You are on page 1of 8

PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU

oleh I LOVE AL ZAYTUN pada 01 Februari 2010 jam 16:46


I. PENDAHULUAN

Aktifitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa yang dianggapnya sudah
tidak berguna lagi sehingga diperlakukanya sebagai barang buangan yang disebut sampah. Jadi
alam sendiri tidak menghasilkan sampah, tapi pemanfaatan oleh manusialah yang menghasilkan
sampah. Sampah secara sederhana digolongkan sebagai berikut :
1. Sampah organik : disebut juga sampah basah, adalah jenis sampah yang sebagian besar
tersusun oleh senyawa organik (sisa tanaman, hewan, atau kotoran) sampah ini mudah diuraikan
oleh mikroba/mikroorganisme.
2. Sampah anorganik : disebut juga sampah kering, adalah jenis sampah yang berasal dari sisa
aktifitas manusia tidak bisa diurai oleh mikroba/mikroorganisme pengurai. Contoh : plastik,
kertas, kain, besi, styroform, kaleng.

Sumber sampah umumnya berasal dari perumahan dan pasar. Sampah sendiri pada dasarnya
bukan masalah bagi kita. Menjadi begitu sangat bermasalah ketika kita lalai dalam
memperlakukannya. Tidak adanya pengelolaan sampah menjadi masalah penting untuk kota
yang padat penduduknya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya adalah
volume sampah yang sangat besar sehingga melebihi kapasitas daya tampung tempat
pembuangan sampah akhir (TPA).

Pengelolaan sampah dirasakan tidak memberikan dampak positif kepada lingkungan, dan
kurangnya dukungan kebijakan dari pemerintah, terutama dalam memanfaatkan produk
sampingan dari sampah yang menyebabkan tertumpuknya produk tersebut di tempat
pembuangan akhir (TPA). Sebagian besar kegiatan pengolahan sampah yang sekarang ini
dilakukan sejatinya adalah berupa kegiatan memindah sampah dari rumah di bawa ke tempat
sampah, diangkut ke pembuangan sampah sementara dan disatukan ke pembuangan sampah
akhir.

Jika sampah ditetapkan jadi sebuah masalah, maka tindakan tersebut di atas adalah proses
memindahkan masalah. Berapa mobil angkut harus disiapkan, dimana ada tempat untuk bisa jadi
TPA, berapa mesti memberi kompensasi kepada warga yang mendapat akibat negatif dari
keberadaan TPA, dimana-mana terjadi penolakan, adalah problem yang sering didengar dari
proses pemindahan masalah ini. Pasti biaya-biaya akan sangat mahal dan belum tentu
menyelesaikan masalah.

Permasalahan sampah merupakan hal yang krusial. Bahkan, dapat diartikan sebagai masalah
kultural karena dampaknya mengenai berbagai sisi kehidupan, terutama di kota besar.
Berdasarkan perkiraan, volume sampah yang dihasilkan oleh manusia rata-rata sekitar 0,5
kg/perkapita/hari,sehingga untuk kota besar seperti Jakarta yang memiliki penduduk sekitar 10
juta orang menghasilkan sampah sekitar 6000 ton/hari setara dengan minimal 10.000 M³/hari.
Akan membutuhkan kira-kira 500 unit truck angkut ke TPA setiap hari. Bila 60% nya adalah
sampah organic, maka 3600 ton atau sekitar 7200 m³ diantaranya adalah sampah organic. Bila
tidak cepat ditangani secara benar, maka kota-kota besar tersebut akan tenggelam dalam
timbunan sampah berbarengan dengan segala dampak negatif yang ditimbulkannya seperti
pencemaran air kali, air tanah, udara, tanah, dan sumber penyakit. Ada juga yang sampai
memenuhi bantaran sungai sekaligus mencemari dan menyebabkan air sungai meluap (banjir).
Bahkan di suatu daerah ada yang menimbulkan bencana longsor (Leuwi Gajah, Jawa Barat).
Pada pengolahan sampah tidak ada teknologi tanpa meninggalkan sisa. Contohnya pembakaran
sampah dapat meningkatkan pencemaran udara dan membuang gas karbon ke atmosfer
menyebabkan peningkatan pemanasan global. Belum lagi pencemaran yang terjadi pada proses
pengangkutan dan di tempat pembuangan sampah : pencemaran udara (bau) dan pencemaran air
tanah. Bila demikian pasti timbul berbagai masalah seperti yang telah disebutkan di atas. Inilah
akibat nyata dari pengolahan sampah yang bertumpu pada pembuangan akhir.
Sampah sebagai barang yang memiliki nilai tidak seharusnya diperlakukan sebagai barang yang
menjijikan, melainkan harus dapat dimanfaatkan sebagai bahan mentah atau bahan yang berguna
lainnya. Perlu diketahui bahwa sampah anorganik akan sulit sekali diolah/didaur ulang bila
masih bercampur dengan organic. Sampah organic sulit juga diolah bila masih bercampur
dengan anorganik. Memisahkan keduanya jika sudah dicampur bukan pekerjaan main-main,
penuh dengan resiko berupa berbagai penyakit. Maka sering dijumpai di TPS atau TPA kegiatan
pembakaran sampah (incineration) karena tidak ada yang mau menanggung beban resiko
tersebut. Pada akhirnya alamlah yang harus menanggung resiko berat akibat perbuatan manusia
ini.

Pengolahan sampah harus dilakukan dengan efisien dan efektif, yaitu sedekat mungkin dengan
sumbernya, seperti RT/RW, sekolah, perkantoran, rumah sakit dan bahkan dapat dilakukan
dalam rumah tangga sehingga jumlah sampah dan permasalahannya dapat dikurangi sehingga
mempercepat pengolahannya.

Di daerah perkotaan selalu memiliki jumlah sampah yang lumayan besar, beberapa tempat
terutama di pasar-pasar tradisional, pelosok perkampungan terdapat titik-titik Tempat
Penampungan Sampah Sementara (TPS) dan di beberapa daerah pinggiran menjadi tempat
pembuangan sampah liar, sehingga diperlukan penanganan sampah yang baik dan benar.
Penanganan sampah organik selain terhindar dari berbagai bencana dan penyakit juga
menghasilkan produk pupuk organic yang sangat penting sebagai unsur hara untuk kesuburan
tanah dan perkembangan tanaman, perbaikan struktur tanah dan zat yang dapat mengurangi
bakteri yang merugikan dalam tanah. Pupuk organik biasanya tidak meninggalkan residu / sisa
dalam tanaman sehingga hasil tanaman akan aman bila dikonsumsi. Akhirnya lingkungan tetap
terjaga agar asri dan menyegarkan. Sedangkan penanganan sampah anorganik bisa melalui
proses daur ulang dan beberapa jenis sampah anorganik bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar
alternatif pengganti BBM dan gas.
Keterlambatan penanganan sampah menimbulkan pencemaran udara, pencemaran air dan
pencemaran tanah. Pencemaran udara diakibatkan oleh bau terutama gas NH3, CH4, H2S,
CH3S, (CH3)2 S2, asam-asam alifatik serta CO (Rosenfeld dan Henry, 2000 dan Martin,1998).
Pencemaran air dan pencemaran tanah diakibatkan oleh air lindi (Vesilind et al. 1994).

Sampah kota-kota besar di Indonesia rata-rata mengandung 79.5% bahan organik, 4.1% kertas,
plastik 3.7%, kaca 2.3%, logam 2.7%, kayu 2.79%, kain 1.1%, karet 0.8% lain-lain 2.9% dari
survei Dinas Penyehatan Lingkungan Tahun 1994. Menurut Furedy (1994) sampah dari kota-
kota di Asia mengandung 60 – 90% bahan organik dan debu. Sampah organik berpotensi
dikomposkan dengan skala kecil atau dengan skala lebih besar yang dipusatkan di satu kota.
Pengomposan dapat menurunkan jumlah sampah yang harus ditangani.

Pengomposan secara aerob menggunakan metode open windrow sangat sederhana dan tidak
memerlukan investasi yang besar. Hasil kompos dapat dijadikan pupuk organik, sedangkan bau
akibat proses pengomposan dapat dikendalikan dengan ketercukupan oksigen untuk
pengomposan. Kelebihan pengomposan secara aerob adalah mikroorganisme patogen akan mati
pada fase thermofilik. Pengomposan merupakan strategi managemen limbah organik padat
paling ramah lingkungan dibandingkan sanitary landfill dan incineration (Marchettini et al.,
2006; Modles et al., 2006 ).

Permasalahan yang dihadapi dalam proses pengomposan secara open windrow adalah penurunan
kerapatan masa bahan organik yang mengakibatkan penurunan laju difusi oksigen ke masa bahan
organik. Menurunnya laju difusi oksigen diduga berakibat pada titik tertentu reaksi pengomposan
menjadi anaerob, sehingga akan muncul bau akibat gas sulfida dan ammonia (Yohanes Setiyo,
Tehnik Pertanian UGM, Angkatan 1982).

II.TUJUAN
Tujuan dari paparan ini adalah terselenggaranya sistem pengelolaan sampah yang baik, terutama
sekali sampah organic, sehingga mendapatkan banyak manfaat dari padanya. Target minimal
adalah setiap rumah tangga mampu memilah dan menempatkan pada tempat yang berbeda antara
sampah organic dengan anorganik sehingga sangat membantu pada proses pengelolaannya. Ini
yang disebut sebagai Pengolahan Sampah Mandiri.

III. MANFAAT
Proposal ini diharapkan dapat memberikan informasi dibidang lingkungan hidup kepada setiap
warga tentang seluk beluk sampah, permasalahan yang pasti timbul bila lalai dalam
pengelolaannya, dan nilai lebih bila berhasil mengelola dengan baik. Sehingga timbul
penyadaran dalam dirinya bahwa sampah adalah hasil perbuatan kita dan harus diperlakukan
dengan baik. Pengolahan Sampah Mandiri.disertai dengan pengelolaan yang baik dan benar akan
sangat mengurangi beban angkut petugas sampah, mengurangi pencemaran udara di sepanjang
jalan pengangkutan sampah dan mengurangi beban pengolahan sampah di Tempat Pembuangan
Sementara atau Tempat Pembuangan Akhir.

IV. METODE
Metode pengelolaan sampah organic yang digunakan pada proposal ini adalah proses pembuatan
pupuk organik dengan cara fermentasi/pelapukan dengan memanfaatkan
mikroba/mikroorganisme pengurai dan berlangsung secara aerob ( kondisi yang membutuhkan
oksigen). Secara individual dengan Metode Takakura. Secara komunal dengan Metode Open
Windrow.
V. STRATEGI
Perlu diketahui bahwa yang mendasari orang mau merubah sikapnya dari sinis menjadi sangat
peduli terhadap sampah adalah perubahan pola pikir (mind set) terhadap sampah itu sendiri.
Untuk mengubah pola pikir negatif (sinis) ke pola pola pikir positif (sangat peduli) bahwa
“sampah kita, tanggung jawab kita yang menghasilkan”, dan mengubah kebiasaan membuang
sampah menjadi mengelola sampah perlu upaya yang tidak mudah, memerlukan waktu,
komitment dan kesabaran.

Untuk itu perlu kiranya dilaksanakan sebuah Program dalam pengelolaan Sampah Terpadu.
Namun untuk keberhasilannya diperlukan beberapa syarat:
1. Kegiatan ini didukung oleh pemimpin setempat, dilaksanakan sebuah tim pelaksana (Komite
Khusus Lingkungan/Gugus Tugas Kendali Sampah).
2. Ada keteladanan dari para pemimpin masyarakat, tokoh masyarakat, pemuka agama yang
menjadi panutan masyarakat setempat.
3. Dibangun komitmen di antara seluruh warga, lingkungan bagaimana yang ingin dicapai.
4. Ada pendampingan agar kegiatan berkelanjutan, kader/motivator yang mendampingi harus
sudah berpengalaman melakukan pengomposan.
5. Proses pengomposan dipilih yang tidak menimbulkan bau busuk ialah proses fermentasi
dengan pola pengadukan yang memadai sehingga cukup mendapatkan oksigen sebagai syarat
agar secara indrawi tidak tercium sebagai bau busuk yang menyengat.
6. Proses daur ulang sampah anorganik bisa dilakukan secara personal atau diserahkan
pengumpul atau langsung ke perusahaan pendaur ulang sampah anorganik

VI. TIM PELAKSANA


Dibentuk Komite Khusus Lingkungan oleh Pengurus dan selanjutnya diperlukan peran serta
warga sehingga kegiatan ini menjadi Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat.
Tugas dan tanggung jawab masing-masing:
1. Komite Khusus Lingkungan:
- Relawan yang peduli lingkungan, memiliki kemampuan dan waktu.
- Mengorganisasi warga dalam kegiatan Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat.
- Melatih dan meningkatkan keterampilan kader sebagai motivator dan tenaga pelaksana
pengomposan.
- Mengendalikan proses pengomposan agar dihasilkan kompos yang memenuhi syarat.
2. Pengurus
- Menjadi relawan kader lingkungan, sebagai motivator dalam kegiatan Pengelolaan Sampah
Berbasis Masyarakat.
- Para kader/motivator harus sudah melakukan pengomposan.
- Mengajarkan dan menggerakkan warga untuk memilah sampah.
- Pendampingan dalam proses pengomposan di rumah tangga.
3. Petugas Pelaksana Pengomposan
- Merupakan tenaga tetap yang melaksanakan proses pengomposan.
Sampah organik rumah tangga yang segar dan lunak, sangat mudah dikomposkan. Pengomposan
dapat dilakukan secara individual di setiap rumah dengan Metoda Takakura atau secara komunal
(skala besar) dengan Metoda Open Windrow oleh Komite Khusus Lingkungan (Kebun Karinda).

METODA-METODA PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK

Metode I. Takakura Home Methode (THM)/Pengolahan skala individual/rumah tangga.

Dinamakan Keranjang Takakura karena penemunya adalah ahli pemberdayaan lingkungan dari
Jepang Prof. Koji Takakura.

Proses pengomposan ala keranjang takakura merupakan proses pengomposan aeraob di mana
udara (oksigen) dibutuhkan sebagai asupan penting dalam proses pertumbuhan mikroorganisme
yang menguraikan sampah menjadi kompos dan mengurai gas bau yang timbul (gas ammonia,
metan, asam sulfat dan lain-lain) sehingga tidak berbahaya bagi kehidupan.

Media yang dibutuhkan dalam proses pengomposan yaitu dengan menggunakan keranjang
berlubang, diisi dengan bahan-bahan yang dapat memberikan kenyamanan bagi mikroorganisme.
Proses pengomposan metode ini dilakukan dengan cara memasukkan sampah organic idealnya
sampah organik tercacah ke dalam keranjang setiap harinya dan kemudian dilakukan kontrol
suhu dengan cara pengadukan dan penyiraman air.

Metoda II. Open Windrow (Pengolahan skala komunal)

Proses pengomposan Metode Open Windrow merupakan proses pengomposan aeraob di mana
udara (oksigen) dibutuhkan sebagai asupan penting dalam proses pertumbuhan mikroorganisme
yang menguraikan sampah menjadi kompos dan mengurai gas bau yang timbul (gas ammonia,
metan, asam sulfat dan lain-lain) sehingga tidak berbahaya bagi kehidupan.

Metoda ini tepat untuk skala besar pengolahan sampah organic yang berasal dari rumah tangga,
katering, dan dari pasar.

Pengolahan dengan metode ini memerlukan tempat yang teduh, terhindar dari sinar matahari
langsung dan terlindung dari air hujan.

Proses pengomposan metode ini dilakukan dengan cara mencampurkan sampah organic ke
dalam inokulan padat/starter kompos dan dilakukan pengadukan setiap dua hari untuk dilakukan
kontrol suhu, untuk mendapatkan asupan oksigen secara ideal bagi keberlangsungan hidup
mikroba pengurai dan mengendalikan gas buang yang berbahaya bagi kesehatan.

Selain dengan Metoda Open Windrow dapat juga dilakukan dengan Metoda Takakura Susun,
yaitu bahannya dari keranjang-keranjang Takakura.

You might also like