You are on page 1of 20

Tugas Hukum Ekonomi Islam

ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA


EKONOMI ISLAM

OLEH :

KELOMPOK VI (ENAM):

1. TANDO (0810041600196)
2. TAUFIQ DAHNIL (0810041600721)
3. TETI ANGGRAINI (0810041600533)
4. YASOFAO HAREFA (0810041600310)
5. YUDI HARDIYANTO (0810041600216)
6. YULI HERIANTO (0810041600186)

UNIVERSITAS LANCANG KUNING


FAKULTAS HUKUM
PEKANBARU
2010
KATA PENGANTAR

Pertama-tama dan yang paling utama puji dan syukur kami tunjukan

kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya,

sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan cukup baik.

Adapun tugas Makalah ini kami buat dengan judul “Alternatif

Penyelesaian Sengketa Hukum Ekonomi Islam”. Dan penulisan tugas ini kami

buat dengan mengacu pada beberapa sumber referensi yang berkaitan dengan

permasalahan yang berkaitan dengan permasalahan yang kami angkat.

Sangat kami sadari sebagai mahasiswa yang masih dalam proses

pembelajaran, masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah yang kami

buat ini. Baik dalam penulisan maupun dari segi dari makalah ini.

Harapan kami adalah agar tugas ini dapat diterima oleh dosen pembimbing

mata kuliah Hukum Ekonomi Islam. Dan juga dapat menambah wawasan bagi

orang yang membacanya.

Pekanbaru, 15 Oktober 2010

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………….... i

DAFTAR ISI……………………………………………................... ii - iii

BAB I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah………….……………………… 1-4

I.2. Rumusan Masalah………………………………….......… 4 - 5

I.3. Tujuan…………………………………………………….. 5

I.4. Manfaat…………………………………………………… 5

BAB II. PEMBAHASAN

II.1. Alternatif Penyelesaian Sengketa Hukum Ekonomi

Islam Berdasarkan Hukum Islam …………………… 7 - 10

II.2. Alternatif Penyelesaian Sengketa Hukum Ekonomi

Islam Berdasarkan Peraturan Yang Berlaku Di-

Indonesia…………………………………………….. 10

A. Jalur Letigasi…………………………………………. 10 - 11

B. Jalur Non Letigasi……………………………………. 11 – 12

BAB III. PENUTUP

III.1. Kesimpulan………………………………………..…. 13 - 14
III.2. Saran………………………………………………….…… 14

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 15
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Tiap individu yang hidup dalam suatu kelompok masyarakat pasti

memiliki hasrat untuk memenuhi kebutuhan Primer atau kebutuhan pokoknya.

Dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka individu dalam suatu kelompok

masyarakat akan melakukan suatu aktifitas ekonomi. Praktek pelaksanaan

aktifitas-aktifitas ekonomi dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, salah

satunya pelaksanaan politik ekonomi berdasarkan syariat Islam.

Politik ekonomi Islam adalah penerapan berbagai kebijakan yang

dilaksanakan oleh Negara (khilafah islamiyah) untuk menjamin tercapainya

pemenuhan semua kenutuhan pokok(primer) setiap individu masyarakat secara

keseluruhan, disertai jaminan yang memungkinkan setiap individu untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap (skunder dan tersier) sesuai dengan

kemampuan mereka1.

Bangunan ekonomi Islam di dasarkan atas lima nilai universal, yakni

tauhid (keimanan), ‘adl (keadilan), nubuwwah (kenabian), khilafah

(kepemimpinan), dan ma’had (hasil). Kelima nilai ini menjadi dasar inspirasi

untuk menyusun proposisi-proposisi dan teori-teori ekonomi Islam. Dari kelima

nilai-nilai universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip derivatif yang mejadi cirri-

M. Sholahudin, Asas-Asas Ekonomi Islam, Cetakan pertama, (Jakarta: PT.


1

RajaGrafindo Permai, 2007), hlm. 286.


ciri cikal bakal ekonomi Islam. Ketiga prinsip derifatif tersebut adalah

ownwership (kepemilikan), freedom to act2, and justice social (keadilan

masyarakat3.

Hukum Ekonomi Islam adalah perangkat hukum yang mengatur berbagai

kegiatan ekonomi syariah yang dilakukan oleh pelaku ekonomi yang bersumber

pada syariat Islam dan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Adapun dasar

hukum yang mengatur berbagai kegiatan ekonomi Islam menurut hukum Islam

adalah sebagai berikut4:

1. Al-qur’an Hukum yang mengatur tentang ekonomi terdapat dalam 70

ayat.

2. Hadis Aturan hukum yang diatur menekankan pada aspek akhlaka atau

moral missal Allah akan memberikan rahmatnya kepada setiap orang

yang bersikap baik ketika menjual, membeli dan membuat suatu

pernyataan (hr. Bukharai) barang siapa yang menipu bukanlah

golonganku (hr. Muslim).

3. Ijma yaitu kesepakatan para ulama pada masa waktu tertentu.

4. Ijtihad yaitu mencurahkan segala daya kemampuan berfikir untuk

menghasilkan hukum syara’ dari dalil-dalil syara’ secara terperinci.

2
Prinsip lain yang yang lebih sering digunakan dalam prinsip ekonomi Islam adalah
equilibrium atau pun keseimbangan dimana keseimbangan ini tidak hanya timbangan kebaikan
hasil usahanya diarahkan untuk dunia dan akhirat saja, tetapi keseimbangan juga dengan
kepentingan perorangan dan kepentingan umum dan hak dengan kewajiban.
3
Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia Konsep, Implementasi dan
Institusionalis,Cetakan pertama, (Jakarta: Gajah Mada University, 2006), hlm. 76-77.
4
Syaifuddin Anshari, Ekonomi Islam (diktat/ modul), hlm. 4.
5. Qiyasyaitu mempersamakan peristiwa yang tidak terdapat nash

hukumnya dengan peristiwa yang terdapat nash bagi hukumnya,

6. Urf yaitu apa yang saling kita ketahui dan saling dijalani orang,

7. Istihsan yaitu cara menentukan hukum dengan menyimpang dari

ketentuan yang ada sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial,

8. Istishlah yaitu menetapkan hukum yang tidak disebutkan Nash.

9. Istishhab yaitu menetapkan hukum dengan mengambil dalil hukum

sebelumnya sampai pada dalil Syr’i yang mengubah hukum tersebut.

10. Maslahah mursalah yaitu kemaslahatan yang tidak di syariatkan oleh

syar’i dam wujud hukum dalam rangka menciptakan kemaslahatan,

disamping tidak adanya dalil yang membenarkan atau

menyalahkannya5.

Hukum dari transaksi ekonomi adalah boleh dan halal al aslu fi al

muamalah iba-h dimana artinya adalh asal hukum dan melaksanakan muamalah

itu dibolehkan. Al aslu fi al-hukmu mubah hatta daliluhu ‘ala tahmiri artinya asal

hukum dalam melaksanakan dibolehkan kecuali ada dalil yang menunjukkan

larangan6.

Dalam ruang lingkup hukum ekonomi Islam (fiqih muamalah) ruang

lingkup ekonomi Islam membahas masalah konsep pemilikan harta; Gadai; sewa

menyewa; perseroan; jual beli; hutang piutang; jasa titipan; produksi dan distri

busi; konsumsi dan perilaku konsumen, mekanisme pasar, transaksi zakat; dan

5
Ibid., hlm. 4 -5.
6
Ibid., hlm 5.
keuangan Islam baik lembaga keungan maupun non keuangan serta

kesejahteraan7.

Dan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian dengan cirri syari’ah

tersebut tentunya sekaligus akan membuka kemungkinan terjadinya perselisihan

diantara para pihak yang bersyariah, yang menjadi persoalan lembaga manakah

yang berwenang untuk menyelesaikan persengketaan tersebut, apakah Pengadilan

Negeri atau Pengadilan Agama (sedangkan wewenang Pengadilan Agama hanya

terbatas). Atau apakah terbuka kemungkinan bagi lembaga lain untuk

menyelesaikannya8.

Maka didalam tugas makalah kami ini yang kami beri judul “Alternatif

Penyelesaian Sengketa Hukum Ekonomi Islam” ini kami akan membahas

bagaimana prosedur penyelesaian sengketa Ekonomi Islam, menurut hukum

positif yang berlaku di Negara Republik Indonesia, dan juga menurut hukum

Islam sendiri.

I.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam tugas makalah Hukum Politik Ekonomi

Islam ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah alternatif penyelesaian sengketa hukum ekonomi Islam

menurut hukum syari’ah islam?

7
Ibid., hlm. 3.
8
Suhrawardi K.Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Cetakan kedua, (Jakarta : Sinar Grafika,
2000.), hlm. 176.
b. Bagaimanakah alternatif penyelesaian sengketa ekonomi Islam

berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia?

I.3. Tujuan

a. Untuk menjelaskan bagaimanakah alternatif penyelesaian sengketa

ekonomi Islam.

b. Untuk menjelaskan bagaimanakah alternatif penyelesaian sengketa

aekonomi Islam berdasarkan peraturan yang berlaku diindonesia.

I.4. Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan tugas makalah mengenai Alternatif

Penyelesaian Sengketa Ekonomi Islam, adalah sebagai berikut:

a. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang Hukum

Ekonomi Islam, khususnya mengenai alternatif penyelesaian sengketa

ekonomi islam.

b. Untuk memperkaya atau menambah khasanah ilmu pengetahuan di

dunia Akademik, bukan hanya untuk Fakultas Hukum namun juga

untuk mahasiswa dan dosen dalam proses perkuliahan.

c. - Menjadi acuan bagi mahasiswa selanjutnya dalam memahami

permasalahan yang dibahas dalam tugas makalah ini,

- Untuk memberikan kontribusi ataupun masukan kepada Instansi

yang terkait.
BAB II

PEMBAHASAN

Dalam sistem kekuasaan kehakiman pada sebuah pemerintahan sepanjang

dijumpai dalam sejarah Islam ditemukan tiga model kekuasaan penegak hukum

(lembaga penegak hukum), yaitu kekuasaan al-Qadla , al-hisbah, dan kekuasaan

madzalim. Masing-masing lembaga memiliki kewenangan tersendiri yaitu:

a. Kekuasaan Al-Qadla

Lembaga peradila itu menyelesaikan masalah-masalah tertentu yang

mencakup perkara-perkara madaniyat dan al-ahwal asy-syakh-shiyah ( masalah

keperdataan termasuk masalah hukum keluarga), masalah jinayat (pidana), dan

tugas tambahan lainnya9.

b. Kekuasaan Al-Hisbah

Lembaga itu merupakan lembaga resmi Negara yang diberi kewenangan

utnuk menyelesaikan masalah-masalah atau pelangaran-pelanggaran ringan yang

menurut sifatnya tidak memerlukan proses peradilan.

Asal mula lembaga ini adalah pada suatu waktu rasullullah berjalan di

pasar dan mengetahui penjualan bahan makanan yang mengandung cacat

tersembunyi. Kemudian beliau memberikan nasehat dengan mengatakan, “ hai

orang! Janganlah ada diantara kaum muslimin yang berlaku curang, dan barang

siapa yang berlaku curang dia bukanlah dari pihak kami10.

9
Ibid., hlm 177.
10
Ibid.
c. Kekuasaan Al-Madzalim

Badan ini dibentuk oleh pemerintah khusus membela orang-orang yang

teraniaya akibat sikap semena-mena penguasa Negara (yang lazimnya sulit

diselesaikan oleh lembaga peradilan (al-qadla) dan kekuasaan hisbah). Lembaga

itu juga berwenang untuk menyelesaikan persoalan sogok-menyogok dan korupsi.

Dahulunya ketiga kekuasaan ini kemungkinan dapat menyelesaikan

persoalan-persoalan yang ada pada saat itu, namun, bagaimana dengan persoalan-

persoalan ekonomi Islam dapat diselesaikan, dan bagaimana kepastian hukum

untuk menyelesaikan sengketa ekonomi Islam yang beragam. Ada beberapa

alternatif penyelesaian sengketa hukum ekonomi Islam, dan dapat dilihat

bagaimana alternatif penyelesaian sengketa alternatif hukum ekonomi Islam

berdasarkan syari’at Islam dan bagaimana pula alternatif penyelesaian sengketa

hukum ekonomi Islam berdasarkan hukum positif.

II. 1. Alternatif Penyelesaian Sengketa Hukum Ekonomi Islam

Berdasarkan Hukum Islam

Sistem penyelesaian sengketa menurut hukum Islam tidak jauh dari

hukum Nasional, yaitu melalui perdamaian (sulh/ishlah)., melalui arbitrase

(Tahkim), dan melalui pengadilan kekuasaan kehakiman (Wilaya al-Qadha).

Sulh atau Ishlah secara harifah mengandung pengetian “ memutus

pertengkaran atau perselisihan”. Dalam perdamaian ini terdapat dua pihak yang

sebelumnya di antara mereka ada suatu persengketaan, dan kemuadian para pihak
sepakat utnuksaling melepaskan semua atau sebagian dari tunutannya, hal ini

dimaksudkan agar persengketaaan diantara mereka dapat berakhir.

Perdamaian dalam syariah Islam sangat dianjurkan, sebab dengan adanya

perdamaian diantara para pihak yang bersengketa, maka akan terhindarlah

permusuhan dan terhindarlah kehancuran silahturahmi diantara kedua belah pihak.

Dasar hukum yang menganjurkan diadakannya perdamaian dapat dilihat dalam

Al-Qur’an QS Al-Hujarat (49) Ayat 9, yang manan berbunyi : “ dan jika dua

golangan dari orang-orang mukmin berperang, maka didamaikanlah antara

keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap

golongan yang lain, maka perangilah golongan yang aniaya itu sehingga

golongan itu kembali kepada Allah, jika golongan itu telah kembali (kepada

perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya denganadil dan berlaku

adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”11.

Adapun rukun dan syarat sahnya perjanjian perdamaian adalah:

a. Adanya ijab;

b. Adanya Kabul; dan

c. Adanya lafal.

Selain rukun adapaun yang menjadi syarat sahnya suatu perjajian

perdamaian dapat diklasifikasikan kepada hal berikut12:

11
Wirdyaningsih; Karnaen Perwataatmadja; FIIS; Gemala,……………Op.Cit., hlm. 228.
12
Ibid., hlm. 230.
a. Berbentuk harta (baik berwujud maupun tidak berwujud) yang dapat

dinilai, diserahterimakan, dan bermanfaat.

b. Dapat diketahui secara jelas, sehingga tidak menimbulkan kesamaran

dan ketidakjelasan, yang dapat menimbulkan pertikaian yang baru.

Adapun sengketa yang boleh didamaikan adalah: sengketa tersebut

berbentuk harta yang dapat dinilai, dan menyangkut hak manusia yang boleh

diganti.

Arbitrase atau Al-tahkim, dimana landasan hukum yang memperbolehkan

arbitrase, baik dalam Al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijma, apabila ditelaah dengan

seksama, pada prinsipnya berisi anjuran untuk penyelesaia perselisihan dengan

jalan damai. Jalan damia adalah cara yang paling utama yang dianjurka dalam

Islam. Namun , apabila jalan damai telah ditempuh dan tidak berhasil untuk

menemukan jalan keluarnya atau masing-masing pihak masih tetap dala

pendiriannya, maka mereka dapat meminta pihak ketiga yang utnuk menyelesaian

sengketa diantara mereka (Hakam)13.

Dan yang terakhir adalah Al-Qadha (pengadilan biasa) Al-Qadha secara

harifah berarti antara lain memutuskan atau menetapkan. Menurut istilah fiqih

kata ini berarti menetapkan hukum syara’ pada suatu peristiwa atau sengketa

untuk menyelesaikan secara adil dan mengikat. Lembaga peradilan semacam ini

berwenang menyelesaikan perkara pada pengadilan semacam ini dikenal dengan

qadhi (hakim). Kekuasaan qadhi tidak dapt dibatasi oleh persetujuan pihak yang

bertikai dan keputusan dari qadli ini mengikat kedua belah pihak. Adapun dasar
13
Ibid., hlm 231.
hukum dari qadha adalah dalam Al-Qur’an QS an-Nisa (4) 35 yang artinya

adalah : “ dan jika kamu mengkhawatirkan ada persengketaan diantara

keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang

hakam dari keluarga perempuan. Jiak kedua hakam itu bermaksud mengadakan

perbaikan, niscaya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal14.

II. 2. Alternatif Penyelesaian Sengketa Ekonomi Islam Berdasarkan

Peraturan yang Berlaku di Indonesia.

Terhadap perkara-perkara yang diajukan ke pengadilan, sesuai dengan

ketentuan tersebut penyelesaiannya hanya ada dua kemungkinan, yaitu: Pertama,

diselesaikan melalui perdamaian, atau apabila upaya Damai tidak berhasil; Kedua,

diselenggarakan melalui proses persidangan (litigasi) seperti biasa sesuai dengan

ketentuan hukum acara perdata yang berlaku. Kedua cara inilah yang harus

ditempuh Pengadilan Agama dalam menyelesaikan perkara-perkara di bidang

ekonomi syariah secara umumnya15. Alternatif penyelesaian sengketa ekonomi

Islam dibedakan menjadi dua jalur, sebagai berikut:

A. JALUR LITIGASI

Jalur Ligitasi- Mediasi yaitu penyelesaian sengketa ekonomi Islam melalui

jalur pengadilan agama. Dasar hukumnya yaitu Pasal 49 (1) Undang-undang

Nomor. 3 Tahun 2006 tentang peradilan agama16.

14
Ibid., hlm. 232.
15
Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Di Pengadilan Agama dan
Mahkamah Syari’ah, Cetakan Pertama, (Jakarta:Kecana Prenada Media Group, 2009), hlm. 127.
16
Modul Hukum ekonomi Islam
Dasar penyelesaian sengketa oleh hakim di Pengadilan Agama dalam

memeriksa, Menerima, dan Memutuskan perkara selama ini berdasarkan fatwa

MUI yang kedudukanya dalam hukum positif di Indonesia tidak mempunyai

kekuatan mengikat secara umum.

Dalam jalur letigasi ini memiliki kelemahan yakni tidak terdapatnya aturan

hukum Materil dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah. Implikasinya

adalah terbuka kemungkinan aneka keputusan yang berbeda terhadap

penyelesaian sengketa ekonomi syariah.

B. JALUR NON LITIGASI

Adapun penyelesaian sengketa ekonomi islam secara non litigasi dapat

ditempuh melalui:

1. Abitrase, yaitu penyelesaian sengketa ekonomi Islam berdasarkan

perjanjian abirtase.

Adapun dasar hukumnya adalah Pasal 3 Nomor 30 Tahun 1999 Tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pengadilan Agama tidak

berwenag untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam

perjanjian Arbitrase17.

Ada dua bentuk perjanjian arbitrase, Pertama PACTUM DE

COMPROMITTENDO, yaitu kedua belah pihak telah menetapkan wasit yang

diminta untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi dikemudian hari, yang

dicantumkan dalam klausa perjanjian; Kedua ACTA DE COMROITTENDO,

17
Ibid.,
yaitu ditetapkan dalam perjanjian apabila dikemudian hari terjadi perselisihan atau

persengketaan antara kedua belah pihak.

BAB III

PENUTUP

III.1 KESIMPULAN
Dimana dalam kegiatan ekonomi Islam, memungkinkan para pihak untuk

terjadinya perselisihan diantara pihak-pihak yang melakukan kegiatan ekonomi.

Untuk menjamin kepastian hukum dalam melakukan transaksi ekonomi Islam,

maka diperlukan dasar hukum yang jelas, dalam mengatur kegiatan transaksi

ekonomi Islam, dan jika terjadi perselisihan, antara kedua belah pihak.

Adapun alternatif penyelesaian sengketa ekonomi Islam berdasarkan

syari’ah Islam adalah Perdamaian atau sulh atau islah , dimana permaian adalah

upaya yang paling awal yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak, sebelum

melanjutkan ke langkah yang lainnya. Kemudian alternatif lainnya adalah

penyelesaian melalui jalan arbitrase atau disebut dengan Tahkim, adapun cara

penyelesaian sengketa ini dengan meminta bantuan pihak ketiga dari masing-

masing pihak untuk menyelesaikan permasalahan, dan alternative ini digunakan

biasanya untuk perjanjian bersifat prifat. Dan yang ketiga barulah dengan melalui

proses di pengadilan biasa atau disebut juga dengan al-qadha.

Alternatif penyelesaian sengketa ekonomi Islam, yang diatur dalam

Negara Indonesia tidak jauh berbeda dengan hukum dasar yang diatur dalam Al-

Qur’an, Sunnah dan ijma. Yakni di bedakan dalam dua jalur: a. Jalur Letigasi,

yakni dengan melalui proses di pengadilan biasa, dan ;b. Jalur Non Litigasi yaitu

dengan menggunakan alternative penyelesaian dengan arbiter, dan biasanya hal

ini telah disepakati oleh kedua belah pihak yang melakukan perjanjian dalam

bidang ekonomi berbasis syariah.

III.2 SARAN
Agar kegiatan Ekonomi yang berbasis syariat Islam semakin banyak dan

semakin berkembang lebih baik, adanya penambahan dan perbaikan dalam

alternatif penyelesaian sengketa hukum ekonomi Islam agar adanya kejelasan dan

kepastian hukum, untuk pelaku kegiatan ekonomi khususnya dibidang ekonomi

islam

Agar semua aspek yang menjalankan bisnis yang bernuansa syariat Islam

dapat benar-benar menjalankan asas-asas mengenai ekonomi Islam, dan tidak lari

dari ketentuan yang telah berlaku sebelumnya.

Harapan juga tertuju untuk badan peradilan, semoga alternatif

penyelesaian sengketa ekonomi Islam dapat lebih baik lagi dan lebih jelas lagi

kedudukannya dimata hukum, sehingga proses perkembangan kegiatan ekonomi

berbasis Islam semakin pesat dan berkembang dengan baik.

Dan tentunya harus ada hukum Perundang-undangan yang lebih menjamin

kepastian hukum dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak

yang bersengketa. Karena selama ini peraturan yang digunakan sebagai dasar

hukum hanyalah peraturan dari Majelis Ulama Indonesia, yang mana keputusan

pengadilannya tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia Konsep, Implementasi dan

Institusionalis, Jakarta: Gajah Mada University, 2006.


Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari’ah di Pengadilan Agama dan

Mahkamah Syari’ah, Jakarta: Kecana Prenada Media Group, 2009.

M. Sholahudin, Asas-Asas Ekonomi Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Permai,

2007.

Suhrawardi k.Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000.

Syaifuddin Anshari, Ekonomi Islam (diktat/ modul).

You might also like