Professional Documents
Culture Documents
OLEH :
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Tujuan.............................................................................................. 1
1.3 Metode Penulisan ............................................................................ 2
BAB II ISI.................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Air Tanah........................................................................ 3
2.2 Terjadinya Air Tanah....................................................................... 4
2.3 Gerakan Air Tanah.......................................................................... 6
2.4 Studi Kasus pada Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda
Kota Tangerang, Propinsi Banten..................................................... 13
BAB III PENUTUP....................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan....................................................................................... 17
3.2 Saran................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 18
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. Penampang stratigrafi (G-H) hasil korelasi nilai resistansi batuan dan
data pemboran................................................................................................. 9
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui sistem air
tanah yang ada di bumi ini. Sehingga dengan mengetahui sistem dari air tanah
tersebut, kita dapat mengelola dan memanfaatkan sumber daya air tersebut secara
selektif dan bijak tanpa merusak lingkungan pada khususnya.
Gambar 1. Penampang lintang skematis yang memperlihatkan terjadinya air tanah (Linsley,1989).
2.3 Gerakan Air Tanah
Air bergerak di dalam tanah secara horizontal dan vertikal. Pergerakan air
secara horizontal disebut juga pergerakan air lateral. Pergerakan air vertikal dapat
berupa pergerakan air ke bawah yang dipengaruhi oleh gerak gravitasi melalui
infiltrasi dan perkolasi serta pergerakan air ke atas melalui gerak kapilaritas air
tanah yang dipengaruhi oleh porositas tanah dan temperatur tanah. Air tanah yang
berada di bawah zona perakaran tanaman akan mengalir menuju zona perakaran
tanaman disebabkan oleh kemampuan kapiler (cappilary rise) yang dimiliki oleh
tanah. Air akan bergerak dari tanah yang lembab menuju tanah yang lebih kering.
Pada tanah lembab yang jumlah persentase airnya lebih tinggi, gardien
tegangannya lebih besar dan lebih cepat perpindahannya.
Pola kapilaritas air tanah dipengaruhi oleh besarnya pengembangan
tegangan dan daya hantar pori-pori dalam tanah. Nilai efek kapilaritas tidak
beraturan pada setiap bagian tanah, karena ukuran pori-pori yang dilewatinya
bersifat acak pula. Pada jenis tanah yang berbeda akan memberikan pola
pergerakan air tanah yang berbeda pula karena pola pergerakan air tanah yang
berupa gerak kapiler ini sangat dipengaruhi oleh tekstur dari tanah tersebut, oleh
karena itu kecepatan pergerakan air vertikal ke bawah dan pergerakan horizontal
di dalam tanah bergerak agak cepat sampai agak lambat.
Proses evaporasi dari tanah merupakan salah satu faktor penunjang yang
dapat mengakibatkan air mengalir ke atas. Penembusan air dari tanah basah ke
tanah kering (cm) evaporasi yang terjadi akan semakin besar, sehingga
pergerakan air tanah menuju ke permukaan tanah akan semakin cepat karena air
akan bergerak terus mengisi pori-pori yang kosong sampai mencapai suatu
kondisi seimbang. Meskipun pola pergerakan air yang disebabkan oleh gerak
kapilaritas merupakan salah satu proses yang penting yang berkaitan dengan
pengkondisian kelembaban pada zona perakaran tanaman (Anonim1, 2009).
Perbedaan potensi kelembaban total dan kemiringan antara dua titik/lokasi
dalam lapisan tanah dapat menyebabkan gerakan air dalam tanah. Air bergerak
dari tempat dengan potensi kelembaban tinggi ke tempat dengan potensi
kelembaban yang lebih rendah. Selanjutnya air akan bergerak mengikuti lapisan
(lempengan) formasi geologi sesuai dengan arah kemiringan lapisan formasi
geologi tersebut. Kelembaban tanah tidak selalu mengakibatkan gerakan air dari
tempat basah ke tempat kering. Air dapat bergerak dari tempat kering ke daerah
basah seperti terjadi pada proses perkolasi air tanah. Oleh pengaruh energi panas
matahari, air juga dapat bergerak kearah permukaan tanah, sampai tiba gilirannya
menguap ke udara (proses evaporasi) (Asdak,1995).
Gerakan air tanah sendiri dikuasai oleh prinsip-prinsip hidrolika yang telah
tersusun baik. Terhadap aliran air tanah lewat akifer, yang pada umumnya
merupakan media tiris, dapat diberlakukan hukum DARCY yang sangat terkenal.
Permeabilitas, yang merupakan ukuran kemudahan aliran lewat media tersebut,
merupakan kanstanta penting dalam persamaan aliran. Penentuan besarnya
permeabilitas secara langsung dapat dilakukan melalui pengukuran-pengukuran di
lapangan atau di laboratorium. Informasi mengenai gerakan air tanah dapat
diperoleh dengan memberikan suatu zat ke dalam aliran yang kemudian dirumus
dalam ruang dan waktu. Dari hukum DARCY dan persamaan kontinuitas
persamaan umum aliran air tanah dapat dicari (Soemarto,1995).
Pada tahun 1856, DARCY menegaskan kemamputerapan prinsip-prinsip
aliran fluida dalam tabung kapiler, yang telah dikembangkan beberapa tahun
sebelumnya oleh Hagen dan Poiseuille, pada aliran air dalam media permeabel.
Hukum DARCY adalah :
V = KS
Dimana V adalah kecepatan aliran, S kelandaian gradien hidrolik, dan K adalah
suatu koefisien yang mempunyai satuan V (kaki per hari atau meter per hari)
(Linsley,1989).
Kombinasi gaya gravitasi bumi (Z) dengan tekanan potensial (P) lazim
disebut tinggi-energi hidrolik (hydraulic head). Perbedaan tinggi-energi hidrolik
H antara dua tempat sering ditulis sebagai dH. Apabila nilai perbedaan tersebut
diwujudkan dalam satuan panjang, maka ia akan ditulis dH/L dan disebut
gradient-hidrolik (hydraulic gradient). Gradien-hidrolik merupakan tenaga
pendorong gerakan air dalam tanah. Oleh adanya hujan yang terputus, evaporasi,
dan buangan air di lapangan, maka akan selalu ada tenaga pendorong gerakan air
tanah. Untuk dapat memprakirakan laju gerakan air dalam tanah, diperlukan
tambahan informasi luas penampang melintang (A) daerah yang akan dilalui air
tanah serta faktor konduktivitas-hidrolik (K) yang merupakan karakteristik tanah.
Menurut hukum DARCY :
Kecepatan Air (V) = (permeabilitas) x (tenaga pendorong)
V = K (dH/L)
K adalah konduktivitas hidrolik (L/T). Bila kedua sisi persamaan diatas masing-
masing dikalikan luas penampang melintang A, maka volume per satuan waktu (q)
menjadi :
q = AV = AK (dH/L)
satuan q adalah L3/T dan persamaan diatas berlaku untuk tanah jenuh. Hukum
DARCY juga dapat digunakan untuk menghitung besarnya aliran air dalam tanah
tidak jenuh. Proses perhitungan aliran air pada tanah tidak jenuh lebih rumit
karena nilai K tidak hanya tergantung pada ukuran pori-pori tanah, tapi juga pada
keadaan kelembaban tanah (0V). Untuk keadaan tanah tidak jenuh, persaman
tersebut diatas menjadi :
q = AK (0V) (dH/L)
Nilai K (0V) bervariasi dari 50 cm/hari pada tanah basah sampai 0,001 cm/hari
pada keadaan Permanent Wilting Point (PWP) (Asdak,1995).
2.4 Studi Kasus pada Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda Kota
Tangerang, Propinsi Banten
Akuifer yang berkembang di daerah yang secara administratif termasuk
Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda ini berlitologi pasir tufan, dan dapat
dibedakan berdasarkan kedalamannya menjadi akuifer dangkal dan akuifer dalam.
Ketebalan akuifer di kawasan Kecamatan Batuceper ini beragam mulai dari 5 m -
25 m untuk akuifer dangkal (kedalaman sampai 50 m), hingga ketebalan 4 - 80 m
untuk akuifer dalam (kedalaman lebih dari 50 m). Akuifer dangkal (kedalaman
kurang dari 50 m) adalah akuifer tak tertekan dan pada tempat yang semakin
dalam berubah menjadi akuifer semitertekan. Sedangkan akuifer dalam
(kedalaman lebih dari 50 m) merupakan akuifer tertekan yang dibatasi oleh dua
lapisan kedap air (impermeable layer) pada bagian atas dan bawahnya.
Penampang G-H merupakan suatu contoh sebaran vertikal dalam kaitannya
dengan sifat dan ketebalan akuifer (Gambar 9) di daerah Kecamatan Batuceper.
Gambar 2. Penampang stratigrafi (G-H) hasil korelasi nilai resistansi batuan dan data pemboran
3.1 Kesimpulan
Yang dimaksud dengan air tanah adalah air yang menempati rongga-
rongga dalam lapisan geologi. Lapisan tanah yang terletak di bawah permukaan
air tanah dinamakan daerah jenuh (saturated zone), sedangkan daerah tidak jenuh
terletak di atas daerah jenuh sampai ke permukaan tanah, yang rongga-rongganya
berisi air dan udara.
Pergerakan air vertikal dapat berupa pergerakan air ke bawah yang
dipengaruhi oleh gerak gravitasi melalui infiltrasi dan perkolasi serta pergerakan
air ke atas melalui gerak kapilaritas air tanah yang dipengaruhi oleh porositas
tanah dan temperatur tanah. Air tanah yang berada di bawah zona perakaran
tanaman akan mengalir menuju zona perakaran tanaman disebabkan oleh
kemampuan kapiler (cappilary rise) yang dimiliki oleh tanah. Air akan bergerak
dari tanah yang lembab menuju tanah yang lebih kering.
Akuifer yang berkembang di Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda
secara litologi adalah pasir tufan. Tipologi akuifer yang berkembang adalah
Sistem Endapan Aluvium Pantai. Batuan penyusun endapan ini umumnya berupa
lempung, pasir, dan kerikil hasil erosi dan transportasi batuan di bagian hulunya.
Di Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda, ketebalan relatif sama, akuifer
dangkal memiliki ketebalan mulai dari 5 m – 25 m, dan akuifer dalam memiliki
ketebalan 4 m – 80 m. Akuifer dangkal adalah akuifer tak tertekan dan pada
tempat yang semakin dalam berubah menjadi akuifer semitertekan. Pola
pengaliran air tanah pada dua kecamatan tersebut relatif ke arah timur, dan
terbentuk depresi konus aliran air tanah, terutama di kota Tangerang. Kondisi
demikian menunjukkan dua penyebab yang memungkin, yaitu perkembangan
lensa-lensa yang secara alamiah terbentuk pada daerah tersebut, atau pengambilan
air tanah yang berlebihan di zone tersebut. Untuk itu, kawasan depresi air tanah
perlu ditelaah lebih lanjut untuk menunjang langkah kebijakan terkait dengan
konservasi air tanah di Kota Tangerang.
3.2 Saran
Pemanfaatan air tanah hendaknya digunakan secara maksimal demi
kelangungan hidup manusia. Namun tentunya pemanfaatan tersebut hendaknya
dilakukan secara selektif dan bijak, agar keterdapatan air tanah dibumi ini tidak
habis akibat pemanfaatan air tanah yang berlebihan, dan tentunya juga agar
lingkungan menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1. 2009. Kajian Pola Penyebaran Air Tanah Melalui Gerak Kapilaritas
(Capillary Rise) Tanah Incepticol di Jatinangor.
http://www.contohskripsitesis.com/backup/skripsi/teknologi
%20pertanian_7.htm
diakses tanggal 10 November 2009
Hadian, Mohamad S.D., Undang M., Oman A. dan Munib I. Iman. 2006. Sebaran akuifer
dan pola aliran air tanah di Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda Kota
Tangerang, Propinsi Banten.
http://www.bgl.esdm.go.id/dmdocuments/jurnal20060301.pdf
diakses tanggal 10 November 2009
Linsley, R.K., Kohler, M.A. & Paulhus, Joseph.1982. Hidrologi untuk Insinyur.
Terjemahan oleh Yandi Hermawan. 1989. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Soetrisno. 2002. Aspek Hukum dan Kelembagaan Pengelolaan Air Tanah dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
http://74.125.153.132/search?
q=cache:jFN1UDLoKKEJ:www.geocities.com/Eureka/Gold/1577/hukum_at_otd
a.pdf+pdf,peran+ilmu+hidrogeologi+pada+manajemen+air&cd=9&hl=id&ct=cln
k&gl=id&client=firefox-a
diakses tanggal 25 September 2009
Suharto, Edi. 2006. Kapasitas Simpanan Air Tanah pada Sistem Tataguna Lahan LPP
Tahura Raja Lelo Bengkulu.
http://www.bdpunib.org/jipi/artikeljipi/2006/44.PDF
diakses tanggal 10 November 2009