You are on page 1of 8

Replikasi DNA

Selang beberapa saat setelah publikasi Crick dan Watson mengenai struktur rantai ganda DNA,
mereka kemudian mengemukakan implikasi struktur rantai ganda ini kepada mekanisme cetak-
kopi informasi. Baik penelitian E. Chargaff dan Herbert Taylor membuktikan bahwa DNA
bereplikasi semikoservatif. Artinya bahwa dalam sintesis DNA, dengan bahan awal DNA yang
mampu memperbanyak diri, replicon, seperti plasmids dan kromosom, setiap rantai tunggal
DNA berfungsi sebagai cetakan bagi sintesis rantai DNA baru pasangannya.

Pertanyaannya ialah, “bagaimana mekanisme biosintesis DNA sesungguhnya terjadi di dalam


sel?” Arthur Kornberg menjawab pertanyaan ini dengan mendekatinya melalui pendekatan
ensimatik. Ia berpendapat: "replikasi rantai nukleotida pasti dikatalisis oleh suatu enzim". Atas
dasar pandangan tersebut, ia berusaha mengisolasi enzim yang bertanggungjawab pada
biosintesis DNA dan mempelajari mekanisme aksi ensimnya.

Ia membuat ekstrak protein dari bakteri E. coli dan menambahkannya ke dalam suatu campuran
reaksi dengan sejumlah komponen berikut: deoksinukleosida trifosfat dimana atom P dan C-nya
menggunakan 32P atau 14C dan deoksinukleosidanya mengandung keempat basa nitrogen A, T,
G, C; Mg++, serta DNA sebagai cetakan. Dengan campuran ini dalam tabung reaksi, diharapkan
akan terbentuk polinukleotida dengan berat molekul yang lebih tinggi.

Usahanya berhasil, dan bukti-bukti menunjukkan bahwa bahwa polimerisasi dimaksud menunjuk
kepada biosintesis DNA. Ia mendemonstrasikan bahwa polimerisasi DNA hanya dapat berhasil
jika keempat deoksinukleosida trifosfat dan cetakan ada dalam komponen reaksi. Selanjutnya,
dengan adanya alat uji (bioassay) aktifitas enzim yang mensintesis DNA, memungkinkan
diisolasinya enzim yang bertanggung-jawab pada reaksi tersebut. Kornberg menamai enzim
tersebut DNA polimerase.

Reaksi kimia yang dipercepat oleh DNA polimerase adalah mensintesis polinukleotida sambil
melepaskan satu molekul pirofosfat (P-P) untuk setiap penambahan satu nukleosida trifosfat ke
dalam rantai baru. Bukti yang paling kuat mendukung bahwa reaksi in vitro dipercepat oleh
DNA polimerase bukan sekedar polimerisasi acak nukleotida, tetapi terlibat dalam replikasi
DNA, adalah bahwa DNA cetakan yang ditambahkan ke dalam campuran reaksi tidak hanya
diperlukan agar polimerisasi berlangsung, tetapi juga sebenarnya menentukan ciri dari
polinukleotida yang di bentuk.

Melalui analisis komposisi basa nukleotida yang terbentuk setelah reaksi enzimatis dari berbagai
macam DNA cetakan, Arthur Kornberg berhasil menunjukan bahwa DNA yang disintesis
mengikuti ciri komposisi basa cetakan DNA-nya. Penelitian lanjut membuktikan bahwa DNA
cetakan mengarahkan tidak hanya komposisi keseluruhan basa yang terbentuk, tetapi frekuensi
relatif dari basa-basa yang terbentuk.

Berdasarkan studi sintesis DNA secara in vitro, dapat dikatakan bahwa DNA bertindak langsung
sebagai cetakan dalam proses kopolimerisasi teratur replika-replika yang terbentuk tanpa
membutuhkan sintesis senyawa antara bukan DNA. Dalam perkembangan studi biokimia,
kemudian dapat dirancang bangunan yang lebih detil replikasi DNA, serta berbagai enzim yang
terlibat.

Replikasi DNA adalah suatu mekanisme penggandaan DNA. Namanya juga replikasi, ya pasti
tujuannya untuk membuat replikat, dari DNA yang merupakan cetak biru dari arsip-arsip penting
pemerintahan, dalam tubuh kita. Prinsip dari replikasi itu sendiri adalah memasangkan n-TP atau
nukleotida triposphat baru pada rantai tunggal / single strand DNA.

Kenapa DNA harus bereplikasi?

Selain jawaban yang di atas, replikasi DNA penting agar DNA kita tidak termutasi. Pada proses
replikasi terdapat pos-pos pengecekan, jikalau ada kode yang salah tercetak, dapat langsung
dikenali dan langsung diperbaiki.

Gimana caranya? Kok bisa gitu si?

“Ya bisa aja! Kalo yang nyiptain bilang bisa. Hehe….”

”Iya deh, akan coba saya ceritakan teori proses replikasi yang sementara ini diketahui para
ilmuan yang berkecimpung di bidang molekuler pada tahun 2009^^”

Pada prinsipnya DNA merupakan rantai ganda yang basa-basa penyusunnya saling
berkomplemen, saling berpasangan yang hidup dalam harmoni. Untuk bereplikasi, double strand
tersebut harus dipisahkan agar menjadi single strand DNA, yang kemudian akan berperan
sebagai cetakan DNA, dan ditambahkan basa nukleotida baru pada masing-masing strand, untuk
kemudian menjadi dua DNA baru yang sama seperti sebelumnya. Apakah gerangan yang tega
mengadu domba double strand DNA hingga akhirnya berpisah dan tidak dalam satu ikatan lagi?
Itu adalah kerja dari enzim helikase. Enzim ini berjalan terus, membuat double strand DNA
menjadi terpisah. Jika dianalogikan, prinsip kerjanya seperti resleting. Pergerakan molekul enzim
ini pada double strand DNA, membutuhkan suplai energi berbentuk ATP atau Adenosine
Triposphat.

Setelah rantai ganda DNA dipisahkan, maka masing-masing dari rantai primer tersebut akan
dibuat menjadi rantai DNA ganda kembali oleh enzim DNA polimerase. Penambahan basa untuk
menjadi rantai ganda dilakukan dari urutan 5’ ke 3’. Mengapa hanya bisa ditambahkan dari
urutan 5’ ke 3’? Hal ini terjadi karena tiap-tiap basa baru yang hendak berikatan membawa tiga
molekul posphat pada ujung 3’-nya, untuk menempel ke ujung 5’ dari rantai primer, maka basa
baru yang hendak berikatan harus melepaskan 2 molekul posphat untuk menciptakan energi agar
bisa menempel. Saat terjadi kesalahan, maka basa baru tersebut dapat lepas, dan digantikan
dengan basa lain yang cocok. Sedangkan andaikata basa baru yang hendak berikatan menempel
dari sisi 3’ dari rantai primer, dimana pada urutan 3’ dari rantai primer terdapat 3 molekul
posphat, dan pada sisi 5’ dari basa baru hanya terdapat 1 molekul posphat. Ya, jadi jika basa baru
ingin menempel, maka 2 posphat yang dilepaskan harus dari rantai primer. Celahnya adalah saat
terjadi kesalahan pemasangan basa nukleotida yang baru, maka saat basa nukleotida yang baru
dilepaskan, sisi 3’ dari rantai DNA primer hanya tersisa 1 molekul basa posphat, jadi tidak akan
dimungkinkan adanya penempelan basa nukleotida baru lagi, karena tidak adanya 2 molekul
posphat yang dilepaskan unutk menghasilkan energi yang dipergunakan untuk menempel. Jadi
itulah mengapa arah replikasi berlangsung dari 5’ ke 3’.

Replikasi DNA adalah suatu mekanisme penggandaan DNA. Namanya juga replikasi, ya pasti
tujuannya untuk membuat replikat, dari DNA yang merupakan cetak biru dari arsip-arsip penting
pemerintahan, dalam tubuh kita. Prinsip dari replikasi itu sendiri adalah memasangkan n-TP atau
nukleotida triposphat baru pada rantai tunggal / single strand DNA.

Kenapa DNA harus bereplikasi?

Selain jawaban yang di atas, replikasi DNA penting agar DNA kita tidak termutasi. Pada proses
replikasi terdapat pos-pos pengecekan, jikalau ada kode yang salah tercetak, dapat langsung
dikenali dan langsung diperbaiki.

Gimana caranya? Kok bisa gitu si?

“Ya bisa aja! Kalo yang nyiptain bilang bisa. Hehe….”

”Iya deh, akan coba saya ceritakan teori proses replikasi yang sementara ini diketahui para
ilmuan yang berkecimpung di bidang molekuler pada tahun 2009^^”

Pada prinsipnya DNA merupakan rantai ganda yang basa-basa penyusunnya saling
berkomplemen, saling berpasangan yang hidup dalam harmoni. Untuk bereplikasi, double strand
tersebut harus dipisahkan agar menjadi single strand DNA, yang kemudian akan berperan
sebagai cetakan DNA, dan ditambahkan basa nukleotida baru pada masing-masing strand, untuk
kemudian menjadi dua DNA baru yang sama seperti sebelumnya. Apakah gerangan yang tega
mengadu domba double strand DNA hingga akhirnya berpisah dan tidak dalam satu ikatan lagi?
Itu adalah kerja dari enzim helikase. Enzim ini berjalan terus, membuat double strand DNA
menjadi terpisah. Jika dianalogikan, prinsip kerjanya seperti resleting. Pergerakan molekul enzim
ini pada double strand DNA, membutuhkan suplai energi berbentuk ATP atau Adenosine
Triposphat.

Setelah rantai ganda DNA dipisahkan, maka masing-masing dari rantai primer tersebut akan
dibuat menjadi rantai DNA ganda kembali oleh enzim DNA polimerase. Penambahan basa untuk
menjadi rantai ganda dilakukan dari urutan 5’ ke 3’. Mengapa hanya bisa ditambahkan dari
urutan 5’ ke 3’? Hal ini terjadi karena tiap-tiap basa baru yang hendak berikatan membawa tiga
molekul posphat pada ujung 3’-nya, untuk menempel ke ujung 5’ dari rantai primer, maka basa
baru yang hendak berikatan harus melepaskan 2 molekul posphat untuk menciptakan energi agar
bisa menempel. Saat terjadi kesalahan, maka basa baru tersebut dapat lepas, dan digantikan
dengan basa lain yang cocok. Sedangkan andaikata basa baru yang hendak berikatan menempel
dari sisi 3’ dari rantai primer, dimana pada urutan 3’ dari rantai primer terdapat 3 molekul
posphat, dan pada sisi 5’ dari basa baru hanya terdapat 1 molekul posphat. Ya, jadi jika basa baru
ingin menempel, maka 2 posphat yang dilepaskan harus dari rantai primer. Celahnya adalah saat
terjadi kesalahan pemasangan basa nukleotida yang baru, maka saat basa nukleotida yang baru
dilepaskan, sisi 3’ dari rantai DNA primer hanya tersisa 1 molekul basa posphat, jadi tidak akan
dimungkinkan adanya penempelan basa nukleotida baru lagi, karena tidak adanya 2 molekul
posphat yang dilepaskan unutk menghasilkan energi yang dipergunakan untuk menempel. Jadi
itulah mengapa arah replikasi berlangsung dari 5’ ke 3’.

Lalu bagaimana mekanisme pengenalan terjadinya eror saat pemasangan basa nukleotida baru?

DNA polimerase selain bertugas untuk memanjangkan strain baru, enzim ini juga memiliki
fungsi sebagai proofreader. Proofreader adalah mekanisme pengenalan terjadinya kesalahan
pasang pasangan basa nukleotida. Karena pada stain primer berfungsi sebagai cetakan, maka
apabila ada basa nukleotida baru yang masuk dan tidak sesuai dengan cetakan, maka kesalahan
tersebut akan langsung dikenali oleh DNA polimerase, dan akan langsung dibuang untuk
digantikan dengan basa nukleotida baru lainnya. Akan tetapi kerja dari enzim DNA polimerase
ini belumlah memiliki akurasi dan presisi yang tinggi, seringkali ada basa nukleotida salah yang
lolos dari editing. Untuk itulah, Allah menciptakan suatu enzim yang bernama enzim DNA
Topoisomerase I dan DNA Topoisomerase II. Fungsinya adalah memperbaiki dengan cara
memotong salinan DNA yang salah, akan tetapi untuk enzim topoisomerase II, khusus untuk
menangani masalah yang lebih rumit. Prinsip kerja dari enzim Topoisomerase I adalah mengatasi
terjadinya belibet (maaf, gak nemu kata-kata yang pas selain belibet). Jadi analoginya seperti ada
karet gelang dipilin-pilin terus, sampai akhirnya abis pilinannya, nah, kalo ada yang maju ke arah
pilinan yang semakin ketat pasti susah kan?! Nah, untuk mengatasi masalah yang seperti itulah
enzim ini bekerja. Topoisomerase I akan memotong salah sati dari untai DNA, yang tadi saya
analogikan sebagai karet gelang. (Hehe, kebayang gak? Kalo gak kebayang, langsung tanyain aja
ya…=p). Kerja Topoisomerase I itu berlangsung secara spontan (sigap), hanya memotong satu
untai DNA (abis itu langsung disambungin lagi), mempunyai mekanisme ligasi dan nukleasi.
Karena kinerjanya yang spontan inilah mengapa enzim Topoisomerase I tidak membutuhkan
ATP untuk beroperasi.

Selain itu ada mekanisme lain untuk menanggulangi kesalahan pemasangan basa nukleotida.
Yaitu dengan agen bernama MutS dan MutL. MutS bertugas mengenali tempat terjadinya
kesalahan pada DNA, sedangkan MutL bertugas untuk mengenali nich (ini berhubungan dengan
mekanisme lagging pada fragmen okazaki yang sayangnya tdak sempat saya jelaskan, punten…-
_-*) terdekat, agar diketahui mana strand primer/cetakannya, dan mana yang strand
sekunder/rantai baru yang salah. Setelah dikenali oleh kedua agen ini, kemudian giliran tugas
enzim eksonuklease atau bisa juga enzim endonuklease yang akan memotong nich salah yang
telah dikenali tersebut.

Garpu replikasi

Garpu replikasi atau cabang replikasi (replication fork) ialah struktur yang terbentuk ketika DNA
bereplikasi. Garpu replikasi ini dibentuk akibat enzim helikase yang memutus ikatan-ikatan
hidrogen yang menyatukan kedua untaian DNA, membuat terbukanya untaian ganda tersebut
menjadi dua cabang yang masing-masing terdiri dari sebuah untaian tunggal DNA. Masing-
masing cabang tersebut menjadi "cetakan" untuk pembentukan dua untaian DNA baru
berdasarkan urutan nukleotida komplementernya. DNA polimerase membentuk untaian DNA
baru dengan memperpanjang oligonukleotida (RNA) yang dibentuk oleh enzim primase dan
disebut primer.
DNA polimerase membentuk untaian DNA baru dengan menambahkan nukleotida—dalam hal
ini, deoksiribonukleotida—ke ujung 3'-hidroksil bebas nukleotida rantai DNA yang sedang
tumbuh. Dengan kata lain, rantai DNA baru (DNA "anak") disintesis dari arah 5'→3', sedangkan
DNA polimerase bergerak pada DNA "induk" dengan arah 3'→5'. Namun demikian, salah satu
untaian DNA induk pada garpu replikasi berorientasi 3'→5', sementara untaian lainnya
berorientasi 5'→3', dan helikase bergerak membuka untaian rangkap DNA dengan arah 5'→3'.
Oleh karena itu, replikasi harus berlangsung pada kedua arah berlawanan tersebut.

Replikasi DNA adalah proses penggandaan molekul DNA untai ganda. Pada sel, replikasi DNA
terjadi sebelum pembelahan sel. Prokariota terus-menerus melakukan replikasi DNA. Pada
eukariota, waktu terjadinya replikasi DNA sangatlah diatur, yaitu pada fase S daur sel, sebelum
mitosis atau meiosis I. Penggandaan tersebut memanfaatkan enzim DNA polimerase yang
membantu pembentukan ikatan antara nukleotida-nukleotida penyusun polimer DNA. Proses
replikasi DNA dapat pula dilakukan in vitro dalam proses yang disebut reaksi berantai
polimerase (PCR).

Replikasi DNA prokariot

Replikasi DNA kromosom prokariot, khususnya bakteri, sangat berkaitan dengan siklus
pertumbuhannya. Daerah ori pada E. coli, misalnya, berisi empat buah tempat pengikatan protein
inisiator DnaA, yang masing-masing panjangnya 9 pb. Sintesis protein DnaA ini sejalan dengan
laju pertumbuhan bakteri sehingga inisiasi replikasi juga sejalan dengan laju pertumbuhan
bakteri. Pada laju pertumbuhan sel yang sangat tinggi, DNA kromosom prokariot dapat
mengalami reinisiasi replikasi pada dua ori yang baru terbentuk, sebelum putaran replikasi yang
pertama berakhir. Akibatnya, sel-sel hasil pembelahan akan menerima kromosom yang sebagian
telah bereplikasi.

Protein DnaA membentuk struktur kompleks yang terdiri atas 30 hingga 40 buah molekul, yang
masing-masing akan terikat pada molekul ATP. Daerah ori akan mengelilingi kompleks DnaA-
ATP tersebut. Proses ini memerlukan kondisi superkoiling negatif DNA (pilinan kedua untai
DNA berbalik arah sehingga terbuka). Superkoiling negatif akan menyebabkan pembukaan tiga
sekuens repetitif sepanjang 13 pb yang kaya dengan AT sehingga memungkinkan terjadinya
pengikatan protein DnaB, yang merupakan enzim helikase, yaitu enzim yang akan menggunakan
energi ATP hasil hidrolisis untuk bergerak di sepanjang kedua untai DNA dan memisahkannya.

Untai DNA tunggal hasil pemisahan oleh helikase selanjutnya diselubungi oleh protein pengikat
untai tunggal atau single-stranded binding protein (Ssb) untuk melindungi DNA untai tunggal
dari kerusakan fisik dan mencegah renaturasi. Enzim DNA primase kemudian akan menempel
pada DNA dan menyintesis RNA primer yang pendek untuk memulai atau menginisiasi sintesis
pada untai pengarah.

Agar replikasi dapat terus berjalan menjauhi ori, diperlukan enzim helikase selain DnaB. Hal ini
karena pembukaan heliks akan diikuti oleh pembentukan putaran baru berupa superkoiling
positif. Superkoiling negatif yang terjadi secara alami ternyata tidak cukup untuk
mengimbanginya sehingga diperlukan enzim lain, yaitu topoisomerase tipe II yang disebut
dengan DNA girase. Enzim DNA girase ini merupakan target serangan antibiotik sehingga
pemberian antibiotik dapat mencegah berlanjutnya replikasi DNA bakteri.

Seperti telah dijelaskan di atas, replikasi DNA terjadi baik pada untai pengarah maupun pada
untai tertinggal. Pada untai tertinggal suatu kompleks yang disebut primosom akan menyintesis
sejumlah RNA primer dengan interval 1.000 hingga 2.000 basa. Primosom terdiri atas helikase
DnaB dan DNA primase.

Primer baik pada untai pengarah maupun pada untai tertinggal akan mengalami elongasi dengan
bantuan holoenzim DNA polimerase III. Kompleks multisubunit ini merupakan dimer, separuh
akan bekerja pada untai pengarah dan separuh lainnya bekerja pada untai tertinggal. Dengan
demikian, sintesis pada kedua untai akan berjalan dengan kecepatan yang sama.

Masing-masing bagian dimer pada kedua untai tersebut terdiri atas subunit a, yang mempunyai
fungsi polimerase sesungguhnya, dan subunit e, yang mempunyai fungsi penyuntingan berupa
eksonuklease 3’® 5’. Selain itu, terdapat subunit b yang menempelkan polimerase pada DNA.

Begitu primer pada untai tertinggal dielongasi oleh DNA polimerase III, mereka akan segera
dibuang dan celah yang ditimbulkan oleh hilangnya primer tersebut diisi oleh DNA polimerase I,
yang mempunyai aktivitas polimerase 5’® 3’, eksonuklease 5’ ® 3’, dan eksonuklease
penyuntingan 3’ ® 5’. Eksonuklease 5’ ® 3’ membuang primer, sedangkan polimerase akan
mengisi celah yang ditimbulkan. Akhirnya, fragmen-fragmen Okazaki akan dipersatukan oleh
enzim DNA ligase. Secara in vivo, dimer holoenzim DNA polimerase III dan primosom diyakini
membentuk kompleks berukuran besar yang disebut dengan replisom. Dengan adanya replisom
sintesis DNA akan berlangsung dengan kecepatan 900 pb tiap detik.

Kedua garpu replikasi akan bertemu kira-kira pada posisi 180°C dari ori. Di sekitar daerah ini
terdapat sejumlah terminator yang akan menghentikan gerakan garpu replikasi. Terminator
tersebut antara lain berupa produk gen tus, suatu inhibitor bagi helikase DnaB. Ketika replikasi
selesai, kedua lingkaran hasil replikasi masih menyatu. Pemisahan dilakukan oleh enzim
topoisomerase IV. Masing-masing lingkaran hasil replikasi kemudian disegregasikan ke dalam
kedua sel hasil pembelahan.

Replikasi DNA eukariot

Pada eukariot replikasi DNA hanya terjadi pada fase S di dalam interfase. Untuk memasuki fase
S diperlukan regulasi oleh sistem protein kompleks yang disebut siklin dan kinase tergantung
siklin atau cyclin-dependent protein kinases (CDKs), yang berturut-turut akan diaktivasi oleh
sinyal pertumbuhan yang mencapai permukaan sel. Beberapa CDKs akan melakukan fosforilasi
dan mengaktifkan protein-protein yang diperlukan untuk inisiasi pada masing-masing ori.

Berhubung dengan kompleksitas struktur kromatin, garpu replikasi pada eukariot bergerak hanya
dengan kecepatan 50 pb tiap detik. Sebelum melakukan penyalinan, DNA harus dilepaskan dari
nukleosom pada garpu replikasi sehingga gerakan garpu replikasi akan diperlambat menjadi
sekitar 50 pb tiap detik. Dengan kecepatan seperti ini diperlukan waktu sekitar 30 hari untuk
menyalin molekul DNA kromosom pada kebanyakan mamalia.
Sederetan sekuens tandem yang terdiri atas 20 hingga 50 replikon mengalami inisiasi secara
serempak pada waktu tertentu selama fase S. Deretan yang mengalami inisasi paling awal adalah
eukomatin, sedangkan deretan yang agak lambat adalah heterokromatin. DNA sentromir dan
telomir bereplikasi paling lambat. Pola semacam ini mencerminkan aksesibilitas struktur
kromatin yang berbeda-beda terhadap faktor inisiasi.
Seperti halnya pada prokariot, satu atau beberapa DNA helikase dan Ssb yang disebut dengan
protein replikasi A atau replication protein A (RP-A) diperlukan untuk memisahkan kedua untai
DNA. Selanjutnya, tiga DNA polimerase yang berbeda terlibat dalam elongasi. Untai pengarah
dan masing-masing fragmen untai tertinggal diinisiasi oleh RNA primer dengan bantuan
aktivitas primase yang merupakan bagian integral enzim DNA polimerase a. Enzim ini akan
meneruskan elongasi replikasi tetapi kemudian segera digantikan oleh DNA polimerase d pada
untai pengarah dan DNA polimerase e pada untai tertinggal. Baik DNA polimerase d maupun e
mempunyai fungsi penyuntingan. Kemampuan DNA polimerase d untuk menyintesis DNA yang
panjang disebabkan oleh adanya antigen perbanyakan nuklear sel atau proliferating cell nuclear
antigen (PCNA), yang fungsinya setara dengan subunit b holoenzim DNA polimerase III pada E.
coli. Selain terjadi penggandaan DNA, kandungan histon di dalam sel juga mengalami
penggandaan selama fase S.

Mesin replikasi yang terdiri atas semua enzim dan DNA yang berkaitan dengan garpu replikasi
akan diimobilisasi di dalam matriks nuklear. Mesin-mesin tersebut dapat divisualisasikan
menggunakan mikroskop dengan melabeli DNA yang sedang bereplikasi. Pelabelan dilakukan
menggunakan analog timidin, yaitu bromodeoksiuridin (BUdR), dan visualisasi DNA yang
dilabeli tersebut dilakukan dengan imunofloresensi menggunakan antibodi yang mengenali
BUdR.

Ujung kromosom linier tidak dapat direplikasi sepenuhnya karena tidak ada DNA yang dapat
menggantikan RNA primer yang dibuang dari ujung 5’ untai tertinggal. Dengan demikian,
informasi genetik dapat hilang dari DNA. Untuk mengatasi hal ini, ujung kromosom eukariot
(telomir) mengandung beratus-ratus sekuens repetitif sederhana yang tidak berisi informasi
genetik dengan ujung 3’ melampaui ujung 5’. Enzim telomerase mengandung molekul RNA
pendek, yang sebagian sekuensnya komplementer dengan sekuens repetitif tersebut. RNA ini
akan bertindak sebagai cetakan (templat) bagi penambahan sekuens repetitif pada ujung 3’.

Hal yang menarik adalah bahwa aktivitas telomerase mengalami penekanan di dalam sel-sel
somatis pada organisme multiseluler, yang lambat laun akan menyebabkan pemendekan
kromosom pada tiap generasi sel. Ketika pemendekan mencapai DNA yang membawa informasi
genetik, sel-sel akan menjadi layu dan mati. Fenomena ini diduga sangat penting di dalam proses
penuaan sel. Selain itu, kemampuan penggandaan yang tidak terkendali pada kebanyakan sel
kanker juga berkaitan dengan reaktivasi enzim telomerase.

Replikasi pada kedua untai DNA

Proses replikasi DNA yang kita bicarakan di atas sebenarnya barulah proses yang terjadi pada
salah satu untai DNA. Untai DNA tersebut sering dinamakan untai pengarah (leading strand).
Sintesis DNA baru pada untai pengarah ini berlangsung secara kontinyu dari ujung 5’ ke ujung
3’ atau bergerak di sepanjang untai pengarah dari ujung 3’ ke ujung 5’.
Pada untai DNA pasangannya ternyata juga terjadi sintesis DNA baru dari ujung 5’ ke ujung 3’
atau bergerak di sepanjang untai DNA cetakannya ini dari ujung 3’ ke ujung 5’. Namun, sintesis
DNA pada untai yang satu ini tidak berjalan kontinyu sehingga menghasilkan fragmen terputus-
putus, yang masing-masing mempunyai arah 5’→ 3’. Terjadinya sintesis DNA yang tidak
kontinyu sebenarnya disebabkan oleh sifat enzim DNA polimerase yang hanya dapat
menyintesis DNA dari arah 5’ ke 3’ serta ketidakmampuannya untuk melakukan inisiasi sintesis
DNA.

Untai DNA yang menjadi cetakan bagi sintesis DNA tidak kontinyu itu disebut untai tertinggal
(lagging strand). Sementara itu, fragmen-fragmen DNA yang dihasilkan dari sintesis yang tidak
kontinyu dinamakan fragmen Okazaki, sesuai dengan nama penemunya. Fragmen-fragmen
Okazaki akan disatukan menjadi sebuah untai DNA yang utuh dengan bantuan enzim DNA
ligase.

fragmen-fragmen untai tertinggal


3’ Okazaki 5’
5’ 3’ 5’ 3’
untai pengarah

Replikasi DNA. Mula-mula, heliks ganda DNA (merah) dibuka menjadi dua untai
tunggal oleh enzim helikase (9) dengan bantuan topoisomerase (11) yang
mengurangi tegangan untai DNA. Untaian DNA tunggal dilekati oleh protein-protein
pengikat untaian tunggal (10) untuk mencegahnya membentuk heliks ganda
kembali. Primase (6) membentuk oligonukleotida RNA yang disebut primer (5) dan
molekul DNA polimerase (3 & 8) melekat pada seuntai tunggal DNA dan bergerak
sepanjang untai tersebut memperpanjang primer, membentuk untaian tunggal DNA
baru yang disebut leading strand (2) dan lagging strand (1). DNA polimerase yang
membentuk lagging strand harus mensintesis segmen-segmen polinukleotida
diskontinu (disebut fragmen Okazaki (7)). Enzim DNA ligase (4) kemudian
menyambungkan potongan-potongan lagging strand tersebut.

You might also like