Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Di era globalisasi ini penting bagi kita untuk mengetahui lebih dalam
tentang penegakan suata negara, terutama yang berkaitan dengan keadaan dan
situasi penegakan hukum di negara kita yaitu negara Indonesia. Hal ini penting
bagi kita karena erat hubungannya dengan apa yang kita saksikan dalam realita
kehidupan masyarakat saat ini.
Terkadang masih banyak orang yang salah mengartikan dan belum banyak
mengerti tentang keadaan sisitem hukum di Indonesia, sehingga kita sebagai
masyarakat kadang pasrah saja menerima hukuman dari kesalahan, terkadang hal
tersebut dialami suatu perusahaan karena lemahnya pengetahuan sebagaian
masyarakat akan pengetahuan tentang proses hukum dan sanksi-sanksi yang
diberikan kepada para pelaku yang berlaku di negara Indonesia.
Banyak kasus hukum yang di selesaikan secara tak adil, dimana para
penegak hukum memiliki peran ganda sebagai mafia hukum secara tak kasat
mata.
( Satjipto Raharjo)
A. Latar Belakang
Apa yang tidak tepat dengan nilai-nilai dasar Pancasila yang siapapun
secara sadar semestinya mengakui sebagai nilai-nilai keabadian. Nilai-nilai
Pancasila dengan Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan
adalah agung dan menakjubkan. Banyak pakar dari belahan dunia Barat dan
Timur telah mengkaji Pancasila dengan kesimpulan yang senada “betapa
beruntungnya bangsa Indonesia yang telah mampu menggali dan berdiri di atas
Pancasila”.
Kita semua tahu bahwa berdasarkan UUD 1945 adalah bahwa Indonesia
merupakan Negara Hukum. Namun kini kita menyaksikan bahwa hukum di
Republik Indonesia sedang menapaki kisahnya di era reformasi yang tidak
berwibawa. Hukum disinyalir benar-benar ada dalam titik ketidakberdayaan
melawan keangkuhan sosial dan dominasi politik.
Salah satu fungsi hukum adalah alat penyelesaian sengketa atau konflik,
disamping fungsi yang lain sebagai alat pengendalian sosial dan alat rekayasa
sosial . Pembicaraan tentang hukum barulah dimulai jika terjadi suatu konflik
antara dua pihak yang kemudian diselesaikan dengan bantuan pihak ketiga. Dalam
hal ini munculnya hukum berkaitan dengan suatu bentuk penyelesaian konflik
yang bersifat netral dan tidak memihak .
Pelaksanaan hukum di Indonesia sering dilihat dalam kacamata yang
berbeda oleh masyarakat. Hukum sebagai dewa penolong bagi mereka yang
diuntungkan, dan hukum sebagai hantu bagi mereka yang dirugikan. Hukum yang
seharusnya bersifat netral bagi setiap pencari keadilan atau bagi setiap pihak yang
sedang mengalami konflik, seringkali bersifat diskriminatif , memihak kepada
yang kuat dan berkuasa.
Penegakan hukum merupakan masalah penting yang harus segera
ditangani. Masalah hukum ini paling dirasakan oleh masyarakat dan membawa
dampak yang sangat buruk bagi kehidupan bermasyarakat. Persepsi masyarakat
yang buruk mengenai penegakan hukum, menggiring masyarakat pada pola
kehidupan sosial yang tidak mempercayai hukum sebagai sarana penyelesaian
konflik, dan cenderung menyelesaikan konflik dan permasalahan mereka di luar
jalur. Cara ini membawa akibat buruk bagi masyarakat itu sendiri.
Pemanfaatan penegakan hukum oleh sekelompok orang demi
kepentingannya sendiri, selalu berakibat merugikan pihak yang tidak mempunyai
kemampuan yang setara. Akibatnya rasa ketidakadilan dan ketidakpuasan tumbuh
subur di masyarakat Indonesia. penegakan hukum yang konsisten harus terus
diupayakan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap hukum di
Indonesia.
Perilaku publik menjadi sangat tidak merefleksikan nilai dasar Pancasila
secara tepat. Pancasila pun ditafsir secara serampangan dan jauh dari kaidah
awalnya untuk menata semua perikehidupan dan dimensi keilmuan untuk
berketuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan dan berkeadilan.
Maka perilaku komunitas public sekarang ini yang cenderung adu kuat ala
gerombolan telah mengingatkan pada kisah historis yang dilansir oleh Thomas
Hobbes: ”homo homini lupus” yang arti sebenarnya adalah manusia menjadi
serigala (pemangsa) bagi sesamanya sendiri.
Semua itu (yang menistakan hidup ber-Pancasila) tidak akan terjadi dalam
kehidupan yang memiliki hukum atas jiwa terdalam Pancasila. Kenyataan
kekerasan (fisik maupun psikologis) yang terus mengemuka sekarang ini adalah
cerminan peradaban klasik (pra-sejarah) yang sepertinya belum tercerahkan.
Pancasila adalah motivasi dan pedoman sekaligus confirm and deepen the
identity of their people. Sebagaimana kita tahu bahwa Pancasila terdiri atas lima
sila yang membentuk suaru rangkaian siste ideologis dan filosofis yang logic
saintifik yang menjadi dasar hukum utama (yang dalam bahasa populernya
disebut “sumber dari segala sumber hukum”).
Mafia hukum merujuk sekelompok orang, baik terorganisir atau tidak yang
bisa mencampuri dan mengatur persoalan hukum. Bentuk-bentuk praktik mafia
hukum meliputi: makelar kasus, suap-menyuap, pemerasan, jual-beli perkara,
mengancam saksi dan pihak tertentu, pungutan-pungutan gelap, dan sebagainya.
Bagaimana realitas mafia hukum harus diberantas?
Oleh karena itu, makalah ini membahas tentang apa itu hukum dan segala
sesuatunya yang berakaitan dengan hukum dalam realita kehidupan masyarakat
terutama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya dalam negara
Indonesia yang erat kaitannya dengan permasalahan di atas dan diharapkan
dengan mempelajari materi di atas dengan lebih dalam, dapat menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan, seperti masalah ketidak-adilan dalam proses hukum.
B. Tujuan
A. Pengertian Hukum
Arti kata hukum secara etimologi memiliki beberapa istilah,
diantaranya yaitu :
1) Hukum
Kata hukum berasal dari bahasa Arab, yang selanjutnya diambil
alih dalam bahasa Indonesia. Di dalam pengertian hukum
terkandung pengertian yang bertalian erat dengan pengertian yang
dapat melakukan paksaan.
2) Recht
Recht berasal dari “Rectum” (bahasa Latin) yang mempunyai arti
bimbingan atau tuntunan, atau pemerintahan. Bertalian dengan kata
‘Rectum” di kenal pula kata “Rex” yaitu orang yang pekerjaannya
memberikan bimbingan atau memerintah. “Rex” juga dapat
diartikan raja yang mempunyai kerajaan (regimen).
3) Ius
Kata “Ius” berasal dari bahasa Latin yang mengandung arti hukum.
“Ius” berasal dari kata “Iubere” artinya mengatur atau memerintah.
Kata “Ius” seringkali bertalian erat dengan kata “Iustitia” atau
keadilan. Pada zaman Yunani Kuno, Iustitia adalah dewi keadilan
yang dilambangkan sebagai seorang wanita dengan kedua matanya
tertutup dengan tangan kirinya memegang neraca dan tangan
kanannya memegang sebuah pedang.
4) Lex
Kata “Lex” berasal dari bahasa Latin yakni “Lesere”. Lesere
mengandung arti mengumpulkan orang-orang untuk diberi
perintah.
Sebenarnya para sarjana telah lama mencari suatu batasan tentang
hukum tetapi belum ada yang dapat meberikan suatu batasan atau definisi
yang tepat. Batasan-batasan yang diberikan adalah bermacam-macam,
berbeda satu sama lain dan tidak lengkap. Maka sangatlah tepat apa yang
telah dikatakan oleh Immanuel Kant pada tahun 1800 : “Noch suchen die
juristen eine definition zu ihren begriffe von recht”, yang artinya para
juris masih mencari suatu definisi mengenai pengertian tentang hukum.
a) Prof.Dr. P.Brost
Hukum ialah merupakan peraturan atau norma, yaitu petunjuk atau
pedoman hidup yang wajib ditaati oleh manusia. Dengan demikian
hukum bukanlah kebiasaan.
b) Prof.Dr.Van Kan
Dalam bukunya “Inleiding tot de rechtswetenschap”, hukum ialah
keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk
melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.
c) Prof.Mr.Dr.L.J.Van Apeldoorn
Hukum mengatur perhubungan antara manusia atau inter hukum.
d) Kantorowich
Dalam bukunya “The definition of law” beliau mengatakan hukum
adalah keseluruhan peraturan-peraturan social yang mewajibkan
perbuatan lahir yang mempunyai sifat keadilan serta dapat
dibenarkan.
B. Tujuan Hukum
Mengingat banyaknya perndapat yang berbeda-beda berkaitan dengan
tujuan hukum, maka untuk mengatakan secara tegas dan pasti adalah suatu
hal yang sulit. Ada yang beranggapan bahwa tujuan hukum itu kedamaian,
keadilan, kefaedahan, kepastian hukum dan sebaginya. Kesemuanya itu
menunjukan bahwa hukum itu merupakan gejala masyarakat. Mengenai
pendapat dari beberapa pakar hukum, dapat diketengahkan sebagai berikut
:
o Dr.Wirjono Projodikoro,SH
Dalam bukunya “Perbuatan Melanggar Hukum”, beliau katakan
bahwa tujuan hukum adalah mengadakan keselamatan,
kebahagiaan, dan tata tertib dalam masyarakat.
o Prof. Subekti,SH
Dalam bukunya “Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan”, beliau
katakan bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang
intinya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan
rakyatnya.
o Prof.Mr.Dr.L.J.Apeldoorn
Dalam bukunya “Inleiding tot de studie van het Nederlandse
recht”, beliau menyatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur
tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil.
o Aristoteles
Dalam bukunya “Rhetorica”, beliau cetuskan teorinya bahwa
tujuan hukum menghendaki keadilan semata-mata dan isi daripada
hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang adil dan
apa yang tidak adil.
o Jeremy Bentham
Dalam bukunya “Introduction to the moral and legislation”, ia
mengatakan bahwa hukum bertujuan semata-mata apa yang
berfaedah bagi orang.
o Prof.Mr.J.Van Kan
Tujuan hukum adalah menjaga kepentingan tiap-tiap manusia
supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu.
C. Fungsi Hukum
Secara umum fungsi hukum dapat dikatakan untuk menertibkan dan
mengatur pergaualan dalam masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah
yang timbul. Dalam perkembangan masyarakat saat ini, fungsi hukum dapat
terdiri dari :
Agar fungsi-gungsi hukum dapat terlaksana dengan baik, maka bagi para
penegak hukum dituntut kemampuannya untuk melaksanakan dan menerapkan
hukum dengan baik, dengan seni yang dimiliki masing-masing petugas,
misalnya :menafsirkan hukum sesuai dengan keadilan dan posisi masing-
masing, serta bila diperlukan melakukan penafsiran analogis penghalusan
hukum.
D. Permasalahan Hukum
Dalam hal ini, kebenaran menurut hukum tidak dianut sama sekali,
masing-masing kelompok menggunakan norma dan hukumnya dalam
menentukan kebenaran serta sanksi bagi pelaku yangmelanggar hukum
menurut versinya tersebut. Tidak diperlukan adanya argumentasi dan
pembelaan bagi si terdakwa. Suatu kesalahan yang berdasarkan keputusan
kelompok tertentu, segera divonis menurut aturan kelompok tersebut.
Dalam beberapa kasus yang berhasil ditemukan oleh media cetak, terbukti
adanya kasus korupsi dan kolusi yang melibatkan baik polisi, kejaksaan,
maupun hakim dalam suatu perkara. Kasus ini biasanya melibatkan pengacara
yang menjadi perantara antara terdakwa dan aparat penegak hukum. Fungsi
pengacara yang seharusnya berada di kutub memperjuangkan keadilan bagi
terdakwa , berubah menjadi pencari kebebasan dan keputusan seringan
mungkin dengan segala cara bagi kliennya.
Sementara posisi polisi dan jaksa yang seharusnya berada di kutub yang
menjaga adanya kepastian hukum, terbeli oleh kekayaan terdakwa. Demikian
pula hakim yang seharusnya berada ditengah-tengah dua kutub tersebut, kutub
keadilan dan kepastian hukum, bisa jadi condong membebaskan atau
memberikan putusan seringan-ringannya bagi terdakwa setelah melalui
kesepakatan tertentu.
Campur tangan asing bagaikan pisau bermata dua. Disatu pihak tekanan
asing dapat membawa berkah bagi pencari keadilan dengan dipercepatnya
penyidikan dan penegakan hukum oleh aparat. Lembaga asing non pemerintah
biasanya aktif melakukan tekanan-tekanan semaam ini, misalnya dalam
pengusutan kasus pembunuhan di Aceh, tragedi Ambon, Sambas, dan
sebagainya. Namun di lain pihak tekanan asing kadang juga memberi mimpi
buruk pula bagi masyarakat.
Garis besar ajaran positivisme berisi sebagai berikut: pertama, hanya ilmu
yang bebas nilai yang dapat memberikan pengetahuan yang sah; kedua, hanya
fakta (ikhwal/peristiwa empiris) yang dapat menjadi obyek ilmu; ketiga,
metode filsafat tidak berbeda dengan metode ilmu; keempat, tugas filsafat
adalah menemukan asas-asas umum yang berlaku bagi semua ilmu dan
menggunakan asas-asas tersebut sebagai pedoman bagi perilaku manusia dan
menjadikan landasan bagi semua organisasi sosial; keenam, mengacu pada
ilmu-ilmu alam dan ketujuh berupaya memperoleh suatu pandangan tunggal
tentang dunia fenomena, baik dunia fisik, maupun dunia manusia melalui
aplikasi metode-metode dan perluasan jangkauan hasil-hasil alam.
Dalam negara modern, hukum positif dibuat oleh penguasa yang berdaulat.
Penguasa digambarkan sebagai manusia superior yang bersifat menentukan.
Penguasa ini mungkin seorang individu. Menurut John Austin, karakteristik
hukum positif terletak pada karakteristik imperatifnya. Artinya, hukum
dipahami sebagai suatu perintah dari penguasa. Pemikiran semacam ini
kemudian dikembangkan oleh Rudolf van Hearinga dan George Jellinek yang
menekankan pandangan pada orientasi untuk mengubah teori-teori negara
berdaulat sebagai gudang dan sumber hukum.
John Austin, pada mulanya, membedakan hukum dalam dua jenis, yaitu
hukum dari Tuhan untuk manusia dan hukum yang dibuat oleh manusia dapat
dibedakan dengan hukum yang sebenarnya dan hukum yang tidak sebenarnya.
Hukum yang sebenarnya inilah yang disebut hukum positif yang meliputi
hukum yang dibuat oleh penguasa dan hukum yang disusun oleh manusia
secara individual untuk untuk melaksanakan hak-hak yang diberikan
kepadanya. Hukum yang tidak sebenarnya adalah hukum yang tidak dibuat
oleh penguasa sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum. Hukum
yang sebenarnya memiliki empat unsure, yaitu perintah (Command), sangsi
(sanction), kewajiban (duty), dan kedaulatan (soveignty).
Kelemahan hukum alam adalah karena ide atau konsep tentang apa
yang disebut hukum bersifat abstrak. Hal ini akan menimbulakan
perubahan orientasi berpikir dengan tidak lagi menekankan pada nilai-nilai
yang ideal dan abstrak, melainkan lebih mempertimbangkan persoalan
yang nyata dalam pergaulan masyarakat.
BAB III
Apabila dilihat aspek bahasa, mafia hukum terdiri akar kata mafia dan
hukum. Mafia berasal dari bahasa Sisiliakuno, Mafiusu, yang diduga mengambil
kata Arab mahyusu yang artinya tempat perlindungan atau pertapaan. Setelah
revolusi pada 1848, keadaan pulau Sisilia kacau sehingga mereka perlu
membentuk ikatan suci yang melindungi mereka dari serangan bangsa lain dalam
hal ini bangsa Spanyol. Nama mafia mulai terkenal setelah sandiwara dimainkan
pada1863 dengan judul mafusi di la Vicaria “Cantiknya rakyat Vicaria”, yang
menceritakan tentang kehidupan padda gang penjahat di penjara Palermo.
Dari beberapa sumber ada dua bentuk pengertian dari mafia hukum ini,
yaitu penyebutan mafia hukum dan mafia peradilan . Pertama, Mafia Hukum di
sini lebih dimaksudkan pada proses pembentukan Undang-Undang oleh Pembuat
undang-undang yang lebih sarat dengan nuansa politis sempit yang lebih
berorientasi pada kepentingan kelompok-kelompok tertentu. Bahwa sekalipun
dalam politik hukum di Indonesia nuansa politis dalam pembuatan UU dapat saja
dibenarkan sebagai suatu ajaran keputusan politik yang menyangkut kebijakan
politik, namun nuansa politis di sini tidak mengacu pada kepentingan sesaat yang
sempit akan tetapi ‘politik hukukm” yang bertujuan mengakomodir pada
kepentingan kehidupan masyarakat luas dan berjangka panjang.
Ada pengertian lain dari mafia hukum ini. Istilah mafia disini menunjuk
pada adanya “suasana” yang sedemikian rupa sehingga perilaku, pelayanan,
kebijaksanaan maupun keputusan tertentu akan terlihat secara kasat mata sebagai
suatu yang berjalan sesuai dengan hukum padahal sebetulnya “tidak”. Dengan
kata lain mafia peradilan ini tidak akan terlihat karena mereka bisa berlindung
dibalik penegakan dan pelayanan hukum. Masyarakat menjadi sulit untuk
mengenali mana penegak hukum yang jujur dan tidak terpengaruh oleh mafia
dengan para penegak hukum yang sudah terkontaminasi.
Hak penyidik, penuntut umum atau hakim untuk menahan atau tidak
menahan seseorang tersangka atau terdakwa adalah wilayah paling rawan
terjadinya transaksi yang sifatnya moniter. Hukum acara yang mendasari
wewenang untuk menahan memang lemah. Hanya atas dasar kekhawatiran maka
para penegak hukum ini dengan mudah dapat melakukan penahanan terhadap
tersangka.
Rekaman selama beberapa jam itu membeberkan misteri yang selama ini
hanya diketahui sepotong-sepotong dan tidak ada bukti yang jelas. Jika
diungkapkan ke publik pun akan dikenai pasal pencemaran nama baik. Mereka
adalah korps tidak terlihat, tangan-tangan yang mengatur semua perkara apa yang
bisa diselesaikan sesuai permintaan.
Selain itu, terdapat bentuk-bentuk dan modus operansi dari mafia hukum
mulai dari kepolisian hingga di Lembaga pemasyarakatan;
Kepolisian
a. Tahap Penyelidikan
Permintaan uang jasa. Laporan ditindak lanjuti setelah
menyerahkan uang jasa.
Penggelapan perkara. Penanganan perkara dihentikan setelah
ada kesepakatan membayar sejumlah uang pada polisi.
b. Tahap Penyidikan
Negosiasi perkara
Tawar menawar pasal yang dikenakan terhadap tersangka
dengan uang yang berbeda-beda.
Menunda surat pemberitahuan dimulainya penyidikan
kepada kejaksaan.
Pemerasan oleh Polisi
Tersangka dianiaya lebih dulu agar mau kooperatif dan
menyerahkan uang.
Mengarahkan kasus lalu menawarkan jalan damai.
Pengaturan ruang Tahanan
Penempatan di ruang tahanan menjadi alat tawar menawar.
Kejaksaan
a. Pemerasan
Penyidikan diperpanjang untuk merundingkanuang damai
Surat panggilan sengaja tanpa status “saksi” atau “tersangka”,
pada ujung agar statusnya tidak menjadi “tersangka”.
b. Negosiasi Status
Perubahan status tahanan seorang tersangka juga jadi alat
tawar-menawar.
c. Pelepasan Tersangka
Melalui surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atau
sengaja membuat dakwaan ynga kabur (obscuur libel)
sehingga terdakwa di vonis bebas.
d. Penggelapan Perkara
Berkas perkara dapat dihentikan jika memberikan sejumlah
uang.
e. Negosiasi Perkara
Proses penyidikan yang diulur-ulur merupakan isyarat agar
keluarga tersangka menghubungi jaksa.
Dapat melibatkan Calo, antara lain dari kejaksaan, anak
pejabat, pengacara rekanan jaksa.
Berat atau kecilnya dakwaan menjadi alat tawar menawar.
f. Pengurangan tuntutan
Tuntutan dapat dikurangi apabila tersangka memberikan
uang.
Berita acara pemeriksaan dibocorkan saat penyidikan.
Pasal yang disangkakan juga dapat diperdagangkan.
Persidangan
♪ Permintaan uang jasa
registrasi pengadilan.
♪ Penentuan Majelis Hakim
pengadilan.
♪ Negosiasi Putusan
Lembaga Pemasyarakatan
Pungutan bagi pengunjung
Uang cuti
Menggunakan orang lain yang identitasnya disesuaikan
identitas terpidana
Perlakuan istimewa
3. Nepotisme
Terdakwa Letda (Inf) Agus Isrok, anak mantan Kepala Staf Angkatan
Darat (KASAD), Jendral (TNI) Subagyo HS, diperingan hukumannya oleh
mahkamah militer dari empat tahun penjara menjadi dua tahun penjara.
Disamping itu, terdakwa juga dikembalikan ke kesatuannya selama dua minggu
sambil menunggu dan berpikir terhadap vonis mahkamah militer tinggi. Putusan
ini terasa tidak adil dibandingkan dengan vonis-vonis kasus narkoba lainnya yang
terjadi di Indonesia yang didasarkan atas pelaksanaan UU Psikotropika.
Disamping itu, proses pengadilan ini juga memperlihatkan eksklusivitas
hukum militer yang diterapkan pada kasus narkoba. Tommy Soeharto, anak
mantan presiden Soeharto, yang dihukum 18 bulan penjara karena kasus
manipulasi tukar gling tanah Bulog di Kelapa Gading dan merugikan negara
sebesar 96 milyar rupiah, sampai saat ini tidak berhasil ditangkap dan dimasukkan
ke LP Cipinang sesuai perintah pengadilan setelah permohonan grasinya ditolak
oleh presiden.
Masyarakat melihat bagaimana pihak pengacara, kejaksaan, dan kepolisian
saling berkomentar melalui media cetak dan elektronik, namun sampai saat
makalah ini dibuat Tommy Soeharto masih berkeliaran di udara bebas. Dua kasus
ini mengesankan adanya diskriminasi hukum bagi keluarga bekas pejabat.
4. Tekanan Internasional
Kasus Atambua, Nusa Tenggara Timur, yang terjadi pada tanggal 6
September 2000, yang menewaskan tiga orang staf NHCR mendapatkan perhatian
internasional dengan cepat. Dimulai dengan keluarnya Resolusi No. 1319 dari
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB), surat dari Direktur
Bank Dunia kepada Presiden Abdurrahman Wahid untuk segera menyelesaikan
permasalahan tersebut, permintaan DK PBB untuk mengirim misi penyelidik
kasus Atambua ke Indonesia, desakan CGI (Consultatif Group on Indonesia),
sampai dengan ancaman embargo oleh Amerika Serikat. Tekanan internasional ini
mengakibatkan cepatnya pemerintah bertindak, dengan segera melucuti
persenjataan milisi Timor Timur dan mengadili beberapa bekas anggota milisi
Timor Leste yang dianggap bertanggung jawab.
Apabila dibandingkan dengan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di
bagian lain di Indonesia, misalnya : Ambon, Aceh, Sambas, Sampit, kasus
Atambua termasuk kasus yang mengalami penyelesaian secara cepat dan tanggap
dari aparat. Dalam enam bulan sejak kasus ini terjadi, kekerasan berhasil diatasi,
milisi berhasil dilucuti, dan situasi kembali aman dan normal. Meskipun ada
perhatian internasional dalam kasus-kasus kekerasan lain di Indonesia, namun
tekanan yang terjadi tidak sebesar pada kasus Atambua. Dalam pandangan
masyarakat, derajat tekanan internasional menentukan kecepatan aparat
melakukan penegakan hukum dalam mengatasi kasus kekerasan.
Keempat, kualitas moral para aparat penegak hukum menjadi hal yang
utama dalam Mafia Peradilan ini. Ini menyebabkan tidak ada rasa takut dan
bersalah yang dirasakan oleh para penegak hukum kita meskipun dalam hal
melaksanakan hukum dengan hukum yang salah. Sehingga tidak heran ketika
melaksanakan tugas mulianya, para penegak hukum lebih memilih uang dari pada
memberikan putusan dengan benar. Mungkin pendidikan moral dan agama ini
menjadi salah satu titik tekan yang harus diperhatikan yang harus dimiliki oleh
setiap penegak hukum dimanapun. Karena agama manapun tidak pernah
menghalalkan perbuatan itu.
Kelima, kualitas keilmuan yang rendah juga menjadi hal yang penting
dalam menimbulkan mafia peradilan ini. Kualitas keilmuan dari orang-orang yang
terlibat dalam proses penegakan hukum sangat berpengaruh besar terhadap
kualitas/bobot proses peradilan dan kualitas/bobot putusan seorang hakim.
Sehingga mafia peradilan itupun menjadi hal yang tidak akan dilakukan dalam
penegakan hukum.
Siapapun yang memiliki semangat antikorupsi sepakat bahwa jual beli perkara,
tawar menawar pasal, pemerasan, penyauapan dan varian modus operandi mafia
hukum harus diberantas. Praktik haram mafia hukum saja melukai rasa keadilan
masyarakat. Lebih jauh, ia menjadi slah satu virus perusak sendi-sendi ekonomi
dan sosial masyarakat. Tak terhitung energy bangsa terbuang sia-sia hanya
karena praktik korupsi dan mafia hukum. (Denny Indrayana)
Cita atau ide tetang keadilan ini jangan dikacaukan dengan cita atau ide oleh
kaum skolastik yang mengidealkan keadilan sebagai keadilan Tuhan saja.
Keadilan disini adalah keadilan dalam koridor hukum ciptaan manusia. Seiring
dengan perkembangan hukum modern untuk mengakomodasi kepentingan kaum
kapitalis yang merebak sejak munculnya Negara modern, masyarakat juga
menginginkan peraturan-peraturan yang dapat menjamin kepastian dan kegunaan
dalam hubungan mereka satu sama lain.
Salah satu proses sosial yang terlihat dalam dinamika hukum adalah apa uang
terjadi di pengadilan. Pengadilan tidak hanya terdiri dari gedung, Hakim,
peraturan yang lazim dikenal oleh ilmu hukum, melainkan merupakan suatu
interaksi antara system hukum dan masyarakat.
Jadi proses peradilan adalah jauh lebih kompleks daripada yang dikira banyak
orang, yaitu sekedar menerapkan ketentuan dalam perundang-undangan. Perilaku
para pejabat maupun para pengguna jasa pengadilan menentukan arsitektur
pengadilan. Proses peradilan juga tercermin dalam perilaku orang-orang yang
berperkara atau perilaku dari pejabat pengadilan. Mengadili tidak selalu
berkualitas full adjudication, melainkan sering juga berlangsung in the shadow of
law, dimana penyelesaian secara hokum hanya merupakan lambing di permukaan
saja, sedang yang aktif berbuat adalah interaksi para pihak dalam mencari
penyelesaian. Hukum dipakai untuk mengemas proses-proses sosiologis dan
kemudian memberinya legitimasi melalui ketukan palu hakim.
Dari hal tesebut terlihat bahwa bekerjanya hukum itu merupakan suatu proses
sosial dan lebih khusus lagi adalah proses interaksi antara orang-orang yang
mengajukan permintaan dan penawaran. Lebih spesifik lagi orang-orang tersebut
adalah para aktor dalam ruang pengadilan serta masyarakat yang bertindak selaku
pengawas, pengontrol, dan juga korban.
Sejak dicetuskan pada 2002, telah bermunculan banyak tulisan yang mencoba
mengeksplorasi gagasan hukum progresif dalam aspek keilmuan. Sekalipun ide
hukum progresif dalam bisa dipandang sebagai teori yang final (sesuai dengan
hakekatnya sebagai law in making atau going goon process), namun dari
sedemikian banyak tulisan dan kajian mengenai hukum progresif dapat ditarik
beberapa pokok gagasan.
Cara luar biasa lain yang tidak mudah untuk dilakukan adalah keberanian
untuk melakukan pembebasan terhadap praktik konvensional yang selama ini
dijalankan, termasuk membari makna kepada undang-undang, asas, prosedur dan
sebabagainya. Hakim dan jaksa membutuhkan pencerahan, sehingga berani
mengatakan, bahwa “hukum adalah untuk manusia”, bukan sebaliknya. Sikap ini
akan membawa konsekuensi besar dalam memberi makna kepada hukum, dan
itulah sikap dasar yang diinginkan oleh hukum progresif.
Para akademisi, ilmuwan, teoritisi juga tidak bisa mengelak dari tanggung
jawab membantu dan mendorong pemberantasan mafia hukum yang progresif.
Peran mereka adalah memberikan pencerahan kepada para penegak hukum agar
berani melakukan pembebasan dari praktik dan konvensi yang lebih banyak
membelenggu dan mengahambat pemberantasan mafia hukum. Untuk itu, maka
para akademisi perlu mengajukan konsep-konsep alternatif yang progresif, agar
dengan demikian langkah-langkah progresif para penegak hukum bisa
memperoleh dukungan legitimasi ilmiah.
Selama ini mafia hukum masihh lebih banyak dipersepsikan sebagai “kejahatan
hukum” dan belum menjadi “kejahatan sosial”. Perbuatan korupsi masih lebih
difahami sebagai “perbuatan hukum”, belum “perbuatan sosial”. Disini para
rohaniwan, para kiai, dan ulama dapat turut berperan besar dalam menjadikan
korupsi sebagai “kaidah sosial” dan bukan hanya “kaidah hukum”.
Lembaga peradilan sudah lama relative tidak bisa diandalkan sebagai benteng
wong tertindas, teraniaya, tersiksa, miskin/melarat, cilik, dan lemah. Ketika terjadi
penyerangan skelompok orang anti-Ahmadiyah di empat Kabupaten Cianjur, tak
seorangpun pelaku tindakan anarkhis yang diadili atau ditindak secara hukum.
Hukum sebagai tempat jaminan atas apa yang benar dan adil bukan
diperuntukkan bagi mereka. Apakah negeri ini menjadi tempat yang baik bagi
mereka untuk hidup, itulah yang selalu menjadi pertanyaan mereka.