Professional Documents
Culture Documents
Carut-Marut Postmodernism *
Agung Wibowo
Apa itu kebenaran? Sekumpulan perumpamaan, metonimia, dan ungkapan-ungkapan manusiawi. Singkatnya,
kebenaran adalah kumpulan hubungan antar manusia yang telah didandani, diatur, dan dicat secara puitis dan
retoris. Setelah lama digunakan, kumpulan ini menjadi kokoh, mutlak dan orang-orang diharuskan untuk menaati
dan mengikutinya. Kebenaran adalah ilusi karena orang sering lupa asal-usulnya: perumpamaan yang sudah
kadaluarsa dan tidak menarik; uang logam yang sudah hilang gambarnya dan sekarang hanyalah sebuah besi tua,
bukan lagi uang logam.
Postmodernism
Banyak pengamat sosial sepakat bahwa dunia Barat sedang mengalami pergeseran atau perubahan
budaya yang berlawanan dengan ciri khas jaman modern, yakni: inovasi yang lahir sebagai reaksi
terhadap kemandulan dan kelumpuhan abad pertengahan. Sama seperti pergeseran ini, sekarang era-
Modern sedang bergeser pada era postmodern. Oleh karena itu, tidak mudah untuk menggambarkan
era transisi ini yang merupakan sebuah runtutan sejarah panjang yang tidak bisa hanya diringkas
kedalam satu atau dua lembar tulisan, ketakutannya akan terjadinya epistemological reptune
(kertakan epistomologi) meminjam istilah Bachelard. Dengan apakah kita akan mengupamakan
masa transisi ini dan apa cirinya?, memang pertanyaan yang sulit dijawab. Sekalipun demikian, kita
sedang menyasikan perubahan monumental yang membajiri seluruh aspek kehidupan kita ini, mulai
dari seni sampai dengan ilmu pengetahuan.
Istilah postmodern dapat ditelusuri kembali dari tahun 1930-an ketika perubahan besar terjadi dalam
sejarah. Istilah tersebut juga menunjuk pada perkembangan dan pergeseran yang terjadi dalam
dunia seni. Namun posmodernism tidak diperhatikan secara serius sampai tahun 1970-an. Seja itu,
istilah posmodern mulai kembali digunakan untuk menunjukan kepada sebuah gaya arsitektur baru.
Posmodernism setelah itu juga mewabah di kalangan intelek (cendekiawan) menjadi sebuah jargon
bagi teori-teori yang sedang populer di universitas, khususnya di jurusan bahasa inggris dan filsafat.
Akhirnya istilah posmodernism digambarkan untuk menggambarkan fenomena budaya dalam
lingkup yang lebih luas, dan dalam banyak aspek lainnya (Grenz, 1996: 9).
Posmodernism lahir di St. Louis, Missouri, 15,Juli1972, pukul 15.32. Ketika pertama kali didirikan,
proyek rumah Pruitt-Igoe di St. Louis dianggap sebagai lambang arsitektur modern, yang
menggunakan teknoligi untuk menciptakan masyarakat utopia untuk kesejahteraan manusia. Tetapi,
para penghuninya menghancurkan bangunan itu dengan sengaja. Pemerintah mencurahkan banyak
dana untuk merenovasi bangunan itu. Akhirnya, setelah menghabiskan jutaan dollar, pemerintah
menyerah. Pada sore hari pada bulan Juli 1972, bangunan itu diledakan dengan dinamit. Menurut
Charles Jencks, yang dianggap sebagai arsitektur postmodern yang paling berpengaruh, peristiwa
peledakan itu menandai kematian modernism dan lahirnya postmodernism.
Dengan menganut ciri dari posmodernism yang tidak lagi mengedepankan prinsip pemikiran
kesatuan homologi, tetapi pada parologi, yang menghargai narasi kecil-kecil dengan
melegitimasikan macam-macam praterk pengetahuan tanpa perlu persetujuan dari grandnarratives.
Karena itu istilah-istilah kunci posmodernism adalah antara lain: pluralisme, fragmentisme,
heterogenitas, interminasi, skeptisisme, dekonstruksi, ambigitas, ketidak pastian, dan perbedaan.
Istilah istilah itu muncul dari tulisan Jean Francois Lyotard yang menyampaikan laparanya kepada
Universitas Quebec tentang perkembangan ilmu pengetahuan dalam masyarakat industri maju
akibat pengaruh teknologi baru. Lyotard menolak ide dasar modern sejak jaman Renaisans sampai
Neo-Marxis yang dilegitimasi satu kesatuan ontologi.dalam kondisi yang dipengaruhi teknologi
informasi dewasaini-kata Lyotard-prinsip tersebut sudah relevan dengan kondisi masyarakat
kontemporer.untuk itu haru dideligitimasi oleh ’paralogi’ atau ide ’prulalitas’. Tujuan kekuasaan
tidak lagi jauh pada sistem totaliter.
Modernitas, lanjut Lyotard, adalah situasi diman filsafat berfungsi memberikan wacana metailmiah
yang dapat melegitimasikan prosedur-prosedur dan kesimpulan dari sains. Wacana metailmiah itu
mendasarkan pada suatu grannarratives atau metanarratives. Grannarratives menjadi panutan segala
hal, ia membawahi, mengorganisasi, dan menerangkan narasi-narasi lainserta memberi legitimasi
pada ilmu pengetahuan. Ia mencurigai alurpemikiran itu dan menolaknya dengan lebih
mempercayai pada hal-hal yang sifatnya lebih kecil, sehingga yang berlaku adalah konsep
lokalnarratives.
Arsitektur Postmodernism
Modernism mendominasi arsitektur (juga bidang lainnya) sampai pada tahun 1970-an. Para arsitek
modern mengembangkan gaya yang terkenal dengan International Style (gaya internasional).
Arsitektur modern mempunyai keyakinan kepada rasio manusia dan pengharapan untuk penciptaan
manusia idaman.
Arsituktur modern berkembsng dan menjadi arus yang dominan. Arsitektur itu memajukan program
industrialisasi dan menyingkirkan aneka ragam corak lokal. Akibatnya, ekspansi arsitektur modern
sering menghancurkan struktur bangunan tradisional.
Arsitektur Posmodernism muncul sebagai reaksi terhadap arsitektur modern. Posmodernism
merayakan sebuah konsep multivalance (melawan univalance dari modernism). Misalnya, arsitektur
posmodernism sengaja memberikan ornamen (hiasan). Ini merupakan lawan dari arsitektur modern
yang membuang segala hiasan yang tidak perlu. Penolakan oleh posmodernism terhadap modernism
didasarkan pada sebuah prinsip. Prinsip arsitektur posmodernism adalah semua arsitektur bersifat
simbolik.
Jacques Derrida
Jika Foucault merupakan Filsuf posmodernism yang paling cemerlang, maka Jacques Derrida
adalah filsuf posmodernism yang paling akurat (teliti).jika Foucault murid Nietzsche yang sejati,
maka Derrida adalah penafsir Posmodernism yang terpenting tentang Nietzsche.
Derrida melontarkan kritik terhadap kaum “realis” terhadap bahasa. Kaum realis berpendapat
bahwa kalimat-kalimat kita mencerminkan realitas dunia yang sebenarnya, tanpa hubungan dengan
segala tindakan manusia. Derrida menolak bahwa bahasa mempunyai arti tetap yang selaras dengan
realitas sebenarnya, atau bahasa menyingkapkan realitas yang pasti. Ia ingin menarik jauh dari
konsepmodern ini, dan bahwa kita menuju kemungkinan”hermeneutika” terhadap teks-teks tertulis.
Kebenaran bukan pembacaan kita terhadap suatu teks melainkan umpan balik dengan pembacaan
dan keadaan realitas kita, sehingga kebenaran itu bersifat relatif.
Permainan bahasa oleh Derrida dinilai sangat membahayakan manusia, dimana jebakan-jebakan
bahasa ini akan mengkaburkan manusia atas realitas. Kebenaran dapat diperoleh hanya dengan
permainan bahasa saja. Perubahan dari “Difference”menjadi “difference” mempunyai kegunaan
lain.penggantian huruf e oleh huruf a tidak terlalu tampak ketika diucapkan. Dengan menggunakan
difference, Derrida hendak mengkritik tradisi barat yang mengatakan tulisan hanya menggambarkan
ucapan manusia karena ucapan manusia lebih utama dan lebih langsung sifatnya. Dengan sifat
main-main ia hendak mengkritik teori arti kata yang bergerak dari pikiran ke ucapan lalu ke tulisan.
Derrida bukan seorang pembuat mitos baru, ia tidak berusaha menyusun suatu yang baru
berdasarkan yang lama. Tujuannya bersifat destruktif (menghancurkan), menghancurkan tradisi
logosentrisme barat. Derrida hendak melucuti cita-cita modern yang memandang filsafat sebagai
ilmu murni, sebagai suatu penelitian obyektif, yang juga penolakan terhadap Hermeneutika, yang
menggunakan konsep Dekonstruksi.
Dekontruksi sangat sulit untuk didefinisikan, justru dekonstruksi menolak definisi karena Derrida
menghalangi pendefinisian tersebut. Ia mulai dengan menegaskan bahwa dekonstruksi bukan
sebuah metode atau sebuah teknik, atau sebuah gaya kritik sastra literatur atau sebuah prosedur
untuk menafsirkan teks. Ia memperingatkan kita pemehaman konseptual tentang teks tersebut.
Sekalipun sulit untuk didefinisikan, ada sesuatu yang dapat dikatan tentang dekonstruksi. Intinya,
dekonstruksi berhubungan dengan bahasa. Dekonstruksi adalah segala yang Derrida tolak, yang
menggunakan asumsi filsafat atau filologi tertentu untuk menghancurkan logosentrisme.
Logosentrisme adalah anggapan adanya sesuatu sistem diluarkita yang dapat dijadikan acuan untuk
sebuah karya tulis agar kalimat-kalimatnya dapat dikatakan “benar”.
Richard Rorty
Pragmatisme merupan argumeen terkenalnya, inti tradisi pragmatisme adalah pemahaman tertentu
terhadaphakikat kebenaran, yang menuju penolakan terhadap konsep yang menganggap rasio
manusia sebagai “cermin dari realitas”. Pandangan pragmatisme mengenai kebenaran bersifat
nonrealis. Dimana kebenaran bukan yang kita dapatkan dengan apa yang kita lihat,tetapi melalui
jembatan bahasa sehingga kebenaran bukan hal yang filosofis tetapi merupakan kesepakatan
manusia. Selain nonrealis kaum pragmatisme juga berpegang padasifat nonesensialis dalam
memahami kebenaran, kaum ini percaya hanya pada sifat relasional. Obyek menurut perspektif
mereka apa yang kita anggap berguna untuk dibicarakan supaya cocok dengan stimulan dalam diri
kita.kita hanya dapat berbicara tentang hakikat sebuah benda hanya dalam hubungan dengan benda-
benda lainnya.
Skeptif Posmodernism (PS) dan Afirmatif Posmodernism (PA)
Gerakan posmodernism pada perkembangan lebih lanjutn menagalami perpecahan menjadi dua
kelompok besar: Skeptif Posmodernism (PS) Dan Afirmatif Posmodernism (PA) ( Budiman, 1994:
21-23).
PS berhenti pada perdebatan epistemologi tentang pengertian manusia, melalui metode
dekonstruksi, yakni melakukan analisi kritis, mereka menunjukan ada kontradiksi dalam teoi
apapun. Tetapi kelompok PS tidak memeberikan alternatif. Maka, timbul kesan bahwa alirana PS
cenderung larut dalam pemikiran nihilisme, yang dinyatakan bahwa posmodernism dalam
analisisnya dianggap lumpuh (paralysis by analisis) disebabkan karena keyakinan bahwa tindakan
selalu berdasrkan kebenaran. “Bagaimana kita bisa bertindak kalau semua serba terbuka dan
relatif?”. Kebenaran yang meligitimasi tindakan itu didapatkan dari rasionalitas. Dalam mencari
kebanaran melalui rasionalitas itu dapat dicari melalui dua jalan. Pertama, membuat rencana
tindakan- berdasarkan apa yang diyakini benar- dan kemudian bertindak. Kedua, bertindak dahulu
baru mencari rasionalitas sebagai pembenaran. Tindakan yang didasarkan rasionalis sehingga
menimbulkan kebenaran ini masih menyimpan banyak keragu-raguan.
PA melangkah lebih jauh. Mereka juga tidak percaya kebenaran teori yang ada, terutama teori besar.
Semakin besar suatu teori yang kebenarannya mencakup ruang waktu yang luas, kian lemah. Sebab,
teori itu makin abstrak dan makin jauh dari apa yang mau direpresentasikan.
Bagi penganut PA, teori kecil lebih dekat dengan apa yang mau direpresentasikan, karena daerah
cakupannya serba terbatas. Maka, aliran PA berusaha memperhatikan tori-teori kecil, yang
sebelumnya dianggap lemah dan tidak ilmiah. Ini kemudian menimbulkan dialog-dialog baru
dengan mengikut sertakan pelbagai macam teori yang sebelumnya tidak didengarkan. Muculnya
wacana discourse tentang feminisme, tentang pengetahuan lokal yang tidak ilmiah, bahkan tentang
ilmu klenik dan ilmu hitam serta agama-agama primitif, merupakan hasil dari gerakan PA
Tetapi perlu dicatat, aliran PA bukan mau menciptakan teori baru yang lebih baik dan benar
(mungkin, tanpa sadar ada kecenderungan kesini). Kalau ini terjadi, dia sudah keluar dari prinsip
dasar Posmo itu sendiri, yaitu penolakan dari sebuah teori. PA hanya mau sekedar menyatakan
bahwa kita akan lebih aman kalau kita berpegang pada teori kecil yang jangkauannya terbatas.
Disini kita lebih diakrabkan dengan persoalannya. Pada saat yang bersamaan, kita terus membuka
diri terhadap teori-teori yang lainnya, dan mencoba melakukan dialog terus-menerus dengan
mereka. Tentu, PS menganggap PA mengkhianati prinsip dasar Posmo.
DAFTAR PUSTAKA
Turner, Bryan. 2000. Teori-teori Sosiologi Modernitas Posmodernitas. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
Suyoto, dkk. 1994. Posmodernisme dan Masa Depan Peradaban. Aditya Media.
Yogyakarta.
Basis, No 01-02, Tahun ke-51, Januari-Februari 2002. Konfrontasi Foucault dan Marx.
Kanisius. Yogyakarta.
Basis, No 01-12, Tahun ke-49, Januari-Februari 2000. Edesi Khusus; Anthony Giddens.
Kanisus. Yogyakarta.
Hardiman, Budi F.1993. Menuju Masyarakat Komunikatif, Ilmu, Masyarakat, Politik dan
Postmoderenisme Menurut Jurgen Habermas. Kanisius. Jogjakarta.