Professional Documents
Culture Documents
A. Sumber Pelengkap
Pada garis besarnya ayat – ayat Al-Qur’an dibedakan atas ayat Muhkamat
dan ayat – ayat mutasyabihat. Ayat muhkamat adalah ayat yang sudah jelas dan
terang maksudnya dan hokum yang dikandungya sehingga tidak memerlukan
penafsiran atau interpretasi atau interprestasi. Pada umumnya ayat muhkamat ini
bersifat perintah seperti perintah menegakkan salat, puasa, menunaikan zakat,
ibadah haji.
Ayat – ayat mutasyabihat adalah ayat yang memerlukan penafsiran lebih
lanjut walaupun dalam bunyinya sudah jelas mempunyai arti, seperti ayat – ayat
mengenai gejala – gejala alam yang terjadi setiap hari. Dengan ayat – ayat
mutasyabihat mengisyaratkan kepada kita bahwa Al – Qur’an mengajarkan
kepada manusia mempergunakan akalnya mengamati dengan benar, harus berfikir
dan bertanya secara tuntas tentang segala sesuatu yang diamatinya.
Demikian juga dalam Al – Qur’an dijumpai dalil-dalil yang bersifat Qot’i
dan dzoni dan Dalil-dalil yang dzoni ini dibutuhkan penjelasan dan penafsiran, hal
demikian bermuara untuk menggunakan aka untuk memecahkannya dan yang
tidak kalah penting mucunlnya peristiwa baru yang sebelumnya belum pernah
terjadi dan membutuhkan status hokum, seperti : - bagaimana hukunya bayi
tabung, cangkok mati, cloning manusia, donor darah, dll
Dasar menggunakan akal untuk menetapkan hukum adalah :
a. ketetapan Al – Qur’an mengenai landasan musyawarah dalam
menetapakan sesuatu :
firman Allah SWT :
Artinya : hai orang – orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasull-Nya
dan ulil amri di antara kamu” ( QS. An – nisa ‘ : 59 )
Yang di maksud “ ulil amri “ itu ada dua penafsiran yaitu ulil amri fid-dunya
adalah penguasa dan ulil amri fid – din adalah mujtahid atau para ulama”
Artinya : “ umatku tidak akan bersepakat atas kesesatan “ ( HR. Ibnu majah )
4
Ijma menepati tingkat ketiga sebagai hukum syar’I yaitu setelah Al – Qur’an dan
as sunnah. Dengan demikian, ijma dapat dijadikan sebuah alternative dalam
menetapkan hukum suatu peristiwa, jika tidak ditemukan hukumnya dalam Al –
Qur’an dan as sunnah.
4. contoh ijma
Adapun caontoh mengenai ijma anatar lain ialah tentang upaya
pembukaan Al – Qur’an yang dilakukan pada masa khalifah Abu Bakar as
Shiddiq RA. Contoh yang lain adalah menjadikan as-sunnah sebagai sumber
hokum islam. Para mujtahid bahkan seluruh umat islam sepakat menetapkan as
sunnah sebagai salah satu sumber hokum islam.
C. Qiyas
Semua itu hukumnya haram, karena mempunyai illat yang sama dengan
khamr yaitu memabukkan.
1. Pengertian Qiyas
Qiyas menurut bahasa berarti mengukur,membandingkan atau
menyamakan sesuatu dengan yang lain.
Sementara itu, menurut istilah qiyas adalah menyamakan sesuatu yang
belum ada ketentuan hukumnya dengan yang telah ada status hukumnya
dalam nash karena ada kesamaan illat antara keduanya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa untuk menetapakan
sesuatu yang belum ada ketentuan hukumnya boleh menyamakan dengan
sesuatu yang sudah jelas satatus hukumnya dalam nash Al Qur’an atau as
sunnah.
2. Contoh Qiyas
5
Dasar hujjah yang lain adalah hadist Rasulullah SAW. Bahwa ketika
Rasulullah SAW. Mengutus Mu’az bin jabbal menyetujui mengambil
keputusan dengan menggunakan ar ra’yu, jika tidak ditemukan status
hukumnya dalam nash Al Qur’an maupun as sunnah. Ijtihad bi-al-ra’yi
termasuk di dalamnya menggunakan qiyas.
Pada zaman modern ini sering muncul masalah – masalah yang belum ada
ketentuan hukumnya dalam nash Al Qur’an dan as sunnah, sehingga para
ulama dapat menggunakan qiyas sebagai altrenatif dalam menetapkan
hukum suatu peristiwa. Karena qiyas telah disepakati sebagai salah satu
sumber hukum islam.
Selain itu qiyas bias dilakukan secara individu oleh mujtahid, berbeda
dengan ijma dimana harus dilakukan secara bersama – sama oleh
mujtahid.
5. Sebab – sebab Dilakukan Qiyas
Di antara sebab – sebab dilakukannya qiyas adalah sebagai berikut.
1) Munculnya persoalan – persoalan yang tidak ditemukan status
hukumnya dalam Al Qur’an dan as sunnah, sementara para mujtahid
belum melakukan kesepakatan (ijma)
2) Karena adanya kesamaan illat antara masalah yang belum ada
hukumnya dengan masalah yang hukumnya telah ditetntukan oleh nash
3) Nash Al Qur’an dan as sunnah tidak turun lagi atau terhenti.
Macam – macam Qiyas
Qiyas mempunyai tingakatan yang berbeda – beda. Perbedaan
tersebut di dasarkan pada tingkat kekuatan hukum karena adanya illah
yang ada pada asal dan furu’, adapun tingkatan tersebut pada umumnya
dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Qiyas aula, yaitu qiyas yang apabila illahnya mewajibkan adanya
hukum yang disamakan (furu) dan hukum cabang memiliki hukum
yang lebih utama dari pada hukum yang ada paa al asal. Misalnya
berkata kepada kedua orang tua dengan mengatakan “uh”,”eh”
“busyet” atau kata – kata lain yang semakna dan menyakitkan itu
hukumnya haram,sesuai dengan firman Allah QS. Al-Isra (17): 23
7
c. Qiyas adna, yang dimaksud dengan qiyas ini yaitu adanya hukum
al far’u lebih lemah bila dirujuk dengan hukum as ashlu. Sebagai
contoh, mengqiyaskan hukum apel kepada gandum dalam hal riba fadl
(riba yang terjadi karena adanya kelebihan dalam tukar – menukar
antara dua bahan kebutuhan pokok atau makanan). Dalam masalah
kasus ini, illah hukumnya adalah baik apel maupun gandum
merupakan jenis makanan yang bisa dimakan dan ditakar. Namun ada
segi yag lain dari illah gandum yang tidak terdapat pada apel, apa itu ?
apel tidak makanan pokok. Oleh Karennya, illahi yang ada pada apel
lebih lemah dibandingkan dengan illat yang ada pada gandum yang
menjadi makanan pokok.