Professional Documents
Culture Documents
Konflik itu sendiri merupakan proses yang dimulai bila satu pihak merasakan bahwa
pihak lain telah mempengaruhi secara negatif atau akan segera mempengaruhi secara
negatif. Faktor-faktor kondisi konflik (Robbins, Sthepen ,2003, Perilaku Organisasi):
Dalam konteks bekerja untuk hal-hal yang sesuai dengan tujuan perusahaan, maka
konflik akan muncul, antara lain, karena beda kepentingan organisasi (departemen) dalam
melakukan proses untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut.
Pada beberapa kasus yang di temui, “ketidaketisan” individual ini, sekalipun dimafhumi
bersama sebagai “tidak etis”, kerap kali bisa tetap eksis karena memang dengan sengaja
dimanfaatkan oleh individu-individu dengan otoritas yang lebih tinggi yang
menginginkan agar konflik tetap berlangsung, untuk tujuan-tujuan lain di luar konflik itu
sendiri.
Karena itu, konflik organisasi, bisa saja terjadi bukan karena “tercipta” oleh dinamika
organisasi, tetapi “sengaja diciptakan”, atau juga bahkan “sengaja dikelola” untuk tujuan-
tujuan lain yang sifatnya individual dan tidak berkorelasi dengan tujuan organisasi
perusahaan.
Konflik jenis ini telah menjadi “tantangan” yang tidak mudah bagi banyak pelaku
organisasi dalam memastikan berjalannya proses organisasi dan berorganisasi yang
“sesuai aturan”.
MENGELOLA KONFLIK
Model pendekatan pengelolaan konflik begitu beragam bergantung pada jenis lingkup,
bobot, dan faktor-faktor penyebab konflik itu sendiri. Ada yang menerapkan pendekatan
negosiasi, dinamika kelompok, pendekatan formal dan informal, pendekatan gender,
pendekatan kompromi, pendekatan mediasi, dsb. Dalam prakteknya ternyata tidak
semudah ucapan. Apalagi kalau konflik itu diciptakan seseorang dengan maksud tidak
untuk membangun organisasi yang sehat. Melainkan untuk kepentingan pribadi dan klik,
misalnya dalam membangun kekuasaan, kekuatan dan pengaruh. Kepentingan individu
dan klik ditempatkan di atas kepentingan perusahaan. Ketika itu terjadi maka ketegangan-
ketegangan akan timbul mulai dari ketidaksepakatan misalnya tentang suatu tujuan dan
kebijakan perusahaan, pertanyaan-pertanyaan sinis terhadap orang-pihak lain, serangan
verbal yang keras, ancaman dan ultimatum, serangan fisik, dan bahkan penghancuran
atau pembunuhan karakter orang lain.
Lalu mengapa konflik perlu dikelola? Apa untungnya? Bukankah nanti akan reda dengan
sendirinya? Tidak juga, karena kalau tidak dikelola bakal menjadi semakin parah. Bahkan
berkembang menjadi kekerasan fisik dan non-fisik.Tak ada ujung solusi. Proses produksi,
distribusi, dan transaksi bisnis akan sangat terganggu. Persoalan pribadi pun akan
berkembang menjadi kebencian dan dendam mendalam. Yang rugi adalah karyawan,
manajemen, dan tentu saja perusahaan. Kalau dikelola dengan baik maka secara bertahap
ketegangan konflik diharapkan semakin mereda dan pada gilirannya suasana akan pulih
kembali. Yang menjadi pertanyaan, dimulai dari segi mana pengelolaan konflik
seharusnya dilakukan. Dan bagaimana pendekatannya?.
Uraian berikut lebih menggambarkan prinsip-prinsip pendekatan ketimbang uraian
beragam jenis pendekatan secara teknis. Ada tiga pendekatan yakni :
o Menarik diri secara ikhlas dari konflik sebelum datangnya konflik yang parah,
o Setiap yang berkonflik siap menghilangkan keegoannya masing-masing,
o Kesediaan membuka pintu maaf.
Jika saja ada salah satu karyawan anda, yang mengeluh karena kurangnya kerjasama
antar rekan kerja yang selama ini anda bilang bagus yang disatu tugaskan dengannya,
dengan penuh emosi si karyawan tersebut mengungkapkan kekecewaannya pada anda
akan keluh kesah dengan rekan kerjanya. lalu meminta anda untuk segera melakukan
tindakan ??
Berikut ini adalah langkah yang dapat Anda ambil untuk mengatasi konflik antar
karyawan.
Saat ini Ditjen Imigrasi telah memasuki era baru dalam memberikan pelayanan keimigrasian. Sistem pelayanan yang
selama ini manual mulai awal juni lalu mulai ditinggalkan dengan diterapkannya sistem e-office. Peluncuran system E-
office dilakukan oleh Dirjen Imigrasi pada 2 Juni 2008 di Ditjen Imigrasi. Pada kesempatan itu Dirjen Imigrasi
mengirimkan prasasti elektronis berupa Instruksi Direktur Jenderal Imigrasi sebagai tanda dimulainya penerapan secara
serentak sistem E-office yang digelar melalui interkoneksi di 103 kanim dan 33 Divisi Imigrasi di 33 propinsi diseluruh
Indonesia, 1 Unit Khusus, 1 AIM dan 1 Ditjenim.
Aplikasi sistem E-office dapat dipergunakan untuk melayani, memantau, serta mengidentifikasi setiap Perpanjangan dan
alih status Ijin Tinggal ; Permohonan baru, perpanjangan, konversi, duplikat, alih jabatan, alih sponsor bagi pemegang
KITAS/KITAP ; Kewarganegaran Ganda Terbatas ; ERP/MERP/EPO ; sampai pada perubahan nama, alamat, status sipil
dan kewarganegaraan orang asing. Melalui aplikasi yang tersedia, pelayanan jasa keimigrasian bagi warga negara asing
dilakukan melalui transaksi elektronis, baik prosedur mekanisme tiap tahapan proses dan, alur kerja.
Pertama, sebagai paltform pengembangan sistem keimigrasian yang berkelanjutan, karena aplikasi yang ada dapat
menampung pengembangan terstruktur dari Enhance Cekal System (EHS), Border Control Mangement (BCM),
Passanger Management System (PMS) dan E-Passport. Dalam konteks ini Basyir mengungkapkan bahwa para Direktur
Jenderal Imigrasi terdahulu telah meletakan rencana dasar grand design berupa Sistem Informasi dan Manajemen
Keimigrasian (SIMKIM), sistem E-Office merupakan wujud nyata tindak lanjut secara bertahap dengan penyempurnaan-
penyempurnaan sesuai perkembangan kemajuan tehnologi dan tutuntan kebutuhan masyarakat.
Kedua, menciptakan standarisasi pelayanan keimigrasian. Melalui prosedur dan mekanisme setiap tahapan
penerimaan, pemeriksaan, serta penyelesaian berkas, suatu persetujuan dan penerbitan keputusan hanya dapat
dikeluarkan berdasarkan otoritas yang secara limitatif (terbatas) ditetapkan dalam program aplikasi. Kebijakan yang
didasarkan atas keputusan subjektif petugas dapat minimalisir karena proses dilakukan by system. Efek domino yang
diharapkan adalah konflik kepentingan petugas dengan pemohon dapat ditekan. Masarakat dan petugas sama-sama
didorong oleh sistem melakukan hak dan kewajiban masing-masing.
Ketiga, pelayan keimigrasian menjadi lebih cepat karena bekerja secara manual digantikan secara elektronis. Kalau
sebelumnya permohonan diajukan dari Merauke harus dilayangkan melalui surat ke Kantor Wilayah di Jayapura dan
kemudian diteruskan ke Ditjenim di Jakarta, dan ketika mendapat persetujuan maka dilakukan melalui pengiriman surat
ke Jayapura dan diteruskan ke Merauke. Dengan sistem baru proses administrasi dapat dilakukan secara elektronis,
karena input data dari Merauke dapat ditampilkan secara real time di Jayapura dan Jakarta begitu sebalikya. Contoh
lainnya ketika kantor imigrasi di Sabang mendeportasi orang asing maka kantor wilayah di propinsi serta kantor pusat di
ibukat dapat mengakses identitas, alasan pedeportasian, alasan dimasukkan dalam daftar cekal atau tidak. Hal ini sangat
membawa dampak positif bahwa setiap unit pelaksana di daerah akan tau bahwa kinerjanya diawasi dengan demikian
diharapkan akan lebih berhati-hati dalam melaksanakan tugas.
Keempat, dimilikinya data base WNA terpusat berupa identitas pribadi, ijin keimigrasian, data sponsor, jabatan, jenis
pekerjaan, perubahaan alamat sampai dengan perubahan nama dan kewarganegaraan akan terekam di Pusat Data
Keimigrasian (Pusdakim). Keberadaan orang asing di Indonesia akan terdata dengan akurat bahkan tahun 2009-2010
melalui Border Control Mangement (BCM), Passanger Management System (PMS) setiap orang yang keluar masuk
wilayah dapat diketahui secara pasti. Bahkan historical kapan orang asing itu masuk, keluar, lama tinggal, alamat tinggal
dapat diketahui secara akurat. Sebelumnya sangat sulit mencari data kapan dan dari mana seseorang masuk atau keluar
wilayah Indonesia, karena harus mencari satu persatu lemba E/D Card dan passanger list yang ada di 126 pelabuhan
laut dan udata yang menjadi Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Kedepan dengan semakin banyak input data orang asing
serta integrasi BCM dan PMS maka dengan mudah dan cepat dapat ketahui data orang asing. Dalam perspektif
keamanan nasional kelengkapan data base dapat dipergunakan instansi terkait untuk meminimalkan dampak negatif
keberadaan orang asing, sedangkan dalam perspektif ekonomi dapat diketahui sentra-sentra orang asing disuatu
wilayah, berapa jumlah, jenis pekerjaan, anggota keluarga sehingga pemerintah daerah dan pelaku bisnis dapat
memaksimalkan dampak posistif kehadiran orang asing diwilayah tersebut.
Kelima, memiliki document management system. Alur proses penyekesaian berkas setiap tahapan dilakukan oleh
sistem. Peromohonan yang tidak lengkap tidak dapat mengikuti proses lanjuta. Petugas yang tidak memiliki otorisasi tidak
dapat melakukan verifikasi berkas. Hal yang membawa perbedaan signifikan adalah data orang asing dapat diolah
menjadi berbagai informasi baik berupa inventarisasi, rekapitulasi, sistem pelaporan internal menjadi lebih efektif dan
efisien karena kompilasi data-data yang diperlukan dapat segera disajikan oleh program dapat digunakan sebagai bahan
analisa pengambilan keputusan.
Keenam, proses digitalisasi file. Setiap lampiran permohonan berupa persyaratan dan atau data pendukung disimpan
dalam bentuk file digital memudahkan proses penemuan kembali. Data digital tersebut dapat diakses oleh kantor
didaerah, wilayah, dan pusat. Masalah klasik tentang penyimpan puluhan juta lembar kertas akibat penambahan arsip
namun tidak diikuti dengan penambahan ruangan dapat diatasi. Ribuan meter persegi ruangan dikantor-kantor imigrasi
dan rumah detensi, TPI laut dan Udara dapat dimaksimalkan.
Ketujuh, integrasi sistem cekal. Sebelumnya sistem cekal memiliki sistem terpisah sehingga dalam alur proses kerja
dilakukan oleh petugas Akhusus. Sekarang sistem cekal telah treintegrasi dalam sistem E-office. Keuntungannya mata
rantai birokrasi dapat dipangkas. Sistem ini juga dapat digunakan sebagai intrumen penyebaran informasi penambahan
dan/atau pengurangan daftar cekal secara real time. Hal ini akan memberikan jaminan kepasatian hukum bagai
seseorang bilamana sesoarang masuk dalam daftar cekal atau hilang dalam daftar cekal.
Kedelapan, komunikasi via voip. Melalui sistem E-office komunikasi internal antar petugas imigrasi diseluruh
Indonesia sampai ke pelosok dapat terjangkau dan tanpa biaya sambungan telekomunikasi. Pengunaan anggaran
keuangan negara akan lebih dapat ditekan.
Jakarta, Menanggapi pemberitaan sebuat surat kabar nasional mengenai pergantian peralatan lama ke sistem baru
pembuatan paspor bisa menjadi celah bagi seseorang yang masuk dalam daftar cekal untuk meloloskan diri l, yang
sayangnya hanya berupa statement narasumber tanpa dijelaskan bagaimana hal itu dapat terjadi. Dapat dijelaskan
bahwa tidak benar seseorang yang masuk dalam daftar cegah tangkal dapat membuat paspor dalam masa peralihan
sistem penerbitan paspor. Dasar pernyataan ini melalui konstruksi pemikiran sebagai berikut :
1. Bahwa konsepsi pembangunan sistem informasi tehnologi keimigrasian yang dikembangkan dijajaran Imigrasi
merupakan suatu konsep integral dan holistik. Sedangkan strategi perencanaan dan pelaksanaannya menggunakan
konsepsi pengembangan dan pembangunan yang berkesinambungan dengan langkah pelaksanaan secara parsial
(terpisah) namun semuanya menuju satu kesatutan (integrasi) kesisteman.
2. Saat ini imigrasi memiliki sistem aplikasi Cekal yang secara kesisteman merupakan aplikasi sistem yang mandiri
(terpisah) yang dikelola secara terpusat oleh Pusat Data Keimigrasian pada Ditjen Imigrasi. Penambahan dan
pengurangan daftar cegah tangkal sepenuhnya dilakukan terpusat yang manghasilkan suatu data base cekal. Data
base cekal ini dapat terkoneksi dengan semua sistem aplikasi keimigrasian yang ada, baik sistem pelayanan WNA
maupun WNI.
3. Sistem aplikasi penerbitan paspor dan sistem aplikasi cekal merupakan sistem yang berbeda dan terpisah. Namun
sistem penerbitan paspor baru yang dibangun dapat diintegrasikan dengan data base sistem cekal. Aplikasi sistem
penerbitan SPRI/paspor (sistem baru) meliputi keseluruhan rangkaian tahapan pembuatan paspor sejak
penerimaan berkas sampai pada pencetakan paspor. Integrasi/koneksi database cekal terjadi pada tahap ke-4
yaitu tahapan penerimaan berkas, tahapan entry data pemohon, tahapan pemindaian (scanning) persyaratan yang
dilampirkan, dan tahapan verifikasi data base cegah tangkal.
4. Pada tahapan verifikasi data base cegah tangkal, ketika petugas melakukan entry data, maka sistem secara
otomatis akan terkoneksi dengan data base cegah tangkal. Apabila tahapan ini tidak dapat dilaksanakan
maka sistem tidak akan beralih ke tahap selanjutnya.
Oleh karena ini kekhawatiran bahwa sistem baru dapat meloloskan orang yang ada dalam sistem cekal terkait
dengan peralihan peralatan baru adalah kurang tepat. Jelas bahwa tahapan verivikasi cekal adalah termasuk bagian
dari tahap awal dari sistem pembuatan paspor. Tanpa melewati tahapan aplikasi cekal permohonan paspor tidak dapat
melanjutkan tahapan berikut apalagi sampai pada tahapan pencetakan paspor. Bagi Imigrasi, pemeriksaan cegah
tangkal itu sudah harga mati yang harus muncul dalam setiap proses pelayanan keimigrasian. ***