You are on page 1of 11

Sejarah

Dibawah bayangan gunung setinggi 2.914 meter, yang disebut Gunung Merapi, berdiri
Ngayogyakarto Hadiningrat, salah satu kerajaan Mataram di Jawa.
Kini disebut sebagai Yogyakarta (Jogja) mulai tahun 1755, ketika wilayah Kerajaan Mataram
dibagi menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Surakarta (Solo).

Keraton Yogyakarta dibangun oleh Pangeran Mangkubumi pada saat itu, dan beliau
menggunakan keraton sebagai pusat daerah paling berpengaruh di Jawa sejak abad ke-17.
Keraton tetap menjadi pusat kehidupan tradisional dan meskipun ada modernisasi di abad ke-20,
keraton tetap memancarkan semangat kemurnian, yang ditandai dengan kebudayaannya selama
berabad-abad.

Yogyakarta merupakan salah satu pusat kebudayaan di Jawa. Musik gamelan merupakan
pandangan dari masa lalu, klasik dan sejaman, pertunjukan tari-tarian Jawa yang sangat indah
dan memabukkan, pertunjukkan wayang kulit dan ratusan kesenian tradisional yang membuat
para pengunjung terpesona.

Semangat kehidupan yang luar biasa dan kehangatan kota ini sendiri yang hampir tidak pernah
pudar. Seni kontemporer juga tumbuh dalam suburnya kebudayaan dan masyarakat Yogyakarta.
ASRI, Akademi Seni Rupa, sebagai contoh, merupakan pusat kesenian di sini, dan Yogyakarta
telah mencatatkan namanya sebagai sebuah sekolah seni lukis modern penting di Indonesia, yang
mungkin bisa dicontohkan dalam sosok pelukis impresionis, Affandi.

Propinsi ini merupakan salah satu daerah padat di Indonesia dan merupakan pintu gerbang utama
menuju pusat Jawa dimana secara geografis tempat ini berada. Membentang dari Gunung Merapi
di sebelah utara menuju Samudera Hindia di sebelah selatan. Penerbangan harian
menghubungkan Yogyakarta dengan Jakarta, Surabaya, dan Bali, juga kereta api dan angkutan
bis menawarkan perjalanan darat dengan rute sama.

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (disingkat dengan Jogja), merupakan salah satu dari 34
propinsi di Indonesia. Propinsi ini dibagi menjadi 5 daerah tingkat II, Kotamadia Yogyakarta,
Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Gunung Kidul.
Luas Yogyakarta sekitar 3.186 km persegi, dengan total penduduk 3.226.443 (Statistik Desember
1997). Propinsi ini terkenal sebagai kota kebudayaan dan pendidikan dan merupakan daerah
tujuan wisata.
Berdasarkan sejarah, sebelum 1755 Surakarta merupakan ibukota Kerajaan Mataram. Setelah
perjanjian Gianti (Palihan Nagar) pada 1755, mataram dibagi menjadi 2 kerajaan: Kasunanan
Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarto Hadiningrat. Mengikuti kebiasaan,
Pangeran Mangkubumi, adik Susuhunan Pakubuwono II, dimahkotai sebagai Raja
Ngayogyakarto Hadiningrat. Kemudian beliau disebut sebagai Sultan Hamengku Buwono I.
Pada tahun 1813, dibawah penjajahan Inggris, pemisahan kerajaan Mataram terjadi untuk ketiga-
kalinya. Pangeran Notokusumo, putra dari Hamengku Buwono I, dimahkotai sebagai Pangeran
Paku Alam I. Kerajaannya terpisah dari Kasultanan Yogyakarta.

Ketika Republik Indonesia berdiri pada 17 Agustus 1945, yang dilambangkan dengan
penandatanganan Proklamasi Kemerdekaan, Ngayogyakarto Hadiningrat dan Pakualaman
menyatu sebagai salah salah satu propinsi di Indonesia dimana Sri Sultan Hamengku Buwono IX
ditunjuk sebagai gubernur dan Sri Paku Alam VIII sebagai wakil gubernurnya.
Meskipun propinsi DIY mempunyai wilayah yang relatif kecil, namun kaya akan daya tarik
wisata. Pengunjung dapat menemukan berbagai macam hasil seni dan pertunjukan kesenian yang
sangat menarik dan menakjubkan.

Sebagai pusat seni dan budaya di Jawa, terdapat beberapa macam daya tarik wisata di
Yogyakarta. Hal ini menjadi alasan mengapa orang mereferensikan Yogyakarta sebagai tempat
lahirnya kebudayaan Jawa. Dan untuk pecinta gunung, pantai atau pemandangan indah,
Yogyakarta juga menyediakan beberapa tempat untuk itu.
Propinsi ini juga diakui sebagai tempat menarik untuk para periset, ahli geologi, ahli speleogi
dan vulkanologi merujuk pada adanya gua-gua di daerah batuan kapur dan gunung berapi yang
aktif. Di selatan kabupaten Gunung Kidul merupakan ujung laut, dimana terdapat beberapa fosil
biota laut dalam batuan kapur sebagai buktinya.
Untuk para arkeolog, Yogyakarta sangat menarik sebab setidaknya ada 36 candi / situs-situs
sejarah disini. Ada beberapa peninggalan peradaban dari abad ke-9. Salah satunya, candi
Prambanan adalah candi Hindu terbesar dan paling terkenal di Indonesia. Borobudur, candi
Budha terbesar, tercatat sebagai salah satu “tujuh keajaiban di dunia”. Borobudur dapat dicapai
selama 1 jam dari kota, hanya 42 km sebelah barat laut Yogyakarta.
Dalam perjalanan ke Borobudur, dapat mengunjungi Candi Mendut dan Candi Pawon. Candi
Mendut merupakan tempat untuk pemujaan, dengan adanya arca Budha Gautama didalamnya.
Beberapa upacara ritual juga masih berlangsung di Yogyakarta, dan masih dilaksanakan sampai
sekarang.

Lingkungan yang indah, arsitektur tradisional, kehidupan sosial, dan upacara-upacara ritual
membuat Yogyakarta menjadi tempat paling menarik untuk dikunjungi. Seni dan budaya
tradisional seperti musik gamelan dan tari-tarian tradisional akan selalu mengingatkan penonton
akan kehidupan Yogyakarta beberapa abad yang lalu.
Pembangunan teknologi modern berkembang di Indonesia dan di Yogyakarta, ini berkembang
secara harmoni dengan adat dan upacara tradisional.
Sesuai namanya, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memang benar-benar istimewa. Orang-
orangnya sangat ramah. Hal ini membentuk kehidupan dan kelakuan mereka. Mereka menyukai
olahraga tradisional, panahan sebagai hobi dan juga sangat menyukai permainan burung
perkutut. Mereka juga percaya bahwa orang dapat menikmati hidup dengan mendengarkan
kicauan burung. Kompetisi panahan tradisional selalu diselenggarakan untuk memperingati
kelahiran raja, yang disebut dengan “Wiyosan Dalem”. Dan pada saat Sri Sultan Hamengku
Buwono X lahir, tradisi ini juga dilaksanakan.

Dengan adanya berbagai macam kesenian adat dan upacara tradisional yang masih berlangsung,
Yogyakarta juga dikenal sebagai “museum hidup Jawa”, yang dicerminkan dalam segala bentuk
hal-hal tradisional berupa kendaraan, arsitektur, pasar, pusat cindera mata, museum, dan banyak
pilihan atraksi wisata di Yogyakarta.
Semua Tentang Jogja

Geografis Jogja

Propinsi Daerah Yogyakarta merupakan Propinsi yang mempunyai status sebagai Daerah
Istimewa. Status Daerah Istimewa ini berkaitan dengan sejarah terjadinya Propinsi ini, pada
tahun 1945, sebagai gabungan wilayah Kesultanan Ngayogyokarta Hadiningrat dan Kadipaten
Pakualaman, yang menggabungkan diri dengan wilayah Republik Indonesia yang
diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, oleh Sukarno dan Moh. Hatta.

Ujung bagian Utara Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan puncak gunung Merapi
dengan ketinggian ± 2920 meter diatas permukaan laut merupakan salah satu gunung Api
terakhir teraktif di dunia. Oleh para ahli gunung berapi (vulkanolog) internasional, gunung api
ini sangat terkenal karena bentuk letusannya yang khas, dan sejenis dengan letusan gunung api
Visuvius di Italia. Sampai saat ini gunung Merapi masih sangat aktif. Puncaknya selalu
mengepulkan asap, yang merupakan panorama kota Yogyakarta sebelah utara.

Luas Propinsi Daerah Istimewa Yogyakrta, lebih kurang 3.186 Km2 berpenduduk 3.311.812
jiwa (data tahun 2000) dan terbagi menjadi 5 Daerah Kabupaten / Kota, yakni:
Kota Yogyakarta, yang merupakan Ibu kota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kabupaten Sleman, dengan Ibukota Beran.
Kabupaten Gunungkidul, dengan Ibukota Wonosari.
Kabupaten Bantul, dengan Ibukota Bantul.
Kbupaten Kulonprogo, dengan Ibukota Wates.

Setelah wafatnya Sri Sulatan Hamengku Buwono IX sebagai Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta, Pejabat Gubernur Propinsi DIY dijabat oleh Sri Paku Alam VIII, yang sebelumnya
sebagai Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dan sejak Sabtu 3 Oktober 1998 Gubernur
Daerah Istimewa Yogyakarta dijabat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X sampai saat ini.
Semua Tentang Jogja

Kraton dan Masyarakat Jogja

Kraton sebagai pionir Jogja mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi budaya masyarakat
Jawa di Jogja. Masyarakat percaya bahwa Kraton merupakan referensi budaya mereka. Beberapa
studi yang dilakukan pada tahun 1990 menunjukkan bahwa kesetiaan masyarakat kepada Kraton
sangat tinggi. Pengaruh tersebut makin meluas semenjak Raja dapat menggabungkan
kepemimpinan yang karismatik dengan kepemimpinan yang rasional dan modern.

Salah seorang raja tersebut adalah Sultan HB IX. Ia adalah figure yang menonjol pada masa
perjuangan saat mendirikan Republik Indonesia. Ia menjadi wakil presiden kedua RI yang
mendukung pendirian Perguruan Tinggi pertama di Indonesia yaitu: Perguruan Tinggi Gadjah
Mada (sekarang UGM). Ia meminjamkan Siti Hinggil Lord an Pagelaran (salah satu bagian dari
Kraton) sebagai Kampus UGM tahun 1945.

Hubungan erat antara masyarakat Jogja dan Kraton tampak nyata dalam kesenian, ritual, dan
upacara adat mereka. Misalnya pada pernikahan tradisional, pengantin pria dan wanita boleh
mengenakan pakaian keluarga kerajaan yang disebut ‘basahan’. Dahulu hanya keluarga kerajaan
yang boleh memakai pakaian tersebut.
Masyarakat Jogja yang Multi Etnik

Jogja dikenal sebagai kota pendidikan, karena ratusan institusi pendidikan berjejalan di kota ini.
Setiap tahun ribuan mahasiswa baru dari luar Jogja, bahkan luar Jawa datang ke Jogja untuk
menuntut ilmu. Pemerintah Daerah dari luar Jogja menyediakan asrama bagi para mahasiswa
daerah tersebut yang belajar di Jogja.

Sebagai konsistensi dari keberadaan beragam kelompok etnik tersebut, Jogja menjadi sangat
heterogen dalam masyarakatnya. Data statistik menunjukan hampir 2% penduduk Jogja bukan
orang Jawa. Maka pernikahan antar etnis pun tak ter-elakan. Uniknya orang luar Jawa yang
menikah dengan orang Jawa merasa ‘nJawani’ (lebih Jawa) dibanding etnis aslinya.
Bahasa

Sejak Jogja menjadi lebih heterogen, masyarakat rata-rata menggunakan Bahasa Indonesia
berkomunikasi. Bahasa Jawa hanya digunakan masyarakat Jawa ketika mereka berkomunikasi
dengan sesama orang Jawa.

Jika Anda tertarik untuk mempelajari Bahasa Indonesia atau Jawa, Anda dapat mengunjungi
berbagai tempat pelatihan yang ada di Jogja.
Orang Jogja

Tidak sulit untuk bergaul dengan orang Jogja, mereka rata-rata bersahabat, terbuka, dan toleran.
Berjabat tanganlah dengan tangan kanan terlebih dahulu, karena itu adalah merupakan kebiasaan
sebelum berkenalan. Jika orang Jogja bertemu dengan kenalan baru mereka akan
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama mereka. Orang Jawa biasanya menjabat tangan
dan bertanya “Apa kabarmu?” sebelum menajutkan percakapan.

Meski orang Jogja sangat terbuka dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap orang non-Jawa
termasuk orang asing, namun secara umum orang Jogja menyukai dan menghargai Kesopanan.
Contoh, mereka menghargai orang yang dalam berbicara perlahan-lahan , sambil tersenyum,
serta penuh kesopanan. Mereka juga selalu menanyakan sesuatu dengan diawali dengan:
‘bolehkah saya…’, ‘permisi saya mau…’ dan lain-lain.

Orang Jogja rata-rata masih bisa menerima jika ada orang asing yang berkelakuan tidak
semestinya (seperti orang Jawa), tapi mereka tidak akan mentolerir jika yang melakukan tersebut
adalah orang Jawa.

Img by: baliparadise.com


Pekerjaan dan Kepercayaan

Sekitar 40% masyarakat Jogja adalah petani dan 40% nya lagi bekerja di bidang perdagangan,
servis, industri, dan lain-lain. Di Kota Jogja 98% penduduknya bekerja di sektor perdagangan
dan jasa, khususnya di sektor wisata dan pendidikan.

Dikarenakan pengaruh sejarah Islam di Kerajaan Mataram yang panjang, hampir 93% penduduk
Jogja memeluk agama Islam, sedangkan 6%nya Kristiani. Muhammadiyah, salah satu organisasi
Islam terbesar di Indonesia lahir dan sangat berpengaruh di Jogja.

Img by: baliparadise.com

You might also like