Professional Documents
Culture Documents
Rekomendasi
Tampilnya sejumlah persoalan sebagai akibat dari pricing policy BBM
yang dianut oleh Indonesia saat ini, menggugah kesadaran akan perlunya
perubahan pricing policy BBM di Indonesia. Perubahan dalam kerangka
long term pricing policy harus dilakukan secara bertahap, dengan
mempertimbangkan existing condition pada setiap dimensi waktu. Hasil
studi ini merekomendasikan empat tahap perubahan pricing policy BBM
dalam jangka panjang, yaitu;
Tahap II: Zero Subsidy. Pada tahap ini harga jual BBM merefleksikan biaya
produksinya, yang berarti tidak ada lagi subsidi dari pemerintah. Dengan
mempertimbangkan; (i) penyusunan anggaran pemerintah dan dunia usaha
yang dilakukan secara tahunan, (ii) kegiatan sosialisasi rencana kebijakan
zero subsidy, serta (iii) krisis multi dimesi yang masih dihadapi Indonesia,
maka pelaksanaan tahap ini diperkirakan memerlukan waktu 2-3 tahun
terhitung sejak tahap pertama diselesaikan.
Tahap III: Economic Price. Harga BBM yang dihasilkan kilang di Indonesia
relatif tidak berbeda dengan harga BBM di kilang yang menjadi benchmark
perdagangan BBM di dunia, seperti kilang di Singapura atau Belanda,
ditambah dengan biaya lain (misalnya biaya distribusi). Mempertimbangkan
kebutuhan waktu bagi industri perminyakan di Indonesia dalam menemukan
teknologi yang memungkinkan berlangsungnya diversifikasi atau
fleksibilitas dari kegiatan pengilangan minyak mentah menjadi BBM, maka
perkiraan pelaksanaan tahap ini sekitar 2-3 tahun sejak tahap II selesai.
Tahap IV: Economic Price and Tax. Tahap dimana harga BBM di mulut
kilang menyamai harga pasar internasional dan ditambah dengan pajak
BBM. Penggunaan instrumen pajak sangat tergantung pada proses legislasi.
Dengan pertimbangan tersebut maka pelaksanaan tahap ini diperkirakan
sekitar 2-3 tahun.
1
Permasalahan
Beban subsidi BBM yang semakin berat menggelayuti keuangan negara,
memicu pemikiran untuk mengurangi atau menghapuskan jenis subsidi
tersebut. Sejalan dengan pemikiran itu muncul beberapa pertanyaan
berikut;
Seberapa besar dampak penghapusan subsidi terhadap; (i)
masyarakat pengguna BBM menurut kelompok pendapatan, kelompok
tempat tinggal, maupun kelompok usaha, (ii) perilaku struktural sektor
ekonomi, dalam arti multiplier effect dari perubahan penggunaan jenis
BBM oleh sektor ekonomi tertentu terhadap sektor ekonomi lainnya, (iii)
keuangan negara (penerimaan negara versus pengeluaran negara), dan
(iv) daya saing dan peluang usaha bagi Pertamina?
Jika subsidi dikurangi, jenis-jenis BBM mana saja yang akan dihapus
subsidinya? Jika subsidi dihapus secara bertahap, pentahapan seperti
apa yang sebaiknya ditempuh pemerintah? Bagaimana dampaknya
terhadap perekonomian dan efisiensi serta peluang usaha Pertamina?
Tujuan
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan, maka studi ini bertujuan
untuk ;
Mengukur dampak penghapusan subsidi BBM terhadap kelompok
masyarakat pengguna, perilaku struktural sektor ekonomi, dan beban
keuangan negara, dengan skenario penghapusan subsidi BBM
seluruhnya vs sebagian, atau penghapusan subsidi BBM sekaligus vs
bertahap;
2
Mengidentifikasi dampak penghapusan subsidi BBM terhadap daya
saing dan peluang usaha bagi Pertamina; dan
Metodologi
Pengukuran dampak penghapusan subsidi BBM terhadap terhadap
kelompok masyarakat pengguna, perilaku struktural sektor ekonomi, dan
keuangan negara, menggunakan pendekatan Computable General
Equilibrium (CGE) INDORANI Model.
Temuan
Pricing policy BBM yang ditempuh pemerintah saat ini, menimbulkan
paling tidak 5 bentuk dampak negatif, yaitu; (i) terjadi target error dalam
pemberian subsidi BBM, sebesar 25%, 40%, 35,2%, 92% dan 93%
masing-masing untuk jenis premium, solar, minyak tanah, minyak bakar
dan minyak diesel; (ii) terjadi inefisiensi dalam penggunaan dan
penyelundupan BBM; (iii) beban APBN semakin berat; (iv) terjadi distorsi
harga pada barang dan jasa yang menggunakan BBM sebagai input
produksi; (v) Pertamina terhambat untuk melakukan ekspansi usaha.
3
perekonomian sektoral. Namun demikian, penyesuaian yang dilakukan
konsumen dengan adanya penurunan subdisi BBM ini akan menghasilkan
dampak yang lebih positif dibandingkan jika tidak dilakukan
penyesuaian.
4
sektor kelistrikan dan transportasi sebagai konsumen terbesar, maka
dalam jangka pendek konsumsi gas akan meningkat sebesar 1.614,7
juta MMBTU (jika 100% konsumen beralih ke gas) atau 968,8 juta
MMBTU (jika 40% konsumen beralih ke gas). Dalam jangka panjang
peningkatan konsumsi gas sebesar 5.923,2 juta MMBTU (jika 100%
konsumen beralih ke gas) atau 3.553,9 juta MMBTU (jika 40%
konsumen beralih ke gas). Implikasinya, penerimaan Pertamina juga
akan meningkat dalam jangka pendek sebesar Rp 793,5 milyar (jika
100% konsumen beralih ke gas) atau Rp 317,4 milyar (jika 40%
konsumen beralih ke gas), dan dalam jangka panjang sebesar Rp 2,98
trilyun (jika 100% konsumen beralih ke gas) atau Rp 1,19 trilyun (jika
40% konsumen beralih ke gas).