You are on page 1of 27

KETERAMPILAN PROSES DASAR

PADA PEMBELAJARAN
Oktober 23, 2008 — Wahidin

A. Pengertian

Pendekatan keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan

keterampilan- keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-

kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada dalam diri siswa (DEPDIKBUD, dalam

Moedjiono, 1992/ 1993 : 14)

Menurut Semiawan, dkk (Nasution, 2007 : 1.9-1.10) menyatakan bahwa keterampilan proses

adalah keterampilan fisik dan mental terkait dengan kemampuan- kemampuan yang mendasar

yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuan

berhasil menemukan sesuatu yang baru.

Dimyati dan Mudjiono (Sumantri, 1998/1999: 113) mengungkapkan bahwa pendekatan

keterampilan proses bukanlah tindakan instruksional yang berada diluar jangkauan kemampuan

peserta didik. Pendekatan ini justru bermaksud mengembangkan kemampuan- kamapuan yang

dimiliki peserta didik.

B. Jenis- Jenis Pendekatan Keterampilan Proses Dasar

Khusus untuk keterampilan proses dasar, proses- prosesnya meliputi keterampilan

mengobservasi, mengklasifikasi, mengobservasi, mengklasifikasikan, mengukur,

mengkomunikasikan, menginferensi, memprediksi, mengenal hubungan ruang dan waktu, serta

mengenal hubungan- hubungan angka.


1. Keterampilan Mengobservasi

Keterampilan mengobservasi menurut Esler dan Esler (1984) adalah keterampilan yang

dikembangkan dengan menggunakan semua indera yang kita miliki untuk mengidentifikasi dan

memberikan nama sifat- sifat dari objek- objek atau kejadian- kejadian. Definisi serupa

disampaikan oleh Abruscato (1988) yang menyatakan bahwa mengobservasi artinya

mengunakan segenap panca indera untuk memperoleh imformasi atau data mengenai benda atau

kejadian. (Nasution, 2007: 1.8- 1.9)

Kegiatan yang dapat dilakukan yang berkaitan dengan kegiatan mengobservasi misalnya

menjelaskan sifat- sifat yang dimiliki oleh benda- benda, sistem- sistem, dan organisme hidup.

Sifat yang dimiliki ini dapat berupa tekstur, warna, bau, bentuk ukuran, dan lain- lain. Contoh

yang lebih konkret, seorang guru sering membuka pelajaran dengan menggunakan kalimat tanya

seperti apa yang engkau lihat ? atau bagaimana rasa, bau, bentuk, atau tekstur…? Atau mungkin

guru menyuruh siswa untuk menjelaskan suatu kejadian secara menyeluruh sebagai pendahuluan

dari suatu diskusi.

2. Keterampilan Mengklasifikasi

Keterampilan mengklasifikasi menurut Esler dan Esler merupakan ketermpilan yang

dikembangkan melalui latihan- latihan mengkategorikan benda- benda berdasarkan pada (set

yang ditetapkan sebelumnya dari ) sifat- sifat benda tersebut. Menurut Abruscato mengkalsifikasi

merupakan proses yang digunakan para ilmuan untuk menentukan golongan benda- benda atau

kegaitan- kegiatan. (Nasution, 2007 : 1.15)


Bentuk- bentuk yang dapat dilakukan untuk melatih keterampilan ini misalnya memilih

bentuk- bentuk kertas, yang berbentuk kubus, gambar- gambar hewan, daun- daun, atau kancing-

kancing berdasarkan sifat- sifat benda tersebut. Sistem- sistem klasifikasi berbagai tingkatan

dapat dibentuk dari gambar- gambar hewan dan tumbuhan (yang digunting dari majalah) dan

menempelkannya pada papan buletin sekolah atau papan panjang di kelas.

Contoh kegiatan yang lain adalah dengan menugaskan siswa untuk membangun skema

klasifikasi sederhana dan menggunakannya untuk kalsifikasi organisme- organisme dari carta

yang diperlihatkan oleh guru, atau yang ada didalam kelas, atau gambar tumbuh- tumbuhan dan

hewan- hewan yang dibawa murid sebagai sumber klasifikasi

3. Keterampilan Mengukur

Keterampilan mengukur menurut Esler dan Esler dapat dikembangkan melalui kegiatan-

kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan satuan- satuan yang cocok dari ukuran panjang,

luas, isi, waktu, berat, dan sebagainya. Abruscato menyatakan bahwa mengukur adalah suatu

cara yang kita lakukan untuk mengukur observasi. Sedangkan menurut Carin, mengukur adalah

membuat observasi kuantitatif dengan membandingkannya terhadap standar yang kovensional

atau standar non konvensional. (Nasution, 2007 : 1.20)

Keterampilan dalam mengukur memerlukan kemampuan untuk menggunakan alat ukur

secara benar dan kemampuan untuk menerapkan cara perhitungan dengan menggunakan alat-

alat ukur. Langkah pertama proses mengukur lebih menekankan pada pertimbangan dan

pemilihan instrumen (alat) ukur yang tepat untuk digunakan dan menentukan perkiraan sautu
objek tertentu sebelum melakukan pengukuran dengan suatu alat ukur untuk mendapatkan

ukuran yang tepat.

Untuk melakukan latihan pengukuran, bisa menggunakan alat ukur yang dibuat sendiri atau

dikembangkan dari benda- benda yang ada disekitar. Sedangkan pada tahap selanjutnya,

menggunakan alat ukur yang telah baku digunakan sebagai alat ukur. Sebagai contoh, dalam

pengukuran jarak, bisa menggunakan potongan kayu, benang, ukuran tangan, atau kaki sebagai

satuan ukurnya. Sedangkan dalam pengukuran isi, bisa menggunakan biji- bijian atau kancing

yang akan dimasukkan untuk mengisi benda yang akan diukur.

Contoh kegiatan mengukur dengan alat ukur standar/ baku adalah siswa memperkirakan dimensi

linear dari benda- benda (misalnya yang ada di dalam kelas) dengan menggunkan satuan centi

meter (cm), dekameter (dm), atau meter (m). Kemudian siswa dapat menggunakan meteran (alat

ukur, mistar atau penggaris) untuk pengukuran benda sebenarnya.

4. Keterampilan Mengkomunikasikan

Menurut Abruscato (Nasution, 2007: 1.44 ) mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil

pengamatan yang berhasil dikumpulkan atau menyampaikan hasil penyelidikan. Menurut Esler

dan Esler ((Nasution, 2007: 1.44) dapat dikembangkan dengan menghimpun informasi dari

grafik atau gambar yang menjelaskan benda- benda serta kejadain- kejadian secara rinci.

Kegiatan untuk keterampilan ini dapat berupa kegiatan membaut dan menginterpretasi

informasi dari grafik, charta, peta, gambar, dan lain- lain. Misalnya siswa mengembangkan

keterampilan mengkomunikasikan deskripsi benda- benda dan kejadian tertentu secar rinci.

Siswa diminta untuk mengamati dan mendeskrifsikan beberapa jenis hewan- hewan kecil
( seperti ukuran, bentuk, warna, tekstur, dan cara geraknya), kemudain siswa tersebut

menjelaskan deskrifsi tentang objek yang diamati didepan kelas.

5. Keterampilan Menginferensi

Keterampilan menginferensi menurut Esler dan Esler dapat dikatakan juga sebagai

keterampilan membuat kesimpulan sementara. Menurut Abruscato , menginferensi/ menduga/

menyimpulakan secara sementara adalah adalah menggunakan logika untuk memebuat

kesimpulan dari apa yagn di observasi( Nasution, 2007 : 1.49)

Contoh kegiatan untuk mengembangkan keterampilan ini adalah dengan menggunakan suatu

benda yang dibungkus sehingga siswa pada mulanya tidak tahu apa benda tersebut. Siswa

kemudian mengguncang- guncang bungkusan yang berisi benda itu, kemudian menciumnya dan

menduganya apa yang ada di dalam bungkusan ini. Dari kegiatan ini, siswa akan belajar bahwa

akan muncul lebih dari satu jenis inferensi yang dibuat untuk menjelaskan suatu hasil observasi.

Disamping itu juga belajar bahwa inferensi dapat diperbaiki begitu hasil observasi dibuat.

6. Keterampilan Memprediksi

Memprediksi adalah meramal secara khusus tentangapa yang akan terjadi lpada observasi yang

akan datang (Abruscato Nasution, 2007 : 1.55) atau membuat perkiraan kejadian atau keadaan

yang akan datang yang diharapkan akan terjadi (Carin, 1992). Keterampilan memprediksi

menurut Esler dan Esler adalah keterampilan memperkirakan kejadian yang akan datang

berdasarkan dari kejadian- kejadian yang terjadi sekarang, keterampialn menggunakna grafik

untuk menyisipkan dan meramalkan terkaan- terkaan atau dugaan- dugaan. (Nasution, 2007 :

1.55)
Jadi dapat dikatakan bahwa memprediksi sebagai menyatakan dugaan beberapa kejadian

mendatang atas dasar suatu kejadian yang telah diketahui Contoh kegiatan untuk melatih

kegiatan ini adalah memprediksi berapa lama (dalam menit, atau detik) lilin yang menyala akan

tetap menyala jika kemudian ditutup dengan toples (dalam berbagai ukuran) yang

ditelungkupkan.

7. Keterampilan Mengenal Hubungan Ruang dan Waktu

Keterampilan mengenal hubungan ruang dan waktu menurut Esler dan Esler meliputi

keterampilan menjelaskan posisi suatu benda terhadap lainnya atau terhadap waktu atau

keterampilan megnubah bentuk dan posisi suatu benda setelah beberapa waktu. Sedangkan

menurut Abruscato menggunakan hubungan ruang- waktu merupakan keterampilan proses yan

gberkaitan dengan penjelasan- penjelasan hubungan- hubunagn tentang ruang dan waktu beserta

perubahan waktu.

Untuk membantu mengembangkan pengertian siswa terhadap hubungan waktu- ruang, seorang

guru dapat memberikan pelajaran tentang pengenalan dan persamaan bentuk- bentuk dua

dimensi (seperti kubus, prisma, elips). Seorang guru dapat menyuruh sisiwa menjelaskan

posisinya terhadap sesuatu, misalnya seorang siswa dapat menyatakan bahwa ia berada ia berada

di baridsan ketiga bangku kedua dari kiri gurunya.

8. Keterampilan Mengenal Hubungan Bilangan- bilangan

Keterampilan mengenal hubungan bilangan- bilangan menurut Esler dan Esler meliputi kegaitan

menemukan hubungan kuantitatif diantara data dan menggunakan garis biangan untuk membuat

operasi aritmatika (matematika). Carin mengemukakan bahwa menggunakan angka adalah


mengaplikasikan aturan- aturan atau rumus- ruumus matematik untuk menghitung jumlah atau

menentukan hubungan dari pengukuran dasar. Menurut Abruscato, menggunakan bilangan

merupakan salah satu kemampuan dasar pada keterampilan proses.( Nasution, 2007: 1.61- 1.62).

Kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan ini adalah menentukan nilai pi

dengan mengukur suatu rangkaian silinder, menggunakan garis bilangan untuk operasi

penambahan dan perkalian. Latihan- latihan yang mengharuskan siswa untuk mengurutkan dan

membandingkan benda- benda atau data berdasarkan faktor numerik membantu untuk

mengembangkan keterampilan ini. contoh pertanyaan yang membantu siswa agar mengerti

tentang hubungan bilangan antara lain adalah : “ lebih jauh mana benda A jika dibandingkan

dengan benda B?” “ Berapa derajat suhu tersebut turun dari – 100 C ke – 200 C ? ”
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendekatan keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan

keterampilan- keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-

kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada dalam diri siswa (DEPDIKBUD, dalam

Moedjiono, 1992/ 1993 : 14)

Keterampilan proses dasar, meliputi keterampilan mengobservasi, mengklasifikasi,

mengobservasi, mengklasifikasikan, mengukur, mengkomunikasikan, menginferensi,

memprediksi, mengenal hubungan ruang dan waktu, serta mengenal hubungan- hubungan angka.

B. SARAN

Untuk mengoptimilisasikan proses pembelajaran bidang studi Ilmu Pengetahuan Alam di

sekolah dasar, terkadang membutuhkan alat peraga atau media pembelajaran yang bersifat

modern, seperti audio visual dan alat peraga atau media pembelajaran tersebut terkesan mahal,

sehingga semua sekolah dasar tidak mampu memilikinya yang dampaknya akan menghambat

daripada proses pembelajaran IPA disekolah dasar.


DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Noehi, dkk.2007. Pendidikan IPA di SD. Jakarta : Universitas Terbuka

Moedjiono dan Moh. Dimyati. 1992/ 1993. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: DEPDIKBUD

Sumantri, Mulyani dan Johar Permana.1998/ 1999. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:

DEPDIKBUD

Ditulis dalam Makalah Belajar Dan Pembelajaran, Makalah Bimbingan Konseling, Makalah
Evaluasi Pembelajaran, Makalah Kurikulum Dan Pembelajaran, Makalah Media Pembelajaran,
Makalah Pedagogik, Makalah Pengelolaan Pendidikan, Makalah ilmu Pendidikan. 10 Komentar
- komentar »

« Memilih Strategi Belajar Mengajar yang Tepat


Pendekatan Inkuiri dalam Pembelajaran »

Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA


Ditulis oleh Mahmuddin di/pada November 5, 2009

Pembelajaran biologi dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan, antara lain pendekatan
inkuiri, keterampilan proses, konstruktivistik, dan sains teknologi masyarakat. Kesemua
pendekatan tersebut bertujuan menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah
serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting dalam kecakapan hidup. Oleh karena itu,
pemberian pengalaman belajar menekankan pada penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah.

Pengembangan keterampilan proses siswa dapat dilatihkan melalui suatu kegiatan pembelajaran
yang menggunakan pendekatan keterampilan proses. Pendekatan keterampilan proses adalah
proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa, sehingga siswa dapat menemukan fakta-
fakta, membangun konsep-konsep dan teori-teori dengan keterampilan intelektual dan sikap
ilmiah siswa sendiri. Siswa diberi kesempatan untuk terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan
ilmiah seperti yang dikerjakan para ilmuwan, tetapi pendekatan keterampilan proses tidak
bermaksud menjadikan setiap siswa menjadi ilmuwan.
Keterampilan berarti kemampuan menggunakan pikiran, nalar dan perbuatan secara efisien dan
efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitas. Dengan demikian, Pendekatan
Keterampilan Proses adalah perlakuan yang diterapkan dalam pembelajaran yang menekankan
pada pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan kemudian mengkomunikasikan
perolehannya. Keterampilan memperoleh pengetahuan dapat dengan menggunakan kemampuan
olah pikir (psikis) atau kemampuan olah perbuatan (fisik).

American Association for the Advancement of Science (1970), mengklasifikasikan keterampilan


proses menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu. Keterampilan proses
dasar meliputi, observasi (pengamatan), clasifying (menggolongkan), communication
(komunikasi), measuring (pengukuran), inferensi (menyimpulkan), prediksi (meramalkan).
Sedangkan keterampilan proses terpadu meliputi pengontrolan variable, interpretasi data,
perumusan hipotesa, pendefinisian variabel secara operasional, merancang eksperimen.

Penilaian dalam keterampilan proses dilakukan selama proses pembelajaran (penilaian proses)
dengan menggunakan indikator dan kata operasional:

1. Mengamati: melihat, mendengar, merasa, meraba, mambaur, mencicipi, mengecap,


menyimak, mengukur, membaca.
2. Menggolongkan (mengklasifikasikan): mencari persamaan, menyamakan, membedakan,
membandingkan, mengontraskan, mecari dasar penggolongan.
3. Menafsirkan (menginterprestasikan): menaksir, memberi arti, mengartikan,
memposisikan, mencari hubungan, ruang-waktu, menentukan pola, menarik kesimpulan,
mengeneralisasikan. 
4. Meramalkan (memprediksi): mengantisipasi berdasarkan kecenderungan, pola atau
hubungan antar data atau informasi. 
5. Menerapkan/menggunakan (informasi, kesimpulan, konsep, hukum, teori, sikap, nilai
atau keterampilan dalam situasi): menghitung, menentukan variabel, mengendalikan
variabel, menghubungkan konsep, merumuskan konsep, pertanyaan penelitian, menyusun
hipotesis, membuat modul. 
6. Merencanakan penelitian: menentukan masalah/objek yang akan diteliti, menentukan
tujuan penelitian, menentukan ruang lingkup penelitian, menentukan sumber data,
menentukan alat, bahan, dan sumber kepustakaan, menentukan cara penelitian.
7. Mengkomunikasikan: berdiskusi, mendeklamasikan, mendramakan, merenungkan,
meragakan, mengugkapkan, melaporkan (dalam bentuk lisan, tulisan, gerak atau
penampilan).

Penilaian dalam pembelajaran yang menggunakan keterampilan proses dapat dilakukan secara
tes dan nontes. Penilaian secara tes dapat dilakukan melalui ujian tertulis dan lembar kerja.
Sedangkan tes perbuatan dapat dilakukan melalui observasi dan tes perbuatan. Namun demikian,
secara spesifik penilaian sangat ditentukan oleh tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan serta
kreativitas dan kemampuan guru.

Entri ini dituliskan pada November 5, 2009 pada 8:27 am dan disimpan dalam Pembelajaran.
Bertanda: Keterampilan Proses, Pendekatan Keterampilan Proses, Penilaian Keterampilan
Proses. Anda bisa mengikuti setiap tanggapan atas artikel ini melalui RSS 2.0 pengumpan. Anda
bisa tinggalkan tanggapan, atau lacak tautan dari situsmu sendiri.

PENERAPAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES UNTUK


MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SDN
SUMBERAGUNG I KECAMATAN GRATI KABUPATEN PASURUAN

Ninis Rodeyah

Abstrak

ABSTRAK

Rodeyah, N. 2009. Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPA
Siswa Kelas IV SDN Sumberagung 1 Kecamatan Grati Kabupaten Pasuruan. Skripsi. Jurusan
Kependidikan Sekolah Dasar dan Prasekolah. Progam Studi S1 PGSD. Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Malang. Pembimbing:

 (I) Dr. Musa Sukardi, M.Pd, (II) Drs. Heru Agus Triwidjaja, M.Pd.

Kata kunci: keterampilan proses, prestasi belajar, IPA, SD

Sebagai upaya untuk memenuhi tuntutan kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas,
wahana dan sarana yang paling strategis adalah pendidikan. Pembelajaran IPA, selain untuk
menjelaskan gejala-gejala alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, penguasaan
keterampilan proses diperlukan pula dalam rangka menyelidiki alam sekitar. Kenyataannya, penerapan
PKP masih jarang dilakukan. Sebagian besar guru masih beranggapan bahwa suatu pengetahuan atau
informasi dapat dipindah ke dalam otak siswa secara utuh.

            Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) peningkatan prestasi belajar IPA siswa kelas
IV SDN Sumberagung I melalui pendekatan keterampilan proses, (2) kemampuan guru kelas IV SDN
Sumberagung 1 dalam pembelajaran IPA melalui pendekatan keterampilan proses, (3) aktivitas siswa
kelas IV SDN Sumberagung 1 dalam pembelajaran IPA melalui pendekatan keterampilan proses, (4)
tanggapan guru kelas IV SDN Sumberagung 1 terhadap penerapan pendekatan keterampilan proses
dalam pembelajaran IPA, (5) tanggapan siswa kelas IV SDN Sumberagung 1 terhadap penerapan
pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran IPA.

Penelitian ini menggunakan rancangan PTK. Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa kelas IV
sebanyak 36 siswa. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah lembar observasi,
wawancara, angket, dan tes. Teknik analisis data yang dipakai adalah rata-rata dan persentase.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa. pendekatan keterampilan proses dapat meningkatkan
prestasi belajar IPA siswa kelas IV SDN Sumberagung I. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-
rata nilai siswa pada pratindakan (57,4), siklus I (67,0), dan siklus II (86,1). Rata-rata aktivitas siswa juga
meningkat pada siklus I (40,8%), dan siklus II (70,7%). Tanggapan guru dan siswa sangat mendukung pada
pembelajaran IPA denan menerapkan PKP.

           Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) pembelajaran dengan pendekatan
keterampilan proses dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, (2) kemampuan guru dalam
menerapkan PKP mengalami peningkatan dari siklus I ke sikus II. (3) jumlah siswa dalam aktivitas belajar
dengan pendekatan keterampilan proses mengalami peningkatan, (4) tanggapan guru dan siswa dengan
PKP dalam pembelajaran sangat mendukung.

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan: (1) kepala sekolah hendaknya meningkatkan layanan
fasilitas pembelajaran di SD, (2) guru hendaknya menggunakan PKP iuntuk meningkatkan pemahaman
konsep materi pelajaran IPA, (3) mengingat pelaksanaan penelitian ini berlangsung pada satu sekolah
saja, maka peneliti lain diharapkan dapat melanjutkan pada beberapa sekolah lain untuk mendapatkan
temuan yang lebih signifikan.

Teks Penuh: DOC PDF

KETERAMPILAN PROSES DASAR PADA


PEMBELAJARAN IPA
Oktober 27, 2008 — Wahidin

oleh : Dadan wahidin

UPI kampus Purwakarta


BAB I <!– @page { size: 8.5in 11in; margin: 0.79in } H3 { margin-top: 0in; margin-bottom:
0in } H3.western { font-family: “Times New Roman”, serif; font-size: 12pt } H3.cjk { font-
family: “Lucida Sans Unicode”; font-size: 12pt } H3.ctl { font-family: “Tahoma”; font-size: 12pt
} P { margin-bottom: 0in; text-align: justify } –>

A. Pengertian

Pendekatan keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan

keterampilan- keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-

kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada dalam diri siswa (DEPDIKBUD, dalam

Moedjiono, 1992/ 1993 : 14)

Menurut Semiawan, dkk (Nasution, 2007 : 1.9-1.10) menyatakan bahwa keterampilan proses

adalah keterampilan fisik dan mental terkait dengan kemampuan- kemampuan yang mendasar

yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga para ilmuan

berhasil menemukan sesuatu yang baru.

Dimyati dan Mudjiono (Sumantri, 1998/1999: 113) mengungkapkan bahwa pendekatan

keterampilan proses bukanlah tindakan instruksional yang berada diluar jangkauan kemampuan

peserta didik. Pendekatan ini justru bermaksud mengembangkan kemampuan- kamapuan yang

dimiliki peserta didik.

B. Jenis- Jenis Pendekatan Keterampilan Proses Dasar

Khusus untuk keterampilan proses dasar, proses- prosesnya meliputi keterampilan

mengobservasi, mengklasifikasi, mengobservasi, mengklasifikasikan, mengukur,

mengkomunikasikan, menginferensi, memprediksi, mengenal hubungan ruang dan waktu, serta

mengenal hubungan- hubungan angka.


1. Keterampilan Mengobservasi

Keterampilan mengobservasi menurut Esler dan Esler (1984) adalah keterampilan yang

dikembangkan dengan menggunakan semua indera yang kita miliki untuk mengidentifikasi dan

memberikan nama sifat- sifat dari objek- objek atau kejadian- kejadian. Definisi serupa

disampaikan oleh Abruscato (1988) yang menyatakan bahwa mengobservasi artinya

mengunakan segenap panca indera untuk memperoleh imformasi atau data mengenai benda atau

kejadian. (Nasution, 2007: 1.8- 1.9)

Kegiatan yang dapat dilakukan yang berkaitan dengan kegiatan mengobservasi misalnya

menjelaskan sifat- sifat yang dimiliki oleh benda- benda, sistem- sistem, dan organisme hidup.

Sifat yang dimiliki ini dapat berupa tekstur, warna, bau, bentuk ukuran, dan lain- lain. Contoh

yang lebih konkret, seorang guru sering membuka pelajaran dengan menggunakan kalimat tanya

seperti apa yang engkau lihat ? atau bagaimana rasa, bau, bentuk, atau tekstur…? Atau mungkin

guru menyuruh siswa untuk menjelaskan suatu kejadian secara menyeluruh sebagai pendahuluan

dari suatu diskusi.

2. Keterampilan Mengklasifikasi

Keterampilan mengklasifikasi menurut Esler dan Esler merupakan ketermpilan yang

dikembangkan melalui latihan- latihan mengkategorikan benda- benda berdasarkan pada (set

yang ditetapkan sebelumnya dari ) sifat- sifat benda tersebut. Menurut Abruscato mengkalsifikasi

merupakan proses yang digunakan para ilmuan untuk menentukan golongan benda- benda atau

kegaitan- kegiatan. (Nasution, 2007 : 1.15)


Bentuk- bentuk yang dapat dilakukan untuk melatih keterampilan ini misalnya memilih

bentuk- bentuk kertas, yang berbentuk kubus, gambar- gambar hewan, daun- daun, atau kancing-

kancing berdasarkan sifat- sifat benda tersebut. Sistem- sistem klasifikasi berbagai tingkatan

dapat dibentuk dari gambar- gambar hewan dan tumbuhan (yang digunting dari majalah) dan

menempelkannya pada papan buletin sekolah atau papan panjang di kelas.

Contoh kegiatan yang lain adalah dengan menugaskan siswa untuk membangun skema

klasifikasi sederhana dan menggunakannya untuk kalsifikasi organisme- organisme dari carta

yang diperlihatkan oleh guru, atau yang ada didalam kelas, atau gambar tumbuh- tumbuhan dan

hewan- hewan yang dibawa murid sebagai sumber klasifikasi

3. Keterampilan Mengukur

Keterampilan mengukur menurut Esler dan Esler dapat dikembangkan melalui kegiatan-

kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan satuan- satuan yang cocok dari ukuran panjang,

luas, isi, waktu, berat, dan sebagainya. Abruscato menyatakan bahwa mengukur adalah suatu

cara yang kita lakukan untuk mengukur observasi. Sedangkan menurut Carin, mengukur adalah

membuat observasi kuantitatif dengan membandingkannya terhadap standar yang kovensional

atau standar non konvensional. (Nasution, 2007 : 1.20)

Keterampilan dalam mengukur memerlukan kemampuan untuk menggunakan alat ukur

secara benar dan kemampuan untuk menerapkan cara perhitungan dengan menggunakan alat-

alat ukur. Langkah pertama proses mengukur lebih menekankan pada pertimbangan dan

pemilihan instrumen (alat) ukur yang tepat untuk digunakan dan menentukan perkiraan sautu
objek tertentu sebelum melakukan pengukuran dengan suatu alat ukur untuk mendapatkan

ukuran yang tepat.

Untuk melakukan latihan pengukuran, bisa menggunakan alat ukur yang dibuat sendiri atau

dikembangkan dari benda- benda yang ada disekitar. Sedangkan pada tahap selanjutnya,

menggunakan alat ukur yang telah baku digunakan sebagai alat ukur. Sebagai contoh, dalam

pengukuran jarak, bisa menggunakan potongan kayu, benang, ukuran tangan, atau kaki sebagai

satuan ukurnya. Sedangkan dalam pengukuran isi, bisa menggunakan biji- bijian atau kancing

yang akan dimasukkan untuk mengisi benda yang akan diukur.

Contoh kegiatan mengukur dengan alat ukur standar/ baku adalah siswa memperkirakan dimensi

linear dari benda- benda (misalnya yang ada di dalam kelas) dengan menggunkan satuan centi

meter (cm), dekameter (dm), atau meter (m). Kemudian siswa dapat menggunakan meteran (alat

ukur, mistar atau penggaris) untuk pengukuran benda sebenarnya.

4. Keterampilan Mengkomunikasikan

Menurut Abruscato (Nasution, 2007: 1.44 ) mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil

pengamatan yang berhasil dikumpulkan atau menyampaikan hasil penyelidikan. Menurut Esler

dan Esler ((Nasution, 2007: 1.44) dapat dikembangkan dengan menghimpun informasi dari

grafik atau gambar yang menjelaskan benda- benda serta kejadain- kejadian secara rinci.

Kegiatan untuk keterampilan ini dapat berupa kegiatan membaut dan menginterpretasi

informasi dari grafik, charta, peta, gambar, dan lain- lain. Misalnya siswa mengembangkan

keterampilan mengkomunikasikan deskripsi benda- benda dan kejadian tertentu secar rinci.

Siswa diminta untuk mengamati dan mendeskrifsikan beberapa jenis hewan- hewan kecil
( seperti ukuran, bentuk, warna, tekstur, dan cara geraknya), kemudain siswa tersebut

menjelaskan deskrifsi tentang objek yang diamati didepan kelas.

5. Keterampilan Menginferensi

Keterampilan menginferensi menurut Esler dan Esler dapat dikatakan juga sebagai

keterampilan membuat kesimpulan sementara. Menurut Abruscato , menginferensi/ menduga/

menyimpulakan secara sementara adalah adalah menggunakan logika untuk memebuat

kesimpulan dari apa yagn di observasi( Nasution, 2007 : 1.49)

Contoh kegiatan untuk mengembangkan keterampilan ini adalah dengan menggunakan suatu

benda yang dibungkus sehingga siswa pada mulanya tidak tahu apa benda tersebut. Siswa

kemudian mengguncang- guncang bungkusan yang berisi benda itu, kemudian menciumnya dan

menduganya apa yang ada di dalam bungkusan ini. Dari kegiatan ini, siswa akan belajar bahwa

akan muncul lebih dari satu jenis inferensi yang dibuat untuk menjelaskan suatu hasil observasi.

Disamping itu juga belajar bahwa inferensi dapat diperbaiki begitu hasil observasi dibuat.

6. Keterampilan Memprediksi

Memprediksi adalah meramal secara khusus tentangapa yang akan terjadi lpada observasi yang

akan datang (Abruscato Nasution, 2007 : 1.55) atau membuat perkiraan kejadian atau keadaan

yang akan datang yang diharapkan akan terjadi (Carin, 1992). Keterampilan memprediksi

menurut Esler dan Esler adalah keterampilan memperkirakan kejadian yang akan datang

berdasarkan dari kejadian- kejadian yang terjadi sekarang, keterampialn menggunakna grafik

untuk menyisipkan dan meramalkan terkaan- terkaan atau dugaan- dugaan. (Nasution, 2007 :

1.55)
Jadi dapat dikatakan bahwa memprediksi sebagai menyatakan dugaan beberapa kejadian

mendatang atas dasar suatu kejadian yang telah diketahui Contoh kegiatan untuk melatih

kegiatan ini adalah memprediksi berapa lama (dalam menit, atau detik) lilin yang menyala akan

tetap menyala jika kemudian ditutup dengan toples (dalam berbagai ukuran) yang

ditelungkupkan.

7. Keterampilan Mengenal Hubungan Ruang dan Waktu

Keterampilan mengenal hubungan ruang dan waktu menurut Esler dan Esler meliputi

keterampilan menjelaskan posisi suatu benda terhadap lainnya atau terhadap waktu atau

keterampilan megnubah bentuk dan posisi suatu benda setelah beberapa waktu. Sedangkan

menurut Abruscato menggunakan hubungan ruang- waktu merupakan keterampilan proses yan

gberkaitan dengan penjelasan- penjelasan hubungan- hubunagn tentang ruang dan waktu beserta

perubahan waktu.

Untuk membantu mengembangkan pengertian siswa terhadap hubungan waktu- ruang, seorang

guru dapat memberikan pelajaran tentang pengenalan dan persamaan bentuk- bentuk dua

dimensi (seperti kubus, prisma, elips). Seorang guru dapat menyuruh sisiwa menjelaskan

posisinya terhadap sesuatu, misalnya seorang siswa dapat menyatakan bahwa ia berada ia berada

di baridsan ketiga bangku kedua dari kiri gurunya.

8. Keterampilan Mengenal Hubungan Bilangan- bilangan

Keterampilan mengenal hubungan bilangan- bilangan menurut Esler dan Esler meliputi kegaitan

menemukan hubungan kuantitatif diantara data dan menggunakan garis biangan untuk membuat

operasi aritmatika (matematika). Carin mengemukakan bahwa menggunakan angka adalah


mengaplikasikan aturan- aturan atau rumus- ruumus matematik untuk menghitung jumlah atau

menentukan hubungan dari pengukuran dasar. Menurut Abruscato, menggunakan bilangan

merupakan salah satu kemampuan dasar pada keterampilan proses.( Nasution, 2007: 1.61- 1.62).

Kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan ini adalah menentukan nilai pi

dengan mengukur suatu rangkaian silinder, menggunakan garis bilangan untuk operasi

penambahan dan perkalian. Latihan- latihan yang mengharuskan siswa untuk mengurutkan dan

membandingkan benda- benda atau data berdasarkan faktor numerik membantu untuk

mengembangkan keterampilan ini. contoh pertanyaan yang membantu siswa agar mengerti

tentang hubungan bilangan antara lain adalah : “ lebih jauh mana benda A jika dibandingkan

dengan benda B?” “ Berapa derajat suhu tersebut turun dari – 100 C ke – 200 C ? ”
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendekatan keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan

keterampilan- keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-

kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada dalam diri siswa (DEPDIKBUD, dalam

Moedjiono, 1992/ 1993 : 14)

Keterampilan proses dasar, meliputi keterampilan mengobservasi, mengklasifikasi,

mengobservasi, mengklasifikasikan, mengukur, mengkomunikasikan, menginferensi,

memprediksi, mengenal hubungan ruang dan waktu, serta mengenal hubungan- hubungan angka.

B. SARAN

Untuk mengoptimilisasikan proses pembelajaran bidang studi Ilmu Pengetahuan Alam di

sekolah dasar, terkadang membutuhkan alat peraga atau media pembelajaran yang bersifat

modern, seperti audio visual dan alat peraga atau media pembelajaran tersebut terkesan mahal,

sehingga semua sekolah dasar tidak mampu memilikinya yang dampaknya akan menghambat

daripada proses pembelajaran IPA disekolah dasar.


DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Noehi, dkk.2007. Pendidikan IPA di SD. Jakarta : Universitas Terbuka

Moedjiono dan Moh. Dimyati. 1992/ 1993. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: DEPDIKBUD

Sumantri, Mulyani dan Johar Permana.1998/ 1999. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:

DEPDIKBUD

Ditulis dalam Makalah Jurusan IPA, Makalah Perencanaan Pembelajaran, Makalah ilmu
Pendidikan. 8 Komenta

(KODE PTK-0015X) : TESIS PTK PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN


TEMATIK DALAM RANGKA PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN DAN
PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS II SD X (MATA PELAJARAN : MATEMATIKA)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Saat ini kita akan memasuki milenium ketiga yang sudah di depan pintu. Era ini ditandai oleh
berbagai perubahan yang cepat terjadi dan sering tidak diantisipasi sebelumnya. Era globalisasi
menjadikan kita terekspos oleh berbagai kejadian dan tuntutan kondisi yang dipersyaratkan di
masa yang akan datang. Secara arif perlu dilakukan refleksi terhadap cara kita melengkapi diri
dalam memenuhi tuntutan tersebut. Berbagai perubahan tersebut dikomunikasikan melalui
informasi dengan berbagai media seperti komputer, data base dan jaringan informasi canggih
yang beraneka ragam. Semakin lama semakin canggih informasi yang harus disampaikan ke
pamakainya. Apabila kita tidak ingin terpelanting dalam era global tersebut, maka perlengkapan
manusia harus disertai upaya belajar. Sementara itu belajar merupakan kebutuhan hidup yang
self generating yang mengupayakan dirinya sendiri, karena sejak lahir manusia memiliki
dorongan melangsungkan hidup dan menuju tujuan tertentu.
Hal tersebut tentu saja karena ikhtiar untuk melangsungkan hidup bersumber dari dirinya, selain
juga karena sebagai makhluk sosial ia harus mempertahankan hidup. Demikian juga dorongan
esensial dalam diri manusia, yaitu dorongan untuk tumbuh berkembang dan dorongan untuk
mempertahankan diri menjelaskan alasan manusia itu belajar. Dengan belajar kualitas sumber
daya manusia menjadi meningkat.
Dalam upaya peningkatan sumber daya manusia (SDM) anak merupakan sasaran prioritas
pembangunan. Oleh karena itu anak-anak harus dipersiapkan dengan baik untuk melanjutkan
hidup mereka. Adapun persiapan itu dilakukan melalui pendidikan. Pendidikan merupakan usaha
sadar yang dilakukan guru agar siswa dapat mencapai tujuan tertentu.
Meningkatkan mutu pendidikan adalah menjadi tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam
pendidikan terutama bagi guru SD, yang merupakan ujung tombak dalam pendidikan dasar. Guru
SD adalah orang yang paling berperan dalam menciptakan sumber daya manusia yang
berkualitas yang dapat bersaing di jaman perkembangan teknologi. Guru SD dalam setiap
pembelajaran selalu menggunakan pendekatan, strategi dan metode pembelajaran yang dapat
memudahkan siswa memahami materi yang diajarkannya.
Menurut pengamatan penulis, dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas penggunaan model
pembelajaran yang bervariatif masih sangat rendah dan guru cenderung menggunakan model
konvesional pada setiap pembelajaran yang dilakukannya. Hal ini mungkin disebabkan
kurangnya penguasaan guru terhadap model-model pembelajaran yang ada. Padahal penguasaan
terhadap model-model pembelajaran sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan
profesional guru. Untuk menjadi guru yang profesional menurut Sardiman A.M. (2007: 132)
tidak hanya dengan modal ijazah, tetapi harus ditambah dengan kemampuan-kemampuan teknis
operasional serta persepsi-persepsi filosofis, terutama yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan
berinteraksi dengan pihak yang lain.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diberlakukan di sekolah dasar bertujuan untuk
menghasilkan lulusan yang kompeten dan cerdas sehingga dapat melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Hal ini hanya dapat tercapai apabila proses pembelajaran yang
berlangsung mampu mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa. Disamping itu
kurikulum tingkat satuan pendidikan memberi kemudahan kepada guru dalam menyajikan
pengalaman belajar, sesuai dengan prinsip belajar sepanjang hidup yang mengacu pada empat
pilar pendidikan universal, yaitu belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar dengan
melakukan (learning to do), belajar untuk hidup dalam kebersamaan (learning to live together),
dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).
Untuk itu guru perlu meningkatkan mutu pembelajarannya, dimulai dengan rancangan
pembelajaran yang baik dengan memperhatikan tujuan, karakteristik siswa, materi yang
diajarkan, dan sumber belajar yang tersedia. Kenyataannya masih banyak ditemui proses
pembelajaran yang kurang berkualitas, tidak efisien dan kurang mempunyai daya tarik, bahkan
cenderung membosankan, sehingga hasil belajar yang dicapai tidak optimal.
Rendahnya perolehan hasil belajar menunjukkan adanya indikasi terhadap rendahnya kinerja
belajar siswa dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang berkualitas. Untuk
mengetahui mengapa prestasi siswa tidak seperti yang diharapkan, tentu guru perlu merefleksi
diri untuk dapat mengetahui faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan siswa dalam
pembelajaran. Sebagai guru yang baik dan profesional, permasalahan ini tentu perlu
ditanggulangi dengan segera. Hal ini sesuai dengan pendapat Soetarno Joyoatmojo (2003: 22)
bahwa kemampuan guru dalam memotivasi peserta didik untuk memperoleh sesuatu yang
terbaik dari proses belajar yang dijalaninya merupakan hal yang sangat mendasar.
Penelitian ini merupakan suatu proses belajar yang sistematik, artinya kegiatan ini memerlukan
kemampuan dan ketrampilan. Orientasi penelitian ini adalah perbaikan pendidikan dengan
melakukan perubahan-perubahan dalam mengajar, karena itu kesiapan guru untuk berubah
merupakan syarat penting yang sedang dihadapi guru sehingga diperlukan sebuah metode
pembelajaran yang efektif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Maria Montessori (2008: 4) bahwa
pendidikan harus dipahami sebagai upaya pertolongan untuk menyingkap kekuatan psikis alami
siswa. Hal ini berarti bahwa kita tidak dapat menerapkan metode pembelajaran ortodoks yang
bergantung pada ucapan. Oleh karena itu, metode pembelajaran yang efektif sangat dibutuhkan.
Dalam penelitian ini metode efektif yang dipilih adalah pendekatan pembelajaran tematik.
Pendekatan pembelajaran tematik diyakini sebagai pendekatan yang berorientasi pada praktek
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
Pembelajaran tematik secara efektif akan membantu menciptakan kesempatan yang luas bagi
siswa untuk melihat dan membangun konsep-konsep yang saling berkaitan. Dengan demikian
pembelajaran tematik memberi kesempatan pada siswa untuk memahami masalah yang komplek
dengan cara pandang yang utuh. Dengan pembelajaran tematik ini diharapkan siswa memiliki
kemampuan mengidentifikasi, mengumpulkan, menilai, dan menggunakan informasi yang ada
disekitarnya secara bermakna.
Belajar bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru
pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan
belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-
aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di
dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-
fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan
pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak
mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu
berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu
memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan
diajarkan. Dengan kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa
yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan
orang atau guru menjelaskan.
Siswa yang berada di sekolah dasar kelas satu, dua, dan tiga berada pada rentangan usia dini.
Pada usia tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasan seperti IQ, EQ, dan SQ tumbuh dan
berkembang sangat luar biasa. Pada umumnya tingkat perkembangan masih melihat segala
sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik) serta mampu memahami hubungan antara konsep secara
sederhana. Proses pembelajaran masih bergantung kepada objek-objek konkrit dan pengalaman
yang dialami secara langsung.
Pendekatan pembelajaran tematik sudah dilakukan oleh beberapa sekolah, termasuk di SD X
tetapi hasil yang dicapai belum optimal terutama pada mata pelajaran Matemetika. Hal ini yang
menarik perhatian peneliti untuk mengadakan penelitian tindakan kelas tentang pendekatan
pembelajaran tematik di sekolah terutama di SD X. Dengan menguasai konsep-konsep
pembelajaran tematik di Sekolah Dasar, guru kelas bawah (kelas I, II, dan III) diharapkan akan
mempunyai ketrampilan untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan lebih efektif.
Dimulai dari kondisi tersebut diperlukan penelitian mengenai pendekatan pembelajaran tematik
dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dan prestasi belajar siswa. Tinggi rendahnya kualitas
pembelajaran merupakan hasil dari sebuah proses yaitu proses kegiatan belajar mengajar. Di
samping itu, kualitas pembelajaran juga dipengaruhi oleh kondisi orang-orang yang terlibat
dalam proses tersebut serta cara mereka bekerjasama. Kualitas perlu diperlakukan sebagai
dimensi kriteria yang berfungsi sebagai tolak ukur dalam kegiatan pengembangan profesi baik
yang berkaitan dengan usaha penyelenggaraan lembaga pendidikan maupun kegiatan
pembelajaran di kelas. Hal ini diperlukan karena suatu bangsa akan mampu bersaing dalam
percaturan internasional jika bangsa tersebut memiliki keunggulan (excellence) yang diakui oleh
bangsa lain.
Selanjutnya prestasi belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang berupa pengetahuan
dan pengalaman baru yang diperoleh melalui proses interaktif dalam pembelajaran antara siswa
dengan lingkungannya dan dapat diukur langsung dengan tes dan hasilnya dianalisis secara
statistik.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti merumuskan penelitian ini dengan judul "Peneranan
Pendekatan Pembelajaran Tematik Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pembelajaran dan
Prestasi Belajar Siswa Kelas II SD X".

B. Identifikasi Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat diidentifikasi beberapa
masalah sebagai berikut:
1. Meskipun pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sudah berlangsung mulai tahun
2006 namun ternyata masih banyak pendidik dan masyarakat yang kurang memahami tentang
KTSP maupun implementasinya di sekolah, khususnya dalam pengembangan model
pembelajaran yang efektif dalam suatu satuan pendidikan.
2. Penerapan pendekatan tematik tidak hanya menyatukan beberapa indikator dalam satu tema,
tetapi juga merancang semua aspek yang terlibat dalam proses pembelajaran di kelas.
3. Dalam mata pelajaran Matematika siswa kelas IID SD X dituntut menguasai salah satu standar
kompetensi yaitu menggunakan pengukuran waktu, panjang, dan berat dalam pemecahan
masalah melalui pendekatan pembelajaran tematik yang memperhatikan semua aspek dari siswa
dan dilakukan secara berkesinambungan dan berkala.
4. Hasil tes kemampuan awal diperoleh data 8 siswa dari 24 siswa kelas IID SD X belum
mencapai KKM.

C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang dikaji
dalam penelitian ini difokuskan dalam pelaksanaan pembelajaran tematik sebagai upaya
meningkatkan prestasi belajar siswa. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penerapan pendekatan pembelajaran tematik dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran di Sekolah Dasar?
2. Bagaimanakah penerapan pendekatan pembelajaran tematik dapat meningkatkan prestasi
belajar di Sekolah Dasar?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dengan
menerapkan pendekatan pembelajaran tematik di Kelas II SD X.
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pendekatan pembelajaran tematik dalam meningkatkan
kualitas pembelajaran di Sekolah Dasar.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan pendekatan pembelajaran tematik dalam meningkatkan
prestasi belajar di Sekolah Dasar.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik dari segi teoritis maupun segi praktis.
Adapun manfaat-manfaat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Toeritis
a. Membantu guru menghasilkan pengetahuan yang baru dan sahih serta relevan sebagai upaya
untuk memperbaiki cara mengajar di Sekolah Dasar.
b. Sebagai dasar untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat praktis
a. Sebagai acuan dalam melaksanakan proses belajar mengajar di Sekolah Dasar.
b. Sebagai masukan guna memperbaiki proses pembelajaran yang pada gilirannya akan dapat
meningkatkan daya serap akhir pembelajaran.
c. Mengetahui sejauh mana keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar.
d. Mengetahui kekurangan dalam pembelajaran di Sekolah Dasar sehingga dapat memperbaiki
kekurangan tersebut dan pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pembelajarannya.

Keterampilan Proses IPA, yuk Kita Cari Tahu……..


OPINI
Siti Raudatul Jannah
|  4 Oktober 2010  |  15:28

36

1 dari 1 Kompasianer menilai Bermanfaat.

Ilmu Pengetahuan Alam dan teknologi secara global telah mengalami berbagai perkembangan.
Hal ini dapat dilihat dan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari yang terjadi dilingkungan kita.
Pada dasarnya ilmu pengetahuan alam atau sering kita dengar SAINS bertujuan untuk
menyiapkan peserta didik agar tanggap menghadapi lingkunganya, karena dengan belajar sains
siswa dapat belajar memahami fenomena-fenomena alam yang terjadi dilingkunganya.

Belajar IPA bukan hanya sekedar menghafalkan konsep dan prinsip IPA melainkan, dengan
pembelajaran IPA diharapkan siswa dapat memiliki sikap dan kemampuan yang berguna bagi
dirinya dalam mengalami perubahan yang terjadi dilingkunganya.

Seorang guru hendaknya memandang pembelajaran IPA tidak hanya menekan pada hasil saja,
melainkan juga menekankan pada proses untuk memahami proses dan konsep tersebut, sehingga
dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam
sekitar. Jika guru dalam mengajarkan konsep IPA lebih menekankan pada proses dimana siswa
mengkonstruksikan pengetahuanya sendiri untuk memahami masalah atau objek yang diamati,
dapat membawa dampak yang positif bagi kemajuan belajar siswa yang berorientasi pada
peningkatan hasil dan prestasi belajar siswa.

Guru perlu merancang dan melaksanakan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa
mengkonstruksikan pemikiranya sendiri untuk menemukan konsep dan prinsip IPA tersebut serta
mengetahui untuk aa konsep tersebut dipelajari. Dengan memberikan kesempatan kepada siswa
mengkonstruksikan pemikiranya sendiri, siswa dapat belajar lebih aktif, kreatif, menumbuhkan
ksan bermakna dan menarik bagi siswa, sehingga hasil belajar yang diharapkan dalam
pembelajaran IPA dapat tercapai.
Pendekatan pembelajaran IPA yang dapat digunakan dalam meningkatkan pemahaman siswa
serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam memahami konsep dan prinsip IPA di
sekolah dasar adalah menggunakan “PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES”.
Sebagaimana Semiawan (1992) mengemukakan bahwa pada hakikatnya Pendekatan
Keterampilan Proses adalah suatu pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang berfokus pada
pelibatan siswa secara aktif dan kreatif alam proses pemerolehan hasil belajar. Oleh karena itu
kita sebagai guru yang muda harus dapat menerapkan pendekatan ketermpilan proses IPA di
sekolah dasar demi meningkatkan hasil belajar siswa dan mutu pendidikan khususnya pada
mapel IPA.

You might also like