You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Inovasi sebagai suatu proses digambarkan sebagai proses yang siklus dan berlangsung terus
menerus, meliputi fase kesadaran, penghargaan, adopsi, difusi dan implementasi (Damanpour
dkk dalam Brazeal, D.V. dan Herbert, T.T. 1997). De Jong & Den Hartog (2003) merinci
lebih mendalam proses inovasi dalam 4 tahap  sebagai berikut:
a. Melihat kesempatan bagi seseorang untuk mengidentifikasi kesempatan-kesempatan.
Kesempatan dapat berawal dari ketidakkongruenan dan diskontinuitas yang terjadi karena
adanya ketidaksesuaian dengan pola yang diharapkan misalnya  timbulnya masalah pada
pola kerja yang sudah berlangsung, adanya kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi,
atau adanya indikasi trends yang sedang berubah.  
b. Mengeluarkan ide. Dalam  fase ini,  seseorang mengeluarkan konsep baru dengan tujuan
menambah peningkatan. Hal ini meliputi mengeluarkan ide sesuatu yang baru atau
memperbaharui pelayanan, pertemuan dengan klien dan teknologi pendukung. Kunci
dalam mengeluarkan ide adalah mengombinasikan dan mereorganisasikan informasi dan
konsep yang telah ada sebelumnya untuk memecahkan masalah dan atau meningkatkan
kinerja. Proses inovasi biasanya diawali dengan adanya kesenjangan kinerja yaitu
ketidaksesuaian antara kinerja  aktual dengan kinerja potensial.
c. Implementasi. Dalam fase ini, ide ditransformasi terhadap  hasil yang konkret.  Pada
tahapan ini sering juga disebut tahapan konvergen. Untuk mengembangkan ide dan
mengimplementasikan ide, karyawan harus memiliki perilaku yang mengacu pada hasil.
Perilaku Inovasi Konvergen meliputi usaha menjadi juara dan bekerja keras.
Seorang yang berperilaku juara mengeluarkan seluruh usahanya pada ide kreatif. Usaha
menjadi juara meliputi membujuk dan mempengaruhi karyawan dan juga menekan
dan bernegosiasi.  Untuk mengimplementasikan inovasi sering dibutuhkan koalisi,
mendapatkan kekuatan dengan menjual ide kepada rekan yang berpotensi.
d. Aplikasi. Dalam fase ini meliputi perilaku karyawan yang ditujukan untuk membangun,
menguji, dan memasarkan pelayanan baru. Hal ini berkaitan dengan membuat inovasi
dalam bentuk proses kerja yang baru ataupun dalam proses rutin yang biasa dilakukan.

1
menurut  Adair (1996) mengatakan ada 3 fase dalam proses inovasi sebagai berikut:

a. Generating ideas. Keterlibatan individu dan tim dalam menghasilkan ide untuk
memperbaiki produk, proses dan layanan yang ada dan menciptkaan sesuatu yang baru.
b. Harvesting ideas. Melibatkan sekumpulan orang untuk mengumpulkan dan mengevaluasi
ide-ide.
c. Developing and implementing these ideas. Mengembangkan ide-ide yang tekah
terkumpul dan selanjutnya mengimplementasikan ide tersebut.
Hussey (2003) berupaya membentuknya dalam tahapan dan dibuat dengan akronim EASIER
yaitu:
1. Envisioning  yaitu  proses ini meliputi penyamaan pandangan mengenai masa depan
untuk membentuk tujuan berinovasi. Visi ini harus meliputi ukuran, inovasi apa yang
dilakukan untuk organisasi, ruang lingkup inovasi, dan bagaimana visi tersebut sesuai
dengan visi organisasi.
2. Activating yaitu penyampaian visi ke publik agar tercapai sebuah komitmen terhadap visi
sehingga strategi akan relevan dengan visi begitupula dengan implementasi visi.
3. Supporting yaitu tahapan ini merupakan upaya seorang pemimpin tidak hanya di dalam
memberikan perintah dan instruksi kepada bawahan, namun juga keterampilan di dalam
menginspirasi bawahannya untuk bertindak inovatif. Dalam hal ini diperlukan kepekaan
pemimpin dalam memahami bawahannya. Oleh karena itu, pemimpin hendaknya
bersikap emphatik.
4. Installing yaitu pada tahapan ini merupakan tahapan implementasi. Dalam hal ini yang
perlu diperhatikan adalah kompleksitas strategi yang diperlukan dalam berinovasi dan
konsekuensi yang diterima. Berikut ini beberapa hal yang dapat membantu seseorang di
dalam memberikan masukan dalam implementasi sebuah inovasi sebagai berikut:
a. meyakinkan bahwa konsekuensi yang terjadi dapat dipahami kemudian,
b. mengidentifikasi apakah tindakan yang dilakukan membawa perubahan,
c. mengalokasikan tanggung jawab dari berbagai tindakan yang diterima,
d. memprioritaskan tindakan yang diterima,
e. memberikan anggaran yang sesuai, mengatur tim kerja dan struktur yang dibutuhkan,
f. mengalokasikan orang-orang yang tepat,

2
g. dan menentukan kebijakan yang dibutuhkan untuk memperlancar implementasi
inovasi.
5. Ensuring yaitu kegiatan yang meliputi monitoring dan evaluasi. Hal ini dilakukan untuk
meyakinkan bahwa tindakan yang dilakukan sudah tepat waktu dan sesuai rencana.
Apabila tidak sesuai dengan rencana maka rencana alternative apa yang dapat diambil.
Selain itu, tahapan ini juga dipergunakan untuk memantau apakah hasil sesuai dengan
yang diharapkan sehingga apabila tidak, maka akan dibuat langkah penyesuaian.
6. Recognizing yaitu tahapan ini meliputi segala macam bentuk penghargaan terhadap
bentuk inovasi. Hal tidak hanya meliputi reward dalam bentuk finansial tapi dapat juga
berbentuk kepercayaan, ucapan terima kasih yang tulus, serta bentuk promosi.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa tahap dalam
proses inovasi adalah sebagai berikut:

1. Melihat peluang. Peluang muncul ketika ada persoalan yang muncul atau dipersepsikan
sebagai suatu kesenjangan antara yang seharusnya dan realitanya. Oleh karenanya,
perilaku inovatif dimulai dari ketrampilan melihat peluang.
2. Mengeluarkan ide. Ketika dihadapkan suatu masalah atau dipersepsikan sebagai
masalah maka gaya berfikir konvergen yang digunakan yaitu mengeluarkan ide yang
sebanyak-banyaknya terhadap masalah yang ada. Dalam tahap ini kreativitas sangat
diperlukan.
3. Mengkaji ide. Tidak Semua ide dapat dipakai, maka dilakukan kajian terhadap ide yang
muncul. Gaya berfikir divergen atau mengerucut mulai diterapkan. Salah satu dasar
pertimbangan adalah seberapa besar ide tersebut mendatangkan kerugian dan
keuntungan. Ide yang realistic yang diterima, sementara ide yang kurang realistic
dibuang. Kajian dilakukan terus menerus sampai ditemukan alternative yang paling
mempunyai probabilitas sukses yang paling besar.
4. Implementasi. Dalam tahap ini, keberanian mengambil resiko sangat diperlukan. Resiko
berkaitan dengan probabilitas  kesuksesan dan kegagalan, oleh karenanya David Mc
Clelland menyarankan pengambilan resiko sebaiknya dalam taraf sedang. Hal ini
berakaitan dengan probabilitas untuk sukses yang disebabkan oleh kemampuan
pengontrolan perilaku untuk mencapai tujuan atau berinovasi.

3
B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang sebagaimana diuraikan di atas, maka proses inovasi. Dalam
makalah ini penyusun membatasi pada rumusan sebagai berikut:

1. Pengertian Proses Inovasi Pendidikan


2. Beberapa Model Inovasi Pendidikan
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses Inovasi Pendidikan

C. Tujuan
1. Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini adalah agar kita dapat memahami dan
menjelaskan “bagian-bagian yang berhubungan tentang proses inovasi”
2. Implikasinya dalam penyelenggaraan Pendidikan

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Proses Inovasi Pendidikan


Proses inovasi pendidikan adalah serangkaian aktifitas yang dilakukan oleh individu atau
organisasi, mulai sadar tahu adanya inovasi sampai menerapkan (implementasi) individu
pendidikan. Kata proses mengandung arti bahwa aktifitas itu dilakukan dengan memakan
waktu dan setiap saat tertentu terjadi perubahan. Berapa lama waktu yang dipergunakan
selama prose situ berlangsung akan berbeda antara orang aatau organisasi satu dengan yang
lain tergantung pada kepekaan orang atau organisasi terhadap inovasi. Demikian pula selama
proses inovasi itu berlangsung akan selalu terjadi perubahan yang berkesinambungan sampai
prose situ dinyatakan berakhir.
B. Beberapa Model Inovasi Pendidikan
Dalam mempelajari proses inovasi para ahli mencoba mengidentifikasi kegiatan apa saja
yang dilakaukan individu selama prose situ berlangsung serta perubahan apa yang terjadi
dalam proses inovasi, maka hasilnya diketemukan. Tahapan proses inovasi seperti berikut :

1. Tahap Permulaan (Intiation Stage) :

a. Langkah pengetahuan dan kesadaran

Jika inovasi dipandang sebagai suatu ide, kegiatan, atau material yang diamati baru oleh
unit adopsi (penerima inovasi), maka tahu adanya inovasi menjadi masalah yang pokok.
Sebelum inovasi dapat diterima, calon penerima harus sudah menyadaribahwa ada inovasi,
dan dengan demikian ada kesempatan untuk mengunakan inovasi dalam organisasi. Seperti
Rogers dan Shoemakers mengemukakan seperti mana dulu ayam atau telur, tergantung
situasinya. Mungkin dapat tahu dan sadar inovasi baru merasakan butuh atau sebaliknya. Jika
kita lihat kaitannya dengan organisasi maka ada kesenjangan penampilan (performens gaps)
mendorong untuk mencari cara-cara baru atau inovasi.tetapi bisa juga terjadi sebaliknya
karena sadar akan adanya inovasi, maka pimpinan organisasi merasa bahwa dalam dalam
organisasinya ada sesuatu yang ketingalan, kemudian merubah hasil yang diharapkan, maka
terjadi sejenjang penampilan.

b. Langkah Pembentukan sikap terhadap inovasi

Dalam tahap ini anggota organisasi membentuk sikap terhadap inovasi. Dari hasil penelitian
menunjukan bahwa sikap terhadap inovasi memegang peranan yang penting untuk
menimbulkan motifasi untuk inging berubah atau mau menerima inovasi. Paling tidak ada
dua hal dari dimensi sikap yang dapat ditunjukan anggota organisasi terhap adanya inovasi
Yaitu :

5
1. Sikap terbuka terhadap inovasi, yang ditandai dengan adanya
Kemauan anggota organisasi untuk mempertimbangkan inovasi
Mempertanyakan inovasi (skeptic)
Merasa bahwa inovasi akan dapat meningkatkan kemampuan organisasi dalam
menjalangkan fungsinya.
2. Memiliki persepsi tentang potensi inovasi yang ditandai dengan adanya pengamatan yang
menunjukan :
Bahwa ada kemampuan bagi organisasi untuk mengunakan inovasi
Organisasi telah pernah mengalami keberhasilan pada masa lalu dengan mengunakan
inovasi
Adanya komitmen atau kemampuan untuk bekerja dengan menggunakan inovasi serta
siap untuk menghadapi kemungkinan timbulnya masalah dalam penerapan inovasi.
c. Langkah pengambilan keputusan
Pada langkah ini segalah informasi tentang potensi inovasi dievaluasi. Jika unit
pengambil keputusan dalam organisasi menganggap bahwa inovasi itu memang dapat
diterima dan ia senang untuk menerimanya maka inovasi akan diterima dan diterapkan
dalam organisasi. Demikian pula sebaliknya jika unit pengambil keputusan tidak
menyukai inovasi dan menganggap inovasi tidak bermanfaat maka ia kan menolaknya.
Pada saat akan mengambil keputusan peranan komunikasi sangat penting untuk
memperoleh informasi yang sebanyak-banyaknya tentang inovasi. Sehingga keputusan
yang diambil benar-benar mantap dan tidak terjadi salah pilih yang dapat mengakibatkan
kerugian bagi organisasi.
2. Tahap implementasi (implementation stage)
Pada langkah ini kegiatan yang dilakukan oleh para anggota organisasi ialah
menggunakan inovasi atau menerapkan inovasi. Ada dua langkah yang dilakukan yaitu:
a. Langkah awal (permulaan) implementasi
Pada langkah ini organisasi mencoba menerapkan sebagian inovasi. Misalnya setelah
Dekan memutuskan bahwa semua dosen harus membuat persiapan mengajar dengan
model Satuan Acara Perkuliahan, maka pada awal penerapannya setiap dosen
diwajibkan membuat untuk satu mata kuliah dulu, sebelum nanti akan berlaku untuk
semua mata kuliah.
b. Langkah kelanjutan pembinaan penerapan inovasi
Jika pada penerapan awal telah berhasil, para anggota telah mengetahui dan
memahami inovasi, serta memperoleh pengalaman dalam menerapkannya, maka
tinggal melanjutkan dan menjaga kelangsungannya.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses Inovasi Pendidikan


Lembaga pendidikan formal seperti sekolah adalah suatu sub sistem sosial. Jika terjadi
perubahan dalam sistem sosial, maka lembaga pendidikan formal tersebut juga akan
mengalami perubahan maka hasilnya akan berpengaruh terhadap sistem sosial. Oleh karena
itu suatu lembaga pendidikan mempunyai beban yang ganda yaitu melestarikan nilai-nilai
6
budaya tradisional dan juga mempersiapkan generasi muda agar dapat menyiapkan diri
menghadapi tantangan kemajuan jaman.
Motivasi yang mendorong perlunya diadakan inovasi pendidikan jika dilacak biasanya
bersumber pada dua hal yaitu : (a) kemauan sekolah (lembaga pendidikan) untuk
mengadakan respon terhadap tantangan kebutuhan masyarakat, dan (b) adanya usaha untuk
menggunakan sekolah (lembaga pendidikan) untuk memecahkan masalah yang dihadapi
masyarakat. Antara lembaga pendidikan dan sistem sosial terjadi hubungan yang erat dan
saling mempengaruhi. Misalnya suatu sekolah telah dapat sukses menyiapkan tenaga yang
terdidik sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maka dengan tenaga terdidik berarti tingkat
kehidupannya meningkat, dan cara bekerjanya juga lebih baik. Tenaga terdidik akan merasa
tidak puas jika bekerja yang tidak menggunakan kemampuan inteleknya, sehingga perlu
adanya penyesuaian dengan lapangan pekerjaan. Dengan demikian akan selalu terjadi
perubahan yang bersifat dinamis, yang disebabkan adanya hubungan interaktif antara
lembaga pendidikan dan masyarakat. Agar kita dapat lebih memahami tentang perlunya
perubahan pendidikan atau kebutuhan adanya inovasi pendidikan dapat kita gali dari tiga hal
yang sangat besar pengaruhnya terhadap kegiatan di sekolah, yaitu : (1) kegiatan belajar
mengajar, (2) faktor internal dan eksternal, dan (3) sistem pendidikan (pengelolaan dan
pengawasan).
1. Faktor Kegiatan Belajar Mengajar

Yang menjadi kunci keberhasilan dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar ialah
kemampuan guru sebagai tenaga profesional. Guru sebagai tenaga yang telah dipandang
memiliki keahlian tertentu dalam bidang pendidikan, diserahi tugas dan wewenang untuk
mengelola kegiatan belajar mengajar agar dapat mencapai tujuan tertentu, yaitu terjadinya
perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan tujuan
institusional yang telah dirumuskan. Tetapi dalam pelaksanaan tugas pengelolaan kegiatan
belajar mengajar terdapat berbagai faktor yang menyebabkan orang memandang bahwa
pengelolaan kegiatan belajar mengajar adalah kegiatan yang kurang profesional, kurang
efektif, dan kurang perhatian. Sebagai alasan mengapa orang memandang tugas guru dalam
mengajar mengandung banyak kelemahan tersebut, antara lain dikemukakan bahwa :

a. Keberhasilan tugas guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar sangat ditentukan
oleh hubungan interpersonal antara guru dengan siswa. Dengan demikian maka
keberhasilan pelaksanaan tugas tersebut, juga sangat ditentukan oleh pribadi guru dan
siswa. Dengan demikian maka keberhasilan pribadi guru dan siswa. Dengan kemapuan
guru yang sama belum tentu menghasilkan prestasi belajar yang sama jika menghadapi
keles yang berbeda, demikian pula sebaliknya belum tentu dapat menghasilkan prestasi
belajar yang sama\, meskipun para guru tersebut semuanya telah memenuhi persyaratan
sebagai guru yang professional.
b. Kegiatan belajar mengajar di kelas merupakan kegiatan yang terisolasi, pada waktu guru
mengajar dia tidak mendapatkan balikan dari teman sejawatnya. Kegiatan guru di kelas

7
merupakan kegiatan yang terisolasi dari keiatan kelompok. Apa yang dilakukan guru di
kelas tidak diketahui oleh rekan guru yang lain. Dengan demikian maka sukar untuk
mendapatkan kritik untuk pengembangan profesinya. Ia mengangap bahw yang dilakukan
sudah merupakan cara yang terbaik.
c. Berkaitan dengan kenyataan diatas tersebut, maka sangat minimal bantuan teman sejawat
untuk memberikan bantuan saran atau kritik guna meningkatkan kemampuan
profesionalismenya. Apa yang dilakukan guru di kelas seolah-olah sudah merupakan hak
mutlak tangungjawabnya, orang lain tidak boleh ikut campur tangan. Padahal apa yang
dilakukan mungkin masih banyak kekurangannya.
d. Belum ada kritik yang baku tentang bagaimana pengelolaan kegiatan belajar mengajar
yang efektif. Dan memang untuk membuat kritik keefektifan proses belajar mengajar
sukar ditentukan karena sangat banyak variable yang ikut menentukan keberhasilan
kegiatan belajar siswa. Usaha untuk membuat kritik tersebut sudah dilakukan misalnya
dengan digunakanya APKG (Alat Penilai Kompotensi Guru).
e. Dalam melaksanakan tugas mengelola kegiatan belajar mengajar, guru menghadapai
sejumlah siswa yang berbeda satu dengan yang lainnya baik mengenai kondisi fisik,
mental, intelektual, sifat, minat, dan latar belakan sosial ekonominya. Guru tidak munkin
dapat melayani siswa dengan memperhatikan perbedaan individu satu dengan yang lain,
dalam jam-jam pelajaran yang sudah diatur dalam jadwan dan waktu yang sangat
terbatas.
f. Berdasarkan data adanya perbedaan individu siswa, tentunya lebih tepat jika pengelolah
kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan cara yang fleksibel, tetapi kenyatanya justru
guru dituntut untuk mencapai perubahan tingkah laku yang sama sesuai dengan ketentuan
yang telah dirumuskan. Jadi anak yang berbeda harus diarahkan menjadi sama. Jika guru
tidak dapat mengatasi masalah ini dapat menimbulkan anggapan diragukannya
profesionalismenya.
g. Guru juga menghadapi tantang dalam usaha untuk meningkatkan kemampuan
profesionalnya. Tanpa adanya keseimbangan antara kemampuan dan kewenangannya
mengatur beban tugas yang harus dilakukan, serta tanpa bantuan dari lembaga dan tanpa
adanya insentif yang menunjang kegiatannya. Ada kemauan guru untuk meningkatkan
kemampuan profesionalismenya, mungkin dengan cara belajar sendiri atau mengikuti
kuliah di perguruan tinggi, tetapi tugas yang harus dilaksanakan tetap masih merasa berat,
jumlah muridnya dalam satu kelas 50 orang, masih ditambah tugas administratif,
ditambahkan lagi harus melakukan kegiatan untuk menambah penghasilan karena gaji
pas-pasan, dan masih banyak lagi factor yang lain, jadi program pertumbuhan jabatan
atau peningkatan profesi guru mengalami hambatan.
h. Guru dalam melaksanakan tugas mengelola kegiatan belajar mengajar mengalami
kesulitan untuk mennetukan pilihan mana yang diutamakan karena adanya berbagai
tuntutan. Dari satu segi meminta agar guru mengutamakan ketrampilan proses belajar,
tetapi dari sudut lain dia dituntut harus menyelesaikan sajian materi kurikulum yang
harus diselesaikan sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan, karena menjadi
8
bahan ujian Negara/nasional. Demikian pula dari satu segi guru dituntut menengkankan
perubahan tingkahlaku afektif, tetapi dalam evaluasi hasil belajar yang dipakai untuk
menentukan kelulusan siswa hanya mengutamakan aspek kognitif. Apa yang harus
dipilih guru? Melayani semua tuntutan???

Dari data tersebut bagaimana unitkya kegiatan belajar mengajar, yang menmungkinkan
timbulnya peluang munculnya pendapat bahwa professional guru diragukan bahkan ada yang
mengatakan bahwa jabatan guru itu “semi-profesional”, karena jika professional yang penuh
tentu akan member peluang pada anggotanya untuk : a) menguasai kemampuan professional
yang ditunjukan dalam penampilan, (b). memasuki anggota profesi dan penilai terhadap
penampilan profesinya, diawasi oleh kelompok profesi, (c). ketentuan untuk berbuat
professional, ditentukan bersama antara sesame anggota profesi, (Zaltman, Florio, Siloski,
1977)

Dengan berdasarkan kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan pengelolaan kegiatan


belajar mengajar tersubut maka dapat merupakan sumber motifasi perlunya ada inovasi
pendidikan untuk mengatasi kelemahan tersebut, atau bahkan dari sudut pandang yang lain
dapat juga dikatakan bahwa dengan adanya kelemahan-kelemahan itu maka sukar penerapan
inovasi pendidikan secara efektif.

2. Faktor Internal dan Eksternal

Satu keunikan dari sistem pendidikan adalah baik pelaksanaan maupun klien (yang
dilayani) adalah kelompok manusia. Perencanaan inovasi pendidikan harus memperhatikan
mana kelompok yang mempengaruhi dan mana kelompok yang dipengaruhi oleh sekolah
(sistem Pendidikan).

Factor internal yang mempengaruhi pelaksanaan sistem pendidikan dan dengan


sendirinya juga inovasi pendidikan adalah siswa. Siswa sangat besar pengaruhnya terhadap
proses inovasi karena tujuan pendidikan untuk mencapai perubahan tingkah laku siswa. Jadi
siswa sebagai pusat perhatian dan bahan pertimbangan dalam melaksanakan berbagai macam
kebijakan pendidikan.

Factor eksternal yang mempunyai pengaruh dalam proses inovasi pendidikan adalah
orang tua. Orang tua murid ikut mempunyai peranan dalam menunjang kelancaran proses
inovasi pendidikan, baik ia sebagai penunjang secara moral membantu dan mendorong
kegiatan siswa untuk melakukan kegiatan siswa untuk melakukan kegiatan belajar sesuai
dengan yang diharapkan sekolah, maupun sebagai penunjang pengadaan dana.

Para ahli pendidikan (prosfesi pendidikan) merupakan factor internal dan juga factor
eksternal, seperti guru, administrator pendidikan, konselor, terlibat secara langsung dalam
proses pendidikan di sekolah. Ada juga para ahli dari luar organisasi sekolah tetapi ikut

9
terlibat dalam kegiatan sekolah seperti : pengawas, inspektur, penilik, konsultan dan mungkin
juga pengusaha yang membantu pengadaan fasilitas sekolah.

3. Sistem Pendidikan (Pengelolaan dan Pengawasan)

Dalama penyelengaran pendidikan disekolah diatur dengan aturan yang dibuat oleh
pemerintah. Penangung jawab sistim pendidikan di Indonesia addalah Departemen
pendidikan Nasional yang mengatur seluruh sistem berdasarkan ketentuan-ketentuan yang
diberlakukan.

BAB III

KESIMPULAN

10
Proses inovasi terdiri atas:
a. mengeluarkan ide yaitu  meliputi pembentukan rancangan teknis dan desain.
b. resolusi masalah yaitu meliputi mengambil keputusan dan memecah ide ke dalam
komponen yang lebih kecil, menentukan prioritas untuk tiap komponen atau elemen,
membagi alternatif masalah, dan menilai desain alternatif menggunakan kriteria yang
telah dipaparkan dalam tahap pertama fase yang menciptakan penemuan dalam proses
inovasi adalah adopsi dan implementasi
c. Inisiasi yaitu kegiatan yang mencakup keputusan dalam organisasi untuk mengadopsi
inovasi
d. pengembangan yaitu kegiatan yang meliputi desain dan pengembangan produk dan
perencanaan proses inovasi dalam fase inovasi, jadi fase ini meliputi mengeluarkan ide
dan pemecahan masalah
implementasi yaitu kegiatan ini meliputi penerapan desain inovasi yang telah dibuat
sebelumnya dalam fase pengembangan

11

You might also like