You are on page 1of 29

 

KEDUTAAN BESAR REPUBLIK INDONESIA


EMBASSY OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
8 Darwin Avenue, Yarralumla, Canberra, A.C.T. 2600
AUSTRALIA
 

PERNYATAAN PERS MENTERI LUAR NEGERI RI


REFLEKSI TAHUN 2002 DAN PROYEKSI TAHUN 2003
Jakarta, 8 Januari 2003

I. TINJAUAN UMUM

1. Dinamika hubungan internasional pada tahun 2002 diwarnai berbagai gejolak dalam agenda-agenda politik,
keamanan dan ekonomi global, yang juga diperkirakan masih akan terus berkembang dan tidak mudah untuk
diprediksikan pada tahun 2003. Perkembangan situasi konflik di berbagai belahan dunia, seperti masalah
Palestina, Irak, dan Semenanjung Korea, masih tetap menghadirkan tantangan yang berat bagi upaya
memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Sementara itu, terorisme telah menjadi isu internasional
yang paling menonjol sepanjang tahun 2002; menambahi isu-isu internasional penting lainnya seperti masalah
tenaga kerja, lingkungan, HAM, dan liberalisasi perdagangan.

2. Dampak dan imbas peristiwa 11 September 2001 di New York dan Washington D.C. pada berbagai bidang
kehidupan masyarakat dunia terus bergulir sepanjang tahun 2002 dan masih akan terus bergulir pada tahun
2003. Peristiwa itu sebelumnya tidak masuk hitungan atau prediksi siapapun. Namun dampaknya bagi dunia,
termasuk bagi Indonesia, sungguh luar biasa. Selain masalah keamanan, aksi teror itu telah berpengaruh
signifikan pada bidang ekonomi terutama perdagangan, pariwisata, dan transportasi udara.

3. Malangnya, ketika Indonesia mulai melangkah ke luar dari dampak peristiwa itu, kita dihadapkan pada
tragedi bom Bali 12 Oktober 2002. Aksi peledakan bom di Bali telah membawa dampak luas bagi kehidupan
politik, ekonomi, perdagangan, investasi, dan pariwisata Indonesia. Peristiwa Bali telah sekali lagi membuktikan
bahwa tidak ada satupun titik di dunia yang kebal terhadap ancaman terorisme. Upaya untuk memerangi dan
mengatasi dampaknya memerlukan kerjasama internasional. Ungkapan bela sungkawa, simpati dan bantuan
dari masyarakat internasional kepada Indonesia, mencerminkan dukungan penuh masyarakat internasional
kepada Pemerintah dan rakyat Indonesia dalam upaya memerangi terorisme. Berbagai pihak, termasuk PBB
dan ASEAN, telah mengeluarkan resolusi dan keputusan yang meminta semua negara untuk segera
bekerjasama memberikan bantuan dan dukungan kepada Indonesia serta menyerukan untuk memerangi
segala bentuk terorisme.

4. Kerja keras dan kesungguhan Pemerintah bersama semua komponen masyarakat dalam mengatasi dampak
tragedi Bali telah mendapatkan apresiasi yang tinggi dari masyarakat internasional. Dalam proses investigasi,
Polisi Republik Indonesia dalam waktu relatif singkat telah berhasil menangkap para pelaku pemboman dan
mengungkap jaringan teroris yang terkait. Dalam waktu relatif singkat pula, proses identifikasi jenasah para
korban telah dapat dirampungkan. Dalam upaya investigasi dan identifikasi tersebut, Polisi Republik Indonesia
telah memanfaatkan kerjasama yang baik dari negara-negara lain seperti Australia, Jepang, Amerika Serikat
dan Inggris. Hal itu membuktikan bahwa mekanisme kerjasama bilateral dan multilateral yang telah ditata
sebelumnya melalui proses diplomasi ternyata telah mendatangkan manfaat yang besar pada waktu kita secara
nyata membutuhkan kerjasama internasional.

5. Namun tantangannya sekarang adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat internasional terhadap


keamanan di Bali dan Indonesia pada umumnya. Dengan demikian, maka dampak buruk ekonomi dapat
segera diatasi dan Bali dapat segera pulih sebagai tujuan wisata internasional. Dalam hal ini, solidaritas dan
dukungan yang telah ditunjukkan oleh berbagai kalangan masyarakat di dalam negeri telah sangat mendukung
upaya pemulihan citra Bali dan Indonesia pada umumnya di mata masyarakat internasional.

6. Penting untuk dicatat bahwa peristiwa Bali telah sekali lagi menunjukkan semakin dekatnya keterkaitan
antara faktor-faktor internasional dan domestik. Di satu sisi, lingkungan internasional global dapat secara
langsung mempengaruhi kehidupan keseharian masyarakat kita. Faktor-faktor di luar kita dapat secara negatif
mempengaruhi agenda dalam negeri kita, yang pada gilirannya mempengaruhi daya mampu kita dalam
menjalankan agenda politik luar negeri. Sedangkan, di sisi lain, kebijakan dan tindakan pada tingkat domestik---
bahkan lokal---dapat memiliki jangkauan pengaruh pada tingkat internasional global.

7. Dalam konteks keterkaitan antara faktor-faktor internasional dan domestik itu maka upaya diplomasi
dilakukan pula untuk memagari potensi disintegrasi bangsa, terutama dalam upaya mengatasi masalah Aceh
dan Papua. Sepanjang tahun 2002, kita telah berhasil meraih, memperkuat dan mengkonsolidasikan dukungan
penuh masyarakat internasional terhadap integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia di berbagai
forum regional (seperti ASEAN, ARF, dan PIF), organisasi global PBB, serta negara-negara lain secara
individual. Lebih jauh lagi, dukungan masyarakat internasional terhadap otonomi khusus sebagai modalitas
penyelesaian masalah juga telah berhasil diraih.

8. Penandatanganan Kesepakatan Penghentian Permusuhan yang ditandatangani di Jenewa pada tanggal 9


Desember 2002 merupakan tahap awal dari serangkaian proses penyelesaian masalah Aceh. Sesuai
kesepakatan, tahap berikutnya adalah dialog yang melibatkan seluruh komponen masyarakat Aceh (all-
inclussive dialogue) dan kemudian pada tahun 2004 rakyat Aceh akan memilih para pemimpinnya secara
demokratis di dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peristiwa ini telah membangkitkan harapan
baru bagi rakyat Aceh dan mendapat sambutan baik dari masyarakat internasional.

9. Dalam pengelolaan politik luar negeri yang bebas dan aktif, Indonesia terus menempatkan ASEAN sebagai
pilar utama (corner stone). Di samping itu, penguatan interaksi dan kerjasama juga diarahkan kepada negara-
negara di kawasan Asia Timur, seperti China, Jepang, dan Korea Selatan, yang tercermin melalui proses
ASEAN+3. Pijakan interaksi yang kokoh dengan negara-negara tersebut semakin penting artinya seiring
dengan terus bergulirnya pemikiran dan proses ke arah "Masyarakat Asia Timur".

10. Sementara itu, untuk meningkatkan interaksi dengan negara-negara tetangga di kawasan Timur, Indonesia
telah mengembangkan tiga struktur hubungan. Pertama, interaksi melalui pengelolaan hubungan segi tiga
Indonesia, Australia, dan Timor Leste melalui "Tripartite Consultation" yang pada bulan Februari 2002 di Bali
telah dimulai pada tingkat Menlu. Ke-dua, pembentukan "Dialog Pasifik Barat Daya" atau "Southwest Pacific
Dialogue" (SwPD, terdiri dari Indonesia, Filipina, Australia, Selandia Baru, Papua Nugini, dan Timor Leste) di
Yogyakarta pada tanggal 5 Oktober 2002. Ke-tiga, meningkatkan interaksi dengan negara-negara kepulauan
Pasifik melalui partisipasi Indonesia sebagai mitra dialog dalam Pacific Islands Forum (PIF).

11. Sebagai pelaksanaan amanat konstitusi dan politik luar negeri yang bebas aktif, yang ditujukan bagi
kepentingan nasional, Indonesia terus berupaya membina hubungan bilateral yang baik dan saling
menguntungkan dengan negara-negara tetangga dan negara-negara penting lainnya di kawasan. Indonesia
juga terus berupaya mendorong terwujudnya tata pergaulan antar-negara yang mengacu pada pencapaian
perdamaian, keamanan dan kemakmuran di kawasan terdekat. Situasi kawasan yang kondusif pada gilirannya
dapat menjadi faktor pendukung bagi upaya memulihkan kehidupan ekonomi dan melanjutkan proses reformasi
Indonesia.

12. Sengketa tentang status kepemilikan atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan antara Indonesia dan Malaysia,
berdasarkan Special Agreement tahun 1997, telah diputuskan Mahkamah Internasional pada tanggal 17
Desember 2002. Keputusan Mahkamah Internasional bahwa kedua pulau tersebut milik Malaysia berdasarkan
pertimbangan "effectivites" (dalam ukuran tindakan publik dari pihak British Borneo secara terus menerus
selama 80 tahun, sebelum status quo 1969, yang bersifat penegasan dari kedaulatan mereka) dan karena itu
meneruskan status kepemilikan atas kedua pulau tersebut kepada pihak Malaysia telah kita terima.
Penyelesaian sengketa melalui proses adjudikasi merefleksikan tingkat kedewasaan hubungan antara kedua
negara. Komitmen itu hanya mungkin dibuat di dalam lingkungan politik yang kondusif, baik secara bilateral
maupun regional yang mencerminkan kematangan dalam interaksi kedua negara sekaligus merupakan
preseden dan contoh bagi interaksi di antara negara-negara di kawasan untuk masa-masa mendatang.

13. Pada tahun 2002, pengelolaan hubungan bilateral antara Indonesia dan negara-negara tetangga terdekat
telah menghadapi berbagai ujian berat seperti masalah pemulangan TKI tanpa dokumen dari Malaysia,
masalah proses hukum terhadap WNI di Filipina, dan masalah-masalah yang menyangkut isu terorisme dengan
Singapura dan Australia. Di satu sisi, masalah-masalah tersebut menunjukkan semakin tingginya tingkat
interaksi dan interdependensi antara faktor-faktor domestik kita dengan faktor-faktor domestik di negara-negara
tetangga. Sementara di sisi lain, tingkat kepedulian dan kepekaan masyarakat kita sudah sedemikian tingginya
sehingga menuntut Pemerintah untuk lebih memperhatikan lagi masalah pengelolaan pengiriman TKI dan
perlindungan WNI di luar negeri.

14. Juga pada tahun 2002, Indonesia mulai mengelola hubungan bilateralnya dengan negara baru Timor Leste.
Kehadiran Presiden RI pada upacara deklarasi kemerdekaan Timor Leste di Dili menjelang tanggal 20 Mei
2002 merupakan tonggak bersejarah dalam hubungan bilateral kedua negara yang dilandasi semangat
rekonsiliasi dan memandang ke masa depan. Sebagai dua negara bertetangga dekat, Indonesia dan Timor
Leste sama-sama berkepentingan untuk membina hubungan bilateral yang harmonis dan saling
menguntungkan demi stabilitas hubungan itu sendiri maupun stabilitas di kawasan Asia Tenggara dan kawasan
Asia Pasifik Barat Daya. Pertemuan Komisi Bersama Pertama pada tingkat Menteri telah diadakan di Jakarta
pada Oktober 2002 yang membahas berbagai permasalahan residual yang muncul akibat terpisahnya Timor
Timur dari Indonesia.

15. Di luar kawasan terdekat, Indonesia juga terus mendorong pengembangan hubungan yang bersifat multi-
dimensional dan saling menguntungkan dengan negara-negara yang memiliki jangkauan strategis global yaitu
Amerika Serikat, negara-negara Uni Eropa dan Federasi Rusia. Nilai penting hubungan Indonesia dengan
Amerika Serikat dan Uni Eropa adalah peran nyata mereka sebagai mitra dagang dan sumber investasi.
Berjalannya proses reformasi di Indonesia bukan hanya menghilangkan ganjalan politis yang ada pada masa
lalu tetapi juga membuka peluang pengembangan hubungan yang lebih baik dari sebelumnya dengan Amerika
Serikat dan Uni Eropa, sebagai sesama negara demokrasi. Hal serupa juga berlaku untuk Rusia yang, dengan
reformasi dan orientasi ekonomi pasar, membuka peluang bukan hanya bagi pengembangan hubungan
perdagangan tetapi juga kerjasama teknologi dan militer.

16. Pada lingkup global, Indonesia terus berupaya memperkuat multilateralisme khususnya melalui PBB.
Dengan berakhirnya Perang Dingin, dari segi politik dan keamanan telah menguat gejala unipolar dengan
munculnya satu-satunya kekuatan yang memiliki jangkauan militer global. Harapan tentang tatanan dunia baru
(new world order) yang merupakan hasil proses multilateralisme telah menipis, dengan menonjolnya
unilateralisme. Perang Teluk, Perang Balkan, dan kampanye intensif ke arah perang terhadap Iraq dewasa ini
merupakan wujud dari tindak sepihak yang cenderung mengenyampingkan proses multilateral di bawah PBB.
Indonesia secara konsisten menempatkan arti penting PBB dalam pengelolaan masalah-masalah perdamaian
dan keamanan internasional. Sesuai Piagam PBB, masalah perdamaian dan keamanan internasional
merupakan tanggung jawab bersama (collective responsibility) melalui mekanisme dan mandat yang diberikan
kepada Dewan Keamanan. Karena itu, Indonesia menolak setiap tindak sepihak yang diputuskan di luar
mekanisme PBB.

17. Restrukturisasi dan revitalisasi PBB merupakan keharusan. Proses demokratisasi perlu didorong tidak
hanya pada tingkat nasional tetapi juga pada tingkat internasional. Dalam kaitan ini, upaya menggalang
kerjasama melalui GNB, Kelompok 77 dan OKI menjadi lebih signifikan sebagai konstituen penting dalam
upaya kolektif ke arah restrukturisasi dan revitalisasi forum global PBB. Indonesia menuntut agar seruan
demokratisasi tidak hanya berlaku pada tingkat nasional tetapi juga pada tataran internasional.

18. Diplomasi Indonesia juga tetap diarahkan pada upaya penggalangan posisi bersama negara-negara
berkembang dalam menanggulangi kesenjangan dan ketimpangan yang semakin menajam pada tingkat
kemakmuran dan penguasaan teknologi. Dalam kaitan ini, Indonesia secara konsisten berperan aktif di
berbagai forum seperti GNB, OKI, Kelompok 15, Kelompok 77, dan D-8.

19. Dalam konteks membantu pemulihan perekonomian nasional, diplomasi diarahkan untuk menterjemahkan
kedekatan politik dalam hubungan bilateral menjadi interaksi-interaksi produktif di bidang perdagangan,
investasi, hutang luar negeri, pariwisata dan tenaga kerja.

20. Negara-negara donor pada Pertemuan Paris Club III April 2002 telah menyetujui diterapkannya tenggang
masa penangguhan pembayaran hutang Indonesia termasuk penjadwalan pembayaran bunga hutang serta
dimungkinkannya pelaksanaan konversi hutang (debt swap) atau pertukaran antara hutang yang ada dengan
pengelolaan program pembangunan. Diterimanya usulan Pemerintah Indonesia mengenai debt swap tersebut
tentunya merupakan langkah baru yang cukup signifikan dalam menjajaki dan menyiasati peluang baru untuk
mengurangi beban hutang luar negeri Indonesia yang saat ini sudah mencapai titik yang sangat
memprihatinkan.

21. Dalam konteks WTO, melalui sidang-sidang Trade Negotiations Committee (TNC), Indonesia mendesak
perlunya percepatan perundingan isu-isu pembangunan yang menjadi kepentingan negara-negara berkembang
sesuai mandat Deklarasi Doha 2002. Sedangkan dalam forum WSSD, Indonesia telah menjadi tuan rumah
sekaligus Ketua Pertemuan Tingkat Menteri Ke-empat Komite Persiapan KTT Pembangunan Berkelanjutan
yang berlangsung di Bali, Mei-Juni 2002. Pada KTT WSSD sendiri yang berlangsung di Johannesburg, Afrika
Selatan, September 2002, berbagai posisi Indonesia antara lain mengenai prinsip-prinsip Rio, multilateralisme,
pengentasan kemiskinan, pendanaan, perdagangan dan bidang-bidang sektoral secara umum telah
tertampung dalam Johannesburg Declaration on Sustanaible Development dan Johannesburg Plan of
Implementation.

22. Fokus dan prioritas pelaksanaan politik dan hubungan luar negeri sesuai dengan Program Kerja Kabinet
Gotong Royong mencakup empat hal yaitu mempertahankan kesatuan nasional dan integritas wilayah Republik
Indonesia, membantu pemulihan perekonomian nasional, membantu pemulihan citra Indonesia di mata
masyarakat internasional dan memberikan perlindungan terhadap warga negara Indonesia di luar negeri.
Dalam hal ini, memasuki tahun 2003, upaya-upaya dan prakarsa diplomasi yang telah dilakukan sebelumnya
akan terus ditingkatkan dan dikembangkan.

23. Di antara agenda-agenda penting tahun 2003, akan dilanjutkan dan ditingkatkan upaya memperkokoh
ASEAN sebagai pilar utama politik luar negeri Indonesia. Sebagai Ketua Panitia Tetap ASEAN periode Juni
2003-Juli 2004 dan sebagai tuan rumah KTT ke-9 ASEAN di Bali, 7-8 Oktober 2003, peran kepemimpinan
Indonesia akan memiliki arti penting khususnya dalam upaya menyeimbangkan kegiatan ASEAN di berbagai
bidang kerjasama. Indonesia juga akan mendorong penguatan mekanisme-mekanisme kerjasama politik
ASEAN sehingga dapat lebih efektif dalam menjawab berbagai tantangan kontemporer pada tingkat regional
dan global.

24. Indonesia juga menilai penting upaya membangun jembatan strategis antara kawasan Asia dengan Afrika
melalui suatu pertemuan antara organisasi-organisasi sub-regional di Asia dan Afrika. Gagasan tentang
penyelenggaraan "Asia Africa Sub-Regional Organizations Conference" (AASROC) di Bandung, 16-17 April
2003, telah mendapat sambutan yang sangat menggembirakan. Melalui konperensi tersebut, diharapkan akan
terjalin kemitraan strategis baru Asia-Afrika, yang perekat ideologisnya dijalin dalam KAA tahun 1955.
Pemantapan kemitraan Asia-Afrika tersebut diharapkan akan memberikan sumbangan yang penting bagi
peningkatan peran Gerakan Non-Blok dan sekaligus memperkuat multilateralisme. Konperensi tersebut akan
dikosponsori oleh Afrika Selatan, yang juga menyanggupi untuk menjadi kosponsor untuk konperensi serupa di
Afrika Selatan pada tahun 2004. Hasil-hasil dari kedua konperensi tersebut akan menjadi input substansi bagi
"Golden Jubilee Konperensi Asia Afrika" pada tahun 2005 di Bandung.

II. PERKEMBANGAN HUBUNGAN LUAR NEGERI TAHUN 2002 KERJASAMA ASEAN

25. Pada tahun 2002, yang merupakan 35 tahun pembentukan ASEAN, kerjasama dan hubungan antar negara
ASEAN telah semakin kokoh. Hal ini antara lain ditandai dengan mulai berlakunya mekanisme High Council di
bawah Treaty of Amity and Cooperation (TAC / Bali Treaty 1976), yang merupakan mekanisme penyelesaian
sengketa secara damai antara negara-negara pihak di kawasan. Sementara itu, penetapan secara resmi
Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area - AFTA) untuk 6 negara ASEAN (Brunei
Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philippina, Singapura dan Thailand) telah dimulai pada 1 Januari 2002.
Dengan berlakunya AFTA, sebagian besar produk yang dimasukkan ke dalam "Inclusion List" kini dikenakan
bea masuk yang sangat rendah yaitu 0-5%. Walaupun demikian, AFTA masih belum dapat memicu
perdagangan intra-ASEAN yang pada saat ini masih merupakan seperempat dari seluruh perdagangan luar
negeri negara-negara ASEAN. Dalam hal ini, Indonesia perlu berusaha meningkatkan efisiensi dan daya saing
untuk dapat memanfaatkan AFTA.

26. Tercatat beberapa kegiatan ASEAN yang menonjol selama tahun 2002, antara lain rangkaian Pertemuan
Tingkat Menteri (PTM) ASEAN ke-35, PTM Forum Regional ASEAN, PTM ASEAN dengan Sepuluh Negara
Mitra Wicara ASEAN, PTM ASEAN dengan masing-masing negara mitra wicara, PTM ASEAN+3 (China,
Jepang dan Korea) pada tanggal 28 Juli-1 Agustus 2002 di Brunei Darussalam, serta KTT ke-8 ASEAN di
Phnom Penh, Kamboja, 3-5 November 2002. Di samping itu dalam rangkaian KTT ke-8 ASEAN, untuk pertama
kalinya dilakukan KTT ASEAN-India.

27. Para pemimpin ASEAN pada KTT ke-8 ASEAN telah mengesahkan Declaration on Terrorism yang antara
lain mengecam tragedi pemboman di Bali dan Filipina Selatan, serta menegaskan bahwa terorisme tidak terkait
dengan agama atau suku bangsa tertentu. Melalui deklarasi tersebut para pemimpin ASEAN juga mendesak
masyarakat internasional untuk membantu usaha ASEAN melawan terorisme dan pemulihan dunia usaha di
kawasan. Untuk itu para pemimpin ASEAN meminta masyarakat internasional tidak serta-merta melarang
warganegaranya untuk berkunjung ke negara-negara ASEAN. Di samping itu, pada pertemuan Tingkat Menteri
ASEAN dengan Amerika Serikat pada 1 Agustus 2002, telah ditandatangani MoU ASEAN-US Joint Declaration
for Cooperation to Combat International Terrorism sebagai langkah kerjasama menanggulangi dan
memberantas terorisme. Indonesia mengharapkan partisipasi semua negara ASEAN pada (Tripartite)
Agreement on Counter Terrorism 2002.

28. Hubungan erat antara ASEAN dengan negara-negara kawasan khususnya Asia Timur semakin meningkat,
yang tercermin dalam proses kerjasama ASEAN+3. Hal yang menonjol dalam menghadapi krisis keuangan dan
ekonomi yang melanda kawasan adalah disepakatinya 8 (delapan) bilateral swaps arrangements (BSAs) dalam
kerangka Chiang Mai Initiative dengan nilai total US$ 23 milyar. Mengenai proses kerjasama pembangunan,
ASEAN+3 menyepakati hasil-hasil penting pertemuan Intiative for Development in East Asia (IDEA) pada bulan
Agustus 2002 di Tokyo. Pada KTT ASEAN+3, tanggal 4 November 2002, para pemimpin negara-negara
ASEAN+3 menyambut baik laporan akhir East Asia Study Group (EASG) sebagai dasar bagi pengembangan
kerjasama ASEAN+3. Para pemimpin juga sepakat perlunya memperkuat lebih jauh kerjasama Asia Timur.
Dalam upaya memerangi kejahatan lintas negara, para pemimpin ASEAN+3 teleh menyepakati untuk
meningkatkan kerjasama yang akan berpengaruh pada keamanan Asia Pasifik.

29. ASEAN telah pula mencatat kemajuan penting dengan Cina melalui penandatanganan Framework
Agreement on ASEAN-China Economic Cooperation, yang merupakan landasan bagi perundingan ASEAN-
China Free Trade Area (ACFTA). Pelaksanaan ACFTA disepakati bagi ASEAN 6 pada tahun 2010, dengan
fleksibilitas hingga 2012 bagi produk-produk sensitif, sementara bagi Kamboja, Laos, Myammar dan Vietnam
pada tahun 2015. Sementara itu di bidang politik keamanan telah dilakukan penandatanganan Declaration on
the Conduct of Parties in the South China Sea oleh para Menlu ASEAN dan Cina pada tanggal 4 Nopember
2002, dan pengesahan Joint Declaration of ASEAN and China on Cooperation in the Field of Non-Traditional
Security Issues.

30. Dengan Jepang, telah dibuat kerangka bagi pengembangan kerjasama kemitraan, antara lain melalui
pembentukan Free Trade Area (FTA) dalam jangka waktu 10 tahun yang ditandai dengan penandatanganan
Joint Declaration on ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (CEP). Sementara itu kerjasama
ASEAN dan Korea juga ditingkatkan dengan tercapainya kesepakatan untuk mengembangkan kerjasama di
bidang sumber daya manusia, pariwisata, teknologi informasi dan pelayanan kesehatan.

31. Selama tahun 2002 kerjasama ASEAN di bidang pembangunan sosial terutama ditujukan pada upaya-
upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia, kualitas hidup masyarakat ASEAN, serta upaya membentuk
program kerja ASEAN di bidang kesejahteraan sosial, keluarga dan kependudukan untuk tahun 2003-2006. Di
bidang kesehatan, ASEAN memfokuskan pada upaya mempercepat Healthy ASEAN 2020, dengan
mengintensifkan kerjasama para ahli di bidang penanggulangan wabah penyakit menular, khususnya
HIV/AIDS. Kerjasama di bidang Lingkungan Hidup khususnya dalam hal penanggulangan asap telah
mengalami kemajuan, yaitu dengan telah ditandatanganinya "ASEAN Agreement on Transboundary Haze
Pollution" pada World Conference and Exhibition of Land and Forest Fire Hazard di Kuala Lumpur bulan Juni
2002.

32. Dukungan penuh negara-negara peserta ASEAN Regional Forum (ARF) terhadap integritas teritorial dan
kedaulatan Indonesia disampaikan melalui Pernyataan Ketua ARF ke-9 (Chairman's Statement) pada
Pertemuan Tingkat Menlu ARF di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, pada tanggal 31 Juli 2002.

ASIA PASIFIK

33. Hubungan bilateral antara Indonesia dan negara-negara tetangga terdekat pada umumnya berjalan dengan
baik dan semakin matang. Namun demikian, hubungan tersebut sering diwarnai pula dengan adanya
perbedaan persepsi terhadap suatu permasalahan yang harus dipandang sebagai dinamika hubungan antar
negara.

34. Masalah TKI ilegal menjadi salah satu isu yang menjadi ujian bagi kematangan hubungan Indonesia-
Malaysia, terutama setelah Malaysia memberlakukan UU Keimigrasian yang baru pada tahun 2002. Dalam
rangka mengantisipasi agar para TKI mendapat perlindungan hukum di Malaysia, Indonesia telah mengajukan
rancangan MoU mengenai penempatan TKI di Malaysia. MoU ini diharapkan dapat memberikan jaminan
perlindungan hukum, kesejahteraan dan jaminan kesehatan para TKI di Malaysia. MoU juga bertujuan untuk
menertibkan para agen tenaga kerja di Malaysia dan PJTKI di Indonesia.

35. Sengketa kewilayahan atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan antara Indonesia dan Malaysia telah
diputuskan oleh Mahkamah Internasional pada tanggal 17 Desember 2002. Mahkamah Internasional
memutuskan bahwa kedua pulau tersebut milik Malaysia atas pertimbangan "effectivitee" yang dilakukan
pemerintah kolonial Inggris pada tahun 1930-an dengan melakukan tindakan administrasi dan legislasi secara
nyata sebagai wujud pelaksanaan kedaulatannya, berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung,
pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930-an, dan pengoperasian mercu suar sejak
1960-an.

36. Keputusan Mahkamah Internasional dalam kasus Sipadan-Ligitan ini diharapkan membuka satu babakan
hubungan bilateral antara Indonesia dan Malaysia yang lebih bersahabat, dewasa dan produktif. Indonesia dan
Malaysia bersama-sama mewarisi suatu masalah dari pemerintah kolonial Inggeris dan Belanda yang tidak
dapat menyelesaikan sengketa wilayah di antara mereka sejak tahun 1891. Sejak waktu itu hingga sekarang,
kita dituntut untuk mengatasi masalah kepemilikan kedua pulau tersebut yang ketentuan hukum tertulis
(konvensi) yang mengaturnya tidak jelas, demikian juga dengan praktek kenegaraan oleh kedua pihak yang
tidak konsisten dan karena itu sangat terbuka bagi interpretasi.

37. Perlu dicatat bahwa ketika Indonesia dan Malaysia bersepakat untuk menyerahkan masalah ini pada
adjudikasi pihak ke-tiga (Mahkamah Internasional), maka masalah ini telah beralih dari masalah diplomasi yang
telah diupayakan antara tahun 1969 sampai dengan 1996 menjadi masalah hukum. Upaya penyelesaian
sengketa Sipadan-Ligitan melalui Mahkamah Internasional adalah yang pertama kali dilakukan di kawasan.
Penyelesaian kasus ini merupakan preseden dan contoh bagi interaksi di antara negara-negara di kawasan
untuk masa-masa mendatang. Dengan demikian, penyelesaian kasus ini memperkuat arti penting dari
penggunaan cara-cara damai dalam menyelesaikan masalah-masalah teritorial ataupun masalah-masalah
lainnya di kawasan Asia Tenggara.

38. Dalam hubungan Indonesia-Singapura, masalah pasir laut menjadi isu aktual dalam hubungan bilateral
antara Indonesia dan Singapura tahun 2002. Sampai saat ini baru sekitar 80% perbatasan antara RI-Singapura
yang telah disepakati, sedangkan 20% lainnya masih belum ada kesepakatan. Isu lain adalah rencana
Indonesia untuk mengambil alih pengelolaan pelayanan lintas udara / Flight Information Region (FIR) atas
wilayah udara di kepulauan Natuna dan sekitarnya.
39. Beberapa isu menonjol dalam hubungan bilateral RI-Filipina, seperti penetapan batas maritim kedua
negara, kasus-kasus proses hukum terhadap WNI, dan masalah WNI tanpa dokumen di Filipina, perlu untuk
terus diusahakan penyelesaiannya. Dalam Pertemuan Komisi Bersama RI-Filipina pada bulan Desember 2002
yang baru lalu, telah disepakati untuk memulai proses perundingan batas maritim pada bulan Februari 2003.

40. Hubungan antara Indonesia dan Thailand terus meningkat pada tahun 2002 yang ditandai dengan saling
kunjung antar pemimpin kedua negara. Namun demikian tercatat masih terdapat isu yang perlu diselesaikan
dalam hubungan bilateral kedua negara, antara lain indikasi adanya perdagangan senjata di Thailand yang
diselundupkan kepada GAM dan masalah nelayan serta batas-batas maritim di beberapa bagian wilayah.

41. Hubungan Indonesia dengan negara-negara Indocina (Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam) selama
periode 2002 mengalami peningkatan yang cukup signifikan, ditandai dengan kunjungan yang dilakukan pada
tingkat kepala negara / pemerintahan dan ditandatanganinya beberapa kesepakatan sebagai dasar
peningkatan hubungan. Dalam perundingan penetapan batas landas kontinen RI-Vietnam, setelah melakukan
perundingan sejak tahun 1978, pada tahun 2002 berhasil mencapai kemajuan berarti. Perundingan tingkat
pejabat teknis terakhir di Hanoi tanggal 20-23 Maret 2002 dan di Jakarta tanggal 3-6 September 2002, berhasil
mendekatkan posisi kedua negara dan memperkecil "remaining area" yang masih harus dirundingkan. Kedua
belah pihak akan melanjutkan perundingan dalam waktu dekat di Vietnam dan diharapkan akan merupakan
tahap pertemuan akhir dari proses perundingan penetapan batas landas kontinen kedua negara.

42. Dalam penanganan masalah Laut Cina Selatan, Indonesia tetap memandang perlu suatu penanganan
terhadap potensi konflik yang ada sebagai akibat klaim tumpang tindih beberapa negara terhadap pulau dan
wilayah laut disekitarnya. Indonesia berpendirian perlu adanya suatu Confidence Building Measures (CBM)
guna mengalihkan potensi konflik menjadi suatu potensi kerjasama yang berguna bagai negara-negara di
sekitar Laut Cina Selatan. Dalam kerangka CBM ini Indonesia telah menyelenggarakan Lokakarya Laut Cina
Selatan ke-12 di Jakarta, 1-2 Oktober 2002. Lokakarya ini memutuskan antara lain komitmen untuk
melanjutkan proses CBM melalui rangkaian lokakarya dan meminta agar Lokakarya ke-13 diselenggarakan lagi
pada tahun 2003 di Indonesia. Kesepakatan dalam bentuk Deklarasi yang dicapai ASEAN dan China pada
tahun 2002 yang mengatur tentang "code of conduct" di wilayah Laut China Selatan jelas tidak terlepas dari
CBM melalui lokakarya yang disponsori Indonesia.

43. Beberapa isu penting antara Indonesia dan Papua Nugini seperti masalah pelintas batas ilegal asal Papua,
Komisi Bersama RI-PNG, perundingan Penghindaraan Pajak Berganda, Pembukaan Jalur Dagang Indonesia
dan PNG, penjajakan kembali jalur penerbangan Indonesia-PNG dan sikap PNG mengenai masalah Papua
telah dibicarakan pada pertemuan antara kedua kepala pemerintahan pada kesempatan KTT APEC di Los
Cabos, Mexico pada bulan Oktober 2002. Dalam rangka penyelesaian perbatasan, kedua negara telah
menyelenggarakan Joint Border Committee ke-21, di Surabaya pada bulan Oktober 2002.

44. Kehadiran Presiden Megawati Soekarnoputri pada upacara deklarasi kemerdekaan Timor Leste di Dili, 20
Mei 2002, dan Kunjungan Presiden Xanana Gusmao ke Indonesia, 2-4 Juli 2002, merupakan tonggak-tonggak
penting di awal hubungan bilateral antara Indonesia dan Timor Leste. Kedua negara bertetangga juga telah
menyepakati Komunike Bersama mengenai Pembukaan Hubungan Diplomatik dan Pembentukan Komisi
Bersama. Dalam rangka percepatan penyelesaian masalah repatriasi pengungsi Timor Timur yang masih
berada di NTT dan peningkatan hubungan perdagangan daerah perbatasan Timor Barat dan Timor Leste,
Presiden Xanana Gusmao melakukan kunjungan ke Kupang pada tanggal 31 Oktober - 6 November 2002.
Pada tahun 2002 kita saksikan kemajuan yang pesat dalam upaya penyelesaian masalah pengungsi asal Timor
Timur di NTT.

45. Untuk membahas berbagai masalah residual akibat terpisahnya Timor Timur dari Indonesia seperti masalah
pengungsi, aset Indonesia di Timor Leste, PNS eks Timor Timur, masalah kewarganegaraan, Taman Makam
Pahlawan Seroja, beasiswa pelajar dan mahasiswa Timor Leste, masalah anak-anak yang terpisah dari orang
tuanya, dan masalah Trans Oecussi, telah dilaksanakan pertemuan Komisi Bersama pertama tingkat menteri
pada tanggal 7-8 Oktober 2002. Kedua negara sepakat untuk mengupayakan finalisasi perjanjian perbatasan
darat pada bulan Juni 2003 dan akan segera memulai membicarakan delimitasi batas maritim dalam suatu
forum tersendiri.

46. Kawasan Pasifik merupakan kawasan yang memiliki arti penting bagi Indonesia, karena itu Pemerintah
terus berupaya meningkatkan hubungannya dengan negara-negara di kawasan tersebut. Salah satu bukti
keseriusan Pemerintah untuk menggarap kawasan ini adalah dengan dibukanya Kedubes RI di Suva, Fiji pada
tanggal 22 Agustus 2002.

47. Sementara itu dalam pertemuan Pacific Islands Forum (PIF) tahun ini, selain kesepakatan untuk
meningkatkan hubungan melalui upaya-upaya kerjasama serta penjajakan bentuk-bentuk kerjasama yang
dapat dilakukan, hal terpenting yang muncul adalah dukungan negara-negara anggota PIF atas integritas
teritorial Indonesia serta penegasan mereka menyangkut wewenang Pemerintah Indonesia atas wilayah
Papua/Irian Barat. Pada Joint Forum Communique PIF, negara-negara anggota PIF menyambut pemberlakuan
otonomi khusus bagi Propinsi Papua dan menghimbau agar permasalahan di Papua, termasuk masalah HAM
dan tindak kekerasan, dapat diselesaikan oleh semua pihak secara damai.

48. Inisiatif Indonesia mengenai pembentukan sebuah forum dialog antar-negara Pasifik Barat Daya
"Southwest Pacific Dialogue (SwPD)" telah memperoleh sambutan dari Australia, Selandia Baru, Filipina,
Papua Nugini, dan Timor Leste. Gagasan ini kemudian ditindaklanjuti melalui pertemuan tingkat pejabat tinggi
(SOM) di Bali pada tanggal 8 Juni 2002 yang menyepakati bahwa para anggota forum untuk sementara hanya
meliputi keenam negara pendirinya dan forum bersifat longgar karena tidak dimaksudkan sebagai sebuah
organisasi regional yang akan menyaingi ASEAN maupun PIF. Dalam Pertemuan Tingkat Menteri SwPD yang
diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 5 Oktober 2002 dihasilkan Jogjakarta Declaration on the
Establishment of Southwest Pacific Dialogue, yang menyepakati pembentukan SwPD sebagai forum dialog isu-
isu politik, keamanan, ekonomi, sosial dan budaya diantara negara-negara bertetangga di sub-kawasan Pasifik
Barat Daya. Disepakati pertemuan para Menlu SwPD secara berkala setiap 2 tahun sekali, disamping
pertemuan pada setiap tahun pada kesempatan Sidang Majelis Umum PBB di New York.

49. Hubungan Indonesia-Australia pada dasarnya berjalan baik sebagaimana ditunjukkan dalam joint
investigation untuk mengungkap pelaku peledakan bom di Bali pada 12 Oktober 2002. Harus diakui masih
adanya potensi yang dapat mengganggu hubungan akibat salah interpretasi dan persepsi, seperti dalam kasus
penggeledahan Warga Negara Indonesia (WNI) di beberapa kota di Australia yang dinilai berlebihan oleh
Pemerintah RI. Beberapa masalah lainnya antara lain pembangunan space port Australia di Christmas Islands
dan pemasangan bendera Papua di Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT) oleh tokoh OPM.

50. Peningkatan hubungan Indonesia dan Australia terlihat dengan adanya intensitas kunjungan dan
pertemuan baik pada tingkatan Kepala Negara, anggota parlemen, menteri dan lainnya. Di bidang kerjasama
terorisme internasional telah dicapai kesepakatan kerjasama dalam bentuk MoU pada tanggal 7 Februari 2002.
Di bidang kerjasama militer, TNI dan ADF pada tanggal 8-12 Juli 2002 telah melaksanakan pertemuan informal
kedua di Canberra guna merumuskan bentuk kerjasama bilateral untuk kepentingan kedua angkatan
bersenjata. Hubungan di bidang ekonomi saat ini telah menyentuh berbagai sektor perekonomian, kecuali
sektor tenaga kerja Indonesia. Di bidang ini Indonesia masih mendapat hambatan yaitu ketatnya peraturan
tenaga kerja di Australia. Secara khusus, strategi kerjasama pembangunan Indonesia-Australia pada tahun
2001-2003 ditujukan untuk mengurangi tingkat kemiskinan, pemulihan ekonomi yang berkesinambungan dan
demokratisasi.

51. Hubungan bilateral RI-Selandia Baru pada hakekatnya tetap erat, hal ini antara lain ditandai dengan
kunjungan kenegaraan PM Selandia Baru, Helen Clark, ke Indonesia pada tanggal 5-7 April 2002. Dalam
masalah Papua, Selandia Baru tetap konsisten mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta
menyambut positif komitmen dan upaya Presiden RI bagi terwujudnya demokratisasi, penghormatan terhadap
HAM dan semangat toleransi. Dalam periode 2002-2007 bantuan Selandia Baru akan berkisar NZ$ 40 milyar
yang diprioritaskan untuk membantu mengurangi tingkat kemiskinan dalam rangka pembangunan ekonomi dan
sosial di Indonesia.

52. Pada periode tahun 2002, hubungan RI-RRC semakin meningkat di berbagai bidang, yang ditandai dengan
kunjungan Presiden RI ke RRC pada bulan Maret 2002 yang membahas berbagai upaya peningkatan
hubungan bilateral serta menghasilkan beberapa persetujuan, antara lain mengenai pembukaan Konsulat
Jenderal RI di Guang Zhou, RRC (sudah dibuka) dan Konsulat Jenderal RRC di Surabaya dan Medan (belum
dibuka), Nota Kesepahaman mengenai bantuan hibah yang berkenaan dengan kerjasama ekonomi dan teknik,
MoU pembentukan Indonesia-China Energy Forum mengenai kerjasama di sektor energi, dan MoU on
Economic and Technical Cooperation on Bridge, Highway and other infrastucture Projects. Pemerintah RRC
menyambut baik Kebijakan Satu Cina (One China Policy) yang dianut Pemerintah Indonesia selama ini.

53. Di bidang ekonomi, Indonesia mendapat bantuan hibah tahap ke-3 sebesar 50 juta Renmimbi yang saat ini
sedang dalam tahap penyelesaiannya di Bappenas dan pemberian pinjaman sebesar US$ 400 juta yang masih
dikaji Bappenas dan Departemen Keuangan. Keberhasilan penjualan LNG sebesar 2,5 ton dari Ladang
Tangguh, Papua, ke Propinsi Fujian dengan nilai tender US$ 8,5 milyar yang akan dimulai pada tahun 2007
merupakan awal kerjasama jangka panjang dengan RRC di bidang energi.

54. Hubungan bilateral Indonesia-Jepang semakin diperkuat dengan kunjungan PM Jepang Junichiro Koizumi
ke Indonesia pada 12-13 Januari 2002. PM Koizumi menyampaikan penghargaan Pemerintah Jepang atas
usaha dan proses reformasi yang dijalankan oleh pemerintah RI serta menyatakan dukungan keutuhan wilayah
NKRI. Jumlah bantuan Jepang melalui CGI sampai dengan tahun 2002 adalah US $ 26 milyar. Dalam kasus
peledakan bom di Bali, Pemerintah Jepang telah memberikan bantuan sebesar US$ 26 juta untuk
merehabilitasi area yang terkena ledakan dan bantuan teknis kepada Polri.

55. Dalam kunjungan Presiden Megawati Soekarnoputri ke Korea Selatan pada bulan April 2002, telah
ditandatangai perjanjian tentang bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana antara kedua negara. Di
samping itu, juga disampaikan dukungan Pemerintah Indonesia terhadap proses reunifikasi Korea secara
damai sekaligus menyampaikan kesediaan Pemerintah Indonesia untuk menjadi tuan rumah dalam proses
perundingan kedua negara sekiranya hal tersebut dikehendaki.

56. Bantuan Pemerintah Korsel kepada Indonesia sampai dengan tahun 2002 mencapai sekitar US$ 16,8 juta.
Bantuan Korea Selatan diberikan dalam bentuk hibah baik untuk pelatihan maupun bantuan untuk pembiayaan
proyek pembangunan. Sejak terjadinya krisis ekonomi, pemerintah Korea Selatan tidak memberikan pinjaman
baru kepada Indonesia, namun bersedia melakukan penjadwalan ulang hutang Indonesia yang telah jatuh
tempo sesuai dengan ketentuan dalam Paris Club I-III.

57. Dalam rangka untuk lebih meningkatkan hubungan bilateral Indonesia-Korea Utara (RDRK), Presiden
Megawati telah melakukan kunjungan kenegaraan ke Korea Utara pada bulan Maret 2002, yang sekaligus
dimanfaatkan untuk menyampaikan pesan khusus dari Presiden Korea Selatan Kim Dae Jung untuk Kim Jong-
Il yang isinya berkaitan dengan upaya perdamaian di Semenanjung Korea. Sementara itu, Presiden Presidium
Rakyat Tertinggi Korea Utara Kim Yong Nam dalam kunjungannya ke Indonesia, 10-12 Juli 2002, telah
menandatangani Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dan Persetujuan Kerjasama Ilmiah antara kedua
negara.

58. Pemerintah RDRK secara konsisten mendukung integrasi teritorial Indonesia, sebaliknya Pemerintah
Indonesia mendukung proses reunifikasi Korea secara damai. Sebagai bentuk dukungan tersebut, Pemerintah
Indonesia menawarkan diri untuk dapat menjadi tuan rumah dalam proses perundingan kedua negara
sekiranya kedua negara tersebut menghendaki.
59. Hubungan Indonesia dan Mongolia memperlihatkan peningkatan yang cukup berarti, yang ditandai dengan
dilaksanakannya kunjungan PM Mongolia, Nambaryn Enkhbayar, ke Indonesia pada 6-8 Oktober 2002. Dalam
kunjungan tersebut, kedua negara telah menandatangani perjanjian Bebas Visa untuk Pemegang Paspor
Diplomatik dan Dinas, MoU tentang kerjasama di bidang karantina tumbuh-tumbuhan dan karantina hewan
serta pelayanan karantina.

ASIA SELATAN DAN TENGAH

60. Hubungan bilateral RI dengan negara-negara di kawasan Asia Selatan dan Tengah sejauh ini cukup baik,
dan terus ditingkatkan terutama dengan 6 negara pecahan Uni Soviet. Catatan yang cukup menonjol terkait
dengan perkembangan hubungan luar negeri RI di kawasan ini, antara lain: kunjungan Presiden Megawati
Soekarnoputri ke India pada bulan Mei 2002.

61. Sebagai sesama negara berkembang, Indonesia senantiasa menunjukkan komitmen yang tinggi bagi
pembangunan kembali Afghanistan. Hal ini tercermin dari partisipasi aktif Indonesia pada berbagai forum
internasional mengenai bantuan bagi pembangunan kembali Afghanistan seperti Konferensi Tokyo tanggal 21-
22 Januari 2002, Konferensi New Delhi, tanggal 23-24 Mei 2002 dan Konferensi Negara Donor OKI di Doha,
Qatar, tanggal 2-3 November 2002. Pada kesempatan Konferensi Tokyo disampaikan bahwa Indonesia telah
memberikan bantuan bagi pembangunan kembali Afghanistan senilai US$ 250.000 sekaligus menyatakan
kesiapannya untuk terus memberikan bantuan teknik khususnya melalui mekanisme trilateral. Komitmen
tersebut ditegaskan kembali dalam pertemuan Negara Donor OKI di Doha dengan menawarkan beberapa
program peningkatan kapasitas antara lain di bidang Kesehatan dan Keluarga Berencana, Adminstrasi Publik,
Usaha Kecil dan Menengah dan Transportasi. Di samping itu, Indonesia telah pula menawarkan beasiswa bagi
dua orang peserta Afghanistan untuk mengikuti program pasca sarjana di universitas di Indonesia.

AFRIKA

62. Afrika pada dewasa ini sedang berupaya meningkatkan perannya dalam percaturan internasional. Hal itu
didorong oleh adanya kesadaran di kalangan negara-negara Afrika akan posisi marjinal benua itu di dunia
internasional dan masih kuatnya pesimisme internasional terhadap kawasan itu. Negara-negara Afrika
berupaya memacu pembangunan di kawasan melalui pembentukan African Union (AU) dan New Partnership
for Africa Development (NEPAD).

63. Indonesia menyambut baik pembentukan African Union (AU) pada bulan Juli 2002. Melalui AU, Afrika
diharapkan mencapai persatuan dan solidaritas yang kuat bagi seluruh negara dan rakyat Afrika dalam
mempercepat integritas politik, ekonomi, dan sosial sehingga akan memberikan kontribusi besar bagi upaya
menciptakan perdamaian, keamanan serta stabilitas di kawasan. Indonesia juga menyambut baik pembentukan
New Partnership for African Development (NEPAD) dan mengharapkan akan mampu membangun negara-
negara Afrika sejajar dengan negara-negara di wilayah benua lainnya.

64. Dalam melakukan penetrasi pasar bagi produk Indonesia di Afrika, telah dilakukan beberapa kegiatan
antara lain penyelenggaraan Indonesia Expo pada bulan Mei 2002 di Windhoek yang dibuka oleh Presiden
Namibia, serta turut aktif dalam berbagai pameran dagang di Namibia dan di Afrika Selatan.

TIMUR TENGAH
65. Dalam tahun 2002 terlihat bahwa intensitas hubungan Indonesia dengan negara-negara Timur Tengah
cukup meningkat. Antara lain, dalam kunjungan Wakil Presiden Sudan dan Menlu Sudan ke Indonesia pada
tanggal 22-23 Juli 2002 telah ditandatangani MoU mengenai Kerjasama di bidang Riset, Sains dan Teknologi,
dan MoU mengenai Kerjasama di bidang Pertanian dan Sumber Daya Fauna.

66. Indonesia selalu mengikuti dari dekat setiap perkembangan yang terjadi di Palestina. Indonesia mengecam
setiap tindakan brutal Israel terhadap warga Palestina dan menegaskan posisi Indonesia yang menginginkan
perdamaian Timur Tengah secara menyeluruh berdasarkan resolusi-resolusi PBB. Sesuai amanat konstitusi,
Indonesia tetap konsisten mendukung perjuangan bangsa Palestina untuk merdeka dan mendirikan negara di
wilayahnya. Indonesia, juga bersama-sama negara-negara anggota OKI, terus berusaha mendorong proses
perdamaian yang didasarkan pada Resolusi DK-PBB No. 338 dan No. 242, termasuk kesepakatan-
kesepakatan yang dihasilkan dalam Konperensi Madrid, Oslo dan Sharm Al Sheikh (1999).

67. Pemerintah Indonesia menyambut baik keputusan Pemerintah Irak untuk mengijinkan kembali Tim Inspeksi
PBB. Keputusan tersebut diharapkan dapat mendorong ke arah penyelesaian damai dan menghindari rencana
serangan yang melanggar kedaulatan teritorial serta integritas Irak dan membuat rawan wilayah Timur Tengah
secara keseluruhan. Indonesia menyerukan kepada masyarakat internasional agar selalu mengedepankan
mekanisme multilateral, khususnya melalui PBB, dan menghindari tindakan-tindakan militer sepihak dalam
menangani masalah Irak.

68. Kunjungan Presiden RI ke Aljazair pada September 2002 antara lain telah menghasilkan penandatanganan
MoU antara Pertamina dengan perusahaan minyak negara Aljazair, Sonatrach, mengenai kerjasama
perminyakan dan MoU perpanjangan kontrak pembelian minyak dari Aljazair. Kedua Kepala Negara
mengeluarkan pernyataan bersama atas keberhasilan dan kesamaan sikap serta pandangan yang dicapai
terhadap berbagai masalah yang menjadi kepentingan kedua negara.

69. Presiden Megawati Soekarnoputri dalam kunjungan resmi ke Mesir pada tanggal 12-14 September 2002
telah mengadakan pembicaraan bilateral dengan Presiden Hosni Mubarak mengenai upaya peningkatan
kerjasama ekonomi dan perdagangan antara kedua negara, termasuk untuk menyeimbangkan neraca
perdagangan.
70. Hubungan diplomatik RI dengan Libya telah ditingkatkan dengan dibukanya Kedutaan Besar RI di Tripoli
pada tanggal 14 September 2002, setelah selama ini dirangkap dari KBRI di Tunis. Kedua negara pada bulan
Agustus 2002 juga telah melaksanakan Pertukaran Nota (Exchange of Note) dalam rangka pembentukan
Komisi Bersama RI-Libya.

KERJASAMA APEC

71. Rangkaian pertemuan APEC tahun 2002 di bawah kepemimpinan Meksiko lebih menekankan pada upaya
implementasi kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai pada tahun-tahun sebelumnya, dengan tema pokok
dan prioritas program kerja "Memperluas Manfaat Kerjasama Ekonomi bagi Pertumbuhan dan Pembangunan
Ekonomi - Melaksanakan Visi"
.
72. Dari berbagai hasil-hasil pertemuan APEC sepanjang tahun 2002, tampak bahwa isu terorisme sangat
mewarnai pertemuan APEC, terutama pada pertemuan tingkat menteri dan tingkat kepala negara. Yang
menggembirakan adalah bahwa seiring dengan seruan untuk menghentikan aksi terorisme melalui komitmen
dalam APEC, para anggota menyadari besarnya perbedaan-perbedaan kemajuan antara anggota yang
mempengaruhi kemampuan masing-masing ekonomi dalam memerangi terorisme, sehingga dalam
kesepakatan-kesepakatan seperti inisiatif STAR dan Cybersecurity Strategy dimasukkan pula butir-butir
mengenai kerjasama teknis untuk membantu ekonomi sedang berkembang dalam APEC. Di samping itu, AS
memberikan proposal terpisah mengenai komitmennya untuk memberikan bantuan teknis dalam memerangi
aksi-aksi teroris.

AMERIKA

73. Selama tahun 2002, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Amerika Serikat aktif mengimplementasikan
butir-butir kesepakatan bersama antara Presiden Megawati dan Presiden Bush di Washington DC tanggal 19
September 2001. Dalam membina hubungan dengan AS, Indonesia menginginkan suatu hubungan yang multi-
dimensional, saling menghormati dan mengandalkan kerjasama atas dasar kesetaraan. Di pihak lain,
Pemerintah AS tetap menunjukkan perhatian yang besar terhadap Indonesia dan tetap memberikan dukungan
kuat terhadap integritas wilayah RI bahkan secara eksplisit menolak pemisahan Propinsi Aceh dan Propinsi
Papua dari NKRI.

74. Pada bulan April 2002, struktur hubungan kedua negara diperkaya dengan dimensi baru yaitu dengan
diselenggarakannya pertemuan pertama Dialog Keamanan (Security Dialogue) RI-AS di Jakarta, yang
dimaksudkan sebagai forum untuk bertukar pandangan secara konstruktif mengenai masalah-masalah
keamanan dan pertahanan, baik pada tingkat nasional, regional maupun internasional. Dalam Dialog
Keamanan tersebut, disepakati untuk melanjutkan Dialog Keamanan putaran ke-2 di AS pada awal tahun 2003.

75. Masalah anti-terorisme juga menjadi semakin penting dalam hubungan kedua negara. Pemerintah AS telah
menawarkan paket bantuan kerjasama anti-teroris kepada Pemerintah Indonesia, termasuk bantuan pelatihan
dan penyediaan peralatan. Indonesia juga mendukung penandatanganan ASEAN-US Joint Declaration for
Cooperation to Combat International Terrorism, di Bandar Seri Begawan, 1 Agustus 2002. Dalam usaha untuk
memerangi terorisme, Indonesia selalu menekankan kepada AS dan pihak-pihak lain bahwa usaha untuk
menegakkan keamanan harus dilakukan dalam konteks kaidah demokrasi, supremasi hukum dan perlindungan
HAM.

76. Pemerintah RI tetap mengharapkan dan mengupayakan normalisasi penuh hubungan antar-militer RI-AS.
Dalam kaitan ini, pandangan Kongres AS terhadap Indonesia tetap merupakan elemen yang penting dalam
hubungan kedua negara. Pemerintah RI menyambut baik usaha-usaha beberapa Senator ke Indonesia pada
bulan Maret 2002 dan anggota Kongres AS berkunjung ke Indonesia untuk memulihkan hubungan militer RI-
AS, termasuk pemulihan keikutsertaan Indonesia dalam program IMET. Berkaitan dengan upaya peningkatan
lobby Indonesia di kalangan Kongres AS, pada bulan September 2002 telah dibentuk Congressional
Coordinating Group on Indonesia (CCGI) di Kongres AS, yang merupakan forum informal bagi para anggota
Kongres AS baik dari House of Representatives maupun Senat yang mempunyai perhatian terhadap Indonesia.

77. Di bidang ekonomi, tercatat ekspor Indonesia ke AS pada periode Januari - Agustus 2002 mencapai nilai
US$ 6.531.425.583. Sementara nilai total impor AS untuk periode yang sama mencapai nilai US$
754.956.851.251. Minat sektor swasta AS terhadap Indonesia masih nampak besar dan saat ini Indonesia
merupakan pasar ekspor ke-39 bagi AS.

78. Hubungan bilateral antara Indonesia dengan Canada telah memasuki tahun yang ke-50 pada awal Oktober
2002. Kedua negara sepakat untuk meningkatkan hubungan bilateral yang mencakup berbagai bidang yang
dituangkan dalam perjanjian dan nota kesepahaman. Indonesia dan Kanada memiliki pandangan yang sama
atas berbagai masalah internasional yang saat ini menjadi isu sentral maupun dalam menghadapi masalah
domestik yang berhubungan dengan ancaman disintegrasi.
79. Indonesia mendapatkan bantuan Canadian International Development Agency (CIDA) sebesar C$ 24-28
juta per tahun untuk meningkatkan pembangunan yang berkesinambungan dan menurunkan tingkat
kemiskinan di Indonesia dengan cara meningkatkan kualitas tata pemerintahan dan meningkatkan keadilan.
Bantuan ini juga disalurkan untuk merangsang pertumbuhan usaha kecil dan menengah (UKM) yang mampu
menciptakan lapangan kerja.

80. Dalam pertemuan Presiden Megawati Soekarnoputri dengan PM Kanada, Jean Chretien pada saat KTT
APEC di Meksiko pada tanggal 26 Oktober 2002, kedua negara sepakat untuk meningkatkan kerjasama
bilateral terutama perdagangan. Pada kesempatan tersebut, Presiden Megawati menyampaikan bahwa travel
warning sangat berdampak negatif bagi perekonomian makro Indonesia.

81. Upaya untuk mempererat hubungan dan kerjasama Indonesia dengan negara-negara di kawasan Amerika
Tengah dan Selatan terus dikembangkan. Sebagai langkah konkritnya, antara lain berupa pembukaan
Kedutaan Besar Suriname di Jakarta, peningkatan status Konsulat Panama di Jakarta menjadi Kedutaan
Besar, serta pembukaan KBRI di Lima, Peru pada bulan Februari 2002.

82. Selama tahun 2002, upaya untuk lebih meningkatkan perdagangan RI dengan negara-negara Amerika
Selatan dan Karibia, ditandai dengan semakin menguatnya komitmen untuk mengisi berbagai payung
kerjasama yang telah ada di bidang ekonomi dan perdagangan serta upaya penjajagan berbagai kemungkinan
kerjasama di bidang lain. Dalam kaitan ini, pada bulan Mei-Juni 2002 telah dilaksanakan misi dagang RI yang
dipimpin oleh Menperindag ke Colombia, Peru dan Brazil. Misi ini telah berhasil menciptakan saling pengertian
mengenai potensi yang dimiliki masing-masing untuk dapat dikembangkan di masa mendatang, dan diharapkan
akan menjadi titik tolak bagi peningkatan komunikasi langsung antara pengusaha Indonesia dengan pengusaha
di Amerika Selatan.

83. Berbagai undangan resmi yang telah disampaikan oleh para kepala negara seperti Brazil, Colombia, Peru,
Chile, Cuba kepada Presiden RI, karena sejumlah pertimbangan belum dapat dipenuhi selama tahun 2002.
Sementara itu, pertemuan Presiden RI dengan Presiden Chile di sela-sela KTT APEC di Mexico dan
Pertemuan I Forum Konsultasi Bilateral RI-Chile pada bulan Mei 2002 di Jakarta telah berhasil meletakkan
landasan yang lebih kokoh bagi hubungan dan kerjasama bilateral kedua negara. Sementara itu,
penyelenggaraan dan Sidang I Komisi Bersama RI-Venezuela pada bulan Juli 2002 di Caracas, Venezuela,
juga telah berhasil mengidentifikasikan berbagai bidang kerjasama yang akan dikembangkan dalam rangka
lebih meningkatkan hubungan bilateral kedua negara.

EROPA

84. Dalam pertemuan Presiden Megawati dengan Perdana Menteri Silvio Berlusconi di Italia pada bulan Juni
2002 telah dibicarakan berbagai peluang kerjasama dalam berbagai bidang, antara lain media televisi,
kesehatan, kebudayaan dan pariwisata, perikanan dan kelautan serta pengembangan UKM antara kedua
negara. Guna membantu UKM di Indonesia, pemerintah Italia telah menyediakan dana sebesar 5,5 juta Euro
bagi pengembangan produksi kulit di Indonesia. Italia menawarkan kemungkinan kerjasama dalam bidang
penyiapan peralatan angkatan bersenjata. Dalam rangka peningkatan hubungan budaya, telah ditandatangani
Pengaturan Program Kerjasama Kebudayaan RI-Italia untuk periode tahun 2002-2005 pada saat kunjungan
Wakil Menlu Italia ke Indonesia pada bulan Mei 2002.

85. Dalam serangkaian kunjungan ke negara-negara Eropa pada bulan Juni 2002, Presiden Megawati
Soekarnoputri telah berkunjung ke Austria guna membicarakan peningkatan hubungan bilateral kedua negara
di berbagai bidang.

86. Sejumlah menteri dan anggota parlemen Inggris telah berkunjung ke Indonesia, demikian juga kunjungan
Menteri dan anggota DPR RI ke Inggris selama tahun 2002. Kunjungan Presiden Megawati Soekarnoputri ke
Inggris pada tanggal 12-15 Juni 2002 merupakan kunjungan yang penting dalam upaya mempererat hubungan
kedua negara. Peluang Indonesia untuk lebih meningkatkan kerjasama antara kedua negara semakin terbuka
setelah ditandatanganinya beberapa persetujuan dan MoU dalam kunjungan tersebut, yaitu Persetujuan di
Bidang Kebudayaan, Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan, MoU mengenai Konversi Hutang dan Pertukaran Nota
mengenai Amandemen Persetujuan Hubungan Udara serta MoU Bidang Perekrutan Tenaga Kesehatan
Indonesia oleh Inggris.

87. Salah satu hal yang mengemuka dalam hubungan Indonesia-Belanda adalah terselenggaranya Pertemuan
Pleno terakhir Panitia Maluku (Panmal) di Malang pada tanggal 2-3 Mei 2002 yang menyepakati pembubaran
Joint Committee RI-Belanda yang telah bekerja selama 27 tahun untuk program repatriasi warga Belanda
keturunan Maluku. Sementara itu, di bidang ekonomi, pertemuan ke-18 Mixed Commission Indonesia-Belanda
yang semula direncanakan pada berlangsung pada bulan Desember 2002 diundur pelaksanaannya hingga
bulan Februari 2003.

88. Selama tahun 2002 hubungan bilateral Indonesia dengan Portugal berjalan dengan baik. Kedua negara
menyadari bahwa untuk meningkatkan hubungan bilateral yang telah ada diperlukan adanya sejumlah
perangkat yang dapat dijadikan landasan bagi peningkatan kerjasama tersebut. Dalam hubungan ini Indonesia
dan Portugal telah mempersiapkan sejumlah persetujuan bilateral dan diharapkan segera ditandatangani, yaitu
Persetujuan Kebudayaan, Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dan Persetujuan Perlindungan
Peningkatan Penanaman Modal (P4M). Dalam bidang kebudayaan, kedua negara cukup aktif mempromosikan
kesenian masing-masing dengan saling mengirimkan misi keseniannya.

89. Presiden Chirac menyampaikan dukungan Pemerintah Perancis kepada Indonesia dalam menjalankan
langkah-langkah reformasi di berbagai bidang dan menyampaikan komitmennya untuk terus berperan aktif
terutama di tingkat Uni Eropa guna membantu menumbuhkan kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia di
masa yang akan datang. Di bidang kerjasama keuangan, pada bulan Februari 2002 telah ditandatangani
Protokol Kerjasama Keuangan antara Pemerintah RI dan Pemerintah Perancis senilai 9.380.000 Euros untuk
proyek "Vessel Monitoring System". Nilai perdagangan Indonesia-Perancis selama Januari-Juni 2002 sebesar
US$0,506 juta, turun sebanyak 10% dari periode tahun sebelumnya yang mencapai US$0,565 juta. Saat ini
Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Perancis sedang dalam pembicaraan kerjasama bidang pariwisata yang
akan dituangkan dalam suatu MoU.

90. Republik Federasi Jerman (RFJ) secara konsisten mendukung integritas wilayah negara kesatuan RI,
reformasi di bidang politik, hukum dan ekonomi serta penanganan masalah separatisme di Indonesia. Di bidang
ekonomi dan perdagangan, neraca perdagangan antara Indonesia dengan RFJ dalam beberapa tahun terakhir
menunjukkan kecenderungan yang relatif stabil. Di antara negara-negara anggota ASEAN, Indonesia
menempati peringkat ke-4 dari total nilai perdagangannya dengan RFJ.

91. Hubungan antara RI-Swedia selama tahun 2002 berjalan cukup baik. Dalam hubungan ini Swedia
memprioritaskan kerjasama yang ditujukan untuk membantu proses demokratisasi di Indonesia serta
pengembangan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Salah satu isu yang selalu
mewarnai hubungan Indonesia dengan Swedia adalah adanya beberapa warga negara Swedia yang diduga
ikut dalam kegiatan GAM, meskipun dalam berbagai kesempatan Pemerintah Swedia selalu menyampaikan
dukungannya atas integritas wilayah NKRI. Berkaitan dengan Hasan Tiro, Indonesia telah menyampaikan Aide
Memoire yang isinya protes keras terhadap Pemerintah Swedia agar Pemeritah Swedia menghormati prinsip-
prinsip Deklarasi PBB tahun 1970 khususnya menyangkut penghormatan terhadap kemerdekaan, kedaulatan
dan integritas suatu negara, tidak boleh membiarkan wilayahnya dijadikan tempat oleh warganegaranya
melakukan tindakan yang merugikan negara lain dan bertanggung jawab atas perbuatan warga negaranya
khususnya yang merugikan negara lain.

92. Tahun 2002 memiliki arti penting dalam peningkatan hubungan Indonesia dengan negara-negara di
kawasan Eropa Tengah dan Timur. Presiden RI telah mengunjungi Ceko dan Slovakia pada bulan Juni 2002,
serta ke Hongaria, Bosnia-Herzegovina, dan Kroasia dalam bulan September 2002. Dalam kunjungan-
kunjungan tersebut berbagai dokumen yang telah ditandatangani antara lain mengenai kerjasama investasi,
perdagangan dan konsultasi antar-pemerintah. Telah pula dijadwalkan kunjungan kenegaraan Presiden RI ke
Rusia, dan beberapa negara di sekitarnya dalam tahun 2003. Dari pihak negara sahabat telah berkunjung
sejumlah delegasi dari berbagai tingkat ke Indonesia, termasuk kunjungan PM Kroasia Stjepan Mesic pada
bulan Februari 2002.

93. Hubungan Indonesia dengan negara-negara Eropa Tengah dan Timur masih didominasi hubungan resmi
tingkat Pemerintah, meskipun pada dasarnya sejarah hubungan telah berlangsung sekitar 50 tahun. Karena itu
kunjungan Kepala Negara RI ke negara-negara kawasan tersebut di samping memiliki perspektif untuk
peningkatan hubungan bilateral juga memiliki arti strategis dalam mendukung pelaksanaan politik luar negeri RI
bebas dan aktif.

94. Sebagai forum dialog yang relatif baru, Asia-Europe Meeting (ASEM), telah berkembang pesat dan
kerjasama ASEM semakin menemukan bentuknya yang nyata dan terus berkembang dari waktu ke waktu.
Melalui potensi yang dimiliki dan dengan tiga pilar kerjasama yang ada, yaitu politik, ekonomi dan budaya,
prospek keberhasilan kerjasama ASEM amat menggembirakan. Selama tahun 2002, Indonesia telah
berpartisipasi aktif pada sejumlah kegiatan yang tercantum dalam agenda ASEM, antara lain KTT ASEM ke 4
di Copenhagen, 22-24 September 2002, dengan Menko Perekonomian sebagai Ketua Delegasi, serta
pertemuan-pertemuan tingkat menteri negara anggota ASEM. Bertepatan dengan pertemuan ASEM tersebut,
Menlu RI juga telah mengadakan konsultasi dengan Troika Uni Eropa.

95. Sebagai bukti lain komitmen Indonesia terhadap ASEM, Indonesia telah menjadi tuan rumah pertemuan
ASEM Investment Expert Group dan ASEM SOM on Trade and Industry di Bali, 1-3 Juli 2002. Selain itu,
sebagai bukti kepercayaan anggota ASEM terhadap komitmen dan peran aktif Indonesia, Indonesia telah
disepakati untuk menjadi tuan rumah dari 2 pertemuan tingkat Menteri, yaitu ASEM Finance Ministers' Meeting
dan ASEM Foreign Ministers' Meeting pada tahun 2003.

96. Hubungan bilateral Indonesia-Uni Eropa juga semakin kuat, dengan adanya Forum Konsultasi Bilateral
Indonesia-Komisi Eropa Tingkat Pejabat Senior. Pada pertemuan FKB ke-3 tanggal 10-11 Desember 2001,
kedua pihak kembali menegaskan untuk meningkatkan kerjasama dalam bidang ekonomi perdagangan,
kerjasama pembangunan dan agenda politik. Salah satu hasil konkrit dari Forum Konsultasi tersebut adalah
penyusunan Country Strategic Paper (CSP) khusus mengenai Indonesia oleh Komisi Eropa sebagai pedoman
dasar bagi kerjasama pembangunan, untuk jangka waktu menengah (2002-2006). Untuk tahun 2002-2004,
kerjasama UE dan Indonesia dituangkan dalam National Indicative Program, yang memfokuskan pada tiga
sektor kegiatan kerjasama, yaitu good governance, pengelolaan sumber daya alam, dan kerjasama ekonomi
dan bantuan teknik untuk kegiatan perdagangan, dengan jumlah indikasi bantuan 45 juta Euro pertahun.

KERJASAMA MULTILATERAL

97. Dalam lingkup kerjasama multilateral, Indonesia terus mendukung langkah-langkah PBB dan berperan aktif
dalam berbagai bentuk kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional khususnya dalam rangka
penegakan HAM, penegakan hukum, dan berbagai langkah pencegahan, penumpasan, pemberantasan
terorisme, serta keamanan internasional. Salah satu wujud dukungan itu antara lain dalam Komite Melawan
Terorisme (Counter Terrorism Committee/CTC) yang dibentuk berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB
No. 1373 (2001). Dalam rangka menindaklanjuti pemenuhan kewajiban penyusunan Laporan Tertulis kepada
CTC, Pemerintah Indonesia telah meneruskan Laporan Ke-dua kepada CTC pada tanggal 21 Juni 2002, yang
memuat penjelasan antara lain perkembangan-perkembangan yang dicapai setelah penyerahan Laporan
Pertama Indonesia kepada CTC pada tanggal 21 Desember 2001, seperti mengundangkan UU No. 15/2002
mengenai Kejahatan Pencucian Uang, perkembangan penyusunan undang-undang anti terorisme, dan proses
persiapan ratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, Convention
Against Transnational Crime dan Optional Protocol.

98. Pada tanggal 23 Oktober 2002, Pemerintah RI telah mengirimkan surat kepada Ketua Komite Sanksi PBB
yang pada intinya berisi dukungan Pemerintah RI untuk memasukkan Jemaah Islamiyah (JI), sebuah
organisasi yang didirikan oleh almarhum Abdullah Sungkar, ke dalam New Consolidated List Pursuant to
Security Council Resolutions 1267 (1999), 1333 (2000) and 1390 (2002). Dukungan tersebut disampaikan
dengan pertimbangan antara lain untuk menunjukkan kesungguhan Indonesia memerangi terorisme dalam
segala bentuknya serta merupakan salah satu bentuk tanggung jawab sebagai anggota PBB, khususnya dalam
melaksanakan resolusi DK-PBB No. 1267 (1999), 1333 (2000) dan 1390 (2002).

99. Indonesia senantiasa memandang penting kerjasama menanggulangi kejahatan internasional yang terkait
erat dengan kejahatan lintas-negara (transnational crime), seperti pencucian uang, korupsi, trafficking in
persons, smuggling of migrants, dan illicit trade of firearms, baik di tingkat nasional, regional maupun
internasional. Dalam hal ini, Indonesia tengah dalam proses mempersiapkan ratifikasi konvensi menentang
Transnational Organized Crime dan dua optional protocol-nya mengenai smuggling of migrants dan trafficking
in persons.

100. Pemerintah Republik Indonesia bersama dengan Australia serta dua organisasi internasional yaitu IOM
dan UNHCR, telah menyelenggarakan Konperensi Regional Tingkat Menteri mengenai People Smuggling,
Trafficking in Persons and Related Transnational Crime, di Bali pada tanggal 26-28 Februari 2002 guna
mengembangkan kerjasama internasional dalam menangani masalah tersebut. Konperensi telah berhasil
menetapkan kembali prinsip-prinsip pokok dalam menanggulangi masalah penyelundupan dan perdagangan
manusia serta kejahatan transnasional terkait. Indonesia akan kembali menjadi tuan rumah penyelenggaraan
konperensi tersebut di Bali, April 2003, bekerjasama dengan Pemerintah Australia sebagai co-chair guna
memutuskan kemungkinan tindak lanjut konkrit sesuai masukan dari Kelompok Kerja Ahli I mengenai
Kerjasama Regional dan Internasional dan Kelompok Kerja Ahli II mengenai Aspek Legislatif Kebijaksanaan
dan Penerapan Hukum.

101. Langkah konkrit lainnya adalah, Indonesia bekerjasama dengan Australia telah bertindak sebagai "co-
host" dalam konferensi mengenai "Combating Money Laundering and Terrorist Financing" pada 17-18
Desember 2002. Konferensi juga merupakan implementasi MoU RI-Australia mengenai "Combating
International Terrorism". Dalam konperensi tersebut, negara-negara peserta kembali mempertegas
komitmennya untuk mencegah dan memberantas tindakan pencucian uang dan pendanaan terorisme. Co-
Chairs Statement pada akhir konperensi mencakup antara lain pengakuan bahwa tindakan pencucian uang dan
pendanaan terorisme telah berkembang luas dan semakin kompleks yang meliputi kawasan Asia Pasifik dan
perlunya bagi setiap negara peserta memiliki ketentuan hukum yang sesuai dengan kaidah-kaidah hukum
domestik di negara yang bersangkutan dan hukum internasional guna menghadapi tindakan pencucian uang
dan pendanaan terorisme.
102. Dalam kaitan dengan isu pencucian uang dan pendanaan terorisme, Indonesia telah melaksanakan
kewajiban-kewajiban dalam rangka resolusi DK 1373 (2001), dan resolusi 1267 (1999), 1333 (2000), 1390
(2002), termasuk masalah pembekuan aset dan sumber keuangan sebagai implikasi pencantuman Jemaah
Islamiyah ke dalam Consolidated List.

103. Dalam hal RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Departemen Luar Negeri bersama
dengan para wakil pemerintah lainnya serta non-pemerintah, akademisi, media dan LSM telah berpartisipasi
dalam pembahasan RUU ini. Penyusunan RUU telah memperhatikan HAM, UUD 45, rujukan dari resolusi-
resolusi dan konvensi-konvensi internasional terkait dan juga perkembangan legislasi sejenis di negara-negara
lain, serta pandangan para ahli hukum pidana baik dalam negeri maupun asing. Dalam kaitan peningkatan
kerjasama luar negeri yang dijalankan Deplu, RUU diharapkan dapat mengintegrasikan norma dan standar
yang diakui dan diterima internasional dalam memerangi terorisme; mendorong dan membuka kerjasama yang
lebih erat baik secara bilateral, regional dan internasional dalam memerangi terorisme, dan bukan justru
menjadi hambatan dalam menjalin kerjasama.

104. Di bidang keamanan internasional, khususnya dalam ratifikasi Traktat Pelarangan Menyeluruh Uji-Coba
Nuklir (Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty/CTBT), Sekretariat Negara pada bulan Juli 2002 telah
memberikan "Persetujuan Prakarsa Penyusunan RUU Tentang Pengesahan Comprehensive Nuclear Test-Ban
Treaty". Departemen Luar Negeri saat ini tengah menjadwalkan pertemuan-pertemuan Panitia-Interdep CTBT
untuk melakukan langkah-langkah ratifikasi berikutnya.

105. Rancangan resolusi Delegasi RI yang disampaikan melalui kelompok GNB mengenai pengaktifan kembali
the Fourth Special Session of the General Assembly Devoted to Disarmament (SSOD-IV) telah diterima secara
konsensus pada tanggal 28 Oktober 2002 oleh seluruh negara anggota PBB, termasuk lima anggota tetap DK-
PBB. Dengan demikian, SSOD-IV sebagai suatu forum pembicaraan masalah perlucutan senjata dan
keamanan internasional di bawah kerangka PBB telah diaktifkan kembali dan akan dimulai lewat serangkaian
pertemuan open-ended working group pada bulan Januari 2003.

106. Kegiatan kerjasama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi di fora multilateral yang cukup
menonjol di tahun 2002 antara lain adalah terpilihnya Indonesia sebagai Presiden Konferensi Umum ke 46
International Atomic Energy Agency (IAEA) yang berlangsung dari tanggal 16-20 September 2002 di Wina dan
terpilihnya Indonesia sebagai anggota Dewan ITU (International Telecomunication Union) untuk periode 2003-
2006. Pada tahun 2003, ITU akan menjadi pelaksana Konferensi Tingkat Tinggi WSIS (World Summit on
Information Society), suatu event penting yang bertujuan untuk menyebarluaskan kepada seluruh umat di dunia
mengenai pentingnya perkembangan informasi, pengetahuan dan teknologi komunikasi, guna membangun visi
dan pemahaman yang sama mengenai "information society" serta untuk memanfaatkan potensi teknologi dan
pengetahuan guna mencapai tujuan Deklarasi Milenium PBB.

107. Mengenai kerjasama dalam pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan Narkotika, Alkohol,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), maka DEPLU berdasarkan ketentuan Keppres dan Inpres telah
menjadi bagian dari Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2002. Dalam mengakomodasikan
kepentingan yang berkaitan dengan masalah NAPZA di fora internasional, Indonesia memperhatikan semua
aspek yang memiliki dampak politis demi mengamankan kepentingan nasional Indonesia.

108. Dalam kerangka kerjasama Asia Tenggara, Indonesia bersama negara anggota ASEAN lainnya
mempunyai komitmen untuk menciptakan suatu Asia Tenggara yang bebas dari obat-obatan berbahaya (A
Drug Free South East Asia) sesuai hasil pertemuan KTT informal kedua di Kuala Lumpur tahun 1997 dan
tertuang dalam dokumen ASEAN Vision 2015.
109. Rumusan Chairperson's Statement mengenai situasi HAM di Timtim yang disahkan dalam Sidang Komisi
HAM (KHAM) PBB ke-57 pada bulan Maret-April 2002 di Jenewa telah memberi pengakuan terhadap kemajuan
dari upaya Indonesia dalam penanganan masalah-masalah residual Timtim, terutama mengenai para
pengungsi Timtim di Indonesia. Lebih lanjut Chairperson's Statement mendorong Pemerintah Indonesia untuk
melanjutkan upayanya terutama agar proses peradilan untuk kasus-kasus pelanggaran HAM berat Timtim
tersebut dapat berlangsung secara adil dan kredibel. Pada tahun 2002 Indonesia telah menerima kunjungan
UN Special Rapporteur on the Right to Education yang memantau dan memberi masukan di bidang pendidikan
dan UN Special Rapporteur on the Independence of Judges and Lawyers dengan tujuan untuk memahami
sistem peradilan di Indonesia, dan mengenali permasalahan-permasalahan yang dihadapi serta membantu
untuk mencari pemecahannya. Laporan dan rekomendasi mereka diharapkan dapat memberikan sumbangan
positif bagi Indonesia.

110. Komitmen Pemerintah Indonesia terhadap GNB tidak pernah mengendur dan bahkan semakin meningkat
dari waktu ke waktu. Melalui organisasi ini, Indonesia senantiasa berupaya untuk terus mengaktualisasikan
kerjasama antar anggota dengan perkembangan dunia dan tantangan yang dihadapi negara berkembang.
Dinamika dan perubahan situasi global dewasa ini menuntut GNB untuk menata dan menyesuaikan diri dengan
realitas yang berkembang. Sejalan dengan itu, Indonesia berperan aktif dalam berbagai pertemuan GNB,
diantaranya Pertemuan KTM Biro Koordinasi GNB, pada tanggal 27-29 April 2002, di Durban, Afrika Selatan,
yang menekankan pada tiga tema utama, yaitu lingkungan politik dan ekonomi global, tantangan yang dihadapi,
dan masa depan GNB. Di samping itu, juga dalam Pertemuan Tindak Lanjut "Zimbali Group" Tingkat Menteri
mengenai masa depan GNB di Afrika Selatan tanggal 12-14 Desember 2002 sebagai upaya penetapan arahan
bagi Pertemuan Tingkat Menteri pada KTT ke-13 GNB di Malaysia bulan Februari 2003, dimana telah
disepakati perlunya peningkatan efisiensi dan efektivitas GNB dengan menekankan pada isu-isu substansi
pokok dan pembenahan mekanisme internal GNB.

111. Pada Konperensi Tingkat Menteri Organisasi Konferensi Islam (KTM OKI) ke-29 di Khartoum, Sudan, Juni
2002, Indonesia mewakili kelompok Asia telah menyampaikan sikap keprihatinan masih terjadinya ketegangan
dan aksi kekerasan di berbagai belahan dunia, termasuk di negara-negara anggota OKI, khususnya di Timur
Tengah. Indonesia mendukung sepenuhnya terbentuknya negara Palestina yang merdeka dan berdaulat. Di
samping itu, Indonesia menegaskan perlunya upaya dialog untuk mengakhiri ketegangan, sebagaimana telah
terbukti dalam penyelesaian masalah minoritas muslim di Filipina Selatan.

112. Sebagai Ketua Komite 8 OKI, Indonesia telah berinisiatif untuk menindaklanjuti hasil Pertemuan Komite 8
OKI yang diselenggarakan di sela-sela KTM OKI antara lain dengan mengirimkan joint mission yang
beranggotakan para wakil anggota Komite 8 OKI ke Filipina Selatan dan mempersiapkan kunjungan lapangan
para wakil anggota Komite 8 ke Filipina pada bulan Maret 2003 berkenaan dengan selesainya proses integrasi
batch terakhir 500 personil MNLF ke dalam tubuh angkatan bersenjata Filipina. Hasil kunjungan ini akan
dilaporkan pada Pertemuan Komite 8 OKI yang akan berlangsung pada bulan Mei 2003.

113. Dalam bidang kerjasama ekonomi pembangunan multilateral, tercatat adanya kecenderungan makin
menurunnya Official Development Assistant (ODA) dan sumber-sumber pendanaan lainnya untuk
pembangunan negara-negara berkembang. Hal ini telah menimbulkan keprihatinan mendalam masyarakat
internasional terhadap kesinambungan dana pembiayaan pembangunan bagi negara berkembang.

114. Indonesia selama ini telah berpartisipasi aktif dalam berbagai pertemuan maupun proyek kerjasama yang
diselenggarakan oleh kelompok D-8. Dalam KTT ke-3 D-8 di Kairo pada Februari 2001 telah memutuskan
Indonesia untuk menjadi tuan rumah KTT ke-4 pada tahun 2003 sekaligus menjadi Ketua D-8 untuk periode
2003-2005. Namun demikian, dengan mempertimbangkan situasi dalam negeri yang masih dalam masa
transisi dan belum sepenuhnya pulih dari krisis ekonomi, maka Indonesia melakukan penjajagan ke Iran untuk
menjadi penyelenggara KTT ke-4 D-8 dan menjadi Ketua menggantikan Indonesia. Didasarkan hubungan baik
antara Indonesia-Iran dalam forum bilateral, regional dan multilateral yang berlangsung selama ini, Pemerintah
Iran secara resmi menyampaikan persetujuannya untuk menggantikan Indonesia. Kesepakatan ini telah
disampaikan kepada Direktur Eksekutif D-8 serta para komisioner negara anggota D-8.

115. Konperensi Internasional mengenai Pendanaan bagi Pembangunan yang diselenggarakan di Monterey,
Meksiko pada tanggal 18-22 Maret 2002 berhasil menyepakati dan mensahkan "Monterey Consensus".
Meskipun belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan maksimal negara-negara berkembang, sebagai proses
awal yang mempertimbangkan sensitifitas tema-tema yang dicakup, Monterey Consensus dinilai mengandung
muatan substantif dan prinsip-prinsip umum yang dapat dijadikan sebagai "political umbrella" bagi proses
pengambilan keputusan dan norm-setting di bidang pendanaan pembangunan. Dalam kaitan ini, hal terpenting
yang perlu dilakukan adalah terus menjaga momentum yang telah ada untuk pembahasan lebih lanjut berbagai
hal yang konkrit terkait dengan pendanaan bagi pembangunan.

116. Kehadiran badan-badan pembangunan PBB di Indonesia sangat dirasakan manfaatnya dalam membantu
Pemerintah mewujudkan tujuan pembangunan dan mengimplementasikan secara terpadu dan terkoordinir
hasil-hasil serta tujuan konperensi-konperensi internasional utama yang diselenggarakan PBB maupun
ketentuan-ketentuan Resolusi Majelis Umum PBB. United Nations Development Programme (UNDP) sebagai
salah satu badan pembangunan utama PBB, dalam melaksanakan kegiatannya di Indonesia senantiasa
bersandar pada Country Cooperation Framework (CCF) yang disusun melalui konsultasi dan pertemuan
intensif bersama-sama antara Pemerintah, masyarakat madani dan beberapa pihak donor internasional. CCF
Indonesia memberikan penekanan pada empat kegiatan utama yaitu reformasi ketatapemerintahan, program
kebijakan bagi pengentasan kemiskinan, pencegahan dan penanggulangan konflik serta pengelolaan
lingkungan.

117. Indonesia telah menjadi tuan rumah sekaligus ketua pertemuan tingkat menteri terakhir (keempat) Komite
Persiapan World Summit on Sustainable Development (WSSD) atau KTT Pembangunan Berkelanjutan, yang
berlangsung di Bali, tanggal 27 Mei-7 Juni 2002. Pertemuan tersebut telah berhasil menyelesaikan
pembahasan dan menyepakati sekitar 80 persen Dokumen Implementasi (rencana program aksi), elemen-
elemen Deklarasi Politik dan Inisiatif Kemitraan, untuk disahkan dalam WSSD. Indonesia menilai positif hasil
WSSD yang dilaksanakan dari tanggal 26 Agustus hingga 4 September 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan.
Dari sudut kepentingan nasional, berbagai posisi Indonesia antara lain mengenai prinsip-prinsip Rio,
multilateralisme, pengentasan kemiskinan, pendanaan, perdagangan dan bidang-bidang sektoral secara umum
telah tertampung dalam Johannesburg Declaration on Sustainable Development dan Johannesburg Plan of
Implementation. Beberapa gagasan Indonesia di bidang kemitraan juga telah mendapatkan tanggapan positif
dari berbagai kalangan, baik pihak donor maupun pelaku utama lainnya.

118. Mempertimbangkan bahwa Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Kawasan Asia dan Pasifik (ESCAP)
merupakan satu-satunya "institutionalized forum" yang kompeten bagi kerjasama regional mencakup isu-isu
berskala global di kawasan Asia Pasifik, Indonesia berkepentingan untuk mendorong terciptanya peran yang
sesuai dan terfokus dari ESCAP. Bagi Indonesia, ESCAP merupakan wadah penting yang dapat dimanfaatkan
untuk secara multilateral menggalang kerjasama bagi penanganan masalah-masalah sosial-ekonomi yang
sangat kompleks di kawasan.

119. Kerjasama multilateral dalam kerangka WTO ditandai dengan peluncuran putaran perundingan baru di
Doha. Sesuai mandat Deklarasi Doha, selama tahun 2002 telah dilaksanakan serangkaian pertemuan Trade
Negotiations Committee (TNC) serta dimulainya putaran perundingan mengenai perdagangan jasa, produk
pertanian, akses pasar untuk produk non-pertanian, isu-isu implementasi, Hak Atas Kekayaan Intelektual
(HAKI), penyelesaian sengketa dan peraturan WTO, lingkungan dan isu-isu lainnya. Pelaksanaan perundingan
dalam tahun 2002 telah sampai pada pembahasan isu-isu dimaksud secara lebih terinci.

120. Untuk itu, pada tiap kesempatan di sidang-sidang Trade Negotiations Committee (TNC), Indonesia
mendesakkan perlunya percepatan perundingan isu-isu pembangunan yang menjadi kepentingan negara-
negara berkembang sesuai mandat Deklarasi Doha. Penekanan khususnya difokuskan pada masalah akses
pasar, produk-produk non pertanian, serta perlakuan khusus dan berbeda (special & differential treatment) bagi
negara berkembang.

121. Di samping upaya keluar melalui perundingan dan kerjasama internasional dalam kerangka WTO, di
dalam negeri Departemen Luar Negeri telah menggalakkan upaya pemasyarakatan WTO baik melalui
penerbitan buku mengenai WTO maupun pelaksanaan lokakarya di berbagai daerah.

122. Di samping itu, Indonesia berkepentingan untuk terus mengupayakan agar United Nations Conference on
Trade and Development (UNCTAD) dapat meningkatkan peran aktifnya dan lebih konkrit membantu negara
berkembang mengintegrasikan diri dalam kegiatan ekonomi global. Sampai kini Indonesia masih memerlukan
bantuan teknik UNCTAD's Debt Management and Financial Analysis System (DMFAS) untuk mengelola
administrasi pembayaran hutang luar negeri. Guna keperluan tersebut, dalam tahun 2002 beberapa ahli
Indonesia dari berbagai bidang telah dikirim untuk hadir pada berbagai pertemuan ahli dalam kerangka
UNCTAD.

123. Tahun 2002 mencerminkan pula semakin menguatnya partisipasi Indonesia dalam United Nations
Industrial Development Organization (UNIDO). Secara aktif Indonesia terlibat dalam sidang-sidang International
Development Board (IDB) dan General Conference (GC) UNIDO. Sebagai hasilnya perhatian UNIDO dalam
bantuan program/ proyek untuk Indonesia meningkat, antara lain terbukti dengan terpilihnya Indonesia
bersama-sama dengan Thailand sebagai tuan rumah peluncuran Industrial Development Report tahun 2002-
2003 pada bulan Oktober 2002 untuk kawasan Asia Tenggara. Peningkatan kerjasama juga ditandai dengan
kunjungan Direktur Jenderal UNIDO ke Indonesia pada bulan Nopember 2002 untuk menandatangani Country
Service Framework for Indonesia (CSFI) yang merupakan bantuan proyek UNIDO dalam jumlah yang
signifikan, yang telah disesuaikan dengan kebutuhan spesifik sektor industri di Indonesia dan didasarkan pada
temuan-temuan dan kajian UNIDO. CFSI tersebut diharapkan dapat membantu merevitalisasi industri
Indonesia secara terarah.

124. Dalam kerangka kerjasama internasional di bidang pangan dan pertanian, Pemerintah Indonesia kembali
menegaskan dukungannya terhadap aliansi global untuk memerangi kemiskinan dan kelaparan di dunia. Aliansi
global meliputi peningkatan bantuan internasional bagi negara-negara berkembang melalui perluasan akses
pasar, teknologi pertanian, investasi di bidang pertanian dan menghilangkan segala bentuk hambatan guna
meningkatkan ketahanan pangan dunia. Dukungan tersebut disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia
pada KTT Pangan Dunia yang diselenggarakan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) pada tanggal
10-13 Juni 2002 di Roma. Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa usaha mengatasi masalah kelaparan dan
kemiskinan di negara-negara berkembang dan negara-negara miskin berkaitan erat dengan cara-cara
penyelesaian utang luar negeri. KTT Pangan Dunia tersebut juga merupakan review implementasi rencana aksi
yang disepakati pada KTT Pangan Dunia Tahun 1996, yaitu pengurangan 50 persen dari sekitar 800 juta
penduduk yang menderita kelaparan pada tahun 2015.

125. Dalam Sidang ke-123 Dewan Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), yang
berlangsung pada tanggal 28 Oktober - 2 November 2002 di Roma, Indonesia telah terpilih sebagai anggota
Executive Board World Food Programme (WFP), untuk periode 2003-2005. Indonesia menggantikan
Madagaskar yang akan selesai masa keanggotaannya pada 31 Desember 2002. Keanggotaan Indonesia
dalam badan WFP tersebut mempunyai arti penting, karena Dewan Eksekutif WFP sangat berperan dalam
mengkoordinasikan program dan kebijakan bantuan pangan kepada negara-negara berkembang. Dalam FAO,
Indonesia tidak hanya menjadi salah satu negara penerima bantuan pangan dan bantuan lainnya dari WFP,
melainkan juga ikut memberikan kontribusi sukarela kepada WFP untuk disalurkan kepada negara-negara
berkembang lainnya yang membutuhkan.

126. Pada Sidang Tahunan ke-14 Dewan Gubernur Dana Bersama untuk Komoditi (Common Fund for
Commodities atau CFC), tanggal 9-10 Desember 2002 di Amsterdam, Dirjen Multilateral Ekonomi, Keuangan,
dan Pembangunan Departemen Luar Negeri, selaku Gubernur CFC Indonesia, secara aklamasi telah terpilih
sebagai Wakil Ketua Dewan Gubernur CFC Tahun 2003, mewakili negara-negara yang tergabung dalam
Kelompok Asia-Pasifik. Salah satu kesepakatan penting yang dihasilkan pada Sidang Tahunan ke-14 Dewan
Gubernur CFC adalah disahkannya Rencana Aksi Lima Tahun (2003-2007). Rencana Aksi 2003-2007 memuat
beberapa acuan pokok CFC dalam pengembangan komoditi, yaitu (i) perhatian khusus akan diberikan kepada
Least Developed Countries (LDCs) serta kelompok masyarakat miskin di negara-negara berkembang dan di
negara-negara dalam transisi, khususnya petani kecil dan usaha kecil dan menengah yang terkait dengan
produksi komoditi; (ii) nilai bantuan pendanaan proyek yang diberikan oleh CFC akan berkisar antara USD 1
juta sampai dengan USD 5 juta; (iii) pendanaan proyek akan ditekankan pada skema co-financing dengan rasio
50% oleh negara penerima proyek atau pihak ketiga. Hingga saat ini, Indonesia telah memperoleh manfaat dari
keanggotaannya dalam CFC, yaitu berupa bantuan pendanaan 11 proyek dengan total nilai US $ 11,5 juta,
meliputi pengembangan komoditi buah-buahan, kopi, kelapa, perikanan, gula, the dan karet, serta
penyelamatan kebakaran hutan secara terpadu. Di samping itu, Indonesia juga memperoleh manfaat dari
diseminasi hasil proyek pengembangan komoditi yang dilaksanakan di negara-negara lain.

127. Kerjasama Teknik antar Negara Berkembang (KTNB) telah menjadi bagian yang cukup signifikan dan
melembaga dalam kebijakan politik luar negeri. Dalam rangka menindaklanjuti Kerjasama Selatan-Selatan,
Pemerintah Indonesia pada tahun 2002 bekerjasama dengan JICA menyelenggarakan Third Country Training
Program (TCTP) yang meliputi 12 program pelatihan di bidang Keluarga Berencana, Electronic Engineering,
Pertanian, Pekerjaan Umum, TV Programme Production, Telecommunication, Polio Measles Vaccines, Irigasi,
dan Information and Communication Technology. Tiga puluh sembilan negara telah ikut berpartisipasi pada
program pelatihan tersebut.

128. Dalam pertemuan Paris Club III pada bulan April 2002, negara-negara donor setuju diterapkannya
tenggang masa penangguhan pembayaran hutang Indonesia termasuk penjadwalan pembayaran bunga
hutang serta dimungkinkannya pelaksanaan konversi hutang (debt swap) atau pertukaran antara hutang yang
ada dengan pengelolaan program pembangunan yang mencakup 100% untuk kategori pinjaman lunak (Official
Development Assistance - ODA) dan 20 % untuk pinjaman komersil (non-ODA). Diterimanya usulan pemerintah
Indonesia mengenai debt swap tersebut tentunya merupakan langkah baru yang cukup signifikan dalam
menjajaki dan menyiasati peluang-peluang baru untuk mengurangi beban hutang luar negeri Indonesia yang
saat ini sudah mencapai titik yang sangat memprihatinkan.

129. Setelah Indonesia mempunyai kesepakatan swap clause Paris Club, Menko Perekonomian telah
membentuk Tim Koordinasi Program Debt Swap Hutang Luar Negeri Indonesia. Sebagai salah satu anggota
Tim, Deplu melalui perwakilan RI telah melakukan pendekatan kepada negara-negara kreditor CGI mengenai
kemungkinan mengadakan program Debt Swap Indonesia. Hasil pendekatan tersebut adalah sebagian besar
negara kreditor CGI mendukung program debt swap Indonesia. Sementara itu, sebagian anggota kreditor CGI
mengindikasikan kemungkinan untuk melakukan program debt swap dengan Indonesia tergantung pada
pendekatan dan usul konkrit dari pemerintah Indonesia. Sedangkan sebagian lagi tidak dapat melakukan
program debt swap karena tidak mempunyai legal basis dalam peraturan mereka.

130. Dalam KTT WSSD tanggal 26 Agustus - 4 September 2002 di Johannesburg, Pemerintah Indonesia telah
melakukan pembicaraan dengan wakil beberapa negara kreditur mengenai kemungkinan pelaksanaan Debt
Swap yaitu Italia, Spanyol dan Swedia. Untuk menindaklanjuti tanggapan pihak kreditor mengenai usulan
program Debt Swap Indonesia, Tim Koordinasi Debt Swap sedang menyusun usulan konkrit untuk mewujudkan
pelaksanaan program tersebut.

131. Dalam rangka peninjauan kembali keanggotaan Indonesia pada organisasi-organisasi internasional yang
dilaksanakan minimal setahun sekali pada tanggal 9 Juli 2002 dibentuk Kelompok Kerja Pengarah, Penilai dan
Pengkaji Keanggotaan Indonesia serta Pembayaran Kontribusi Pemerintah Republik Indonesia pada
Organisasi-Organisasi Internasional. Kelompok Kerja ini beranggotakan para pejabat dari Sekretariat Negara,
Sekretariat Kabinet, Departemen Keuangan dan Departemen Luar Negeri. Hasil pengkajian sampai saat ini
adalah prioritas pembayaran kontribusi untuk tahun 2002 dan keputusan untuk memproses pengunduran diri
Pemerintah RI dari 23 organisasi internasional yang telah direkomendasikan oleh Kelompok Kerja terdahulu.
Sementara itu untuk pengkajian pada organisasi-organisasi internasional lainnya, saat ini masih dalam proses.

PENGUATAN POLITIK LUAR NEGERI DAN DIPLOMASI RI

132. Selama tahun 2002, berbagai upaya telah dilakukan untuk memperkokoh kemitraan antara Deplu dan
media massa. Secara struktural, dalam kerangka restrukturisasi organisasi Deplu, telah dibentuk Direktorat
Informasi dan Media Massa yang menangani pengelolaan informasi dan pelayanan media massa baik di tingkat
Deplu maupun perwakilan. Secara fungsional, Menlu telah menunjuk seorang Juru Bicara Deplu dan seorang
Media Relations di lingkungan kantor Menlu (Biro Administrasi Menteri) untuk memberikan pelayanan dan
akses informasi kepada media massa. Juru Bicara Deplu, yang secara fungsional dirangkap oleh Kepala Biro
Administrasi Menteri, bertugas membantu Menlu sebagai sumber informasi resmi Deplu.

133. Peningkatan pelayanan informasi dan media massa juga telah dilakukan baik secara fisik maupun non-
fisik. Secara fisik, telah dilakukan pembenahan "media center" Deplu termasuk dengan menyediakan akses
internet kepada para wartawan. Secara non-fisik, briefing kepada media massa dilakukan rutin setiap minggu
(umumnya jatuh pada hari Jumat). Berbagai penyempurnaan juga telah dilakukan dalam hal pelayanan
konperensi pers, wawancara eksklusif, dan penerbitan siaran pers dan bahan informasi lainnya. Upaya
memperkokoh kemitraan juga dilakukan melalui pertemuan-pertemuan informal dengan para pemimpin redaksi
dan kalangan pers, termasuk melalui kunjungan ke kantor-kantor redaksi media massa. Selain itu, dengan
adanya Direktorat Diplomasi Publik diharapkan hubungan Deplu dengan kalangan seperti LSM, akademisi, dan
organisasi kemasyarakatan yang merupakan aktor baru dalam diplomasi dapat terjalin lebih kuat.

134. Mengingat peranan teknologi informasi menjadi sedemikian pentingnya sehingga pemanfaatan teknologi
informasi di Departemen Luar Negeri menjadi suatu keharusan. Website Departemen Luar Negeri yang selalu
up-to-date dapat dijadikan sarana untuk memberikan pelayanan informasi kepada publik. Dalam rangka
implementasi pengembangan pemberian informasi, Departemen Luar Negeri menetapkan prioritas kegiatan
pada peningkatan infrastruktur jaringan dan aplikasi yang menjamin efektifitas pelaksanaan tugas pelayanan
dalam bidang pemberitaan. Keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas departemen bergantung pula pada sinergi
pengumpulan dan pemanfaatan sumberdaya informasi yang berjalan secara efektif dan efisien. Pada gilirannya
pengembangan infrastruktur jaringan dan aplikasinya tersebut dapat diberdayakan untuk kepentingan teknologi
sistim e-Government serta Interkoneksi antar unsur secara elektronis dalam departemen menjadi sasaran
utama sebagai upaya penciptaan penanganan tugas secara terpadu, cepat dan tepat serta aman.

135. Sementara itu, tidak dapat dipungkiri bahwa proses globalisasi di tingkat internasional dan proses
reformasi di tingkat nasional telah membuat peran masyarakat semakin penting dalam proses penyelenggaraan
negara, termasuk pelaksanaan politik luar negeri. Hal ini mengakibatkan proses perumusan dan pelaksanaan
kebijakan luar negeri menjadi semakin kompleks. Guna menanggapi perkembangan tersebut, sebagai bagian
dari upaya benah diri yang telah dan sedang terus dilakukan, Departemen Luar Negeri senantiasa
mengupayakan agar diplomasi yang dijalankan mampu mendekatkan jarak antara faktor-faktor internasional
dan domestik. Dengan upaya ini diharapkan dapat diciptakan suatu konstituen diplomasi yang menjangkau
masyarakat luas di dalam dan di luar negeri, yang mampu mendukung pencapaian tujuan dan sasaran
diplomasi.

136. Sehubungan dengan hal tersebut, upaya menciptakan jembatan komunikasi dan membangun kemitraan
merupakan salah satu fungsi utama yang telah dilaksanakan oleh Departemen Luar Negeri pada tahun 2002
ini. Upaya ini telah dan akan terus dilaksanakan oleh jajaran Deplu pada semua tingkatan, baik pada tingkatan
pimpinan maupun staf. Kegiatan "Foreign Policy Breakfast" telah dilakukan secara berkala oleh Menteri Luar
Negeri guna mengkomunikasikan arah dan kebijakan politik luar negeri RI ke berbagai tokoh dan kelompok
masyarakat, sekaligus guna menyerap input kebijakan dari berbagai komponen masyarakat. Sementara itu
pada tingkatan lain, telah dilakukan berbagai kegiatan seperti seminar, kuliah umum kepada para mahasiswa
dari berbagai universitas, dan audiensi langsung kepada berbagai tokoh masyarakat.

137. Dalam upaya untuk memberikan dan meningkatkan perlindungan terhadap warga negara Indonesia di luar
negeri, Deplu telah membentuk sebuah unit baru yaitu Direktorat Perlindungan WNI dan Badan Hukum
Indonesia. Berdasarkan statistik, jumlah warganegara Indonesia yang bekerja di luar negeri dari tahun ke tahun
cenderung meningkat, khususnya TKI yang bekerja pada sektor informal. Sehubungan dengan hal tersebut,
peran Direktorat Perlindungan WNI dan BHI dalam melaksanakan fungsi perlindungan dan pemberian bantuan
hukum di masa mendatang akan semakin penting.

138. Dalam rangka mendukung penyelenggaraan hubungan luar negeri yang lebih terarah, terpadu dan
berlandaskan kepastian hukum yang lebih kuat, Pemerintah Indonesia telah memberlakukan UU Nomor 37
Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
Kedua ketentuan hukum dimaksud merupakan landasan hukum bagi pemerintah pusat dan pelaku hubungan
luar negeri lainnya, termasuk pemerintah daerah, dalam melaksanakan hubungan luar negeri. Penanganan dan
pengolaan hubungan luar negeri akan berpengaruh tidak hanya terhadap kepentingan daerah tetapi juga tidak
boleh bertentangan dengan politik luar negeri. Karena itu, upaya peningkatan koordinasi antar instansi
pemerintah pusat dan antara pusat dan daerah menjadi sangat penting.

139. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang, Departemen Luar Negeri diberi wewenang untuk menjadi
saluran resmi atau pintu gerbang Pemerintah Republik Indonesia dalam melaksanakan hubungan luar negeri
(one door policy) dan menjadi jembatan yang menghubungkan Indonesia dengan negara-negara lain. Dalam
kaitan dengan kerjasama luar negeri oleh Daerah, Departemen Luar Negeri juga berperan sebagai jembatan
yang menghubungkan Pemerintah Daerah dengan mitra luar negeri serta memberikan berbagai pertimbangan
dari segi politik luar negeri atas rencana kerjasama daerah di segala bidang. Dalam hal ini tantangan utama
adalah menciptakan suatu mekanisme komunikasi, koordinasi dan konsultasi yang efektif, efisien, terpadu, dan
berkesinambungan antara Departemen Luar Negeri, selaku koordinator penyelenggaraan hubungan luar negeri
dan pelaksanaan politik luar negeri, dengan unsur-unsur Daerah dalam kapasitasnya sebagai pelaku hubungan
luar negeri.

140. Sosialisasi UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan UU No. 24 Tahun 2000 tentang
Perjanjian Internasional dan Kerjasama dengan Pemerintah Daerah telah beberapa kali dilaksanakan pada
tahun 2002 dan akan terus ditingkatkan di masa mendatang. Selain itu dalam rangka menjembatani keinginan
partisipasi daerah dalam melakukan hubungan luar negeri, Departemen Luar Negeri tengah menyusun suatu
buku panduan bagi pelaksanaan kerjasama yang dilakukan oleh daerah dengan pihak dan atau lembaga di luar
negeri. Diharapkan buku panduan tersebut akan dapat diselesaikan pada tahun 2003.

III. PERKEMBANGAN ORGANISASI DAN ADMINISTRASI DEPLU

141. Sepanjang tahun 2002, Deplu telah menjalankan proses pembenahan internal yang bertumpu pada
semangat "benah diri". Semangat ini merupakan landasan bagi kemauan untuk secara jujur melihat
kekurangan-kekurangan yang ada dan selalu berusaha untuk memperbaiki kekurangan itu, serta secara kreatif
memikirkan dan melakukan langkah-langkah perbaikan yang konsisten dan berkelanjutan. "Mesin diplomasi"
yang ada terus diperbaharui agar memiliki kemampuan untuk secara efisien dan efektif menjawab tantangan-
tantangan yang berat dalam perumusan politik dan hubungan luar negeri RI dewasa ini.

142. Proses pembenahan yang dilakukan meliputi tiga aspek, yaitu restrukturisasi organisasi Deplu,
restrukturisasi perwakilan, dan pembenahan profesi diplomat. Struktur organisasi Deplu yang baru yang
disahkan melalui Keppres No.109 tahun 2001 disusun dengan pendekatan integratif yang menghapuskan garis
pemisah sektoral. Pendekatan integratif memudahkan penanganan masalah dalam suatu keutuhan terutama
melalui interaksi intensif yang terarah pada satu pintu di antara perwakilan di luar negeri dan Deplu. Dengan
demikian, Deplu dapat menyeimbangkan penanganan diplomasi bilateral, diplomasi regional, dan diplomasi
multilateral-global. Pelantikan para pejabat untuk mengisi struktur organisasi baru pada tanggal 1 Maret dan 3
Mei 2002 telah secara simbolis menandai rampungnya proses restrukturisasi organisasi Deplu.

143. Sementara itu, untuk proses restrukturisasi perwakilan dan pembenahan profesi diplomat, yang sedang
dikerjakan, direncanakan konsepnya selesai pada awal tahun 2003. Arah restrukturisasi perwakilan adalah
perubahan dari organisasi berbasis struktural menjadi fungsional. Dengan demikian, titik berat organisasi
perwakilan tidak lagi diletakkan pada struktur tetapi diletakkan pada misi dan kompetensi atau profesionalisme
diplomat. Selain itu, restrukturisasi perwakilan juga menyangkut evaluasi dan penetapan jumlah personel pada
perwakilan-perwakilan RI di luar negeri yang sepadan dengan intensitas tugas dan hubungan antara perwakilan
dengan negara akreditasinya. Sedangkan pembenahan profesi dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dan
jiwa kejuangan para diplomat RI, melalui pembentukan sistem pembinaan dan perencanaan karir yang
menekankan pada "merit system".

144. Restrukturisasi organisasi Perwakilan juga dilakukan dengan tujuan agar para diplomat dan Perwakilan RI
dapat melaksanakan tugas secara lebih efisien serta antisipatif terhadap perkembangan di dalam negeri dan
perubahan situasi internasional yang cepat, mendasar dan fluktuatif. Bentuk organisasi yang diinginkan dari
restrukturisasi organisasi Perwakilan ini adalah organisasi yang ramping, fleksibel, efektif dan efisien.

145. Terlaksananya Politik Luar Negeri RI yang bebas dan aktif harus didukung oleh aparatur negara yang
bersih yang mampu melaksanakan tugas dan bebas dari unsur kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Dengan
mengacu pada hal tersebut maka kebijakan pengawasan diarahkan antara lain pada usaha melanjutkan
pemberantasan KKN, meningkatkan disiplin kepegawaian termasuk disiplin kerja, menjatuhkan sanksi bagi
pelanggar disiplin kepegawaian, menindaklanjuti temuan hasil pengawasan, dan menindaklanjuti setiap laporan
masyarakat yang didukung oleh fakta yang mengandung kebenaran mengenai setiap pelanggaran baik yang
terjadi di Pusat maupun Perwakilan RI.

146. Dalam rangka mengantisipasi tuntutan perkembangan hubungan internasioal dan kegiatan diplomasi RI,
pada tahun anggaran 2002 Deplu mulai melakukan rekrutmen yang lebih khusus guna mempersiapkan
diplomat-diplomat profesional. Hal ini dilakukan dengan ditekankannya penerimaan pegawai untuk memperoleh
ahli-ahli bahasa, baik keenam bahasa PBB maupun bahasa Jepang dan bahasa Korea. Di samping itu,
penerimaan pegawai juga dilakukan untuk menjaring tenaga berlatar belakang pendidikan S-2 dan S-3 sebagai
analis kebijakan yang meliputi studi kawasan serta studi-studi khusus dibidang ekonomi perdagangan dan
pembangunan, hak asasi manusia, perlucutan senjata dan lingkungan hidup. Sejalan dengan program tersebut
di atas, dalam rangka meningkatkan kualitas dan profesionalisme diplomat Deplu, serangkaian langkah
pembenahan profesi telah ditempuh.

147. Untuk melengkapi program diklat di dalam negeri, program pengiriman karyasiswa ke luar negeri juga
ditingkatkan. Manfaat program karyasiswa ini adalah selain untuk meningkatkan pengetahuan dan memperluas
wawasan, juga untuk membangun jaringan kerja (networking) serta memantapkan penguasaan bahasa asing.
Dari sekitar 1200 pejabat profesional diplomatik (PDLN), saat ini baru 35% yang telah mengikuti program gelar
atau pelatihan di luar negeri. Guna meningkatkan jumlah tersebut menjadi 50% dalam jangka waktu 5 tahun
sejak 1999, maka setiap tahun ditargetkan 40 diplomat dapat dikirim ke luar negeri untuk mengikuti diklat
lanjutan. Pada tahun 2002, jumlah diplomat yang berhasil dikirim mencapai 60 orang pegawai untuk belajar di
luar negeri untuk mengikuti program S-3, S-2 dan program pelatihan lainnya. Negara-negara tujuan program
karyasiswa ini meliputi Australia, Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Jepang, Jerman, Malaysia, Spanyol, Chile,
Korea Selatan, dan Selandia Baru.

IV. PROSPEK HUBUNGAN LUAR NEGERI TAHUN 2003

148. Masalah perang terhadap terorisme internasional diperkirakan masih mendominasi hubungan antar
bangsa dalam beberapa tahun mendatang. Sebagai salah satu negara yang menjadi korban terorisme,
pelaksanaan politik luar negeri Indonesia pada tahun mendatang akan dipengaruhi oleh kegiatan dan usaha-
usaha untuk mengungkap jaringan terorisme sebagai modal untuk meningkatkan kepercayaan internasional.
Keberhasilan Indonesia dalam mengungkap masalah yang menjadi perhatian dunia ini akan dilihat sebagai
kesungguhan Pemerintah RI dalam upaya perang terhadap terorisme.

149. Sejak awal pembentukan ASEAN hingga saat ini, Indonesia merupakan negara pendiri yang
diperhitungkan. Meskipun politik luar negeri Indonesia pada masa krisis ekonomi sempat terfokus pada upaya-
upaya untuk memulihkan kondisi ekonomi dan mengamankan kedaulatan serta integritas negara kesatuan,
namun Indonesia sedikitpun tidak pernah meninggalkan ASEAN sebagai pilar utama politik luar negeri.

150. Seiring dengan stabilitas politik dan ekonomi dalam negeri yang mulai membaik, maka Indonesia akan
menempati posisi kunci di ASEAN. Upaya tersebut akan memperoleh momentum yang tepat saat Indonesia
menjadi Ketua ASEAN Standing Committee periode Juni 2003-Juni 2004 serta tuan rumah KTT ke-9 ASEAN
akan diselenggarakan pada 7-8 Oktober 2003. Dalam kaitan ini, Indonesia terutama akan melanjutkan dan
meningkatkan upaya memperkokoh ASEAN, terutama dalam upaya menyeimbangkan kegiatan ASEAN di
berbagai bidang kerjasama.

151. Indonesia bersama-sama dengan negara ASEAN lainnya akan meningkatkan hubungan kerjasama
ASEAN dengan negara-negara mitra wicara, dengan memprioritaskan kerjasama dalam bidang ekonomi, politik
keamanan, pemberantasan terorisme dan pariwisata yang telah ditandatangani pada tahun 2002. Di samping
itu, Indonesia bersama seluruh negara ASEAN sepakat untuk meningkatkan kerjasama dengan China, Jepang
dan Korea Selatan dalam kerangka proses ASEAN+3.

152. Beberapa isu yang diperkirakan mendominasi berbagai pertemuan ASEAN di masa depan akan berkaitan
dengan masalah klasik mengenai upaya integrasi ASEAN, perang melawan terorisme dan pembahasan isu
utama yaitu pemulihan sektor pariwisata pasca serangan teroris di Bali. Dalam kerangka ini, kerjasama ASEAN
ke depan akan difokuskan pula pada upaya mewujudkan ASEAN sebagai "Single Tourism Destination" seperti
yang telah dideklarasikan oleh para pemimpin ASEAN melalui penandatanganan ASEAN Tourism Agreement
pada KTT ke-8 ASEAN di Phnom Penh awal Nopember 2002 yang lalu.

153. Dalam tinjauan ke depan mengenai pelaksanaan hubungan Luar Negeri, Indonesia akan segera
memproses ratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, yang telah ditandatangani oleh
para Menteri Lingkungan hidup ASEAN pada tanggal 10 Juni 2002 di Kuala Lumpur, Malaysia. Dengan
meratifikasi Agreement tersebut, Indonesia mempunyai "suara" dalam upaya penanggulangan polusi asap yang
terjadi di kawasan ASEAN, yang selama ini Indonesia menjadi penyebab masalah tersebut.

154. Mengingat bahwa realisasi AFTA merupakan komitmen negara-negara ASEAN termasuk Indonesia, maka
semua negara anggota ASEAN perlu mendorong sinergi ke depan untuk memaksimalkan manfaat AFTA bagi
pertumbuhan ekonomi nasional masing-masing negara. Perdagangan intra ASEAN yang sudah berkembang
selama ini diharapkan akan lebih maju lagi melalui peningkatan dukungan sektor-sektor industri, jasa dan
investasi yang berada di daerah-daerah.

155. Berkaitan dengan berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah sejak 1 Januari 2000, maka
pemberlakuan perdagangan bebas ASEAN (AFTA) menuntut berbagai penyesuaian dan koordinasi antara
pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Kemampuan pemerintah pusat dan daerah dalam
mengakselerasikan kebijakan ekonominya seperti yang dituntut oleh mekanisme pasar bebas, akan menjadi
salah satu kunci keberhasilan peningkatan pendapatan bagi pembangunan.

156. Di kawasan Pasifik, hubungan Indonesia dengan Timor Leste akan tetap menjadi salah satu pusat
perhatian mengingat masih banyak masalah residual yang perlu diselesaikan bersama. Pengelolaan hubungan
tersebut juga akan terus dilakukan melalui mekanisme konsultasi tripartit Indonesia - Timor Leste - Australia.
Indonesia juga akan terus memperkuat hubungan dengan negara-negara tetangga di kawasan Timur melalui
Southwest Pasific Dialogue (SwPD) dan terus membangun hubungan dengan negara-negara kepulauan di
Pasifik melalui partisipasi sebagai mitra dialog pada Pacific Islands Forum (PIF).

157. Masalah anti terorisme menjadi semakin penting dalam hubungan antara Indonesia dan Amerika Serikat
terutama setelah tragedi bom di Bali. Sementara itu upaya peningkatan hubungan antara Indonesia dan
negara-negara Amerika Tengah dan Selatan tampak mulai menunjukkan prospek yang lebih baik mengingat
adanya peningkatan hubungan pada tingkatan perwakilan diplomatik serta antusiasme negara-negara di
kawasan Amerika Selatan dalam mengembangkan hubungan bilateral dengan Indonesia.

158. Hubungan dengan negara-negara Eropa Barat, baik secara individu maupun dalam Uni Eropa, akan tetap
menjadi salah satu prioritas hubungan luar negeri mengingat sebagian besar dari mereka adalah negara-
negara donor bagi Indonesia, baik secara bilateral maupun multilateral. Sementara itu, Indonesia semakin
menyadari akan pentingnya Eropa Timur sebagai emerging market yang perlu dimanfaatkan untuk kepentingan
pasar ekspor Indonesia. Karena itu peningkatan kerjasama perdagangan dan investasi menjadi salah satu
upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia.

159. Politik luar negeri negara-negara di sub kawasan Eropa Tengah dan Timur akan tetap berorientasi kepada
UE dan NATO sehingga dalam isu-isu internasional seperti masalah terorisme posisi negara-negara tersebut
pada umumnya akan sejalan dengan sikap UE dan NATO. Kendatipun demikian, negara-negara tersebut tidak
akan mengabaikan hubungannya dengan negara-negara di luar kawasan Eropa diantaranya Asia.

160. Perluasan keanggotaan NATO ke negara-negara bekas anggota Pakta Warsawa diharapkan akan
semakin meningkatkan jaminan keamanan di kawasan Eropa secara keseluruhan. Namun, perlu juga dicermati
sikap Rusia terhadap persoalan tersebut. Rusia akan menerima rencana perluasan NATO tahap kedua hasil
KTT Praha tersebut dengan sikap "positive engangement" dan ingin mempertahankan peranannya sebagai
faktor penting di dalam masalah-masalah keamanan Eropa dan internasional. Sikap tersebut ditempuh oleh
Rusia dengan perhitungan sikap yang konfrontatif akan mengganggu proses pembangunan ekonomi yang
sedang dilakukan oleh Rusia.

161. Indonesia akan terus membangun dan mengembangkan hubungan dan kerjasamanya dengan negara-
negara di sub kawasan Eropa Tengah dan Timur. Dalam hal ini yang akan dilakukan adalah dengan
mengembangkan mekanisme peningkatan perdagangan bilateral dan promosi ekspor komoditi dengan negara-
negara di kawasan Eropa Tengah dan Timur. Untuk itu, rencana beberapa negara di kawasan untuk menjadi
anggota Uni Eropa, seperti Republik Ceko, Hungaria, Polandia, Bulgaria, Rumania dan Slovakia merupakan
peluang yang harus dimanfaatkan secara optimal dengan menjadikan negara-negara tersebut sebagai pintu
masuk untuk menembus pasar negara-negara anggota EU yang lain.

162. Dalam melaksanakan pemulihan ekonomi nasional, Indonesia tetap berupaya lebih proaktif membuat
terobosan-terobosan baru untuk melakukan penetrasi pasar non tradisional di negara-negara Afrika, khususnya
di Afrika bagian Selatan yang tergabung dalam SADC. Upaya terobosan baru, antara lain adalah dengan
menumbuhkan sinergi antara pemerintah dengan pihak swasta, yaitu antara Deplu, Deperindag dan Kadin,
melalui pembentukan Working Group yang membantu para pengusaha Indonesia dalam mencari peluang
pasar bagi produk non migas dan mendapatkan konsesi khusus dari negara-negara Afrika bagian Selatan
tersebut.

163. Memasuki tahun 2003, masyarakat internasional tampaknya akan memberikan perhatian yang lebih besar
terhadap arti penting pendanaan bagi pembangunan berkelanjutan. Kecenderungan ini antara lain dipicu
upaya-upaya menindaklanjuti Konperensi Internasional mengenai Pendanaan bagi Pembangunan dan KTT
Pembangunan Berkelanjutan di tahun 2002. Dalam kaitan ini, negara-negara berkembang perlu bersama-sama
secara terus menerus memelihara momentum yang baik ini bagi bergulirnya proses pembangunan nasional
berkesinambungan masing-masing.

164. Namun demikian, tampaknya tahun 2003 masih tetap dibayangi oleh adanya kekhawatiran berupa terus
menurunnya dukungan negara-negara maju terhadap kerjasama pembangunan multilateral. Untuk itu negara-
negara berkembang harus menunjukan komitmen yang tinggi terhadap kerjasama multilateral dan sekaligus
mendorong upaya reformasi terhadap badan-badan multilateral khususnya PBB.

165. Perundingan perdagangan multilateral di masa-masa mendatang tampak semakin kompleks dan
memunculkan berbagai isu perdagangan dan non-perdagangan yang menjadi pembahasan di dalam
perundingan-perundingan WTO. Dalam Pertemuan Tingkat Menteri V WTO di Meksiko, pada bulan September
2003 akan ditentukan melalui konsensus apakah isu-isu mengenai investasi, kebijakan persaingan (competition
policy), transparansi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah (government procurement), dan (trade
facilitation) dirundingkan. Isu-isu baru tersebut diramalkan akan menambah pekerjaan rumah bagi Indonesia.
Dalam menghadapinya perlu strategi yang lebih solid dan mencerminkan sinergi antara pemerintah, kalangan
usaha dan masyarakat umum.

166. Di samping isu-isu baru termaksud, tampaknya Indonesia masih akan terus dihadapkan pada maraknya
praktek-praktek proteksionisme terselubung seperti anti dumping, anti subsidi, safeguards, hambatan teknis
(technical barrier to trade), kebijakan standar kesehatan pangan (sanitary and phytosanitary), yang
kesemuanya memiliki potensi untuk menghambat ekspor Indonesia. Instrumen-instrumen tersebut tampaknya
akan semakin sering digunakan oleh negara maju ataupun negara berkembang tertentu karena dalam sistem
perdagangan multilateral instrumen termaksud dapat dipakai oleh suatu negara untuk membendung arus
masuk barang dan jasa dari luar dan sekaligus membuka peluang berupa pengembangan industri dalam
negerinya.

167. Salah satu masalah mendesak yang dihadapi pemerintah Indonesia saat ini di samping hutang dalam
negeri adalah besarnya hutang luar negeri. Menurut data Bank Indonesia bulan Januari 2002, posisi hutang
luar negeri Indonesia pada bulan Januari 2002 sebesar US $ 132 milyar, terdiri dari US $ 72 milyar (52%)
hutang pemerintah dan US $ 60 milyar (48%) hutang swasta. Dengan rata-rata kurs Rp/USD sekitar Rp. 8.800,-
maka ratio hutang luar negeri terhadap PDB pada tahun 2002 mencapai sekitar 91%. Kinerja ekonomi
Indonesia pada tahun 2002 telah berhasil menurunkannya menjadi 71,8% dari PDB. Selain itu defisit anggaran
untuk tahun 2002 telah menciut menjadi 1,6% sehingga ketergantungan pada hutang luar negeri pada tahun-
tahun mendatang semakin mengecil. Walaupun demikian, perlu dilakukan secara serius langkah-langkah yang
dapat meringankan beban hutang luar negeri. Dalam kaitan ini, kesempatan untuk melaksanakan konversi
hutang/ debt swap sebagaimana dimungkinkan oleh pertemuan Paris Club III harus dapat dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya.

168. Prospek perlucutan senjata pada tahun 2003 akan merupakan kelanjutan dari perkembangan selama
tahun 2002. Selama tahun 2002, isu-isu yang berkaitan dengan masalah keamanan internasional dan
perlucutan senjata dikhawatirkan sedang berada dalam situasi yang kritis. Indikasi krisis tersebut dapat dilihat
antara lain dari pengunduran diri AS secara unilateral dari ABM Treaty, Comprehensive Nuclear Test-Ban
Treaty/CTBT yang berada dalam keadaan tidak menentu; tidak berfungsinya START II; terhambatnya
perundingan Biological Weapons Conventions/BWC, macetnya perundingan di Konperensi Perlucutan
Senjata/KPS di Jenewa, dan dipertanyakannya keberadaan UNDC.

169. Kerjasama dan dukungan kelembagaan internasional merupakan salah satu faktor penting dalam
kerjasama multilateral. Oleh sebab itu, untuk lebih meningkatkan peran RI di badan-badan internasional, pada
tahun 2003 Pemri akan melakukan penggalangan pada negara-negara anggota PBB untuk memberikan
dukungannya kepada RI agar terpilih sebagai anggota ECOSOC periode 2004-2006, KHAM periode 2004 -
2006 dan anggota tidak tetap DK-PBB periode 2007-2008.

170. Kerjasama internasional yang tidak kalah pentingnya adalah melalui Gerakan Non Blok. Dalam konteks ini
GNB dituntut untuk mampu mengidentifikasi inti permasalahan yang menyelimuti negara anggotanya dan
mencari solusi yang akurat dan pragmatis. KTT XIII GNB, pada tanggal 20-25 Februari 2003, di Kuala Lumpur
mendatang diharapkan akan menjadi forum tukar pikiran bagi negara anggotanya untuk merevitalisasi GNB
agar relevansi perannya di masa mendatang tidak memudar, sejalan dengan tema KTT yaitu "Revitalization of
the NAM". Untuk itu, dalam kesempatan tersebut, perlu dibahas lebih mendalam aspek-aspek revitalisasi GNB
antara lain penerapan transparansi di dalam setiap proses pengambilan keputusan; mendorong peran aktif dari
Ketua GNB dalam proses penataan dunia yang adil dan damai; memperbaiki mekanisme yang telah ada untuk
menyelesaikan konflik internal antara negara anggota GNB dan melindungi negara anggotanya dari tekanan
eksternal; dan menciptakan suatu strategi jangka pendek, menengah, dan panjang agar GNB tetap relevan dan
berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan pada tingkat global.

Jakarta, 8 Januari 2003

You might also like