabar adalah keharusan dan
kemestian yang perlu dilakukan oleh seorang muslim.

Perbedaan antara sabar dan ridha adalah sabar merupakan perilaku menahan nafsu dan
mengekangnya dari kebencian, sekalipun menyakitkan dan mengharap akan segera berlalunya
musibah. Sedangkan ridha adalah kelapangan jiwa dalam menerima taqdir Allah swt. Dan
menjadikan ridha sendiri sebagai penawarnya. Sebab didalam hatinya selalu tertanam sangkaan
baik (Husnuzan) terhadap sang Khaliq bagi orang yang ridha ujian adalah pembangkit semangat
untuk semakin dekat kepada Allah, dan semakin mengasyikkan dirinya untuk bermusyahadah
kepada Allah.

3. Ridha terhadap perintah orang tua.

Ridha terhadap perintah orang tua merupakan salah satu bentuk ketaatan kita kepada Allah swt.
karena keridhaan Allah tergantung pada keridhaan orang tua,  sebagaiman perintah Allah dalam
Q.S. Luqman (31) ayat 14. Bahkan Rasulullah bersabda : “Keridhaan Allah tergantung keridhaan
orang tua, dan murka Allah tergantung murka orang tua”. Begitulah tingginya nilai ridha orang
tua dalam kehidupan kita, sehingga untuk mendapatkan keridhaan dari Allah, mempersyaratkan
adanya keridhaan orang tua. Ingatlah kisah Juraij, walaupun beliau ahli ibadah, ia mendapat
murka Allah karena ibunya tersinggung ketika ia tidak menghiraukan panggilan ibunya.

4. Ridha terhadap peraturan dan undang-undang Negara

Mentaati peraturan yang belaku merupakan bagian dari ajaran Islam dan merupakan salah satu
bentuk ketaatan kepada Allah swt. karena dengan demikian akan menjamin keteraturan dan
ketertiban sosial. sebagaimana firman Allah yang terdapat dalam Q.S. an-Nisa:59. Ulil Amri
artinya orang-orang yang diberi kewenangan, seperti ulama dan umara (Ulama dan pemerintah).
Ulama dengan fatwa dan nasehatnya sedangkan umara dengan peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku.

Termasuk dalam ridha terhadap peraturan dan undang-undang negara adalah ridha terhadap
peraturan sekolah, karena dengan sikap demikian, berarti membantu diri sendiri, orang tua, guru
dan sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian mempersiapkan diri menjadi
kader bangsa yang tangguh.

c. Dalil tentang Ridho

ْ ُ‫ال‬ŽŽَ‫ولُهُ َوق‬Ž‫اهُ ُم هّللا ُ َو َر ُس‬Žَ‫َولَ ْو أَنَّهُ ْم َرض ُْو ْا َما آت‬


ْ َ‫ي ُْؤتِينَا هّللا ُ ِمن ف‬Ž‫بُنَا هّللا ُ َس‬Ž‫وا َح ْس‬
‫لِ ِه‬Ž‫ض‬
َ ‫َو َرسُولُهُ إِنَّا إِلَى هّللا ِ َرا ِغب‬
‫ُون‬
Artinya:”Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan
RasulNya kepada mereka, dan berkata: “Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan
sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, Sesungguhnya kami adalah orang-
orang yang berharap kepada Allah,” (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka).(QS.
At-Taubah:59)

d. Contoh Perilaku Ridho

Δ Dalam suatu kisah Abu Darda’, pernah melayat pada sebuah keluarga, yang salah satu anggota
keluarganya meninggal dunia. Keluarga itu ridha dan tabah serta memuji Allah swt. Maka Abu
Darda’ berkata kepada mereka. “Engkau benar, sesungguhnya Allah swt. apabila memutuskan
suatu perkara, maka dia senang jika taqdirnya itu diterima dengan rela atau ridha.

Begitu tingginya keutamaan ridha, hingga ulama salaf mengatakan, tidak akan tampak di akhirat
derajat yang tertinggi daripada orang-orang yang senantiasa ridha kepada Allah swt. dalam situasi
apapun.

Δ Dalam riwayat dikisahkan  sebagai berikut ; pada suatu hari Ali bin Abi Thalib r.a. melihat
Ady bin Hatim bermuram durja, maka Ali bertanya ; “Mengapa engkau tampak bersedih hati ?”.
Ady menjawab ; “Bagaimana aku tidak bersedih hati, dua orang anakku terbunuh dan mataku
tercongkel dalam pertempuran”. Ali terdiam haru, kemudian berkata, “Wahai Ady, barang siapa
ridha terhadap taqdir Allah swt. maka taqdir itu tetap berlaku atasnya dan dia mendapatkan
pahalaNya, dan barang siapa tidak ridha terhadap taqdirNya maka hal itupun tetap berlaku
atasnya, dan terhapus amalnya”.

3. Rela berkorban

a. Pengertian Rela berkorban

Rela berarti bersedia dengan ikhlas hati, tidak mengharapkan imbalan atau dengan kemaun
sendiri. Berkorban berarti memiliki sesuatu yang dimiliki sekalipun menimbulkan penderitaan
bagi dirinya sendiri. Rela berkorban dalam kehidupan masyarakat berarti bersedia dengan ikhlas
memberikan sesuatu (tenaga, harta, atau pemikiran) untuk kepentingan orang lain atau
masyarakat. Walaupun dengan berkorban akan menimbulkan cobaan penderitaan bagi dirinya
sendiri.

b. Jenis-jenis Rela berkorban

Sebagaimana dijelaskan dalam adapun bentuk rela korban dalam kehidupan sehari-hari sebagai
berikut:

1. Rela berkorban dalam lingkungan keluarga ;

 Biaya untuk sekolah yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya


 Keikhlasan orang tua dalam memelihara, mengasuh, dan mendidik anak-anaknya

2. Rela berkorban dalam lingkungan kehidupan sekolah :


 Pemberian dari siswa berupa sumbangan pohon, tanaman dan bunga untuk halaman
sekolah
 Para siswa dan guru mengumpulkan sumbangan pakaian layak pakai untuk meringankan
beban warga yang tertimpa bencana.

3. Rela berkorban dalam lingkungan kehidupan masyarakat :

 Warga masyarakat bergotong royong meperbaiki jembatan yang rusak karena longsor
 Warga masyarakat yang mampu menjadi guru sukarelawan bagi anak-anak yang terlantar
putus sekolah dan tidak mampu

4. Rela berkorban dalan lingkungan kehidupan berbangsa dan bernegara :

 Para warga negara atau masyarakat membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, seperti pajak kendaraan bermotor, pajak bumi dan bangunan
 Warga masyarakat merelakan sebagian tanahnya untuk pembangunan irigasi dengan
memperoleh penggantian yang layak

c. Dalil tentang Rela Berkorban

Artinya:”Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah
Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah
kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”(QS. Al-
Hujurat:9)

d. Contoh perilaku rela berkorban

Abu Jahm bin Hudzaifah RA meriwayatkan, “Ketika peperangan Yarmuk terjadi, saya pergi
untuk mencari sepupu saya yang ketika itu berada di garis terdepan pertempuran. Saya
membawakan sedikit air untuknya. Akhirnya saya dapati sepupuku itu dalam keadaan terluka
parah, sayapun menghampirinya dan mencoba memberi pertolongan dengan sedikit air yang saya
bawa. Tiba-tiba saya mendengar rintihan tentara Islam yang terluka parah di dekatnya. Sepupuku
itu memandangnya lalu memberi isyarat kepadaku agar air itu diberikan kepadanya. “

Abu Jahm pun melanjutkan, “Sayapun pergi mendekati tentara itu, dia adalah Hisyam bin Abil
‘Ash. Sebelum saya sampai ke tempatnya terdengan pula teriakan dari arah yang tidak jauh dari
tempat dia terbaring. Hisyam pun memberi isyarat kepada saya agar memberikan air tersebut
kepada orang itu, tetapi sebelum saya sampai kepadanya, orang itu telah menghembuskan
nafasnya yang terakhir. Kemudian saya bergegas untuk kembali kepada Hisyam tetapi diapun
telah wafat. Cepat–cepat saya menuju ke tempat sepupu saya, tapi diapun telah pergi syahid.”
Inna lillaahi wainna ilaihi raajiuun

Demikian sekilas kisah tentang perjuangan sahabat Nabi, mereka rela berkorban untuk
menegakkan kalimatullah.

4. Cara menumbuhkan perilaku adil, ridho, dan rela berkorban


 Adil
o Menjauhi dari sikap egois ketika menentukan dua perkara
o Mendahulukan kebaikan daripada kejelekan orang
o Bersikap objktif jiak melihat dua perkara yang berbeda
 Ridho

o Apabila tertimpa musibah, anggap saja itu adalah cobaan yang Allah berikan
o Mentaati perintah orang tua sekecil apapun
o Mentaati peraturan yang diatur oleh pemerintah demi kemashalatan
masyarakatnya
o Menerima semua nikmat yang Allah berikan

 Rela berkorban
o Selalu peduli dan memperhatikan kepentingan umum, bangsa dan negara selain
dari kepentingan pribadi.
o Suka memberikan contoh dan pembinaan yang baik kepada sesama.
o Gemar memberikan pertolongan kepada sesama
o Penyantun dan penyayang terhadap orang lain atau lingkungan.
o Menjauhi sifat angkuh, egois, hedonis dan matrialistis. 6)      Hikmah Hikmah
perilaku adil, ridho, dan rela berkorban

Perilaku terpuji bagi setiap individu muslim haruslah sesuai dengan prinsip-prinsip agama.
beberapa hikmah dari ketiga perilaku terpuji di atas adalah:

1. Dapat menenangkan pikiran atau batin


2. Dapat meningkatkan keimanan kepada Allah SWT
3. Menciptakan suasana damai dengan masyarakat

C. ANALISIS

 Konsep

Adil merupakan sifat terpuji yang sangat baik yakni memberikan kesampatan buat hak orang lain.
Ridho adalah sikap terpuji yang merelakan apa yang telah terjadi. Sedangkan rela berkorban
adalah suatu sikap menerima lapang dada apa yang telah Allah berikan kepada kita. Dengan
perilaku ketiga tersebut merupakan nilai akhlak yang sangat diperlukan untuk mendekatkan diri
kepada Allah swt, baik dalam bergaul maupun melakukan aktivitas sosial di lingkungan keluarga,
masyarakat, bahkan Negara.

 Prinsip

Segala perilaku terpuji tidaklah keluar dari dasar utama yakni al-Qur’an dan al-hadis. Sebagaiman
yang ditegaskan dalam surah an-Nisa’135 tentang adil, surah al-Maidah:119 tentang ridho, dan
surah al-Hujurat:9 tentang rela berkorban.

 Nilai

Bahwa menerapkan sikap terpuji sangat dianjurkan oleh islam. Oleh karena itu sangat
beruntunglah mereka yang senantiasa menerapkan sikap tersebut dalam kehidupan sehari-harinya,
karena sikap tersebut akan membuat baik orang yang melakukannya maupun orang yang ia
tolong, ataupun lingkungan tempat ia tinggal menjadi suasana yang damai.

PENDAHULUAN

Di bumi ini, Allah telah menurunkan Al-Quran sebagai kitab suci yang menjadi petunjuk dan
pedoman agar manusia bisa hidup saling berdampingan dan tenteram dari zaman Rasulullah
sampai hari kiamat kelak nanti, tetapi, dalam kehidupan saat ini perilaku-perilaku tercela malah
seringkali mewarnai tindakan sebagian besar masyarakat. Hal ini bisa kita lihat dari tingkat
kriminalistas yang semakin tinggi dan banyaknya pelanggaran HAM. Perilaku tercela ini
biasanya terpicu oleh terdesaknya tingkat ekonomi dan lingkungan sosial yang tidak tertata
dengan baik.

PEMBAHASAN

A. Adil

Jika kita perhatikan alam raya sekitar kita, maka akan kita dapatkan
prinsip adil/keseimbangan itu menjadi ciri utama keberlangsungan dunia.
Malam dan siang, gelap dan terang, panas dan dingin, basah dan kering,
bahkan udara tersusun dalam susunan keseimbangan yang masing-masing
pihak tidak ada yang mengambil/mengurangi hak sisi lain.

Adil sering diartikan sebagai sikap moderat, obyektif terhadap orang


lain dalam memberikan hukum. Selain itu, adil juga sering diartikan pula dengan persamaan dan
keseimbangan dalam memberikan hak orang lain, tanpa ada yang.

Pada masa modern ini sikap adil sangatlah kita perlukan kembali agar manusia mampu
memberikan hak kepada diri sendiri dan orang lain sesuai dengan perannya dan tidak melanggar
Hak Asasi Manusia. Seperti yang dijelaskan Al Qur’an dalam surah Ar-Rahman / 55:7-9.”Dan
Allah telah meninggikan langit-langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan) supaya kamu jangan
melampaui batas neraca itu. Dan
tegakkanlah timbangan itu dengan dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu”

Sikap adil/moderat akan menjamin kelangsungan sebuah konsep. Sebab sikap


berlebihan yang meskipun dibutuhkan suatu saat ia tidak akan tahan lama. Kita harus menyadari
bahwa sikap adil ini akan memberikan keistimewaan dan keuntungan pada diri kita sendiri,
keluarga, bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa.

B. Rida
Kata rida berasal dari bbahsa Arab yang artinya rela dan menerima denga suci hati. Menurut
istilah rida berarti menerima dengan rasa senang apa yang diberikan oleh Allah baik berupa
pertauran,huum, ataupun qada dan qadar atau ketentuan nasib.

Mengacu pada pengertian rida menurut istilah seperti tersebut di atas, rida dapat dibagi menjadi
dua macam yaitu:

1. Rida terhadap hukum (peraturan) Allah SWT. Orang yang rida terhadap hukum Allah SWT
tentu akan melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-NYA, dilandasi dengan
niat ikhlas karena Allah SWT dan rasa senang, tidak merasa terpaksa atau dipaksa (Detailnya
pada A.S At-Taubah 9: 59)

2. Rida terhadap qada dan qadar Allah SWT yang berkaitan dengan nasib. Orang beriman yang
bijaksana akan menerima qada dan qadar Allah SWT yang berupa kenikmatan dengan rasa
syukur, dan yang berupa kemalangan dengan sabar dan tawakal.

Kejahatan yang disebabkan oleh tertekannya ekonomi dan cobaan-cobaan Allah lainnya tak akan
terjadi apabila sesorang berbuat rida, karena orang tersebut akan menerima ujian tersebut dengan
ikhlas. Kemudian hal yang akan mereka lakukan adalah berusaha dan bertawakal kepada Allah
SWT.

C. Amal Saleh

Menurut pengertian kebahasaan amal berarti perbuatan dan saleh berarti baik. Jadi amal saleh
berarti perbuatan yang baik baik perbuatan lahir dan batin. Amal saleh ini merupakan suatu kata
yang memiliki arti yang sangat luas.

Pada masa modern ini, kita haruslah berproduktif dalam amal saleh kita agar terhindar dari
godaan syetan dan keburukan-keburukan.

Beberapa riwayat menjelaskan sababul-wurud hadis ini. Muhammad bin Ziyad meriwayatkan
dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. berkhutbah seraya mengatakan, “Wahai manusia, telah
diwajibkan kepada kalian haji.” Seseorang bertanya, “Apakah tiap tahun, wahai Rasulullah?”
Rasulullah saw. berdiam tidak menjawab sampai orang itu mengatakannya hingga tiga kali, lalu
beliau bersabda, “Kalau aku katakan ‘ya’ tentu akan menjadi wajib (haji tiap tahun) dan kalian
tidak akan mampu melakukannya.” Beliau melanjutkan, “Biarkanlah aku (jangan ditanya) tentang
apa yang aku tinggalkan (tidak aku jelaskan). Karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian
binasa karena banyak bertanya dan menyalahi para nabi mereka. Jika aku memerintahkan sesuatu
maka kerjakanlah seoptimal kemampuan kalian dan jika aku melarang kalian dari sesuatu maka
tinggalkanlah.”

Dari hadis yang disampaikan oleh Abu Hurairah r.a. dan sababul wurud-nya ini, kita dapat
menarik arahan bahwa Islam menghendaki umatnya menjadi manusia produktif dengan amal
saleh. Umat saat ini diliputi permasalahan yang amat kompleks. Dari mulai korupsi yang semakin
menggila, kemaksiatan yang semakin demonstratif, pengangguran yang semakin membengkak,
dan belum lagi problem-problem yang dicurahkan oleh pihak asing ke dalam negeri kita. Ini
semua menuntut penyelesaian yang serius dan penanganan yang penuh kesabaran.

Apabila amal saleh itu dikerjakan dengan niat dan ikhlas karena Allah, sesuai dengan ketentuan
ajaran dan ilmunya, tentu akan mendatangkan kebaikan-kebaikan baik bagi kehidupan di alam
dunia maupun di akhirat nanti, sedangkan orang yang berbuat perilaku-perilaku tercela itu akan
mendapatkan balasannya dari Allah SWT yang berupa api neraka.

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari artikel yang berjudul “Mengangkat
Kembali Nilai Adil, Rida, dan Amal Saleh dalam Kehidupan Modern”, yakni :

1. Pada beberapa tahun belakang ini, tingkat kriminalitas yang menyangkut pelanggaran Hak
Asasi Manusia semakin meningkat.

2. Dengan adanya hal ini, kita harus kembali pada jalan yang benar dengan mengikuti pedoman
kita, yakni Al-Quran.

3. Kita harus tersadar untuk mengangkat kembali nilai-nilai perilaku terpuji seperti adil, rida, dan
amal saleh.

4. Barang siapa yang melaksanakan dan menggunakan prinsip adil, rida, dan amal saleh dalam
kehidupan sehari-hari kelak akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat

You might also like