) telah lama dikenal (usahakan arah timur-barat sesuai arah sinar
dan dibudidayakan di Indonesia terutama di daerah matahari). Antar bedengan dan keliling lahan dibuat DI LAHAN KERING DAN SAWAH lahan kering iklim kering. Akhir-akhir ini telah saluran untuk pembuangan air (drainase) dengan berkembang di lahan sawah sesudah padi (musim lebar 40 cm dan dalam 40 cm. kemarau), antara lain di Kabupaten Nganjuk (Jawa Di lahan sawah setelah panen padi, air yang Timur) demikian pula di Kabupaten Sragen dan tersisa di lahan perlu dikeringkan (diatus), dengan Sukoharjo (Jawa Tengah). membuat saluran drainase sekeliling lahan. Rata-rata produktivitas wijen di Indonesia Kemudian dilakukan pengolahan tanah hingga sekitar 400 kg/ha, sedangkan hasil penelitian dapat gembur. Dibuat bedengan dengan lebar 3-6 m dan mencapai 1.200-1.400 kg/ha. Untuk memperoleh panjang sesuai dengan panjang lahan. Antar produksi yang tinggi diperlukan penerapan bedengan dibuat saluran/parit dengan lebar 40 cm teknologi budidaya yang sesuai, meliputi: dalam 40 cm yang berfungsi untuk pengairan penggunaan varietas unggul dan benih bermutu, maupun untuk drainase. persiapan lahan yang sesuai, waktu tanam yang tepat, populasi yang optimal, dosis pupuk yang Waktu tanam dan pola tanam optimal, pengendalian organisme pengganggu Di lahan kering wijen sebaiknya ditanam pada tanaman (OPT) yang tepat, dan pengairan yang awal musim penghujan. Jika terlambat tanam, tanah sesuai kebutuhan tanaman. akan terlalu basah dan dingin yang kurang baik bagi perkecambahan wijen. Disamping itu akan Varietas unggul dan benih bermutu mendapat gangguan yang berat dari gulma, hama, Varietas unggul yang telah dilepas adalah penyakit, dan akan kekurangan air. Sumberrejo 1 (Sbr.1), Sbr.2, Sbr.3, dan Sbr.4. Varietas Di lahan sawah dengan pengairan terbatas, Sbr.1, Sbr.3, dan Sbr.4 adalah jenis wijen yang sebaiknya wijen ditanam setelah panen padi pertama bercabang, sedangkan Sbr.2 tidak bercabang. (MK-1) atau setelah panen padi kedua (MK-2). Varietas Sbr.1 dan Sbr.3 sesuai untuk pengembangan di lahan kering (musim penghujan), sedangkan Bulan Oleh: untuk pengembangan di lahan sawah sesudah padi 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Moch Romli (musim kemarau) dapat menggunakan Sbr.1 dan Budi Hariyono Sbr.4. Benih yang digunakan sebaiknya berupa benih WJ m/ts sebar yang bersertifikat. Kebutuhan benih untuk Polatanam wijen di lahan kering wijen monokultur 3-8 kg/ha, sedangkan untuk tumpangsari 2-3 kg/ha. PD 1 PD 2 WJ m/ts Persiapan lahan BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN WJ m/ts PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANPERKEBUNAN Untuk budidaya wijen di lahan kering, tanah BALAI PENELITIAN TANAMAN TEMBAKAU DAN SERAT diolah sampai gembur sedalam 30 cm menggunakan Polatanam wijen di lahan sawah MALANG cangkul, bajak sapi atau traktor. Kemudian dibuat m=monokultur; ts=tumpangsari 2006 bedengan dengan lebar 3 m dan panjang sesuai lahan Wijen dapat ditanam secara monokultur Pengairan Panen dan prosesing maupun tumpangsari dengan tanaman lain (jagung, Untuk budidaya wijen di lahan kering tidak Waktu panen yang tepat adalah apabila 60-70% kacang hijau, kacang tanah, kedelai, kapas, jarak, ubi perlu dilakukan pengairan karena tergantung pada polong telah berwarna hijau kekuningan dan daun kayu, atau padi gogo). Tumpangsari bertujuan untuk air hujan. Sedangkan di lahan sawah sesudah padi telah mulai rontok. Cara panen adalah dengan penganekaragaman, mengurangi resiko gagal panen, (MK-1 maupun MK-2), diperlukan pengairan memotong batang 15-20 cm di bawah polong dan menambah pendapatan. sebanyak 4-5 kali hingga masa pengisian polong. terbawah. Selanjutnya batang diikat/dibendel Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pengairan dengan diameter ikatan 10-20 cm selanjutnya Populasi tanaman jangan sampai tergenang. dijemur dalam kedudukan berdiri selama 5-7 hari Di lahan kering pada awal musim penghujan, hingga kering dan polong pecah, kemudian posisi untuk varietas Sbr.1, Sbr.3, dan Sbr.4 sebaiknya Pengendalian hama, penyakit , dan gulma dibalik sambil dipukul-pukul untuk mengeluarkan ditanam dengan jarak tanam 60 cm x 25 cm dengan 2 Hama yang sering dijumpai menyerang biji dari polong. Biji yang terkumpul ditampi untuk tanaman per lubang, sedangkan untuk Sbr.2 karena tanaman wijen antara lain kutu daun (Aphis sp.), memisahkannya dari kotoran, selanjutnya biji tidak bercabang, ditanam dengan jarak tanam 40 cm tungau (Polyphagotarsonemus latus), thrips sp., dan dijemur hingga kering kemudian disimpan di tempat x 25 cm. belalang (Atractomorpha sp.). Sedangkan penyakit kering. Proses ini diulang 2-3 kali hingga seluruh biji yang sering menyerang pertanaman wijen antara lain keluar dari polong. Biasanya habitus tanaman di musim kemarau virus penyebab keriting daun, layu yang disebabkan lebih pendek/kecil dibanding musim penghujan, Fusarium, Phytophtora, dan Cercospora. maka populasi di lahan sawah dapat ditingkatkan sehingga jarak tanam menjadi 50 cm x 25 cm atau 40 Pada pertanaman wijen di lahan sawah pada cm x 25 cm. musim kemarau, serangan tungau sangat dominan yang berasosiasi dengan terjadinya serangan virus Pemupukan keriting. Kerusakan yang ditimbulkan sangat besar, Dosis pupuk yang harus diberikan sangat karena daun menjadi mengecil dan mengeriting, tergantung kondisi tanah dimana wijen akan sehingga dapat menggagalkan produksi. dibudidayakan. Secara umum dosis pupuk untuk Pengendaliannya dianjurkan secara terpadu, lahan kering adalah 50-100 kg Urea/ha, sedangkan dengan cara pencegahan yaitu dengan menggunakan untuk lahan sawah 100-150 kg Urea/ha. Pupuk varietas unggul benih bermutu, pengelolaan Tumpangsari jarak dan wijen diberikan secara tugal disamping lubang tanam, dua ekosistem yang baik dengan teknik budidaya yang kali yaitu 1/3 bagian pada awal tanam dan sisanya benar dan penggunaan insektisida secara benar pada 4-6 minggu setelah tanam (MST). (usahakan menggunakan insektisida alami terlebih Pupuk fosfat (SP36) dan kalium (KCl) dapat dahulu, baru kimiawi). ditambahkan jika diketahui tanah kekurangan kedua Karena pertumbuhan awal wijen yang lambat, hara tersebut. Untuk tanaman wijen umumnya maka sebaiknya pengendalian gulma dilakukan cukup ditambahkan 50 kg SP36 + 50 kg KCl/ha, dengan penyiangan mulai awal yaitu pada 2 MST diberikan pada awal tanam. dan diulangi lagi pada 4 dan 6 MST. Biasanya Informasi lebih lanjut, hubungi: pelaksanaan penyiangan sekaligus melakukan Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat pendangiran dan pembumbunan. Jl. Raya Karangploso Km.4, Kotak Pos 199, Malang 65152 Telp. (0341)491447; Fax. (0341)485121