You are on page 1of 13

Permainan jawa timur

Petak umpet

Petak umpet menurut Wikipedia Indonesia adalah sejenis permainan mencari teman
yang bersembunyi, bisa dimainkan oleh minimal 2 orang, namun jika semakin banyak
akan semakin seru.

Dimulai dengan hompimpah untuk menentukan siapa yang menjadi "kucing" (berperan
sebagai pencari teman-temannya yang bersembunyi). Si kucing ini nantinya akan
memejamkan mata atau berbalik sambil berhitung sampai 25, biasanya dia menghadap
tembok, pohon atau apasaja supaya dia tidak melihat teman-temannya bergerak untuk
bersembunyi. Setelah hitungan sepuluh, mulailah ia beraksi mencari teman-temannya
tersebut.

Jika ia menemukan temannya, ia akan menyebut nama temannya yang dia temukan
tersebut. Yang seru adalah, ketika ia mencari ia biasanya harus meninggalkan
tempatnya (base?). Tempat tersebut jika disentuh oleh teman lainnya yang
bersembunyi maka batallah semua teman-teman yang ditemukan, artinya ia harus
mengulang lagi, di mana-teman-teman yang sudah ketemu dibebaskan dan akan
bersembunyi lagi. Lalu si kucing akan menghitung dan mencari lagi.

Permainan selesai setelah semua teman ditemukan. Dan yang pertama ditemukanlah
yang menjadi kucing berikutnya.

Ada satu istilah lagi dalam permainan ini, yaitu 'kebakaran' yang dimaksud di sini
adalah bila teman kucing yang bersembunyi ketahuan oleh si kucing disebabkan
diberitahu oleh teman kucing yang telah ditemukan lebih dulu dari persembunyiannya.

Ada banyak versi permainan petak umpet, mulai dari menggunakan pilar yang menjadi
tempat / base, ada juga yang menggunakan pecahan genting yang ditumpuk dan
ditaruh di tengah dan harus dijaga.

Jika menggunakan pecahan genting yang ditumpuk si kucing akan berusaha untuk
menjaga agar genting-genting itu selalu menumpuk. Teman kucing yang akan
menjatuhkannya dengan bola kasti. Dan aturan lainnya sama dengan permainan petak
umpet yang kita kenal.
 

Egrang

TUBUHNYA yang kekar itu memang menjadi modal untuk aksi laganya dalam sinetron
atau film layar lebar. Akan tetapi untuk bermain egrang, yang menjadi mainan favoritnya
pada masa kecil, nanti dulu. Dia terjatuh ketika mencoba melangkah dengan egrang
yang sebenarnya tidak begitu tinggi.

"Badanku berat banget. Waktu mau mengangkat kaki, ya ampun, ini sih keberatan
badan. Akhirnya jatuh deh," kata Dede Yusuf (37), ketika ditantang main egrang di
Museum Nasional, Jakarta, Minggu (5/10).

"Waktu kecil, egrang itu mainan favorit gue. Bahkan egrang yang tinggi banget itu, yang
harus pakai tangga buat naiknya pun, gue bisa. Eh sekarang, egrang pendek saja tidak
bisa," ujar Dede sambil geleng-geleng kepala.

Selain egrang, Dede juga gemar bermain permainan anak tradisional, seperti loncat tali
dan galasin. "Wah, kalau loncat tali, gue juga jago tuh," kata Dede yang mengaku
sampai SMA masih suka main galasin bersama teman-teman di sekitar rumahnya.
Dede bersyukur karena dirinya sempat menikmati masa-masa indah memainkan
permainan tradisional itu. Anak-anak sekarang, sama sekali tidak mengenal permainan
seperti itu. Mereka lebih pandai bermain sepak bola pada play station daripada di
lapangan bola.

"Sebenarnya, banyak permainan tradisional yang bisa dikenalkan kepada anak


sekarang. Caranya, dengan membuatnya menjadi modern. Contohnya Beyblade,
asalnya dari gasing biasa, idenya diambil dari gasing Thailand. Hanya saja, lalu dibuat
lebih modern dengan besi dan plastik," kata aktor laga kelahiran Jakarta, 14 September
1966 ini. (ARN)

 Nenek ubi

Permainan ini lebih menyenangkan jika dimainkan oleh banyak anak, sekitar 50 10
anak. Di awali dengan hompipah atau dikenal juga oleh anak-anak dengan istilah
gambreng, mencari siapa yang akan menjadi nenek dan siapa yang akan menjadi
ubinya. Nenek ubi adalah anak yang kalah pada seleksi di hompipah, yang lainnya
menjadi ubi dengan anak yang terbesar menjadi ketua dari barisan ubi.

Permainan ini sangat menyenangkan karena ada lagu berbalas yang menyertainya.
Nenek ubi berada didepan barisan ubi sambil bernyanyi.

“tuk tuk geneng keresek kedebong “ kata nenek

“apa itu†ujar ubi serentak

“gelondongan†kata nenek lagi

“minta apa?†ujar anak-anak serempak

“minta ubi†kata si nenek sambil melihat kebarisan belakang.

“ubinya belum mateng…†ujar serempak anak-anak sambil berusaha agar tak
tertarik oleh si nenek.

Jika ada anak yang dapat ditarik ubi itu akan menjadi milik nenek dan permainan
dimulai lagi hingga habis ubi yang dimiliki. Ketika habis, si pemilik ubi akan berusaha
untuk menyelamatkan ubi-ubi yang diambil oleh si nenek.

Jawa barat
Galah Asin

Galah Asin atau di daerah lain disebut Galasin atau Gobak Sodor menurut Wikipedia
Indonesia adalah sejenis permainan daerah yang berasal dari Indonesia. Permainan ini
adalah sebuah permainan grup yang terdiri dari dua grup, di mana masing-masing tim
terdiri dari 3 - 5 orang. Inti permainannya adalah menghadang lawan agar tidak bisa
lolos melewati garis ke baris terakhir secara bolak-balik, dan untuk meraih kemenangan
seluruh anggota grup harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik dalam area
lapangan yang telah ditentukan.

Permainan ini biasanya dimainkan di lapangan bulu tangkis dengan acuan garis-garis
yang ada atau bisa juga dengan menggunakan lapangan segiempat dengan ukuran 9 x
4 m yang dibagi menjadi 6 bagian. Garis batas dari setiap bagian biasanya diberi tanda
dengan kapur. Anggota grup yang mendapat giliran untuk menjaga lapangan ini terbagi
dua, yaitu anggota grup yang menjaga garis batas horisontal dan garis batas vertikal.
Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas horisontal,
maka mereka akan berusaha untuk menghalangi lawan mereka yang juga berusaha
untuk melewati garis batas yang sudah ditentukan sebagai garis batas bebas. Bagi
anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga garis batas vertical (umumnya
hanya satu orang), maka orang ini mempunyai akses untuk keseluruhan garis batas
vertikal yang terletak di tengah lapangan. Permainan ini
sangat mengasyikkan sekaligus sangat sulit karena setiap orang harus selalu berjaga
dan berlari secepat mungkin jika diperlukan untuk meraih kemenangan.

Pada era tahun 1980an, hampir di setiap sudut perkampungan-perkampungan di


Jakarta masih terdapat banyak lapangan bulu tangkis. Demam piala Thomas dan Uber
menjadi salah satu hal yang membuat lapangan ini bermunculan. Ketika lapangan
tersebut tidak digunakan, fungsinya berubah menjadi arena bermain anak-anak,
Galasin menjadi salah satu permainan yang sering dimainkan di lapangan ini.

Benteng

Benteng atau Bentengan menurut Wikipedia Indonesia adalah permainan yang


dimainkan oleh dua grup, masing-masing terdiri dari 4 sampai dengan 8 orang. Masing
- masing grup memilih suatu tempat sebagai markas, biasanya sebuah tiang atau pilar
sebagai 'benteng'. Tujuan utama permainan ini adalah untuk menyerang dan
mengambil alih 'benteng' lawan dengan menyentuh tiang atau pilar yang telah dipilih
oleh lawan dan meneriakkan kata benteng. Di area benteng biasanya ada area aman
dimana untuk group yang memiliki tiang atau pilar itu sudah berada di area aman tanpa
takut terkena lawan.

Kemenangan juga bisa diraih dengan 'menawan' seluruh anggota lawan dengan
menyentuh tubuh mereka. Untuk menentukan siapa yang berhak menjadi 'penawan'
dan yang 'tertawan' ditentukan dari waktu terakhir saat si 'penawan' atau 'tertawan'
menyentuh 'benteng' mereka masing-masing. Orang yang paling dekat waktunya ketika
menyentuh benteng berhak menjadi 'penawan' dan bisa mengejar dan menyentuh
anggota lawan untuk menjadikannya tawanan.

Dalam permainan ini, biasanya masing - masing anggota mempunyai tugas seperti
'penyerang', 'mata-mata, 'pengganggu', dan penjaga 'benteng'. Permainan ini sangat
membutuhkan kecepatan berlari dan juga kemampuan strategi yang handal.

Lompat Tali

Permainan lompat tali secara fisik akan menjadikan anak lebih kuat dan tangkas. Belum
lagi manfaat emosional, intelektual, dan sosialnya yang akan berkembang dalam diri
anak tersebut.

Lompat tali atau "main karet" pernah populer di kalangan anak angkatan 70-an hingga
80-an. Permainan lompat tali ini menjadi favorit saat "keluar main" di sekolah dan
setelah mandi sore di rumah. Sekarang, "main karet" mulai dilirik kembali antara lain
karena ada sekolah dasar menugaskan murid-muridnya membuat roncean tali dari
karet gelang untuk dijadikan sarana bermain dan berolahraga.

Cara bermainnya masih tetap sama, bisa dilakukan perorangan ataupun berkelompok.
Jika hanya bermain seorang diri biasanya anak akan mengikatkan tali pada tiang,
batang pohon atau pada apa pun yang memungkinkan, lalu melompatinya. Permainan
secara soliter bisa juga dengan cara skipping, yaitu memegang kedua ujung tali
kemudian mengayunkannya melewati kepala dan kaki sambil melompatinya.

Jika bermain secara berkelompok biasanya melibatkan minimal 3 anak. Diawali dengan
gambreng atau hompipah untuk  menentukan dua anak yang kalah sebagai pemegang
kedua ujung tali. Dua anak yang kalah akan memegang ujung tali; satu di bagian kiri,
satu anak lagi di bagian kanan untuk meregangkan atau mengayunkan tali. Lalu anak
lainnya akan melompati tali tersebut. Aturan permainannya simpel; bagi anak yang
sedang mendapat giliran melompat, lalu gagal melompati tali, maka anak tersebut akan
berganti dari posisi pelompat menjadi pemegang tali. Alat yang dibutuhkan cukup
sederhana. Bisa berupa tali yang terbuat dari untaian karet gelang atau tali yang
banyak dijual di pasaran yang dikenal dengan tali skipping.
 

Keladi

Alat permainannya cukup sederhana hanya dua buah batang kayu berukuran 30 sm
dan 15 cm juga sebuah batu sebagai penyangga. Dapat dimainkan oleh dua orang
maupun lebih. Semakin banyak semakin menyenangkan.

Seperti permainan lainnya permainan ini cukup sederhana dan mudah dilakukan,
permainan diawali dengan mencari siapa yang akan bermain terlebih dahulu. Bisa
dengan hompimpah atau suit. Setelah ditemukan siapa yang bermain terlebih dahulu,
pertama-tama batang kayu yang berukuran 15 cm ditaruh miring pada sebuah batu.

Untuk pemain yang bermain terlebih dahulu, dia harus melempar keatas kayu yang
ditaruh miring dan memukulnya kedepan dan jaraknya harus melebihi tiga kali ukuran
kayu yang panjang. Jika dia tak berhasil memukul atau jarak pukulannya tidak jauh
pemain digantikan dengan pemain lainnya. Apabila berhasil memukul dengan jarak
lebih dari tiga kali panjang batang kayu yang panjang, pemain kemudian harus
memukul batang kayu kecil itu seperti bermain golf. Batang kayu berada diantara kedua
kaki dan kemudian dipukul kebelakang menjauh hingga si pemain tak berhasil memukul
batang kayu tersebut. Jika sudah tak berhasil memukul maka si pemain kemudian di
gendong oleh pemain yang sejak tadi tak ikutan memukul. Di gendong ke arah batu
tempat permainan dimulai.

Bekel
Permainan yang dapat dilakukan perseorangan maupun beregu. Dengan menggunakan
bola karet kecil dan buah bekel yang berbentuk unik dan khas dengan jumlah sekitar
lima sampai sepuluh buah.

 
Permainan dapat diawali dengan hompimpah jika yang bermain lebih dari dua orang.
Jika hanya dua orang permainan dapat diawali dengan suit untuk menentukan siapa
yang jalan duluan.

Cara bermainnya pun mudah, buah bekel di genggam dan dilemparkan ke lantai
bersamaan ketika bola dilemparkan. Awalnya buah bekel tersebut diambil satu persatu
dan pada buah terakhir dengan cepat dilemparkan berbarengan. Selanjutnya diambil
dua-dua, dan terus bertambah satu hingga jumlah keseluruhan. Tingkat kesulitan pada
permainan ini adalah jika kita tak mampu memprediksi pantulan bola dan kemungkinan
pengambilan biji yang tebarannya terlalu luas. Setelah pengambilan satu-satu hingga
jumlah keseluruhan, berikutnya adalah merubah semua buah bekel menjadi bentuk pit
dan diambil satu-satu seperti sebelumnya dan meningkat hingga jumlah keseluhan.
Setelah chin menjadi rho dan kemudian teknik yang sama digunakan kembali, setelah
itu posisi buah bekel yang tak memiliki titik disisinya (chin) kemudian diambil seperti
sebelumnya, kemudian  posisi buah bekel yang
memiliki titik disisinya (pheng) dan dilanjutkan sama seperti sebelumnya. Ketika semua
tahapan telah dilalui tahapan berikutnya adalah tahapan terakhir, yaitu ngaspel. Pada
tahap ngaspel ini permainan sedikit berbeda, diawali dengan membentuk buah bekel
menjadi barisan diawali dengan pit yang sejajar, kemudian dirubah menjadi rho,
kemudian dirubah menjadi chin, dan terakhir dirubah menjadi pheng. Setelah itu semua
harus dilalui dengan melintasi melalui jari jempol dan telunjuk berbentuk U kebalik dan
tak lupa memantulkan bola bekel. Setelah selesai semua biji diambil dan membentuk
tandatangan sebelum bola jatuh kelantai. Ketika semua tahapan ini sudah dilalui berarti
si pemain telah melalui satu rangkaian dan menang.

Permainan jawa tengah

Cublak-cublak suweng

Permainan ini dimainkan olehbeberapa anak/orang, tetapi minimal tiga orang. Akan tetapi lebih baik
antara 6 sampai delapan orang. Tujuan dari permainan ini adalah Pak Empo menemukan anting
(suweng) yang disembunyikan seseorang.

Pada awal permaianan beberapa orang berkumpul dan mengundi/ menentukan salah satu dari mereka
untuk menjadi Pak Empo. Biasanya pengundiannya melalui pingsut/encon/undian biasa. Setelah ada
yang berperan sebagai pak Empo. Maka mereka semua duduk melingkar. Sedangkan Pak Empo
berbaring telungkup di tengah-tengah mereka. Masing-masing orang menaruh telapak tangannya
menghadap ke atas di punggung pak Empo.

Salah seorang dari mereka mengambil kerikil atau benda (benda ini dianggap sebagai anting). Lalu
mereka semua bersama-sama menyanyikan cublak-cublak suweng sambil memutar kerikil dari telapak
tangan yang satu ke yang lainnya. begitu terus sampai lagu tersebut dinyanyikan beberapa kali (biasanya
2-3 kali).

Setelah sampai di bait terakhir ...Sir-sir pong dele gosong pak Empo Bangun dan pemain lainnya pura-
pura memegang kerikil. Tangan kanan dan kiri mereka tertutup rapat seperti menggenggam sesuatu. Hal
ini untuk mengecoh pak Empo yang sedang mencari ”suwengnya”. Masing-masing pemain
mengacungkan jari telunjuk dan menggesek-gesekkan telunjuk kanan dan kiri (gerakannya) persis
seperti orang mengiris cabe. Mereka semua tetap menyanyikan Sir-sir pong dele gosong secara
berulang-ulang sampai pak Empo menunjuk salah seorang yang dianggap menyembunyikan anting.

Ketika pak Empo salah menunjuk maka permainan dimulai dari awal lagi (pak Empo berbaring). Dan
ketika pak Empo berhasil menemukan orang yang menyembunyikan antingnya maka orang tersebut
berganti peran menjadi pak Empo. Permainan selesai ketika mereka sepakat menyelesaikannya.

Egrang

Orang Jawa mengenal berbagai macam jenis permainan tradisional, yang sekarang tidak lagi
ditemukan. Berbagai macam permainan tradisional tersebut memberi ruang ketrampilan bagi
pemakainya. Dalam kata lain, permainan tradisional Jawa tidak menempatkan relasinya hanya
pasif. Lebih dari itu harus aktif dan kreatif. Sebab, permainan tradisional Jawa memberikan
rangsangan kreatif bagi relasinya.

Salah satu jenis permainan tradisional Jawa apa yang dikenal sebagai egrang. Permainan ini
mengandaikan pemakai/relasinya lebih tinggi posisinya. Diluar ukuran tinggi manusia. Bahan
yang dipakai sebagai egrang adalah bambu, yang dibuat meyerupai tangga, tetapi tangganya
hanya satu. Kapan orang memakai egrang kakinya dinaikan di atas satu tangga, atau pustep kalau
meminjam istilah sepeda motor, untuk kemudian berjalan. Jadi, pemakai egrang naik diatas
bambu yang dibuat sebagai jenis mainan dan kemudian berjalan kaki.

Karena itu, orang yang memakai egrang perlu melewati proses belajar dulu, karena
membutuhkan keseimbangan. Kapan keseimbangan tidak terpenuhi orang bisa jatuh dari egrang.
Siapapun bisa menggunakan egrang, tidak harus anak-anak, orang dewasapun bisa
menggunakannya.
Egrang bentuknya bisa pendek, tetapi bisa pula tinggi. Yang pasti, kapan orang bermain egrang,
posisi tubuhnya menjadi jauh lebih tinggi dari tubuh yang sebenarnya. Persis seperti orang
berdiri di tangga, atau naik di atas meja.

Namun permainan egrang sekarang tidak lagi mudah ditemukan. Mungkin malah sudah hilang.
Atau barangkali, permainan egrang tidak lagi relevan di jaman sekarang. Di tengah anak-anak
terbiasa dengan eskalator yang tersedia di mall: hanya berdiri tangga bisa berjalan sendiri.
Egrang sepertinya memberikan “rasa susah” dari fasilitas teknologi.

Tampaknya proses membentuk kreativitas telah menemukan formula yang sama sekali lain.
Tidak berawal dari kesaadaran dan inisiatif dari dirinya sendiri dan hanya sedikit sekali
memerlukan dorongan dari luar seperti egrang. Kreativitas jaman sekarang memerlukan
instrumen yang tidak lagi sederhana dan, sulit meninggalkan teknologi.

Karena itu, egrang adalah masa lalu yang sekedar untuk dikenang dan sulit untuk ditemukan.
Anak-anak tidak lagi “mengenal” apa itu egrang dan bagaimana bentuknya. Bagaimana pula cara
memakainya.

Mungkin, kembali untuk mengenalkan ingatan terhadap permainan tradisional Jawa, egrang dan
jenis permainan tradisional lainnya perlu untuk dihadirkan. Bukan yang utama untuk
mengembalikan “kisah masa lalu”. Namun lebih untuk memberikan referensi kultural pada anak-
anak sekarang yang terbiasa dengan permainan yang serba teknologis.

Dari egrang, barangkali orang bisa menanapki jenis permainan tradisional Jawa lainnya yang
sekarang sekedar sebagai kenangan.
Bentengan

Bentengan, adalah permainan yang dimainkan oleh dua grup, masing – masing terdiri dari
4sampai dengan 8 orang. Masing – masing grup memilih suatu tempat sebagai markas, biasanya
sebuah tiang, batu atau pilar sebagai ‘benteng’.

1. Permainan

Tujuan utama permainan ini adalah untuk menyerang dan mengambil alih ‘benteng’ lawan
dengan menyentuh tiang atau pilar yang telah dipilih oleh lawan dan meneriakkan kata
benteng. Kemenangan juga bisa diraih dengan menawan’ seluruh anggota lawan dengan
menyentuh tubuh mereka. Untuk enentukan siapa yang berhak menjadi ‘penawan’ dan yang
tertawan’ ditentukan dari waktu terakhir saat si ‘penawan’ atau ‘tertawan’ menyentuh ‘benteng’
mereka masing – masing.

2. Tawanan

Orang yang paling dekat waktunya ketika menyentuh benteng berhak menjadi penawan’ dan bisa
mengejar dan menyentuh anggota lawan untuk menjadikannya tawanan. Tawanan biasanya
ditempatkan di sekitar enteng musuh. Tawanan juga bisa dibebaskan bila rekannya dapat
menyentuh dirinya.

3. Taktik

Dalam permainan ini, biasanya masing – masing anggota mempunyai tugas seperti ‘penyerang’,
‘mata – mata, ‘pengganggu’, dan menjaga ‘benteng’. Permainan ini sangat membutuhkan
kecepatan berlari dan juga kemampuan strategi yang handal.

http://mainantempodoeloe.wordpress.com
Tekongan
Thursday, 14 January 2010 06:51 administrator

“Te”, dibaca layaknya pengucapan “tempe”. Permainan murah meriah—bahkan bisa dikatakan
tak perlu mengeluarkan budget khusus—sekaligus membutuhkan keuletan dari para pemainnya.
Selain itu, permainan ini pun melatih daya fisik para pemainnya. Sebab, sepanjang permainan
permain harus berlari dan berkelit dengan cepat. Pemain yang mempunyai kemampuan berlari
yang “Siip” sangat diperhitungkan. Permainan ini sudah terwariskan turun temurun di desa saya
di Meger, Ceper, Klaten, Jawa Tengah, entah sejak kapan. Sistem permaian ini, tidak berbeda
jauh dengan aturan permaian petak umpet yang sangat fenomenal di Indonesia. Hanya saja media
permainannya yang lain.

Pertama, dibutuhkan pemain lebih dari dua orang (minimal dua orang), tanah lapang, dan
pecahan genteng yang disebut dengan wingko—masing-masing pemain mempunyai satu
wingko. Selanjutnya, membuat lingkaran di tanah sebagai pusat permainan. Permainan dimulai
dengan cara nuju (masing-masing pemain melemparkan wingko ke arah lingkaran dengan jarak
tertentu), untuk menentukan siapa yang akan menjadi penjaga. Pemain yang wingko-nya jatuh
dengan jarak paling jauh dari lingkaran, dialah yang menjadi penjaga.

Kedua, saat sudah diperoleh siapa yang menjadi penjaga, sontak pemain lainnya langsung berlari
mencari tempat persembunyian sembari penjaga menata wingko secara vertikal (ditumpuk) tepat
di tengah lingkaran. Setelah selesai merapikan wingko yang berserakan, panjaga kemudian
mencari pemain lainnya yang telah bersembunyi. Aturannya, bagi penjaga, ketika menemukan
pemain yang bersembunyi, dia diwajibkan memekikan kata “Tekong” dan diikuti nama pemain
yang ditemukan. Tidak selesai sampai di situ, penjaga harus menuju lingkaran tempat wingko
ditumpuk dan disertai teriakan “Gong”, tanda telah menyentuh lingkaran.

Dan proses menuju lingkaran inilah yang menarik, penjaga harus berjibaku, saling sikut, dalam
suatu perlombaan lari menuju lingkaran dengan pemain yang di”tekong”. Sebab, apabila penjaga
belum menyentuh lingkaran pemain mempunyai kesempatan untuk meruntuhkan kembali
tatanan wingko. Itu artinya penjaga harus menata ulang wingko, dan pemain yang
di”tekong”mempunyai kesempatan untuk bersembunyi lagi. Dan pemain lainnya pun boleh
meruntuhkan tatanan wingko untuk membebaskan pemain yang tertangkap sekaligus
melanggengkan pekerjaan si penjaga. Untuk itu, penjaga harus mengamankan tatanan wingko
supaya tidak “dihancurkan” pemain lainnya.

Dalam suatu permainan, sudah lazim seorang pemain menjadi penjaga “abadi”. Hal ini
disebabkan penjaga tidak dapat menemukan semua pemain. Untuk itulah, dibutuhkan
kemampuan fisik yang fit, ulet dan lari yang cepat. Dan tidak jarang permainan digelar berkali-
kali, dan berhari-hari dengan penjaga yang sama. permainan akan selesai ketika penjaga telah
menemukan semua pemain atawa si penjaga ngambek.

http://dolananjadul.blogspot.com

congklak

 
Cerita Singkat Slodoran

Permainan ini memerlukan lapangan kurang lebih


sebesar lapangan bulutangkis, yang dibagi menjadi
enam ruangan dengan bentuk lapangan dua-dua
memanjang. Lapangan tersebut dibagi dua memanjang
kemudian dibagi tiga ke arah lebarnya. Pemainnya harus
beregu dengan jumlah lima orang personel setiap regu.

Penentuan regu yang menjadi pemain dan penjaga,


harus diundi dengan jalan sut atau melempar uang
logam. Jika dilakukan sut biasanya regu memilih salah seorang untuk mewakili regunya. Regu
yang menang sut akan menjadi pemain sementara yang kalah harus menjadi penjaga. Adapun
jika penentuannya menggunakan uang logam maka setiap regu harus menentukan muka mana
yang ia pilih, dan jika setelah uang dilemar maka muka yang muncul di atas menunjukkan regu
yang menang untuk menjadi pemain.

Penjaga harus berdiri di setiap garis yang melebar dengan jumlah empat orang, sementara
seorang lagi menjaga garis vertikal atau garis yang terletak di tengah-tengah lapangan yang
memanjang. Setiap penjaga harus mengawal garisnya dari ujung ke ujung, jika ada lawan yang
melewatinya harus itangkap. Dan jika salah satu mengenainya maka penjaga akan menjadi
pemain dan pemain menjadi penjaga, begitu seterusnya. Jika pemain berhasil melalui setiap garis
dari depan ke belakang terus kembali ke depan atau ke awal permainan berarti ia menang satu
point dari lawannya.

Sumber:
Purnama, Yuzar, dkk,. 2004. Budaya Tradisional pada Masyarakat Indramayu. Bandung:
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung.

You might also like