Professional Documents
Culture Documents
DOSEN PEMBIMBING :
NOPI STIYATI P., S.Si, M.T
OLEH :
M. SADIQUL IMAN H1E108059
2010
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan petunjuk yang dicurahkan-Nya saya dapat menyelesaikan
penulisan ini.
Penulisan Peran Mikroorganisme: Studi Kasus Perbandingan Fermentasi
Antibiotik oleh. Streptomyces SP. S-34 dan Dua Rekombinasinya pada Beberapa
Medium ini merupakan tugas yang diberikan oleh ibu Nopi Stiyati P., S.Si, M.T,
yang mana tujuan yang saya ambil dari kegiatan penulisan ini adalah untuk
memberikan gambaran tentang peran mikroorganisme dalam kehidupan sehari-
hari serta mengembangkan daya kreativitas remaja khususnya mahasiswa dalam
mengembangkan daya cipta untuk melakukan suatu perubahan dalam upaya
sumbangan pikiran untuk pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi
masyarakat.
Penulisan laporan ini dapat diselesaikan karena berkat bimbingan secara
terpadu oleh ibu Nopi Stiyati P., S.Si, M.T,dan dukungan dari semua pihak. Untuk
itu dalam kesempatan kali ini saya mengucapkan terima kasih yang sedalam-
dalamnya. Dan akhirnya diharapkan agar penulisan laporan ini dapat berguna bagi
kita semua serta kemajuan ilmu pengetahuan. Penulisan ini tentunya tidak lepas
dari kritik dan saran yang besifat membangun.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Tujuan dan Manfaat......................................................................... 1
1.3 Metode Penulisan............................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 2
2.1 Metode Sterilisasi dan Desinfeksi............................................. 3
2.2 Sterilisasi................................................................................... 6
2.3 Desinfeksi................................................................................. 9
2.4 Mikroorganisme Penghasil Antibiotik..................................... 9
BAB III PEMBAHASAN............................................................................ 13
BAB IV PENUTUP..................................................................................... 16
4.1 Kesimpulan................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 17
LAMPIRAN................................................................................................. 18
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Dalam penulisan karya ilmiah ini, tujuan yang hendak dicapai adalah
dapat mengetahui proses sterilisasi dan desinfeksi. Dimana dalam proses
desinfeksi penggunaan desinfektan maupun antiseptik berguna dalam
menyingkirkan dan membunuh mikroorganisme yang dianggap pathogen atau
merugikan. Serta peran mikroorganisme penghasil antibiotik sebagai salah satu
bahan desinfektan maupun antiseptik.
1.3 Batasan Masalah
Pembatasan masalah dari pembuatan karya ilmiah ini adalah apakah
kandungan medium nitrogen dan berbagai kadar glukosa berpengaruh dalam
mempercepat pembentukan dan jumlah antibiotik yang dihasilkan oleh
Streptomyces SP. S-34 melalui proses fermentasi?. Serta pebandingan fermentasi
antibiotik Streptomyces SP. S-34 dengan dua rekombinannya yang disebut HFSP-
1 dan HFSP-2.
2.2 STERILISASI
Sterilisasi merupkan proses menghancurkan semua jenis kehidupan
sehingga menjadi steril. Sterilisasi seringkali dilakukan dengan pengaplikasian
udara panas. Ada dua metode yang sering digunakan, yaitu :
1. Panas lembab dengan uap jenuh bertekanan. Sangat efektif untuk sterilisasi
karena menyediakan suhu jauh di atas titik didih, proses cepat, daya tembus
kuat dan kelembaban sangat tinggi sehingga mempermudah koagulasi protein
sel-sel mikroba yang menyebabkan sel hancur. Suhu efektifnya adalah 121oC
pada tekanan 5 kg/cm2 dengan waktu standar 15 menit. Alat yang digunakan :
pressure cooker, autoklaf (autoclave) dan retort.
2. Panas kering, biasanya digunakan untuk mensterilisasi alat-alat laboratorium.
Suhu efektifnya adalah 160oC selama 2 jam. Alat yang digunakan pada
umumnya adalah oven (Febrialdi, 2008).
2.3 DESINFEKSI
Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan
bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi
infeksi dengan jalan membunuh mikroorganisme patogen (Irwanto, 2009).
Sedangkan desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh
fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad
renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah
mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Sedangkan antiseptik didefinisikan
sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad
renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan
dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan
pakaian.
Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai
antiseptik dan desinfektan. Tapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan
antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik
tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat
keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu
cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada
kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan
dalam proses sterilisasi.
Walaupun kita sering menggunakan produk desinfektan, sebagian besar
konsumen tentunya belum mengenal jenis bahan kimia apa yang ada dalam
produk tersebut. Padahal bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses
desinfeksi dan sangat menentukan efektivitas dan fungsi serta target
mikroorganime yang akan dimatikan.
Dalam proses desinfeksi sebenarnya dikenal dua cara, cara fisik
(pemanasan) dan cara kimia (penambahan bahan kimia). Dalam tulisan ini hanya
difokuskan kepada cara kimia, khususnya jenis-jenis bahan kimia yang digunakan
serta aplikasinya (Rismana, 2008).
Dari semua bahan desinfektan tersebut di atas tidak semua dapat efektif
dalam semua kondisi dan aplikasi. Perbedaan jenis mikroorganisme serta kondisi
lingkungan akan menjadi faktor yang harus dipertimbangkan dalam sensitivitas
atau resistensinya.
Supaya fungsi desinfektan menjadi efektif, maka ada beberapa faktor yang
harus diperhatikan dalam pemilihan produk desinfektan, yakni harus dapat
digunakan dalam spektrum dan aktivitas penggunaan yang luas, menunjukkan
daya reduksi/bunuh terhadap mikroorganisme hidup pada saat berkontak, dapat
bekerja pada rentang pH dan suhu yang luas, dapat bekerja dengan adanya
senyawa organik, waktu paparan/kerja yang cukup singkat, batas konsentrasi yang
kecil, dan stabilitas senyawa.
Selain itu, untuk aplikasi di lapangan terdapat kecenderungan konsumen
untuk memilih desinfektan yang aman bagi lingkungan, mudah untuk digunakan,
daya aksi yang cepat serta murah. Tetapi faktor harga terkadang menjadi batasan
tersendiri. Sebagai contoh banyak konsumen menggunakan desinfektan gas klor
(klorin) untuk proses desinfeksi air. Bahan tersebut bekerja dengan baik untuk
membunuh bakteri, fungi dan virus, tetapi bahan ini mempunyai efek
merusak/korosif pada kulit dan peralatan. Selain itu gas klorin juga berpotensi
merusak sistem pernapasan bagi manusia dan binatang.
Dengan mengetahui dan mengenal jenis bahan kimia yang digunakan
dalam produk desinfektan diharapkan konsumen dapat memilih produk yang tepat
sasaran, yakni kesesuaian antara bahan kimia yang dikandungnya dengan jenis
dan target mikroorganismenya. Hal ini dimaksudkan agar penggunaan menjadi
tepat sasaran, berhasil guna dan berdaya guna. Manfaat lain adalah dengan
mengetahui risiko dan efek negatif yang mungkin ditimbulkan oleh bahan kimia
dalam desinfektan, seperti risiko keracunan pada anak, polusi terhadap
lingkungan, risiko terhadap kesehatan serta efek karsinogen, maka diharapkan
konsumen lebih berhati-hati dalam penggunaan dan penanganan produk-produk
tersebut (Rismana, 2008).
2.4.1 Bakteri
Di lingkungan tanah yang mendapat aerasi cukup, bakteri dan fungi akan
dominan. Sedangkan lingkungan yang mengandung sedikit atau tanpa oksigen,
bakteri berperanan terhadap hampir semua perubahan biologis dan kimia
lingkungan tanah. Bakteri menonjol karena kemampuannya tumbuh dengan cepat
dan mendekomposisi berbagai substrat alam.
Ada berbagai macam pengelompokan bakteri, salah satu penggolongan
dilakukan oleh Winogradsky, membagi bakteri menjadi 2 kelompok .
1. Autochthonous atau indigenous.
Populasi bakteri ini tidak berfluktiiasi. Nutrien didapat dari zat-zat organik
tanah dan tidak memerlukan sumber nutrien eksternal.
2. Zymogenous atau organisme yang melakukan fermentasi;
Populasi golongan ini paling aktif melakukan transformasi kimia.
Populasinya biasanya jarang, tetapi akan tumbuh subur bila ditambah nutrien
organik. Organisme ini melakukan fermentasi dengan cepat dan persediaan
makanan cepat habis. Populasi organisme ini tetap besar bila persediaan
nutrien masih ada dan cepat turun bila sumber makanan berkurang. Kepadatan
dan komposisi bakteri sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, antar lain
kelembaban, aerasi, temperatur, zat organik, keasaman dan anorganik.
Kebanyakan bakteri bacilli dapat bertahan dalam kondisi yang tidak baik
dengan cara membentuk endospora. Endospora dapat bertahan karena
resistensinya terhadap desikasi yang lama dan temperatur tinggi
(Setyaningsih, 2004).
Bakteri yang aktif secara biokimia dapat diperiksa dan diisolasi dengan
metode selective culture. Bakteri penghasil antibiotik terutama dari spesies
Bacillus (basitrasin, polimiksin, sirkulin), selain itu juga dari spesies
Pseudornonas (Pyocyanine), chromobacterium (Iodinin) dan sebagainya. Isolasi
bakteri diarahkan pada jenis yang lebih potensiil misalnya Bacillus. Isolasi
Bacillus dapat dilakukan dengan pasteurisasi suspensi tanah 80°C selama 10 —
20 menit sehingga sel-sel vegetatif akan mati Sedangkan endospora akan
bertahan. Keinudian inkubasi aerob akan mengeliminasi jenis organisme
pembentuk spora lainnya (klostridia) (Setyaningsih, 2004).
2.4.2 Actinomicetes
Actinomicetes merupakan mikroorganisme uniseluler, menghasilkan
miselium bercabang dan biasanya mengalami fragmentasi atau pembelahan untuk
membentuk spora. Mikroorganisme ini tersebar luas tidak hanya di tanah tetapi
juga di kompos, lumpur, dasar danau dan sungai. Pada mulanya organisme ini
diabaikan karena pertumbuhannya pada plate agar sangat lambat. Sekarang
banyak diteliti dalam hubungannya dengan antibiotik. Jenis organisme ini
merupakan penghasil antibiotik yang paling besar di antara kelompok penghasil
antibiotik, terutama dari jenis streptomyces (Bleomisin, Eritromisin, Josamisin,
Kanamisin, Neomisin,Tetrasiklin dan masih banyak lagi). Di samping itu,
anibiotik juga dihasilkan dari aktinomisetes jenis Mikromonospora (Gentamisin,
Fortimisin, Sisomisin); Nocardia (Rifamisin, Mikomisin) dan lain-lain.
Di alam, aktinomisetes dapat ditemui sebagai konidia atau bentuk
vegetatif. Populasi di alam dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kandungan
organik, pH, kelembaban, temperatur, musim, kedalaman dan sebagainya. Di
daerah iklim panas populasinya lebih besar dari pada daerah dingin.
Mikroorganisme ini tidak toleran terhadap pH rendah. Kebanyakan streptomises
gagal berproliferasi dan aktivitasnya sangat rendah pada pH 5,0. Pada lingkungan
pH tinggi, aktinomisetes mendominasi pertumbuhan mikroorganisme. Di daerah
yang diolah dan masih belum dibuka, 70 — 90% populasi aktinomisetes adalah
streptomises dan 3/4 isolat streptomises merupakan penghasil antibiotik. Sebagai
organisme heterotrop, aktinomisetes memerlukan substrat organik. Beterapa
strain mampu mendegradasi pati, inulin dan chitin. Hidrolisis chitin merupakan
karakter aktinomisetes. Bahkan Nocardia Sp mampu memetabolisir molekul
organik yang tak lazim seperti parafin, fenol, steroid & pirimidin. Strain
Mikromonospora mampu mendekomposisi chitin, selulosa, glukosida, pentosan
dan mungkin lignin (Setyaningsih, 2004).
2.4.3 Fungi
Kebanyakan spesies fungi dapat tumbuh dalam rentang pH yang lebih
lebar, dari sangat asam sampai sangat alkali. Populasi fungi biasanya
mendominasi daerah asam, karena mikroba lain seperti bakteri dan aktinomisetes
tidak lazim dalam habitat asam. Dalam biakan, bahkan fungi dapat tumbuh pada
pH 2 — 3 dan beberapa strain masih aktif pada pH 9 atau lebih. Sebagai salah
satu organisme penghasil antibiotik yang terkenaf yaitu : Penicilium (penisilin,
griseofulvin), Cephalosporium (sefalosporin) serta beberapa fungi lain seperti
Aspergillus (fumigasin); Chaetomium (chetomin); Fusarium (javanisin),
Trichoderma (gliotoxin) dan lain-lain. Isolasi fungi sering menggunakan plate
count. Pada prinsipnya, suspensi contoh tanah dalam air steril, diinokulasikan
pada medium agar spesifik.
Untuk menekan pertumbuhan bakteri dan aktinomisetes yaitu dapat
dengan mengasamkan media sampai pH 4,0. Ini bukan berarti fungi mempunyai
pertumbuhan optimum pada kondisi asam, tetapi untuk mengurangi kompetitor.
Selain itu juga dapat menggunakan bakteriostatik seperti penisilin, novobiosin dan
sebagainya. Sedangkan pada isolasi yeast, untuk menekan pertumbuhan bakteri
dan jamur dapat digunakan sodium propionat. Populasi fungi dipengaruhi banyak
faktor antara lain oleh zat organik, anorganik, pH, kelembaban, aerasi, temperatur,
musim dan komposisi vegetasi. Komposisi vegetasi sangat mempengaruhi
populasi misalnya di daerah yang ditanami gandum (oat) fungi yang menonjol
adalah aspergillus, sedangkan penisilium paling banyak di daerah yang ditanami
jagung (corn)(Setyaningsih, 2004)
4.1 Kesimpulan
Dari penjelasan yang ada didapat kesimpulan bahwa :
1. Sterilisasi dalam mikrobiologi berarti membebaskan tiap benda atau substansi
dari semua kehidupan dalam bentuk apapun. Untuk tujuan mikrobiologi dalam
usaha mendapatkan keadaan steril, mikroorganisme dapat dimatikan setempat
(in situ) oleh panas (kalor), gas-gas seperti formaldehide, etilenoksida atau
betapriolakton oleh bermacam-macam larutan kimia; oleh sinar lembayung
ultra atau sinar gamma.
2. Disinfeksi berarti mematikan atau menyingkirkan organisme yang dapat
menyebabkan infeksi. Meskipun dengan melakukan disinfeksi dapat tercapai
keadaan steril, namun tidak seharusnya terkandung anti sterilisasi.
3. Desinfektan maupun antiseptik dapat berupa bahan-bahan dari kimia seperti
golongan aldehid, alcohol, pengoksida, halogen, fenol, garam (amonium
kuarterner) dan biguanida.
4. Selain bahan kimia, zat antibiotik juga merupakan bahan desinfektan maupun
antiseptik. Dimana zat-zat antibiotik dapat ditemukan pada mikroorganisme,
salah satunya Streptomyces sp. S-34 dari kelas Actinomycetes.
5. Pada studi kasus perbandingan fermentasi antibiotik oleh streptomycetes sp. S-
34 dan dua rekombinasinya pada beberapa medium didapat bahwa kadar gula
berpengaruh terhadap jumlah antibiotik yang dihasilkan selain itu kandungan
karbohidrat yang besar juga memiliki pengaruh yang besar pada jumlah
antibiotik yang dihasilkan.
6. Streptomycetes sp. S-34 mampu menghasilkan antibiotik dengan potensi yang
lebih besar dari kedua rekombinasinya.
DAFTAR PUSTAKA