You are on page 1of 7

Macam macam sujud

1. Sujud Tilawah

a. Pengertian

Tilawah berasal dari kata tala yaitu tilawatan artinya “Bacaan”. Jadi Sujud Tilawah adalah
sujud bacaan atau mendengar ayat sajadah. Sujud tilawah dilakukan satu kali baik dalam shalat
maupun luar shalat, barang siapa yang membaca atau mendengar ayat sajadah, disunatkan
bertakbir lalu sujud dan membaca doa sujud Tilawah. Nabi bersabda :

Dari Ibnu Umar ra. Berkata : “Sesungguhnya Nabi SAW pernah membaca Alqur’an di
depan kami ketika beliau melalui (membaca) ayat sajadah beluai takbir, lalu sujud kamipun
sujud pula bersama-sama beliau”. (HR. Turmudzi).

Bagi orang yang tidak shalat tapi dia mendengarkan bacaan ayat sajadah maka dia pun
disunatkan sujud tilawah semata-mata ikut imam yang melakukan shalat tilawah. Selanjutnya
apabila ia mengikuti imam sujud atau makmum melakukan sujud tilawa tetapi imam tidak
melakukannya maka batallah shalatnya kecuali makmum masbuk yang tidak tahu bahwa sujud
yang dilakukan imam itu adlah sujud tilawah.

Rukun Sujud Tilawah :

- Niat Sujud Tilawah

- Takbiratul Ihram

- Memberi salam sesudah sujud

Bacaan sujud tilawah adalah “Subhaanallah Walhamdulillah Walaa Ilaaha Illallah Allahu
Akbar” 3x.

Diantara ayat alqur’an sebagai ayat sajadah antara lain :

- Surat Al-A’raf : 206

- Surat Maryam : 58

- Surah An-Najm : 62

- Surah Al-Alaq : 19

- Surah Insyiqaaf : 21
Dan banyak lagi surah yang lain.

b. Cara Melakukan Sujud Tilawah

- Sehabis membaca ayat sajadah posisi sebaiknya menghadp kiblat

- Bertakbir sambil berniat dalam hati (niat sujud tilawah)

- Bersujud satu kali sambil membaca bacan sujud tilawah

- Bangun dari sujud (duduk diantara dua sujud) kemudian salam

Dan apabila sujud tilawah dilakukan dalam shalat maka cara melakukannya
adalah : sehabis membaca surah yang didalamnya ayat sajadah (pad waktu berdiri
dirakaat pertama atau kedua)o langsung bertabir untuk sujud dan sujudnya satu kali dan
bacaan sujudnya, setelah itu, takbir lagi untuk bangun/berdiri lalau rukuk seperti biasa
sampai shalat selesai.

2. Sujud Syukur

a. Pengertian

Kata syukur berasal dari kata bahasa Arab yang artinya terima kasih. Sujud ini dilakukan
karena kita mendapatkan suatu keselamatan atau keberuntungan, keberhasilan dan juga terhindar
dari musibah, bahaya dan kesulitan.

Nabi Muhammad SAW bersabda :

Dari Abu Bakrah, sesungguhnya Nabi SAW: “ Apabila datang kepada Allah beliau
mendapat suatu yang menggembirakan, atau kabar suka, beliau terus sujud berterima
kasih kepada Allah”. (H.R Abu Dawud dan Turmidzi).

b. Cara Shalat Syukur

Cara melakukan sujud syukur berbeda dengan sujud tilawah dan sujud sahwi, sujud
syukur adalah sujud sebanyak 3 x dan sujud syukur tidak harus menghadap kiblat, hanya
dilakukan sesudah shalat (salam) atau diluar shalat, tapi yang lebih utama (afdhal) dilakukan
sebelum melakukan aktifitas lainnya termasuk zikir sesudah shalat. Bacaan sujud pertama
adalah :

“Subhaanallah Walhamdulillah Walaa Ilaaha Illallah Allahu Akbar” dibaca 10 x.

Sujud kedua Do’a sapu jagat :

“Rabbanaa Aatina Fiddunyaa hasanah waa fil aakhirati hasanah waa qinaa ‘azabannar”.
Dibaca 10 x.
Sujud Ketiga adalah :

“Allahumma Shalli alaa Sayyidinaa Muhammad waa alaa aalihii washohbihii azma’iin”.
Dibaca 10 x.

Lalu bangkit tanpa salam sebagaimana dalam shalat, dengan catatan jika terjadi secara spontan,
maka kita sujud secara spontan juga di tempat yang bersih dan suci dengan bacaan alhamdulillah
wa syukrillah.
Macam macam puasa
A. PUASA FARDHU

Puasa fardhu adalah puasa yang harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan syariat Islam. Yang
termasuk ke dalam puasa fardhu antara lain:

a. Puasa bulan Ramadhan

Puasa dalam bulan Ramadhan dilakukan berdasarkan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an
sebagai berikut :

- yâ ayyuhal-ladzîna âmanûkutiba ‘alaykumush-shiyâmu kamâ kutiba ‘alal-ladzîna min


qoblikum la’allakum tattaqûn –

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu terhindar dari keburukan rohani dan jasmani (QS. Al
Baqarah: 183).

- syahru Romadhônal-ladzî unzila fîhil-qurânu hudal-lin-nâsi wa bayyinâtim-minal-hudân wal-


furqôn(i). Faman syahida min(g)kumusy-syahro falyashumh(u). wa man(g) kâna marîdhon aw
‘alâ safari(g) fa’iddatum-min ayyâmin ukhor. Yurîdullohu bikumul-yusro wa lâ yurîdu
bikumul-‘usro wa litukmilul-‘iddata walitukabbirulloha ‘alâ mâ hadâkum wa la’allakum
tasykurûn -

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara
kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqoroh: 185)

b. Puasa Kafarat

Puasa kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap suatu
hukum atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban, sehingga mengharuskan seorang
mukmin mengerjakannya supaya dosanya dihapuskan, bentuk pelanggaran dengan kafaratnya
antara lain :

1. Apabila seseorang melanggar sumpahnya dan ia tidak mampu memberi makan dan
pakaian kepada sepuluh orang miskin atau membebaskan seorang roqobah, maka ia harus
melaksanakan puasa selama tiga hari.
2. Apabila seseorang secara sengaja membunuh seorang mukmin sedang ia tidak sanggup
membayar uang darah (tebusan) atau memerdekakan roqobah maka ia harus berpuasa dua
bulan berturut-turut (An Nisa: 94).
3. Apabila dengan sengaja membatalkan puasanya dalam bulan Ramadhan tanpa ada
halangan yang telah ditetapkan, ia harus membayar kafarat dengan berpuasa lagi sampai
genap 60 hari.
4. Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji bersama-sama dengan umrah, lalu tidak
mendapatkan binatang kurban, maka ia harus melakukan puasa tiga hari di Mekkah dan
tujuh hari sesudah ia sampai kembali ke rumah. Demikian pula, apabila dikarenakan
suatu mudharat (alasan kesehatan dan sebagainya) maka berpangkas rambut, (tahallul) ia
harus berpuasa selama 3 hari.

Menurut Imam Syafi’I, Maliki dan Hanafi:

Orang yang berpuasa berturut-turut karena Kafarat, yang disebabkan berbuka puasa pada bulan
Ramadhan, ia tidak boleh berbuka walau hanya satu hari ditengah-tengah 2 (dua) bulan tersebut,
karena kalau berbuka berarti ia telah memutuskan kelangsungan yang berturut-turut itu. Apabila
ia berbuka, baik karena uzur atau tidak, ia wajib memulai puasa dari awal lagi selama dua bulan
berturut-turut.[1]

c. Puasa Nazar

Adalah puasa yang tidak diwajibkan oleh Tuhan, begitu juga tidak disunnahkan oleh Rasulullah
saw., melainkan manusia sendiri yang telah menetapkannya bagi dirinya sendiri untuk
membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau mengadakan janji pada dirinya sendiri bahwa apabila
Tuhan telah menganugerahkan keberhasilan dalam suatu pekerjaan, maka ia akan berpuasa
sekian hari. Mengerjakan puasa nazar ini sifatnya wajib. Hari-hari nazar yang ditetapkan apabila
tiba, maka berpuasa pada hari-hari tersebut jadi wajib atasnya dan apabila dia pada hari-hari itu
sakit atau mengadakan perjalanan maka ia harus mengqadha pada hari-hari lain dan apabila
tengah berpuasa nazar batal puasanya maka ia bertanggung jawab mengqadhanya.

B. PUASA SUNNAT

Puasa sunnat (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila
tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun puasa sunnat itu antara lain :

1. Puasa 6 (enam) hari di bulan Syawal

Bersumber dari Abu Ayyub Anshari r.a. sesungguhnya Rasulallah saw.  bersabda: “ Barang siapa
berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian dia menyusulkannya dengan berpuasa enam hari pada
bulan syawal , maka seakan – akan dia berpuasa selama setahun”.[2]

2. Puasa Tengah bulan (13, 14, 15) dari tiap-tiap bulan Qomariyah

Pada suatu hari ada seorng Arabdusun datang pada Rasulullah saw. dengan membawa kelinci
yang telah dipanggang. Ketika daging kelinci itu dihidangkan pada beliau maka beliau saw.
hanya menyuruh orang-orang yang ada di sekitar beliau saw. untuk menyantapnya, sedangkan
beliau sendiri tidak ikut makan, demikian pula ketika si arab dusun tidak ikut makan, maka
beliau saw. bertanya padanya, mengapa engkau tidak ikut makan? Jawabnya “aku sedang puasa
tiga hari setiap bulan, maka sebaiknya lakukanlah puasa di hari-hari putih setiap bulan”. “kalau
engkau bisa melakukannya puasa tiga hari setiap bulan maka sebaiknya lakukanlah puasa di hari-
hari putih yaitu pada hari ke tiga belas, empat belas dan ke lima belas.[3]

3. Puasa hari Senin dan hari Kamis.

Dari Aisyah ra. Nabi saw. memilih puasa hari senin dan hari kamis. (H.R. Turmudzi)[4]

4. Puasa hari Arafah (Tanggal 9 Dzulhijjah atau Haji)

Dari Abu Qatadah, Nabi saw. bersabda: “Puasa hari Arafah itu menghapuskan dosa dua tahun,
satu tahun yang tekah lalu  dan satu tahun yang akan datang” (H. R. Muslim)[5]

5. Puasa tanggal 9 dan 10 bulan Muharam.

Dari Salim, dari ayahnya berkata: Nabi saw. bersabda: Hari Asyuro (yakni 10 Muharram) itu jika
seseorang menghendaki puasa, maka berpuasalah pada hari itu.[6]

6. Puasa nabi Daud as. (satu hari bepuasa satu hari berbuka)

Bersumber dari Abdullah bin Amar ra. dia berkata : Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya puasa yang paling disukai oleh Allah swt. ialah puasa Nabi Daud as.
sembahyang yang paling d sukai oleh Allah ialah sembahyang Nabi Daud as. Dia tidur sampai
tengah malam, kemudian melakukan ibadah pada sepertiganya dan sisanya lagi dia gunakan
untuk tidur, kembali Nabi Daud berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari.”[7]

Mengenai masalah puasa Daud ini, apabila selang hari puasa tersebut masuk pada hari Jum’at
atau dengan kata lain masuk puasa pada hari Jum’at, hal ini dibolehkan. Karena yang
dimakruhkan adalah berpuasa pada satu hari Jum’at yang telah direncanakan hanya pada hari itu
saja.

7. Puasa bulan Rajab, Sya’ban dan pada bulan-bulan suci

Dari Aisyah r.a berkata: Rasulullah saw. berpuasa sehingga kami mengatakan: beliau tidak
berbuka. Dan beliau berbuka sehingga kami mengatakan: beliau tidak berpuasa. Saya tidaklah
melihat Rasulullah saw. menyempurnakan puasa sebulan kecuali Ramadhan. Dan saya tidak
melihat beliau berpuasa lebih banyak daripada puasa di bulan Sya’ban.[8]

C. PUASA MAKRUH

Menurut fiqih 4 (empat) mazhab, puasa makruh itu antara lain :

1. Puasa pada hari Jumat secara tersendiri


Berpuasa pada hari Jumat hukumnya makruh apabila puasa itu dilakukan secara mandiri.
Artinya, hanya mengkhususkan hari Jumat saja untuk berpuasa.

Dari Abu Hurairah ra. berkata: “Saya mendengar Nabi saw. bersabda: “Janganlah kamu berpuasa
pada hari Jum’at, melainkan bersama satu hari sebelumnya atau sesudahnya.” [9]

2. Puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan

Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. beliau bersabda: “Janganlah salah seorang dari kamu
mendahului bulan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali seseorang yang biasa
berpuasa, maka berpuasalah hari itu.”[10]

3. Puasa pada hari syak (meragukan)

Dari Shilah bin Zufar berkata: Kami berada di sisi Amar pada hari yang diragukan Ramadhan-
nya, lalu didatangkan seekor kambing, maka sebagian kaum menjauh. Maka ‘Ammar berkata:
Barangsiapa yang berpuasa hari ini maka berarti dia mendurhakai Abal Qasim saw.[11]

D. PUASA HARAM

Puasa haram adalah puasa yang dilarang dalam agama Islam. Puasa yang diharamkan. Puasa-
puasa tersebut antara lain:

a. Puasa pada dua hari raya

Dari Abu Ubaid hamba ibnu Azhar berkata: Saya menyaksikan hari raya (yakni mengikuti shalat
Ied) bersama Umar bin Khattab r.a, lalu beliau berkata:”Ini adalah dua hari yang dilarang oleh
Rasulullah saw. Untuk mengerjakan puasa, yaitu hari kamu semua berbuka dari puasamu (1
Syawwal) dan hari yang lain yang kamu semua makan pada hari itu, yaitu ibadah hajimu.[12]
(Shahih Bukhari, jilid III, No.1901)

b.  Puasa seorang wanita dengan tanpa izin suami

Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda: “Tidak boleh seorang wanita berpuasa
sedangkan suaminya ada di rumah, di suatu hari selain bulan Ramadhan, kecuali mendapat izin
suaminya.”[13](Sunan Ibnu Majah, jilid II, No.1761)

You might also like