You are on page 1of 6

Supernaturalisme dan Keraguan Beragama

di Era Modern
Oleh : Mochamad Ak. Dhoni
Supernaturalisme

Supernaturalisme dalam kamus ilmiah populer berarti bentuk kepercayaan


kepada hal-hal yang diluar atau jauh dari jangkauan dunia empiris; atau suatu
angapan bahwa di atas alam ini ada kekuatan yang lebih tingi. Sebelum mengkaji
tentang supernaturalisme terlebih dahulu kita ulas sekilas tentang naturalisme.
Karena dua hal ini bersifat dikotomik.1
Naturalisme merupakan teori yang menerima “nature” (alam) sebagai
keseluruhan realitas. Istilah “nature” telah dipakai dalam filsafat dengan
bermacam-macam arti, mulai dari dunia fisik yang dapat dilihat oleh manusia,
sampai kepada sistem total dari fenomena ruang dan waktu. Natura adalah dunia
yang diungkapkan kepada kita oleh sains alam. Istilah naturalisme adalah
sebaliknya dari istilah supernaturalisme yang mengandung pandangan dualistik
terhadap alam dengan adanya kekuatan yang ada (wujud) di atas atau di luar
alam.2
Keraguan Beragama
Di zaman serba modern seperti sekarang ini dimana teknologi berkembang
dengan pesatnya, manusia selalu dituntut untuk selalu berpikir kreatif, mampu
memaksimalkan daya nalarnya serta dapat berpikir kritis. Pengetahuan yang telah
diperoleh merupakan hasil dari berbagai pertanyaan dan pertimbangan yang
muncul sebagai aksi balik dari berbagai problem yang dihadapi.
Agama sebagai ilmu pengetahuan yang sifatnya sakral dan mistik yang
bersumber dari Tuhan juga tidak pernah lepas dari berondongan pertanyaan para
pemeluknya. Lebih-lebih karena agama itu sifatnya abstrak, sehingga studi dan
pengkajian tentangnya sering dilakukan demi mencapai kematangan dalam

1
Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry.Kamus Ilmiah Populer.1994.Surabaya : ARKOLA
2
Di unduh dari http://aridlowi.blogspot.com/2008/06/artikel.html pada tanggal 25 April 2010
berkeyakinan. Akibatnya jika tidak bisa menemukan jawaban dari berondongan
pertanyaan tersebut atau meskipun menemukan jawabannya namun tidak sesuai
dan dirasakan adanya pertentangan dengan hatinya, maka akan muncullah apa
yang dinamakan doubt religion atau keraguan beragama.
Untuk intensitasnya, jenis keraguan seseorang terhadap agama bermacam-
macam. Ada yang sifatnya ringan yang dengan cepat dapat diatasi, dan ada pula
yang mengalami keraguan berat sampai kepada pindah agama. Semua itu
dipengaruhi oleh tingkat perkembangannya masing-masing. Semakin cepat
perkembangannya maka ia akan semakin kritis terhadap ajaran agama yang
dianutnya. Dan jika sikap kritis itu tidak ditangani secara tepat dan benar, bukan
hal mustahil jika seseorang dapat berpindah keyakinan. Oleh karena itu
penanganan yang serius terhadap perkembangan seorang remaja terutama
mengenai masalah keyakinan perlu mendapatkan perhatian lebih. Dan itu tidak
hanya menjadi tanggungjawab kyai atau pemuka agama tetapi kita semua yang
memiliki pengetahuan agama.
Hal-hal yang biasanya diragukan atau dikonflikkan yaitu ajaran agama
yang diterima, aplikasi ajaran agama, pemuka agama, dan fungsi serta tugas
lembaga keagamaan. Dalam ajaran agama biasanya terdapat perbedaan pendapat
antara golongan satu dengan golongan lain sehingga hal itu memunculkan adanya
aliran-aliran dalam keagamaan seperti madzhab dalam Islam dan sekte dalam
kristen. Aplikasi ajaran kadang membuat seseorang merasa sangsi dengan
keyakinan yang dianutnya. Terkadang antara teori dengan aplikasi tidak berjalan
dengan semestinya. Artinya terdapat adanya kesenjangan antara teori dengan
praktek. Dan untuk para pemuka agama, mereka harus tahu kedudukan mereka.
Sebagai orang yang menjadi teladan, mereka harus bisa memberikan contoh yang
baik dan sesuai dengan ajaran agama. Jika seandainya saja mereka sampai berbudi
pekerti yang tidak sesuai dengan ajaran agama maka tidak mustahil para
penganutnya akan sangsi dan berpaling kepada agama lain. terakhir adalah fungsi
serta tugas lembaga keagamaan. Dalam hal ini lembaga keagamaan harus
berfungsi dan bekerja sesuai dengan tujuan semula lembaga itu dibentuk. Akan
sangat tidak sesuai jika lembaga keagamaan melakukan sesuatu kegiatan yang
bertentangan dengan ajaran agama.
Menurut Jalaludin, konflik memiliki bentuk bermacam-macam. Pertama
konflik antara percaya dan ragu. Konflik ini sering dialami oleh kebanyakan orang
terutama bagi yang pengetahuan agamanya rendah atau pas-pasan. Orang seperti
ini basanya mudah sekali terpengaruh oleh orang lain karena dirinya tidak
mempunyai pedoman yang kuat serta pendirian yang teguh. Kedua konflik antara
pemilihan satu diantara dua macam keagamaan. Ia menganggap semua agama itu
bagus dan baik sehingga ia mengalami kesulitan dalam memutuskan agama mana
yang akan ia anut. Ketiga konflik yang terjadi oleh pemilihan antara ketaatan
beragama atau sekularisme. Disatu sisi ia percaya dengan kehidupan akhirat dan
ingin selamat dari neraka sedangkan disisi lain ia ingin hidup merdeka dan
terbebas dari peraturan agama yang membatasinya. Keempat konflik yang terjadi
antara melepaskan kebiasaan masa lalu dengan (adat) dengan kehidupan
keagamaan yang didasarkan atas petunjuk Ilahi. Bentuk konflik yang keempat ini
biasanya sangat sulit diselesaikan, apalagi sampai harus melepaskan suatu
kebiasaan yang sudah mendarah daging. Seperti di pulau Jawa misalnya.
Masyarakat Jawa sudah dapat menerima agama Islam, namun mereka tidak bisa
meninggalkan adat atau kebiasaan masa lalunya meskipun hal itu bertentangan
dengan ajaran agama Islam. Sinkretisme antara Islam dengan kebudayaan Jawa
sebenarnya merupakan konflik yang masih terus dcarikan penyelesaiannya karena
tidak dibenarkan disatu sisi menjalankan syariat Islam namun di sisi lain masih
menjalankan hal-hal yang berbau syirik.
Tanpa disadari, sinkretisme (tidak hanya dalam Islam) merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan keragu-raguan dalam beragama. Percampuran
antara dua hal yang berbeda, seperti agama dengan mistik, meskipun bisa berjalan
beriringan namun kadang lebih sering menimbulkan konflik pada para
penganutnya.
Seseorang kadang merasa ragu untuk menentukan antara unsur agama
dengan mistik. Sejalan dengan perkembangan mesyarakat secara tidak disadari
tindak keagamaan yang mereka praktekkan ditopangi oleh praktek kebatinan dan
mistik. Hal ini disebabkan karena kurangnya keseriusan dalam memahami dan
mengamalkan agamanya. Dan akibatnya yaitu mereka mudah tergiur dalam
mengadopsi kepercayaan, ritual, dan tradisi dari agama lain atau yang akhir-akhir
ini bermunculan.

Pendidikan atau dasar pengetahuan yang dimiliki seseorang serta tingkat


pendidikan yang dimilikinya juga akan membawa pengaruh mengenai sikapnya
terhadap terhadap agama. Seseorang yang terpelajar biasanya akan lebih krits
terhadap ajaran agamanya, terutama yang bersifat dogmatis. Dengan nalarnya,
mereka memiliki kemampuan menafsirkan ajaran agama yang dianutnya secara
lebih rasional.
Akar Keraguan terhadap Agama
Krisis spiritual atau keraguan beraama modern berakar dari pandangan
dunia modern bahwa suatu sistem sosial diharuskan bebas dari masalah-masalah
spiritual, keterikatan sistem-sistem sosial dianggap bersifat biologis, ekonomis
dan mekanis. Perubahan sosial yang dilandaskan pada prinsip-prinsip spiritual
dianggap hanya sikap reaksioner belaka. Bagi modernisme perubahan sosial yang
bermakna meaning full hanya bisa diwujudkan dengan cara-cara yang bersifat
eksternal, dengan berlandaskan sikap liberal dan sekuler.
Hal itu karena era modern cenderung bersifat dualistik, mekanistik,
individualistik, dan deistik, dengan mengagung-agungkan ilmu-ilmu yang bersifat
empiris, pragmatis dan positivis, yang diusung lewat marxisme dan liberalisme.
Sehingga spiritualitas dan agama dalam dunia modern tidak lagi menjadi pusat
perhatian, bahkan modernisme menganggap agama dan spiritualitas sebagai
"ilusi" atau "candu" dan menjadi penghambat bagi kemajuan zaman.3

Spiritualitas Modern

Para pemikir postmodern Whiteheadian menggambarkan bahwa


spiritualitas modern pada dasarnya di awali dengan spiritualitas yang bersifat
dualistik dan supernaturalistik, kemudian di akhiri dengan spiritual semu
(pseudospiritual) atau bahkan anti spiritual. Sementara spiritualitas postmodern
3
DR. Konrad Kebug,SVD. Esai Tentang Manusia; Rasionalisasi dan Penemuan Ide-
Ide.2008.Jakarta: Prestasi Pustaka
mencoba menelaah dan mengkritisi spiritualitas modern, kemudian berusaha
kembali pada spiritualitas murni sambil menengok unsur-unsur spiritualitas
pramodern.
Individualisme radikal merupakan tahapan awal spiritualitas modern dan
menjadi ciri paling menonjol dari pemikiran modernisme. Secara filosofis
individualisme radikal menolak bahwa diri pribadi manusia secara internal
berhubungan dengan hal-hal lain, dengan sesama manusia, alam, bahkan dengan
Sang Pencipta sekalipun. Sehingga manusia untuk menjadi dirinya tidak
memerlukan apapun selain dirinya sendiri. Dengan individulisme radikal
modernisme mengartikan masyarakat sebagai sebuah kumpulan antar individu
yang bebas demi tujuan-tujuan tertentu. Begitu juga dengan moralitas dan waktu,
modernisme menyikapinya dengan individulisme radikal. Sehingga sikap yang
bebas dan individulistis menjadi coraknya.
Pada dasarnya individualisme radikal berakar dari dualisme yang digagas
oleh Rene Descartes, bahwa ada perbedaan mutlak antara jiwa dengan badan,
materi dan spiritual. Sementara deisme sebagai jembatan paham teisme dengan
ateisme merupakan tahapan kedua spiritualitas modern setelah dualisme dan
individualisme. Dalam perkembangannya deisme melahirkan paham
supernaturalisme dan sekularisme.
Spiritualitas modern yang individualistik, dualistik dan deistik tersebut
berimplikasi pada pola, perilaku dan pandangan masyarakat modern. Para pemikir
postmodern menilai bahwa spiritualitas modern yang individualistik, dualistik dan
deistik menjadikan pola hubungan antar individu yang semula bersifat face-to-
face menjadi semakin terbatas, struktur-struktur yang menjadi pengantar
hubungan antar masyarakat musnah, akibat adanya sentralisasi dan dikotomisasi.
Dari sudut pandang materialisme, modernisme menganggap manusia sebagai
homo oeconomicus, sehingga hubungan sesama manusia dan lainnya atas dasar
materi dan menjadi yang paling utama, sementara hubungan antara manusia
dengan sesama, alam, Tuhan adalah yang kedua.
Daftar Pustaka
• Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry.Kamus Ilmiah
Populer.1994.Surabaya : ARKOLA
• DR. Konrad Kebug,SVD. Esai Tentang Manusia; Rasionalisasi dan
Penemuan Ide-Ide.2008.Jakarta: Prestasi Pustaka Haniah.Agama
pragmatis: telaah atas konsepsi agama John Dewey. 2001. IndonesiaTera
• David Ray Griffin. Pustaka Filsafat TUHAN & AGAMA DALAM DUNIA
POST MODERN. Yogyakarta: Kanisius
• http://aridlowi.blogspot.com/2008/06/artikel.html

You might also like