Professional Documents
Culture Documents
P utri saya sudah berusia 2 tahun. Setiap 2 kali dalam seminggu sekolah di playgroup
Al-May. Dalam waktu dekat saya juga akan mencari sekolah lain agar setiap hari dalam
seminggu beliau bisa bersekolah. Tidak bikin anak capek? menurut saya tidak, terutama
Neng Audin tergolong anak yang pintar dan kreatif. Sesaat setelah buka mata di pagi hari
beliau akan mencari kesibukan yang selalu bikin saya takjub, seperti main air, mencoret
dinding rumah, ikutan bibik mencuci baju, mengajak jalan-jalan, ke warung, main bola,
teriak teriak, bernyanyi, nonton, wah banyak lain deh.. Dan di usia ini kadang tantrum
nya datang. Tantrum datang jika tidak ada kesibukan lain yang menarik hatinya, atau
beliau bosan dengan mainan yang ada. Jadi Neng harus selalu dibuat sibuk, sibuk otaknya
untuk berfikir, sibuk matanya untuk melihat, sibuk telinganya mendengar music, sibuk
tangan memainkan alat, dan sibuk kaki berlari-lari..Nah sekolah setiap hari salah satu
solusi untuk mengurangi tantrumnya dan menyalurkan kreatifitasnya. Solusi lain juga
saya akan membeli banyak alat permainan baru agar Neng semakin sibuk menggunakan
inderanya.
………..
Jika tantrum datang, saya pernah mengeluh pada papah Dony. Wah Neng mulai bandel
nih..dan sulit menanganinya. Jika tantrum barang yang dimainkannya bisa dibanting atau
susu yang diminumnya tumpah..pokoknya menanganinya capek deh. Yang saya lakukan
biasanya meninggalkannya sendirian, saya biarkan Neng marah-marah, menangis, kesal..
Lalu saya dekati setelah sekitar satu menitan. Biasanya marah atau tangisnya mereda,
atau jika belum maka akan mereda, setelah saya dekati saya minta peluk dan
menciuminya. Biasanya sih beliau pasti balas peluk.
Ternyata cara saya cukup jitu. Jika beliau tantrum, Neng jadi paham pasti mamanya
menjauh sebentar. Sehingga tantrumnya tak pernah lama. Nah itu baru satu solusi jika
menghadapi tantrum. Bagaimana jika kreatifitasnya mulai datang? kreatif dalam banyak
pengertian orang disebut “bandel” atau “nakal”. Pada banyak artikel yang saya baca,
memang di usia batita dan atau dalam rentang usia 2 sampai 4 tahun, anak memulai masa
eksplorasi. Eksplorasi emosi, dan eksplorasi keingintahuan. Baru saja hari ini saya
menemukan satu artikel bagus mengenai cara menangani perilaku anak tersebut, bagus
juga.. terima kasih untuk penulis artikel ini “Irawati Istadi: Mendidik dengan Cinta” dan
artikel ini saya kutip dari blog suryaningsih
“Dasar bandel! Dasar anak nakal! Sudah dibilangi kalau minta susu ya diminum,
dihabisin. Nggak malah ditumpahkan ke lantai seperti itu! Susu itu mahal!” Seorang ibu
uring-uringan memarahi Fifi, anaknya yang baru berusia 3 tahun. Bagaimana ia tidak
jengkel, bila lantai yang baru saja dipel kini kotor lagi oleh tumpahan susu si kecil. Si
kecil pun diam sambil menatap wajah ibunya yang kecapekan.
Sementara seorang ayah memarahi Latif, anaknya yang kelas satu SD, setelah dilapori
wali kelasnya bahwa anaknya itu ketahuan mencuri uang temannya. “Kecil-kecil sudah
jadi pencuri! Mau jadi apa kamu kalau besar nanti?” Katanya sambil berkacak pinggang.
Memang, mendidik anak memerlukan kesabaran ekstra. Ada kalanya orang tua
kehilangan kontrol saat kondisi fisiknya lelah atau emosinya tidak stabil. Kata-kata
makian terhadap anak seperti bandel, nakal, badung, dan sebagainya, seringkali meluncur
tanpa dapat ditahan. Padahal, makian atau celaan seperti itu akan sangat menjatuhkan
harga diri anak dan berakibat buruk bagi perkembangannya.
Dalam masa perkembangannya semenjak lahir, setiap anak belajar menilai segala
sesuatu. Begitu juga yang terjadi pada persoalan penilaian diri. Setiap anak akan menilai
dan memandang seperti apa keadaan dirinya sendiri sesuai dengan cara pandang orang
tuanya terhadap diri si anak.
Perkembangan buruk seperti ini bila diteruskan akan sampai pada tahap di mana anak
akan selalu berusaha berperilaku sesuai anggapan terhadap kepribadiannya tersebut,
sehingga ia akan merasa tak pantas jika berbuat baik, yang notabene menyalahi
keyakinannya sebagai anak nakal dan bengal tersebut.
Sampai tahap ini perilaku anak bisa jadi sangat membuat orang dewasa terheran-heran,
sebab ia sudah tak mempan lagi diberi nasihat dan motivasi untuk mau berbuat baik,
kecuali jika perbaikan dimulai dengan mengubah cara pandangnya yang keliru dalam
menghargai pribadinya sendiri. Sungguh ini sebuah perbaikan yang sulit untuk dilakukan.
Begitulah kenyataannya, bahwa setiap orang membentuk kepribadian sesuai dengan cara
pandangnya terhadap dirinya sendiri. Itu sebabnya, akan sangat fatal akibatnya jika dalam
masa perkembangan anak diberi contoh untuk menilai dirinya dengan sebutan dan
panggilan yang buruk.
Anak tetap anak, sekalipun perilakunya buruk. Yang buruk adalah perilakunya,
sementara pelakunya tetaplah anak baik. Jika patut dibenci, maka perilakunya yang harus
dikutuk, bukan pelakunya. Sang anak sebagai pelaku tetap berhak untuk dicintai,
disayangi, dan dihargai.
Ketika seorang anak berbuat kesalahan, orang tua harus menegur ‘perilaku’ tersebut,
tanpa mencela pelakunya. Anak harus mengerti letak kesalahannya. Ia harus mengerti
betul bahwa orang tuanya marah, kecewa dan membenci perilaku yang baru saja
dilakukannya, bukan marah dan membencinya.
Agar anak tahu bahwa orang tuanya tidak menyukai perilakunya, maka sebaiknya orang
tua menunjukkan perasaan kecewa, marah dan ketidaksukaannya dengan sejelas-jelasnya.
Bisa dengan mimik wajah yang penuh emosi, bisa pula dengan kata-kata yang keras.
Kembali pada kedua contoh kasus di awal tulisan ini, untuk Fifi yang menumpahkan
susunya, akan lebih baik bila ibu marah dengan menegur perilakunya. “Fifi, sudah ibu
bilangi berkali-kali kalau menumpahkan susu itu jelek! Itu perbuatan mubadzir! Susu itu
harganya mahal!”
Sedangkan untuk kasus Latif, akan lebih baik bila ayah tidak menyebutnya sebagai
pencuri. “Latif, kamu kan tahu mencuri itu perbuatan buruk? Dosa! Kenapa kamu
melakukannya? Kalau butuh uang, bilang sama ayah, jangan mencuri milik orang lain!”
Kedua contoh tersebut sudah dapat menggambarkan dengan jelas apa yang dirasakan
oleh ayah dan ibu. Tujuannya agar anak mengerti perasaan orang tua tentang perilaku
anak yang buruk itu. Di sisi lain diharapkan dalam diri anak sendiri akan timbul perasaan
yang tidak enak menghadapi kemarahan orang tuanya.
Teguran orang tua cukup dinyatakan sekali saja, anak sudah bisa memahami perasaan
orang tuanya. Bila pernyataan ini diulang-ulang justru akan menimbulkan kebosanan, dan
anak merasa digurui. Cara mendisiplinkan anak seperti itu tidak efisien.
Banyak orang tua yang merasa perlu memberi nasihat panjang lebar terhadap kesalahan
anaknya, karena menangkap kesan anak tidak mendengar nasihat yang dikatakan orang
tua. Anak-anak itu berbuat seenaknya, tak mendengar omelan orang tua.Tingkah anak itu
membuat orang tua jengkel dan merangsangnya untuk semakin memperpanjang dan
mengulang-ulang nasihat, semata-mata untuk melampiaskan kejengkelannya.
Sekali lagi, sikap orang tua sebenarnya cukup dinyatakan sekali, ditunjang ekspresi wajah
tak lebih dari satu menit. Inilah bagian awal dari metode disiplin yang disebut teguran
satu menit. Selanjutnya, akan tercipta suasana yang tidak menyenangkan bagi anak. Pada
saat ini sebaiknya orang tua diam sejenak agar suasana yang tidak enak ini benar-benar
dirasakan anak. Manfaatkan waktu ini untuk menarik nafas panjang, seakan telah usai
menyelesaikan tugas berat berupa pengungkapan rasa kecewa atas perilaku anak yang
buruk.
Bagian berikutnya adalah saatnya menggunakan kebenaran lain selain kebenaran pertama
yang telah dikatakan terlebih dahulu. Kebenaran kedua ini adalah bahwa diri anak-anak
sebagai ‘pelaku’ sebenarnya tetap baik, bahwa orang tua tetap mencintai sepenuh hati,
karena mereka pada dasarnya adalah anak-anak yang salih.
Bagian kedua ini harus diucapkan orang tua dengan ekspresi wajah penuh kasih sayang
dan kelembutan. Bila perlu dengan memeluk dan mencium, agar anak bisa langsung
merasakan bahwa bagaimanapun buruknya perilaku mereka, ternyata orang tua tetap
mencintainya. Pernyataan ini pun tidak perlu diulang, cukup sekali saja.
Misalnya, untuk kasus Fifi, setelah ibu marah dan menegur perilakunya yang buruk,
maka sebaiknya ibu membelai kepalanya sambil berkata, “Fifi kan anak salihah, anak
pintar. Lain kali jangan menumpahkan susu lagi ya sayang…”
Demikian juga untuk kasus Latif. Setelah ayah menunjukkan kemarahannya, alangkah
bijaksananya bila kemudian ia memeluk anaknya itu seraya berkata, “Latif kan anak yang
salih…Masa’ anak salih mencuri, nanti jadi temannya setan. Lain kali jangan diulangi
lagi ya….”
Pertama, melatih disiplin anak-anak untuk bisa meninggalkan perilaku yang buruk.
Dalam setengah menit yang pertama, anak mengerti bahwa tindakannya yang buruk telah
membuat orang tuanya kecewa dan marah. Peristiwa itu akan masuk ke alam memorinya,
selanjutnya memorinya mencatat mana perilaku baik yang disenangi orang tua, dan mana
perilaku buruk yang membuat orang tuanya kecewa dan marah.
Selanjutnya, dalam setengah menit kedua, anak segera dapat menemukan kembali citra
dirinya yang positif sebagai anak yang baik. Mereka sangat menikmati belai kasih orang
tua dalam selang waktu yang singkat ini. Buahnya, mereka menjadi senang dan bagga
terhadap dirinya sendiri yang baik seperti kata orang tuanya.
Satu hal penting yang tak boleh dilupakan orang tua adalah semakin anak menyenangi
dirinya sendiri, semakin besar kemauannya untuk berperilaku lebih baik.
Keuntungan kedua, metode ini bisa digunakan sebagai alat komunikasi yang efektif
antara orang tua dan anak. Banyak orang tua mengeluh karena tak bisa memahami jalan
pikiran anaknya. Banyak yang tak mengenal anaknya sendiri karena kemacetan
komunikasi. Anak tak pernah mau menyampaikan permasalahan yang ia hadapi kepada
orang tua. Dengan bantuan metode ini, sedikit demi sedikit mulai berkembang iklim
keterbukaan antara orang tua dengan anak. Komunikasi pun menjadi lancar, akrab dan
harmonis. Hal ini bisa terjadi karena keberanian orang tua menunjukkan perasaan
terhadap anak tanpa mencerca. Dalam setengah menit pertama menyalahkan habis-
habisan perilaku anak yang buruk. Tetapi setelah itu menyatakan bahwa diri pribadi anak
selalu tetap baik dan dicintai orang tua.
Memang dalam praktiknya metode ini agak sulit dilakukan, karena orang tua seolah-olah
harus ‘bersandiwara’. Setelah marah-marah harus mengungkapkan rasa sayang. Yang
pasti, walaupun sulit, tetapi demi perkembangan jiwa anak, tentu metode ini layak untuk
dibiasakan. (Oel)
Program pendidikan usia 2 tahun dirancang sesuai kebutuhan perkembangan anak usia 2-3
tahun, khususnya pengembangan di bidang emosi, sensori-motor, motorik, bahasa dan
sosialisasi.
Pada periode ini anak sedang dalam masa peralihan dari seorang anak yang banyak
membutuhkan bantuan orang lain menjadi anak yang lebih mandiri dan kompeten.
Kemampuannya untuk berpindah tempat secara independen menumbuhkan rasa percaya diri
untuk menjelajahi lingkungannya dan melakukan berbagai hal sendiri sesuai keinginannya.
Ia juga mulai dapat menggunakan bahasa untuk berkomunikasi sehingga mulai tertarik untuk
membuka diri bersosialisasi dengan anak lain walaupun untuk waktu yang sangat pendek dan
membutuhkan dukungan orang dewasa.
Untuk dapat mengimbangi berbagai perubahan yang terjadi dalam kehidupan anak usia 2-3
tahun maka sebuah jadwal dan rutinitas yang teratur diperlukan untuk memberinya rasa
aman dan terkendali.
Pada akhir periode ini anak mulai dapat merasakan dan memberitahu orang dewasa tentang
kebutuhannya menggunakan toilet.
Sehubungan dengan kebutuhan perkembangan anak usia 2-3 tahun yang telah diuraikan diatas
maka di semester I sebagian besar kegiatan program pendidikan anak usia 2 tahun di Taman
Bermain Kepompong diberikan dalam bentuk kegiatan “bermain bebas” dimana anak dapat
memilih kegiatan yang ingin dilakukannya.
Pada setiap sudut kegiatan seorang guru hadir untuk memberi dukungan pada anak untuk
melakukan berbagai kegiatan dan berinteraksi dengan anak lain. Selain itu guru juga
memastikan bahwa semua anak ada dalam pengawasan yang ketat.
Fokus pengembangan pada semester I adalah anak dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekolah, mengenal guru dan murid lainnya, dan mengikuti jadwal rutin kegiatan di
kelas sehingga anak mulai dapat memisahkan diri dengan pengantarnya dan melakukan
kegiatan secara santai.
Biasanya ketika anak berusia 2 1/2 tahun, ia mulai terlihat siap untuk melakukan lebih banyak
kegiatan secara berkelompok. Oleh karenanya di semester II, untuk waktu yang singkat,
anak akan diminta untuk bergabung dalam kelompok kecil untuk mendengarkan cerita pendek
dan melakukan ”learning games” sederhana.
Untuk dapat memberi rangsangan yang optimal maka program kegiatan dirancang
berdasarkan tema bulanan melalui sebuah jadwal harian teratur namun cukup fleksibel
sehingga kebutuhan setiap anak selalu dapat terpenuhi.
Jadwal Kegiatan Harian Semester I
Bermain bebas (di luar ruangan ) 45 menit
Makan bersama 15 menit
Menyanyi bersama 15 menit
Bermain bebas (di dalam ruangan) 45 menit
Jadwal Kegiatan Harian Semester II
Bermain bebas (di luar ruangan ) 30 menit
Makan bersama 15 menit
Menyanyi bersama 20 menit
Kegiatan kelompok kecil 10 menit
Bermain bebas (di dalam ruangan) 45 menit
Bermain bebas di luar ruangan: biasa dilakukan pada pagi hari sebagai waktu pemanasan,
pengembangan otot kasar serta berinteraksi dengan teman dan guru. Anak dapat dengan bebas
memilih permainan sesuai minatnya. Permainan yang tersedia di halaman luas berumput
adalah peralatan yang menunjang pengembangan otot kasar sesuai usia 2-3 tahun: peluncuran,
panjatan, jembatan gantung, ayunan, serta berbagai permainan kelompok atas inisiatif anak
dan guru dengan menggunakan bola dan balok kardus. Selain itu anak juga dapat melakukan
berbagai kegiatan sensori-motor antara lain bermain pasir, melukis dan bermain air. Ia juga
dapat meningkatkan koordinasi otot halusnya dengan bermain puzzle dan permainan
manipulatif lainnya. Kegiatan membacakan cerita dilakukan sebagai selingan untuk
menumbuhkan rasa senang pada buku.
Makan bersama: setelah mencuci tangan, anak mengambil sendiri tas dari lokernya dan
duduk untuk makan dan minum bersama temannya (makan dan minuman dibawa sendiri dari
rumah). Pada kegiatan ini anak belajar untuk makan sendiri sambil bersosialisasi dengan
temannya.
Menyanyi bersama: dengan diiringi piano atau gitar anak mendapatkan pengalaman musik melalui
menyanyi, fingerplay, menggunakan alat peraga dan bergerak sambil mengikuti irama. Anak usia 2-3 tahun
biasanya terlihat senang mengikuti kegiatan ini, yang juga menunjang pengembangan kemampuan
berbahasa mereka.
Kegiatan mendengarkan cerita: di semester I guru bercerita dengan menggunakan Buku Besar di
kelompok besar. Kemudian di semester II anak mengikuti kegiatan bercerita di kelompok kecil dan guru
menggunakan buku cerita berukuran biasa.
Kegiatan learning games: di semester I guru melakukan kegiatan learning games sederhana dalam
kelompok besar dengan menggunakan benda-benda konkrit. Kemudian di semester II anak mengikuti
kegiatan ini dalam kelompok kecil.
Bermain bebas di dalam ruangan merupakan kegiatan dimana anak dapat memilih untuk
bermain di sudut kegiatan menurut minatnya sambil berinteraksi dengan teman dan gurunya.
Sudut-sudut kegiatan bermain yang tersedia adalah Playhouse & Dress up, Seni Bebas,
Pengembangan Kognitif & Otot Halus, Practical Self-Help Skills, Playdough dan Bercerita.
Dalam hal toilet-training, guru akan membantu anak melalui proses ini sesuai kesiapannya.
Oleh karenanya kami mengharapkan kerja sama dan komunikasi yang baik dengan orang tua
sehingga proses ini dapat berlangsung dengan lancar.
Kegiatan dengan partisipasi Orang Tua: pada bulan Mei orang tua akan diundang untuk berpartisipasi
dalam acara ”Sports Day”, sebuah acara keluarga yang melibatkan orang tua dan anaknya dalam kegiatan
bernyanyi, panggung boneka dan olah raga.
Dibawah ini terdapat beberapa saran yang dapat dilakkan untuk membantu keterampilan komunikasi
anak:
Bicara dengan anak mengenai kegiatan yang dilakukannya hari ini atau kegiatan yang ingin
dilakukan keesokan harinya. Misalnya: ”Nak, sore ini hujan ni, enaknya kita ngapain ya?” atau
berdiskusi tentang kegiatan hari ini pada saat mau tidur.
Bermain pura-pura.
Membacakan buku favoritnya berulang-ulang dan dorong anak untuk ikut membaca kata yang ia
tahu. Dorong juga anak untuk ’berpura-pura’ membaca (biarkan anak yang ’membacakan’ buku
untuk Anda).
Pada usia 2,5 tahun, seorang anak akan menguasai setidaknya 200 kosa kata. Ia juga akan dapat
mengikuti intruksi tambahan seperti ”datang ke ayah”. Anak yang berusia 3 tahun akan memiliki kosa
kata sebanyak 200-300 kata dan ia akan mulai mengabungkan kata-kata menjadi kalimat pendek.
Pada keterampilan berbahasanya, saat ini anak-anak akan lebih mengerti dan dapat mengucapkan kata-
kata dengan lebih jelas. Mereka biasanya mulai menggunakan bahasa pada percakapan singkat, biasanya
dalam bentuk pertanyaan-jawaban. Pada usia 3 tahun, anak sudah dapat menggunakan bahasa secara
baik, mencoba-coba merangkai kalimat, mengungkapkan masalah yang dihadapinya atau memahami
konsep-konsep.
Apa yang sebaiknya dilakukan, bila orangtua mencurigai adanya masalah komunikasi pada
anak?
Orangtua yang menduga atau mencurigai anaknya memiliki masalah pendengaran, pengucapan kata atau
kejelasan bicara, tak perlu segan untuk berkonsultasi dengan dokter anak. Tes pendengaran dapat
dilakukan sebagai diagnostik awal untuk menentukan apakah ada masalah pendengaran.
Jika Anda mencurigai anak memiliki masalah pendengaran pada tahap apapun, ia harus mendapatkan
evaluasi. Usia 2 tahun bukanlah usia yang terlalu dini untuk mengkonsultasikan anak ke terapis wicara,
khususnya jika anak tak dapat mengikuti perintah atau menjawab ”ya” atau ”tidak” pada pertanyaan
sederhana.
Setelah dilakukan evaluasi, terapis wicara atau speech-language pathologist (ahli yang dapat
mengevaluasi dan melakukan treatment terhadap gangguan bahasa dan bicara) dapat merekomendasikan
terapi yang dapat diterima anak. Terapis juga dapat merujuk anak developmental paediatrician jika ada
kecurigaan adanya keterlambatan perkembangan secara umum, misalnya keterlambatan di lebih dari satu
area perkembangan meliputi area motorik kasar, motorik halus, problem solving, perkembangan bahasa
dan sosial.
Masalah pendengaran
Masalah seperti cadel, merupakan proses perkembangan yang biasanya akan dapat dilalui oleh anak-
anak. Jadi bukan masalah serius, karena akan hilang seiring pertambahan usianya. Namun demikian, ada
sebagian anak yang membutuhkan terapi intensif yang mungkin diperlukan. Temui terapi wicara, psikolog
anak atau dokter anak Anda untuk mendapatkan konsultasi, assesment atau penanganan.
Tags: permainan anak 2-3 tahun, stimulasi anak 2-3 tahun, tumbuh
kembang anak 2-3tahun
1. Gerakan kasar : Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan selama paling sedikit
2 hitungan.
2. Gerakan halus : Meniru membuat garis lurus
3. Bicara, bahasa dan kecerdasan : Menyatakan keinginan paling sedikit dengan 2
kata.
4. Bergaul dan mandiri : Menyatakan keinginan buang air besar dan buang air kecil
9. Memberi kesempatan kepada anak untuk berpakaian dan memilih sendiri pakaian
yang akan dikenakannya.
Ajarkan kepada anak cara berpakaian sendiri dan usahakanlah agar ia mau memilih
sendiri pakaian yang akan dikenakannya.
Blog ini
Di-link Dari Sini
Web
Blog ini
Di-link Dari Sini
Web
Pendahuluan
Setelah ulang tahun pertamanya, kebanyakan anak sudah mulai mengarah kepada
kemandirian pertama mereka - kemampuan berjalan. Tahun-tahun sebelum mereka
masuk sekolah adalah waktu untuk menambah tekanan pada pengetahuan diri sendiri, dan
waktunya untuk mulai perlahan-lahan memahami konsep interaksi sosial dan perbedaan
antara kelakuan pribadi dan di muka umum.
Bahkan lebih banyak dari pada tahun pertama, seorang anak kecil harus dimengerti sesuai
tahap-tahap perkembangan tertentu. Usia kalender aktual mungkin tidak begitu penting,
dan kategori usia di bawah ini harus dianggap sebagai panduan kasar. Yang lebih penting
adalah kategori subyek, yang mewakili masalah spesifik dalam kemajuan kearah
kedewasaan.
Isi Artikel
1. Pelecehan Anak
2. Jatuh
3. Ketakutan
4. Rasa negatif
5. Nutrisi dan Kenaikan Berat Badan
6. Kegemukan
7. Persepsi
8. Keahlian
9. Masalah tidur
10. Berbicara
11. Rewel
12. Mengisap Jempol dan Jari
13. Melatih pergi ke Toilet
14. Berjalan
Pelecehan Anak
Tahun kedua adalah dimulainya tahap pertama dimana pelecehan anak paling sering
terjadi (tahap kedua adalah selama masa remaja). Pelecehan anak mungkin mewakili
kekacauan seorang dewasa tentang perpisahan ketika seorang anak mencoba
kemandiriannya.
Setiap orang tua pastilah telah mengalami kekesalan sampai ke titik dimana dia dapat
mengerti mengapa beberapa orang menyerah terhadap godaan untuk melecehkan seorang
anak. Namun untunglah kebanyakan orang tua tidak melecehkan anak-anak mereka, dan
dengan mengerti kekesalan ini tidaklah menjadi alasan ataupun menyetujui pelecehan.
Kebanyakan orang tua yang benar-benar tidak tahan terhadap godaan ini ternyata
biasanya dulu juga dilecehkan sewaktu kecil.
[ Kembali ke atas ]
Jatuh
Tak seorang anakpun belajar berjalan tanpa banyak jatuh. Mungkin ada untungnya karena
pada saat proses ini dimulai, kebanyakan anak tampaknya tidak takut. Juga, untungnya,
tengkorak kepala tidak menutup sampai usia 18 bulan pada kebanyakan anak, jadi dapat
menahan sebagian besar dari dampak jatuh tanpa merusak otak.
Namun, orang tua harus menanggapi jatuh sebagai sangat serius. Bila mengakibatkan
hilangnya kesadaran atau tingkah laku yang membingungkan, anda seharuslnya segera
menemui seorang dokter. Cara-cara pencegahan selalu lebih disukai daripada menangani
kondisi kritis.
Anak yang baru bisa berjalan sebaiknya diajarkan untuk tidak jatuh langsung ke belakang
seperti batang kayu dengan berulangkali membungkukkan mereka dari posisi berdiri ke
posisi duduk. Anak-anak juga belajar dengan meniru; memperlihatkan seorang anak yang
baru bisa berjalan cara untuk menuruni tangga dengan merangkak langkah demi langkah
bisa mencegahnya jatuh.
[ Kembali ke atas ]
Ketakutan
Kadang-kadang dalam tahun kedua semua anak menjadi lekat dengan orang tua dan takut
terhadap orang asing, keluarga, dan terutama dokter. Seorang dokter yang sensitif akan
memeriksa anak berusia 2 tahun ketika anak tersebut duduk dipangkuan orang tuanya
atau berdiri di muka sang dokter. Orang tua harus selalu di dekatnya.
Orang yang melihat langsung ke mata si anak pada tahap ini atau bertanya padanya
biasanya akan memancing ketakutan mereka. Ini adalah tahap yang benar-benar normal,
namun keluarga dekat harus diwanti-wanti tentang hal ini sebelum berkunjung.
Banyak anak kecil juga menjadi takut terhadap bak mandi pada tahun kedua ini. Ini
hanya akan menjadi serius bila orang tua memperlihatkan reaksi serius terhadap hal ini.
Untuk membantu rasa takut ini, orang tua untuk sementara harus meneruskan
menggunakan meja mandi atau wastafel seperti yang dilakukan sebelumnya, atau mandi
bersama anak di bak mandi.
[ Kembali ke atas ]
Rasa negatif
Inilah puncak dari tahun kedua. Dengan mengatakan "tidak" terus menerus, dan sengaja
memancingnya dimuka orang tua, seorang anak membuat batasan dan mulai membuat
prioritas.
Antara usia 1 dan 2 tahun, anak yang baru bisa berjalan akan sering melakukan sesuatu
yang mereka tahu akan memancing kemarahan orang tuanya, dan tampaknya selalu
meminta untuk dihukum. Mengapa? Inilah sifat alami dari pertumbuhan kemandirian
seorang anak kecil, titik dimulainya perjalanan yang akan berakhir bertahun-tahun
kemudian dengan berpisah dari orang tua.
Tugas paling penting dan berat bagi orang tua adalah bersikap konsisten dalam
mengatakan "tidak." Tidak konsisten hanya akan membingungkan si anak dan memicu
lebih banyak pancingan dan kelakuan buruk.
Rasa negatif biasanya terlihat jelas pada saat makan. Seorang anak mungkin sama sekali
menolak jenis makanan atau makanan padat tertentu, dan mungkin mundur dan
meminum dari botol atau mencoba menghisap payudara. Ini semua adalah tanda-tanda
kebingungan terhadap pertumbuhan kemandirian, dan sebaiknya di tampik dengan rasa
humor.
[ Kembali ke atas ]
Selama tahun kedua, sang bayi akan berlatih lebih banyak dan, untuk alasan-alasan
tertentu, makan lebih sedikit. Dietnya juga akan dirubah menjadi lebih banyak makan
makanan padat. Pertumbuhan yang lebih lambat adalah normal dan sehat, seperti yang
terlihat pada tabel pertumbuhan. Rata-rata anak akan bertambah berat hanya 2 atau 3 kg
di tahun kedua.
Selama tahun kedua, waktu makan menjadi waktu bermain untuk kebanyakan anak kecil.
Seorang bayi akan dengan riang melambaikan cangkir kosong, mengetuk sendok, sambil
mengambil sesuatu, mendorong, memencet, melempar, atau memeriksa makanan yang
seharusnya dimakan. Lebih banyak makanan dapat masuk ke mulut kalau diberikan
sepotong-sepotong daripada seperti "gunung" kecil di piring.
Pada usia sekitar 15 bulan, kebanyakan bayi mulai terbiasa makan dengan sendok.
Hindari untuk terlalu sering membantunya ketika bayi kesulitan dengan sendoknya. Ini
adalah proses belajar seperti juga yang lainnya, dan cara terbaik untuk belajar adalah
dengan berlatih. Sebaiknya meletakkan kertas atau alas plastik di bawah kursi bayi.
Perkembangan cara memakan memberi contoh yang bagus tentang cara si bayi diprogram
untuk tahap-tahap berikutnya. Agar dapat mahir untuk makan sendiri, bayi harus bisa
duduk tegak dan menahan kepalanya dengan keras pula. Ini dipelajari beberapa bulan
yang lalu.
Makan juga membutuhkan penggunaan tangan yang canggih, yang juga dimulai dari
pegangan seperti cakar pada blok kayu sampai pegangan jempol dan telunjuk yang halus
pada kacang. (Biskuit keras atau yang khusus untuk bayi yang baru tumbuh gigi biasanya
cocok untuk tahap ini. Bayi bisa menahan atau mengusap barang ini di gusinya yang
terasa sakit, dan menjadi lunak di dalam mulut sehingga tidak perlu dikunyah lagi.)
Ketika gigi terbentuk, bayi maju dari menyimpan makanan di mulut menjadi
mengunyahnya. Ketika bayi benar-benar dapat mengunyah, sistem pencernaannya telah
benar-benar disiapkan untuk menangani makanan biasa.
Apakah diet seimbang bagi anak berusia 1 atau 2 tahun? Mungkin cara terbaik untuk
memastikan diet bergizi untuk seorang anak yang baru bisa berjalan, seperti untuk
siapapun, adalah memastikan cukupnya makanan dari setiap kelompok makanan dasar
yang dihidangkan setiap hari. Berapa banyak makanan yang mencukupi? Percayakan
pada insting anak itu. Sepanjang anak itu diberikan pilihan makanan yang terdiri dari diet
seimbang, mereka akan mengkonsumsi jumlah yang tepat.
Kebanyakan masalah makan yang terjadi pada orang dewasa berasal dari usia muda, yang
sering diakibatkan karena paksaan untuk makan meskipun tidak merasa lapar, atau karena
makanannya digunakan sebagai hadiah untuk kelakuan baik. Semakin anda menghindari
keraguan atas berapa banyak dan apa yang harus dimakan, lebih baik. Hargai keinginan
dan ketidak-sukaan dengan memberi anak alternatif nutrisi.
Begitu si anak memakan makanan biasa, beberapa orang tua merubah dari susu murni ke
susu rendah lemak. Meskipun apakah konsumsi diet rendah lemak pada saat ini dalam
kehidupan akan mempengaruhi proses aterosklerosis (pengerasan arteri) di kemudian hari
masih diperdebatkan, namun tidak ada salahnya untuk mengganti ke susu rendah lemak
selama anak memakan cukup daging, telur, dan sayuran untuk memberinya asam lemak
esensial yang diperlukan. Mengganti ke susu rendah lemak sebelum mereka terbiasa
dengan makanan-makanan lainnya akan berbahaya dan mengganggu pertumbuhan
normal anak.
[ Kembali ke atas ]
Kegemukan
Bagi kebanyakan orang tua (dan bahkan kakek/nenek), bayi yang sehat adalah yang agak
gemuk, dengan lipatan-lipatan lemak tubuh. Namun begitu bayi mulai berjalan dan
bergerak lebih banyak, lemak tubuh harus mulai digantikan dengan otot dan jaringan
lemak tipis. Seorang nenek mungkin kuatir kalau bayi menjadi terlalu kurus, namun di
negara maju kelebihan berat adalah masalah kesehatan yang lebih serius dan lebih umum
daripada kurang berat.
Meskipun penyebab tertentu obesitas tidak diketahui, masalah kelenjar atau organik
sangat jarang. Metabolisme mungkin berperan, namun kebiasaan makan yang salah atau
terlalu banyak makan yang kronis tanpa cukup olahraga adalah yang menambah berat
badan.
Bila anak berusia 1 atau 2 tahun terlalu gemuk, cara terbaik adalah memberikan diet
seimbang dengan kalori lebih rendah namun masih mencukupi kebutuhan nutrisinya dan
memungkinkan pertumbuhan normal. Biarkan pertumbuhan tinggi si anak seimbang
dengan pertumbuhan beratnya. Untuk mencapai hal ini mungkin perlu merubah
kebiasaan makan seluruh keluarga, termasuk pilihan makanan ringan. (Sangat sulit untuk
menenangkan seorang anak yang kelaparan dengan sebatang wortel bila si orang tua
sedang mengunyah biskuit!)
Strategi lainnya adalah untuk menambah tingkat gerak badan si anak, meskipun
kebanyakan anak kecil sudah aktif dengan sendirinya. Olahraga sendiri tidak akan
menyebabkan penurunan berat yang berarti pada seseorang yang makan terlalu banyak,
namun ditambah dengan perubahan diet, akan mempercepat penurunan berat dan
membantu mengontrol nafsu makan.
[ Kembali ke atas ]
Persepsi
Anak berusia 1 tahun umumnya mulai mengerti konsep realitas yang cukup canggih.
Pada tahap ini seorang anak kecil dapat mengikuti arah loncatan sebuah bola setelah
keluar dari jangkauan pandang dan mengerti kemana perginya.
Hal yang sama juga terjadi pada obyek yang telah dengan sengaja disembunyikan; pada
suatu saat di akhir tahun pertama atau awal tahun kedua, seorang anak akan mengetahui
cukup banyak untuk pergi ke tempat dimana sebuah benda disembunyikan,
menyingkirkan penghalangnya, dan mengambilnya.
[ Kembali ke atas ]
Keahlian
Suatu waktu antara ulang tahun pertama dan kedua, kebanyakan anak kecil sudah mahir
dengan keahlian berikut :
· Meniru tugas rumah tangga
· Tugas-tugas sederhana seperti merapikan mainan
· Meminum dari cangkir dan memakan dengan sendok
· Mencuci tangan
· Mencoret-coret dengan pensil warna
· Membangun balok kayu empat tingkat tanpa runtuh
Anak yang baru bisa berjalan dapat menunjuk anggota badan dan menyebutkan namanya.
Sampai ulang tahun kedua, kebanyakan anak bisa berdiri, berjalan maju mundur dan naik
turun tangga, dapat menendang bola, begitu pula melemparkan bola keatas kepala dengan
arah asal-asalan.
[ Kembali ke atas ]
Masalah tidur
Anak berusia 1 tahun akhirnya menguji semua batas, termasuk waktu untuk tidur.
Seorang anak yang baru bisa berjalan yang rewel setiap malam mungkin dibiarkan terjaga
terlalu malam. Orang tua harus mencegah menahan anak terjaga terlalu lama sampai dia
lelah dan mudah kesal dan meminta untuk tidur. Bila ini terjadi, orang tua harus mulai
sedikit memaksa untuk tidur lebih awal.
Anak berusia 1 tahun sudah cukup tua untuk tidur sepanjang malam tanpa menangis.
Tangisan-tangisan, terutama yang reguler dan berulang-ulang, seharusnya tidak dibalas
dengan respons yang terlalu cepat, terlalu mudah diterka, atau terlalu menolong. Kecuali
anak itu sakit berat, ini kemungkinan hanya untuk mencoba kesabaran orang tua, dan
merupakan ketidak-pastian tertentu tentang kemandirian.
Dalam banyak peradaban, anak-anak dibiarkan merangkak naik dan turun dari tempat
tidur orang tua dengan bebas sampai usia 4 atau 5. Dalam masyarakat kita, praktek ini
kurang umum. Orang tua perlu menyiapkan respons mereka sendiri terhadap aktivitas ini
dan mencoba merubah perilaku si anak untuk memuaskan anak itu maupun orang tua.
Pertanyaan yang sulit tentang kapan dan bagaimana menjauhkan si anak dari tempat tidur
ini sebelum dia mulai dewasa secara psikoseksual haruslah diperhitungkan.
[ Kembali ke atas ]
Berbicara
Pada suatu waktu si anak akan mengucapkan tiga kata "bahasa dewasa", dan mulai
mengkombinasikan kata-kata. Selama tahun kedua, anak-anak mulai mengatakan
sebagian dari keinginan mereka dalam kalimat yang bisa dimengerti.
Bahasa berkembang dengan pola yang cukup standar : sepatah kata pada 6 bulan
pertama; ungkapan, kata sifat, dan kata keterangan pada 6 bulan berikutnya. Sekonyong-
konyong dalam 6 bulan setelah ulang tahun kedua, kebanyakan anak kecil akan
berceloteh dalam kalimat-kalimat dan ide-ide yang tampaknya telah diformulasikan
untuk beberapa waktu.
Bila seorang anak tidak mulai mengucapkan kata-kata apapun selama tahun kedua,
penyebabnya mungkin masalah pendengaran. Ada bermacam penyebab lain dari
terlambat berbicara.
Seorang anak yang sangat aktif, yang lebih mementingkan belajar keahlian motorik,
mungkin menunda untuk berbicara dan kemudian belajar berbicara dengan terburu-buru
setelah ulang tahun kedua. Pada keluarga besar, keramaian dan banyaknya kegiatan bisa
membuat seorang anak kecil untuk mundur; hanya diperlukan dorongan lembut untuk
bereksperimen dengan suara untuk menariknya keluar. Atau, seorang anak yang punya
banyak saudara mungkin tidak merasa terdorong untuk berbicara karena dia dan saudara-
saudaranya berkomunikasi efektif dengan cara-cara lain. Sebuah keluarga dengan dua
bahasa kadang membingungkan seorang anak kecil, dan sering menghambat
perkembangan berbicara.
Masalah yang khusus adalah bila keluarga benar-benar ingin bayinya untuk berbicara
sehingga, ironisnya, mereka malah menghambatnya. Setiap ucapannya mungkin segera
diikuti dengan respons terlalu banyak, atau diminta untuk maju, sehingga si anak menjadi
takut. Terlebih bila seorang anak telah mulai berbicara dan kemudian berhenti,
keluarganya harus mempertimbangkan apakah mereka memberi tekanan terlalu banyak.
[ Kembali ke atas ]
Rewel
Beberapa anak luluh dalam tangisan dan teriakan yang tidak bisa diredam ketika mereka
sadar akan ditinggalkan sementara oleh orang tuanya. Anak lainnya mungkin menendang
dan berteriak ketika tidak boleh menonton TV. Kerewelan ini, dan kenyataan bahwa si
anak benar-benar menyukai sesuatu yang sangat sepele mungkin tidak bisa dimengerti
oleh orang tua.
Beberapa orang (kebanyakan bukan orang tua) bahkan salah mengartikan kerewelan
sebagai tanda kelainan serius pada anak, atau kurang perhatian dari orang tua.
Sebenarnya, rewel hanyalah tanda bertambahnya kebingungan seorang anak tentang
kemandirian. Anak kecil yang rewel pada tahap ini jarang bisa ditenangkan atau di
alihkan perhatiannya dengan pelukan orang tuanya. Bagaimanapun juga, mereka
mungkin akan tiba-tiba diam sendiri, dan kembali bermain dengan tenang.
Cara pendekatan orang tua tampaknya hanya berdiam di dekatnya atau memegang si anak
sampai rewelnya hilang, dan bersedia menenangkan dan memeluknya setelah itu. Penting
untuk tidak menguatkan perilaku ini dengan memberikan apa yang dimintanya setelah ia
rewel.
[ Kembali ke atas ]
Beberapa anak mungkin juga perlu alat penenang, sebuah barang usang yang sangat
disayangi untuk dipegang sementara dia mengisap. Penelitian telah menunjukkan bahwa
mengisap jari meningkat pada awal tahun kedua, namun mulai berkurang pada bagian
kedua tahun itu.
Kebanyakan anak yang diteliti menunjukkan bahwa tak satupun masalah yang ditakuti
orang tua terjadi, seperti mulut yang berubah bentuk dan kebiasaan mengisap jempol
yang diteruskan sampai usia sekolah.
[ Kembali ke atas ]
Seorang anak bisa saja menahan gejolak perutnya, mengompol di celana setelah berdiri
dari pispot, atau sembunyi di sudut sambil mengeluarkan kotorannya -semuanya tanda
dari terlalu banyaknya kontrol orang tua. Pada tahap lanjutan, anak secara alami akan
belajar kebiasaan pergi ke wc, dan lebih mudah mengajarinya serta semakin sedikit
implikasinya.
[ Kembali ke atas ]
Berjalan
Kemajuan seorang anak dalam belajar berjalan dapat diperhitungkan dari tiga faktor :
panjangnya langkah, keseimbangan, dan kemampuan untuk berjalan dan melakukan
sesuatu hal lain pada saat bersamaan. Panjang langkah pelan-pelan akan memendek
begitu jalannya semakin baik.
Keseimbangan menjadi lebih stabil; memerlukan banyak latihan untuk menghindari jatuh
setelah kehilangan keseimbangan. Namun berjalan benar-benar menjadi keahlian yang
sesungguhnya ketika seorang anak dapat berhenti memikirkannya untuk berbalik badan
dan mendengarkan, atau membungkuk untuk mengambil sesuatu dan memeriksanya.
Kemampuan berjalan yang membaik akan membawa perubahan besar pada postur
seorang anak. Pada permulaannya, kaki-kaki seorang anak membentuk sudut tajam; tidak
lama setelah itu akan mulai sejajar. Alat bantu berjalan menyeimbangkan dengan cara
mendorong perutnya ke depan dan pantatnya ke belakang. Ketika otot-otot punggungnya
menguat, postur ini akan menjadi lebih tegak, namun tidak sampai usia 4 atau 5.
Salah satu hal yang harus ditanyakan pada dokter anak pada tahap ini adalah penilaian
dari langkah anak itu dan apakah perlu dikoreksi. Berdiri dengan kaki-kaki yang agak
bengkok juga normal untuk bulan-bulan pertama berjalan.
Perkembangan PSYCHO-SOSIAL
Menurut ERICK ERICKSON perkembangan Psycho-sosial atau
perkembangan jiwa manusia yang dipengaruhi oleh masyarakat
dibagi menjadi 8 tahap:
1. Trust ><>
Tahap pertama adalah tahap pengembangan rasa percaya diri.
Fokus terletak pada Panca Indera, sehingga mereka sangat
memerlukan sentuhan dan pelukan.
2. Otonomi/Mandiri ><>
Tahap ini bisa dikatakan sebagai masa pemberontakan anak atau
masa 'nakal'-nya. sebagai contoh langsung yang terlihat adalah
mereka akan sering berlari-lari dalam Sekolah Minggu.
Namun kenakalannya itu tidak bisa dicegah begitu saja, karena ini
adalah tahap dimana anak sedang mengembangkan kemampuan
motorik (fisik) dan mental (kognitif), sehingga yang diperlukan justru
mendorong dan memberikan tempat untuk mengembangkan motorik
dan mentalnya.
Pada saat ini anak sangat terpengaruh oleh orang-orang penting di
sekitarnya (Orang Tua - Guru Sekolah Minggu)
3. Inisiatif ><>
Dalam tahap ini anak akan banyak bertanya dalam segala hal,
sehingga berkesan cerewet. Pada usia ini juga mereka mengalami
pengembangan inisiatif/ide, sampai pada hal-hal yang berbau
fantasi.
Mereka sudah lebih bisa tenang dalam mendengarkan Firman Tuhan
di Sekolah Minggu.
4. Industri/Rajin ><>
Anak usia ini sudah mengerjakan tugas-tugas sekolah - termotivasi
untuk belajar. Namun masih memiliki kecenderungan untuk kurang
hati-hati dan menuntut perhatian.
Putri saya sudah berusia 2 tahun. Setiap 2 kali dalam seminggu sekolah di playgroup Al-
May. Dalam waktu dekat saya juga akan mencari sekolah lain agar setiap hari dalam
seminggu beliau bisa bersekolah. Tidak bikin anak capek? menurut saya tidak, terutama
Neng Audin tergolong anak yang pintar dan kreatif. Sesaat setelah buka mata di pagi hari
beliau akan mencari kesibukan yang selalu bikin saya takjub, seperti main air, mencoret
dinding rumah, ikutan bibik mencuci baju, mengajak jalan-jalan, ke warung, main bola,
teriak teriak, bernyanyi, nonton, wah banyak lain deh.. Dan di usia ini kadang tantrum
nya datang. Tantrum datang jika tidak ada kesibukan lain yang menarik hatinya, atau
beliau bosan dengan mainan yang ada. Jadi Neng harus selalu dibuat sibuk, sibuk otaknya
untuk berfikir, sibuk matanya untuk melihat, sibuk telinganya mendengar music, sibuk
tangan memainkan alat, dan sibuk kaki berlari-lari..Nah sekolah setiap hari salah satu
solusi untuk mengurangi tantrumnya dan menyalurkan kreatifitasnya. Solusi lain juga
saya akan membeli banyak alat permainan baru agar Neng semakin sibuk menggunakan
inderanya.
………..
Jika tantrum datang, saya pernah mengeluh pada papah Dony. Wah Neng mulai bandel
nih..dan sulit menanganinya. Jika tantrum barang yang dimainkannya bisa dibanting atau
susu yang diminumnya tumpah..pokoknya menanganinya capek deh. Yang saya lakukan
biasanya meninggalkannya sendirian, saya biarkan Neng marah-marah, menangis, kesal..
Lalu saya dekati setelah sekitar satu menitan. Biasanya marah atau tangisnya mereda,
atau jika belum maka akan mereda, setelah saya dekati saya minta peluk dan
menciuminya. Biasanya sih beliau pasti balas peluk.
Ternyata cara saya cukup jitu. Jika beliau tantrum, Neng jadi paham pasti mamanya
menjauh sebentar. Sehingga tantrumnya tak pernah lama. Nah itu baru satu solusi jika
menghadapi tantrum. Bagaimana jika kreatifitasnya mulai datang? kreatif dalam banyak
pengertian orang disebut “bandel” atau “nakal”. Pada banyak artikel yang saya baca,
memang di usia batita dan atau dalam rentang usia 2 sampai 4 tahun, anak memulai masa
eksplorasi. Eksplorasi emosi, dan eksplorasi keingintahuan. Baru saja hari ini saya
menemukan satu artikel bagus mengenai cara menangani perilaku anak tersebut, bagus
juga.. terima kasih untuk penulis artikel ini “Irawati Istadi: Mendidik dengan Cinta” dan
artikel ini saya kutip dari blog suryaningsih
“Dasar bandel! Dasar anak nakal! Sudah dibilangi kalau minta susu ya diminum,
dihabisin. Nggak malah ditumpahkan ke lantai seperti itu! Susu itu mahal!” Seorang ibu
uring-uringan memarahi Fifi, anaknya yang baru berusia 3 tahun. Bagaimana ia tidak
jengkel, bila lantai yang baru saja dipel kini kotor lagi oleh tumpahan susu si kecil. Si
kecil pun diam sambil menatap wajah ibunya yang kecapekan.
Sementara seorang ayah memarahi Latif, anaknya yang kelas satu SD, setelah dilapori
wali kelasnya bahwa anaknya itu ketahuan mencuri uang temannya. “Kecil-kecil sudah
jadi pencuri! Mau jadi apa kamu kalau besar nanti?” Katanya sambil berkacak pinggang.
Memang, mendidik anak memerlukan kesabaran ekstra. Ada kalanya orang tua
kehilangan kontrol saat kondisi fisiknya lelah atau emosinya tidak stabil. Kata-kata
makian terhadap anak seperti bandel, nakal, badung, dan sebagainya, seringkali meluncur
tanpa dapat ditahan. Padahal, makian atau celaan seperti itu akan sangat menjatuhkan
harga diri anak dan berakibat buruk bagi perkembangannya.
Dalam masa perkembangannya semenjak lahir, setiap anak belajar menilai segala
sesuatu. Begitu juga yang terjadi pada persoalan penilaian diri. Setiap anak akan menilai
dan memandang seperti apa keadaan dirinya sendiri sesuai dengan cara pandang orang
tuanya terhadap diri si anak.
Perkembangan buruk seperti ini bila diteruskan akan sampai pada tahap di mana anak
akan selalu berusaha berperilaku sesuai anggapan terhadap kepribadiannya tersebut,
sehingga ia akan merasa tak pantas jika berbuat baik, yang notabene menyalahi
keyakinannya sebagai anak nakal dan bengal tersebut.
Sampai tahap ini perilaku anak bisa jadi sangat membuat orang dewasa terheran-heran,
sebab ia sudah tak mempan lagi diberi nasihat dan motivasi untuk mau berbuat baik,
kecuali jika perbaikan dimulai dengan mengubah cara pandangnya yang keliru dalam
menghargai pribadinya sendiri. Sungguh ini sebuah perbaikan yang sulit untuk dilakukan.
Begitulah kenyataannya, bahwa setiap orang membentuk kepribadian sesuai dengan cara
pandangnya terhadap dirinya sendiri. Itu sebabnya, akan sangat fatal akibatnya jika dalam
masa perkembangan anak diberi contoh untuk menilai dirinya dengan sebutan dan
panggilan yang buruk.
Anak tetap anak, sekalipun perilakunya buruk. Yang buruk adalah perilakunya,
sementara pelakunya tetaplah anak baik. Jika patut dibenci, maka perilakunya yang harus
dikutuk, bukan pelakunya. Sang anak sebagai pelaku tetap berhak untuk dicintai,
disayangi, dan dihargai.
Ketika seorang anak berbuat kesalahan, orang tua harus menegur ‘perilaku’ tersebut,
tanpa mencela pelakunya. Anak harus mengerti letak kesalahannya. Ia harus mengerti
betul bahwa orang tuanya marah, kecewa dan membenci perilaku yang baru saja
dilakukannya, bukan marah dan membencinya.
Agar anak tahu bahwa orang tuanya tidak menyukai perilakunya, maka sebaiknya orang
tua menunjukkan perasaan kecewa, marah dan ketidaksukaannya dengan sejelas-jelasnya.
Bisa dengan mimik wajah yang penuh emosi, bisa pula dengan kata-kata yang keras.
Kembali pada kedua contoh kasus di awal tulisan ini, untuk Fifi yang menumpahkan
susunya, akan lebih baik bila ibu marah dengan menegur perilakunya. “Fifi, sudah ibu
bilangi berkali-kali kalau menumpahkan susu itu jelek! Itu perbuatan mubadzir! Susu itu
harganya mahal!”
Sedangkan untuk kasus Latif, akan lebih baik bila ayah tidak menyebutnya sebagai
pencuri. “Latif, kamu kan tahu mencuri itu perbuatan buruk? Dosa! Kenapa kamu
melakukannya? Kalau butuh uang, bilang sama ayah, jangan mencuri milik orang lain!”
Kedua contoh tersebut sudah dapat menggambarkan dengan jelas apa yang dirasakan
oleh ayah dan ibu. Tujuannya agar anak mengerti perasaan orang tua tentang perilaku
anak yang buruk itu. Di sisi lain diharapkan dalam diri anak sendiri akan timbul perasaan
yang tidak enak menghadapi kemarahan orang tuanya.
Teguran orang tua cukup dinyatakan sekali saja, anak sudah bisa memahami perasaan
orang tuanya. Bila pernyataan ini diulang-ulang justru akan menimbulkan kebosanan, dan
anak merasa digurui. Cara mendisiplinkan anak seperti itu tidak efisien.
Banyak orang tua yang merasa perlu memberi nasihat panjang lebar terhadap kesalahan
anaknya, karena menangkap kesan anak tidak mendengar nasihat yang dikatakan orang
tua. Anak-anak itu berbuat seenaknya, tak mendengar omelan orang tua.Tingkah anak itu
membuat orang tua jengkel dan merangsangnya untuk semakin memperpanjang dan
mengulang-ulang nasihat, semata-mata untuk melampiaskan kejengkelannya.
Sekali lagi, sikap orang tua sebenarnya cukup dinyatakan sekali, ditunjang ekspresi wajah
tak lebih dari satu menit. Inilah bagian awal dari metode disiplin yang disebut teguran
satu menit. Selanjutnya, akan tercipta suasana yang tidak menyenangkan bagi anak. Pada
saat ini sebaiknya orang tua diam sejenak agar suasana yang tidak enak ini benar-benar
dirasakan anak. Manfaatkan waktu ini untuk menarik nafas panjang, seakan telah usai
menyelesaikan tugas berat berupa pengungkapan rasa kecewa atas perilaku anak yang
buruk.
Bagian berikutnya adalah saatnya menggunakan kebenaran lain selain kebenaran pertama
yang telah dikatakan terlebih dahulu. Kebenaran kedua ini adalah bahwa diri anak-anak
sebagai ‘pelaku’ sebenarnya tetap baik, bahwa orang tua tetap mencintai sepenuh hati,
karena mereka pada dasarnya adalah anak-anak yang salih.
Bagian kedua ini harus diucapkan orang tua dengan ekspresi wajah penuh kasih sayang
dan kelembutan. Bila perlu dengan memeluk dan mencium, agar anak bisa langsung
merasakan bahwa bagaimanapun buruknya perilaku mereka, ternyata orang tua tetap
mencintainya. Pernyataan ini pun tidak perlu diulang, cukup sekali saja.
Misalnya, untuk kasus Fifi, setelah ibu marah dan menegur perilakunya yang buruk,
maka sebaiknya ibu membelai kepalanya sambil berkata, “Fifi kan anak salihah, anak
pintar. Lain kali jangan menumpahkan susu lagi ya sayang…”
Demikian juga untuk kasus Latif. Setelah ayah menunjukkan kemarahannya, alangkah
bijaksananya bila kemudian ia memeluk anaknya itu seraya berkata, “Latif kan anak yang
salih…Masa’ anak salih mencuri, nanti jadi temannya setan. Lain kali jangan diulangi
lagi ya….”
Pertama, melatih disiplin anak-anak untuk bisa meninggalkan perilaku yang buruk.
Dalam setengah menit yang pertama, anak mengerti bahwa tindakannya yang buruk telah
membuat orang tuanya kecewa dan marah. Peristiwa itu akan masuk ke alam memorinya,
selanjutnya memorinya mencatat mana perilaku baik yang disenangi orang tua, dan mana
perilaku buruk yang membuat orang tuanya kecewa dan marah.
Selanjutnya, dalam setengah menit kedua, anak segera dapat menemukan kembali citra
dirinya yang positif sebagai anak yang baik. Mereka sangat menikmati belai kasih orang
tua dalam selang waktu yang singkat ini. Buahnya, mereka menjadi senang dan bagga
terhadap dirinya sendiri yang baik seperti kata orang tuanya.
Satu hal penting yang tak boleh dilupakan orang tua adalah semakin anak menyenangi
dirinya sendiri, semakin besar kemauannya untuk berperilaku lebih baik.
Keuntungan kedua, metode ini bisa digunakan sebagai alat komunikasi yang efektif
antara orang tua dan anak. Banyak orang tua mengeluh karena tak bisa memahami jalan
pikiran anaknya. Banyak yang tak mengenal anaknya sendiri karena kemacetan
komunikasi. Anak tak pernah mau menyampaikan permasalahan yang ia hadapi kepada
orang tua. Dengan bantuan metode ini, sedikit demi sedikit mulai berkembang iklim
keterbukaan antara orang tua dengan anak. Komunikasi pun menjadi lancar, akrab dan
harmonis. Hal ini bisa terjadi karena keberanian orang tua menunjukkan perasaan
terhadap anak tanpa mencerca. Dalam setengah menit pertama menyalahkan habis-
habisan perilaku anak yang buruk. Tetapi setelah itu menyatakan bahwa diri pribadi anak
selalu tetap baik dan dicintai orang tua.
Memang dalam praktiknya metode ini agak sulit dilakukan, karena orang tua seolah-olah
harus ‘bersandiwara’. Setelah marah-marah harus mengungkapkan rasa sayang. Yang
pasti, walaupun sulit, tetapi demi perkembangan jiwa anak, tentu metode ini layak untuk
dibiasakan. (Oel)
Perkembangan Fisik
Motorik kasar :
Mulai dapat memanjat dan melompat
Mulai kenal irama dan mulai membuat gerakan-gerakan yang berkaitan dengan
menari
Berlari, namun belum dapat melambat atau membelok
Melompat dengan 2 kaki
Berdiri dengan satu kaki selama beberapa saat
Naik turun 4-6 anak tangga tanpa bantuan dan biasanya tidak jatuh
Menaiki dan mendorong benda keras seperti meja, kursi, dan lain-lain
Bermain dengan bola (melempar, menangkap dan menggulirkan)
Dapat berjalan jinjit, berjingkat-jingkat mengambil objek dari lantai tanpa terjatuh
Melempar bola dengan kedua tangan di atas kepala
Mengayuh sepeda roda tiga
Motorik halus :
Melakukan kegiatan dengan satu lengan, seperti mencorat-coret dengan alat tulis
Membuka halaman buku berukuran besar satu persatu
Memakai dan melepas sepatu berperekat/tanpa tali
Memakai dan melepas kaos kaki
Memutar pegangan pintu
Memutar tutup botol
Melepas kancing jepret
Mengancingkan/membuka velcro dan retsleting (misalnya pada tas)
Melepas celana dan baju sederhana
Membangun menara dari 4-8 balok
Memegang pensil/krayon besar
Mengaduk dengan sendok ke dalam cangkir
Menggunakan sendok dan garpu tanpa menumpahkan makanan
Menyikat gigi dan menyisir rambut sendiri
Memegang gunting dan mulai memotong kertas
Menggulung, menguleni, menekan, dan menarik adonan atau tanah liat.
Sosioemosional
Kognitif
Bahasa
Moral
Agama
0 komentar:
Poskan Komentar