You are on page 1of 9

Pemanfaatan “UNEN-UNEN” Sebagai Tema Pendidikan

Budi Pekerti, Melalui Pembelajaran Bahasa Jawa di


Sekolah
• Penulis: Sunyoto, Spd.

Posted by admin on May 1st, 2010

Pendidikan Budi Pekerti

Ada keluhan, katanya ”ada kemnduran akhlaq para remaja masa kini”, kemudian muncul wacana
dikembangkannya pendidikan budi pekerti di Sekolah. Kenyataannya tidak mudah mengemas
pendidikan budi pekerti di era teknologi komnikasi, informasi dan kepentingan manusia yang
sangat kompleks.

Paparan ini hanya gelitik kecil untuk para kepala sekolah dan guru, dengan harapan dapat
dikembangkan model-model pembelajaran budi pekerti yang lebih luas, kena sasaran dan
berhasil guna tinggi.

Isi pendidikan budi pekerti adalah sikap dan perilaku seseorang terhadap Allah dan Ciptaan-Nya.
Target yang harus diupayakan melalui pendidikan budi pekerti adalah insan yang disayang Allah
dan disayang sesama manusia serta mendatangkan manfaat bagi alam sekitarnya.

Sikap dan perilaku manusia terhadap Allah berupa: ibadah, zkir, dn doa. Ibadah dn zikir yang
dilakukan dengan ikhlas, khusyu’ dan sungguh-sungguh membuka peluang kepada seseorang
untuk disayang Allah. Doa berpeluang untuk dikabulkan oleh Allah bila dilakukan dengan benar,
khusyu’ dan tawadhu’ disertai dengan ikhtiyar, syukur dan berserah diri.

Sikap dan perilaku terhadap ciptaan Allah (alam/makhluk) ditujukan kepada manusia (diri
sendiri dan orang lain), malaikat, jin, hewan, tumbuhan, tanah, udara, air, serta benda-benda mati
disekitar kita. Orang lain meliputi: Nabi/Rasul Allah, orangtua, keluarga, kerabat, tetangga,
ulama, pemimpin, kawan, orang-orang seiman, dan orang-orang yang tidak seiman.

Memperhatikan luasnya cakupan isi pendidikan budi pekerti tersebut di atas, guru yang kreatif
dan dinamis tidak akan kekurangan materi pendidikan budi pekerti. Salah satu alat ukur yang
dapat digunakan untuk menyatakan bahwa seseorang telah dapat digolongkan ke dalam orang
yang berbudi pekerti luhur adalah tiga sifat pokok yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-
hari, yaitu:

1. Individualitas yang tinggi (meliputi: benar, berani, sungguh-sungguh, mandiri, cermat,


mampu menyelesaikan masalahnya dengan baik, bertanggungjawab, tertib, teratur,
terarah).
2. Sosialitas tinggi (meliputi: menebarkan salam, menghargai kepentingan orang lain, suka
menolong sesama, tidak kikir, tidak hasut, keberadaannya diperlukan oleh orang lain,
mampu mewujudkan suasana pergaulan yang bersahabat, bermanfaat dan damai, tidak
suka memaksakan kehendak kepada siapapun, menghargai perbedaan dan kemerdekaan)
3. Moralitas / religiusitas tinggi (meliputi: tertib beribadah, tertib berzikir, tertib berdoa,
tawadhuk, ikhlas, khusuk, tabah, qonaah, wara’, istiqomah, jujur, terpercaya, terpuji).

Sekolah sebagai lembaga yang salah satu tugasnya mengupayakan agar para siswa kelak menjadi
manusia yang cerdas, cakap, trampil dan berbudi pekerti luhur (berakhlak mulia) harus
mempunyai format yang jelas dan efektif dalam mempengaruhi para siswa untuk mencapai
tujuan tersebut, karena para siswa mempunyai kepribadian yang beraneka ragam sesuai dengan
pengaruh orangtua, keluarga, dan masyarakatnya.

Karena budi pekerti itu lebih banyak dibentuk oleh lungkungannya, maka Kepala Sekolah, guru,
dan karyawan sekolah harus menjadi figur contoh / teladan (menjadi contoh, tidak sekedar
memberi contoh) yang setiap saat dapat dijadikan sumber acuan bagi para siswa dalam bersikap
dan berperilaku. Figur contoh tersebut harus mempunyai kekuatan yang lebih besar dari
pengaruh negatif yang bersumber pada pihk lain.

Salah satu format yang dapat dikemas oleh sekolah sebagai tema dalam pendidikan budi pekerti
adalah: ”pemanfaatan unen-unen”. Berikut ini paparan sederhana yang berkaitan dengan
pemanfaatan unen-unen sebagai tema dalam pembelajaran budi pekerti di sekolah.

Unen-unen

Unen-unen adalah kalimat sederhana, singkat, padat, jelas dengan susunan kata-kata yang ”indah
runtut” sehingga mudah diingat dan dipahami. Untaiannya dapat berupa: paribasan, parikan,
purwakanti, seloka, lelagon, tembang, atau kalimat-kalimat bijak.

Sumber rumusan unen-unen dapat diambil dari: ajaran agama, karya pujangga, ahli bahasa, atau
buatan sendiri. Bentuk rumusannya dapat berupa kalimat yang sudah populer digunakan oleh
masyarakat atau merupakan suatu yang baru karena disesuaikan dengan perkembangan jaman.

Berbagai macam unen-unen dapat dikelompkkkan menurut ”topik” dari pendidikan budi pekerti
yang akan dikembangkan di sekolah, antara lain: topik budi pekerti terhadap Allah, budi pekerti
terhadap sesama manusia, kemandirian, kinerja, hubungan dengan orangtua, tentang menuntut
ilmu dan lain-lain.

Contoh unen-unen yang dapat dijadikan tema dalam pembelajaran budi pekerti:
1. Topik: Kemandirian (individalitas)

1. Sing temen bakal tinemu.


2. Sing bener bakal bener.
3. Sing wani bakal dadi.
4. Sing jujur bakal mujur.
5. Sing umum bakal keblusuk.
6. Waton okol bakal konyol.
7. Ngelumu iku kelakone kanthi laku.
8. Jenang iku wohing geneng, jeneng, lan jumeneng.
9. Tumindak ala lan becik iku kanggo awake dhewe.
10. Aja kuminter mundhak keblinger.

1. Topik: Hubungan horisontal (sosialitas)

1. Becik ketitik, ala ketara.


2. Sapa sing salah bakal seleh.
3. Ngundhuh wohing pakarti.
4. Ajining dhiri gumantung kedaling lathi.
5. Ajining salira saka busana.
6. Wewaraha sawise weruh.
7. Kakehan gludhug kurang udan.
8. Wani ngalah luhur wekasane
9. Sing medhit bakal kejepit.
10. Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah.
11. Disengkuyung supaya enggal rampung.

1. Topik: Moralitas/religiusitas.

1. Estining panembah iku sayekti amung Allah.


2. Agama iku ageming aji.
3. Sapa sing kinsih bakal kepilih.
4. Weninging pikir anarga zikir.
5. Manembaha kanthi tulus, supaya lulus.
6. Berkah iku wohing panembah.
7. Pambukaning ati khusyuk iku tawadhuk.
8. Yen kepingin lega pasraha marang Kang Maha Kuasa.
9. Isina ing pakarti ala kareben ora ngisin-isini.
10. Donga iku jiwaning agama.
11. Ikhtiyar iku kudu linambaran sadhar lan sabar.

Kemasan Penyajian

Sebagai tema dalam pembelajarn budi pekerti, unen-unen harus dikemas dalam berbagai bentuk
sajian yang mudah dimengerti oleh siapapun, sehingga pengamalannya menjadi lebih mudah
juga.
Beberapa bentuk kemasan penyajian, antara lain:

1. Keteladanan Kepala Sekolah, guu dan karyawan sekolah.


2. Unen-unen tempel.
3. Bacaan.
4. Cerita guru.
5. Lelagon / tembang.
6. Karangan siswa.
7. Pidato siswa.
8. Dialog dan komunikasi.
9. Tugas-tugas.
10. Hari berbahasa Jawa.
11. Pekan berbahasa Jawa.

Pola Teknik Penyajian.

Secara sederhana pola teknik penyajian pemanfaatan unen-unen dalam pendidikan budi pekerti
di sekolah adalah mengakomodasikan topik dan tema dalam kemasan yang dipilih, kemudian
disajikan dengan cara yang menarik, mudah diterima, diamati pengalamanny,
dikembangkan/ditindak lanjuti, dibudayakan.

Beberapa contoh pola teknik penyajian, sebagai berikut:

1.
1. Pemanfaatan tema melalui keteladanan Kepala Sekolah, guru dan karyawan.

1. Melalui permufakatan dan sosialisasi, Kepala Sekolah, guru dan karyawan sekolah
sepakat untuk menjadi figur yang mempunyai kepribadian/budi pekerti mantap dalam
berbagai segi kehidupan (menyangkut individualitas, sosialitas, moralitas dan
religiusitas), yang meliputi sikap dan perilaku: peribadatan, tutur kata, penampilan,
berbusana, kedisiplinan, ketertiban, tanggungjawab, keteraturan, keramahan, pergaulan,
cara memecahkan masalah, ungguh-ungguh.
2. Personal sekolah secara kompak mengingatkan, mengarahkan, membimbing, dan
membina siswa yang dipandang tidak sesuai dengan budi pekerti luhur.
3. Personal sekolah secara kompak mengupayakan suasana kehidupan di sekolah menjadi
agamis, rukun, damai, dan bersemangat tinggi, sehingga setiap warga sekolah akan
merasa bahwa ”sekolahku adalah surgaku”.

1.
1. Pemanfaatan unen-unen tempel.

1. Unen-unen yang diplih ditulis rapi, jelas, mudah dibaca pada kertas/papan/lembaran lain,
kemudian dipasang pada tempat-tempat strategis, seperti: tembok bagian luar gedung
sekolah, di atas pintu ruang guru bagian luar, di atas pintu masuk ruang kelas bagian luar,
pada dinding bagian depan ruang kelas.
2. Unen-unen dapat diganti sewaktu-waktu menurut kebutuhan/perkembangan suasana budi
pekerti warga sekolah.
3. Pada waku-waktu tertentu Kepala Sekolah/guru menjabarkan unen-unen yang terpasang
melalui suatu kegiatan yang sesuai, misalnya: sambutan dalm upacara di sekolah,
pembinaan wali kelas, menjelang suatu kegiatan bersama, menjelang ulangan umum,
pelajaran Bahasa Jawa.
4. Para siswa – menurut kemampuan dasarnya – diberi tugas untuk membuat rumusan unen-
unen lain, kemudian disuruh membacakannya di depan kawan-kawannya/guru dalam
kelas.

Penjabaran yang disampaikan oleh Kepala Sekolah dan guru harus sejelas-jelasnya, dengan
mengemukakan contoh-contoh kongkrit dalam kehidupan sehari-hari, sehingga para siswa benar-
benar tersentuh untuk meninggalkan sikap dan perilaku negatif dan bertekad untuk berperilaku
positif.

1.
1. Bacaan siswa

1. Guru menentukan/memilih/menyusun bacaan untuk siswa yang intinya sesuai dengan


tema unen-unen yang dipilih.
2. Siswa membaca sesuai dengan pengaturan guru.
3. Siswa menceritakan kembali bacaannya dengan menggunakan bahasa sendiri.
4. Siswa mengemukakan intisari dari bacaannya.
5. Pengarahan guru yang menjurus ke pelaksanaan budi pekerti seperti tema yang dipilih,
dengan memberikan contoh-contoh kongkrit.

1.
1. Cerita guru.

1. Guru memilih/menyusun suatu cerita untuk disampaikan kepada siswa secara klasikal.
Bahan cerita dapat diambil dari buku cerita, buku sejarah, buku agama, atau cerita buatan
guru yang mengandung tema budi pekerti.
2. Siswa mengemukakan inti cerita dengan menggunakan bahasa sendiri.
3. Guru menjelaskan lebih lengkap tentang inti cerita dan mengaitkannya dengan sikap dan
perilaku yang harus dimiliki oleh para siswa.
4. Siswa diberi tugas untuk menyusun cerita buatan sendiri dengan tema budi pekerti yang
telah ditentukan oleh guru.

1.
1. Lelagin/tembang

Lelagon yang biasa dikaitkan dengan pelajaran Bahasa Jawa adalah ”lagu dolanan”, sedangkan
tembang yang biasa dikaitkan adalah tembang macapat. Lelagon dan tembang sebenarnya masuk
dalam pelajaran pendidikan kesenian. Dalam hal pelajaran keseian, khususnya seni musik/seni
suara harus diajarkan seni suara dalam bahasa Indonesia, Jawa atau bahasa yang lain. Lelagon
dan tembang (dalam bahasa Jawa) yang biasanya dimasukkan ke dalam pelajaran bahasa Jawa,
akan lebih intensif bila dimasukkan ke dalam pelajaran seni musik/seni suara.

Irama lagunya dapat menggunakan yang sudah populer dengan lirik yng disesuaikan dengan
tema pendidikan budi pekerti. Guru dapat memilih lirik yang sudah populer, tetapi akan lebih
baik kalau guru membuat liriknya sendiri sehingga lebih sesuai dengan tema yang dipilih.

Pola teknik penyajiannya sebagai berikut:

1.
1. Secara bersama-sama para siswa menyanyikan lelagon/tembang yang telah
ditentukan.
2. Siswa menyanyi secara perorangan.
3. Siswa menjelaskan inti dari lagu yang dinyanyikan.
4. Guru memantapkan inti lelagon/tembang dikaitkan dengan pendidkan budi
pekerti.

Contoh lelagon/tembang:

- Topik : Individualitas, sosialitas, moralitas.

- Topik : Kesombongan menyesatkan.

- Irama lagu : Menthok-menthok

- Unen-unen : Koanca-kanca aja umuk,

umuk iku bakal nguciwani,

adoh karo kanca,

ora disenengi,

ora mlebu swarga,

mbesuk yen wis mati,

kanca-kanca,

mbok sing sumeh,

aja pamer aja dumeh.

- Topik : ndividualtas.

- Tema : Sing temen bakal tinemu.


- Tembang : Pocung.

- Unen-unen : Murid iku,

kudu taberi sinau,

aja sok isinan,

takona yen durung ngerti,

yen tumemen ing tembe ora kuciwa.

- Tembang : Gambuh (Wedharaga, R.Ng. Ranggawarsita)

- Unen-unen : Wong kang marsudi kawruh,

nenirua ing reh kang rahayu,

aja keset sungkanan sabarang kardi,

sakadare ngengimpun,

nimpeni kagunaningwong.

- Topik : Individualitas, sosialitas, moralitas.

- Tema : Rendah hati dan hati-hati (tawadhuk dan wara’)

- Tembang : Mijil (Wulangreh, Paku Buana IV)

- Unen-unen : Dedalane guna lawan sekti,

kudu andhap asor,

wani ngalah luhur wekasane,

tumungkula yen dipun dukani,

bapang den simpangi,

ana catur mungkur.

- Topik : Moralitas.

- Tema : Isina ing pakarti ala.


- Irama lagu : Bintang Kecil.

- Unen-unen : Isih cilik padha seneng ngaji,

aja lali ngabekti wong tuwa,

tindhak becik padha dilakoni,

singkirana tumindak kang culika.

1.
1. Hari berbahasa Jawa

1. Disepakati satu hari sekolah setiap minggu semua warga sekolah berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa Jawa.
2. Semua warga sekolah (khususnya Kepala Sekolah dan guru) menginventarisir kebaikan
dan kelemahan dalam penggunaan bahasa Jawa, ditinjau dari kebenaran bertutur dan
ungguh-ungguh.
3. Guru dan siswa mendiskusikan temuan-temuan yang berlaitan dengan penggunaan
bahasa Jawa.

1.
1. Pekan berbahasa Jawa

1. Disepakati pada tengah dan akhir semester ada satu pekan (minggu sekolah efektif)
semua warga sekolah berkominikasi dengan menggunakan bahasa Jawa yang baik dan
benar.
2. Pekan bahasa Jawa dapat diisi juga dengan kegiatan/lomba-lomba, misalnya: berpidato,
drama pendek, nembang yang temanya berkaitan dengan pendidikan budi pekerti.

Penutup.

Penggunaan unen-unen sebagai tema dalam pendidikan budi pekerti di sekolah hanya sebagian
kecil teknik yang dapat dimanfaatkan oleh guru. Teknik lain dapat dikembangkan sendiri oleh
guru sesuai dengan kemampuannya.

Dari paparan di atas dapat diambil pengertian bahwa pendidikan budi pekerti tidak perlu
dijadikan satu mata pelajaran yang berdiri sendiri, tetapi diintegrasikan ke dalam pengajaran
Bahasa Jawa/Kesenian Jawa. Yang diperlukan adalah kreatifitas guru dalam mengemas
pendidikan budi pekerti. Karena muatannya bertambah, kiranya jumlah jam pelajaran bahasa
Jawa perlu diperhitungkan dengan sebaik-baiknya.

Isi makalah ini hanya gelitik kecil, sehingga penyempurnaan, perluasan dan pengembangannya
sangat ditentukan oleh kepekaan dan komitmen kita terhadap pentingnya pelajaran bahasa Jawa
di sekolah untuk menanamkan dan mengembangkan budi pekerti para siswa.
Figur teladan, pembiasaan-pembiasaan, pergaulan yang sehat, iman yang kokoh berperan sangat
penting dalam pembentukan pribadi utuh para siswa, karena sebagian besar budi pekerti manusia
dipelajari dari lingkungannya.

Mudah-mudahan bermanfaat.

You might also like