You are on page 1of 9

Puisi Angkatan Balai Pustaka

(1920 – 1940)
Ditulis oleh Darwin Royanto dan Shinta Rossaline
12 Humanities 2
© 2010

Karya sastra merupakan sebuah seni tertua di Indonesia. Walau telah berumur ratusan tahun,
tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan adanya ancaman yang mengakibatkan tenggelamnya
nilai sastra. Seiring berjalannya waktu sastra kian berkembang berkat teknologi dan wawasan
sastrawan yang kian luas.

Pada dasarnya sastra terbagi menjadi beberap bagian antara lain adalah drama, prosa, dan puisi,
Tiap tiap jenis sastra memiliki keunikannya masing-masing. Drama salah satunya, memiliki
karakter tersendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tertulis bahwa drama merupakan
komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui
tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan.

Prosa dan puisi memiliki kemiripan sehingga muncul steatmen oleh Rachmad Djoko Pradopo
(1987) mengatakan bahwa orang sering mengalami kesulitan dalam membedakan puisi dan prosa
hanya dari bentuk visualnya sebagai sebuah karya tertulis. Sampai-sampai sekarang ini dikatakan
bahwa niat pembacalah yang menjadi ciri sastra utama.
Ada perbedaan pokok antara prosa dan puisi. Pertama, kesatuan prosa yang pokok adalah
kesatuan sintaksis, sedangkan kesatuan puisi adalah kesatuan akustis. Kedua puisi terdiri dari
kesatuan-kesatuan yang disebut baris sajak, sedangkan dalam prosa kesatuannya disebut
paragraf. Ketiga di dalam baris sajak ada periodisitas dari mula sampai akhir. Pendapat lain
mengatakan bahwa prosa merupakan pengucapan dengan pikiran sedangkan puisi merupakan
pengucapan dengan perasaan. (Slametmulyana, 1956:112)
Prosa adalah hasil karya sastra lisan dan tulisan yang panjang baik berbentuk sebuah cerita
maupun tidak. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) medefinisikan prosa sebagai karangan
bebas yang tidak terikat oleh kaidah yang terdapat dalam puisi. Penggunaan bahasa Melayu
dapat ditemui dalam prosa. Ada tiga genre prosa yang popular di kalangan masyarakat melayu
antara lain; cerita mitos, legenda, dan dongeng. Dapat ditemui pula beberapa prosa yang
terpengaruhi oleh puisi yang disebut dengan prosa liris atau prosa puitis.
Di satu sisi yang lain, puisi adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas
keindahan. Puisi merupakan ragam sastra lisan dan tulisan yang terikat oleh rima, matra, irama,
serta penyusunan larik dan bait. Penggunaan bahasa dipilih dan ditata sedemikian rupa guna
memberikan jiwa pada tiap bait.
Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poites, yang berarti
pembangun, pembentuk, pembuat. Dalam bahasa Latin dari kata poeta, yang artinya
membangun, menyebabkan, menimbulkan, menyair. Dalam perkembangan selanjutnya, makna
kata tersebut menyempit menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat
tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang kata kiasan (Sitomorang,
1980:10)

Menurut Vicil C. Coulter, kata poet berasal dari kata bahasa Gerik yang berarti membuat,
mencipta. Dalam bahasa Gerik, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya,
orang yang hampir menyerupai dewa-dewa atau orang yang amat suka pada dewa-dewa. Dia
adalah orang yang mempunyai penglihatan yang tajam, orang suci, yang sekaligus seorang
filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi. (ibid: 10)
Bedasarkan waktu pembuatan, puisi terbagi menjadi dua jenis antara lain; puisi lama dan puisi
baru. Puisi lama adalah pancaran masyarakat lama. Masyarakat yang perasaan persetujuannya
masih kokoh sehingga sulit bagi mereka menerima pengaruh dari luar. Puisi lama terkait dengan
bentuk-bentuk yang sudah ada. Keindahannya terletak pada kesesuaiannya dengan bentuk. Hal
itu dianggap lebih penting daripada isi dari puisi itu sediri.

Puisi lama memiliki beberapa jenis sebagai berikut:


 Mantra: Ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
 Pantun: Puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b dan tiap baitnya memiliki 5 baris.
 Karmina: Pantun kilat, pantun yang lebih pendek dari pantun biasa.
 Seloka: Pantun berkait.
 Gurindam: Puisi yang memiliki 2 baris di tiap bait dan bersajak a-a-a-a serta berisikan
nasehat.
 Syair: puisi yang berasal dari Arab, memiliki 4 baris di tiap baitnya, bersajak a-a-a-a,
dan berisi nasehat atau cerita.
 Taliban: Pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8 atau 10 baris.
 Soneta: Jenis puisi baru yang tiap bait terdiri atas 14 baris dan hanya memiliki satu
bait. Jenis puisi ini berasal dari Italia.
Puisi baru adalah cerminan dari masyarakat baru pula. Masyarakat yang penuh dengan
pertentangan dengan rasa perseorangan. Masyarakat yang hidup pada era kebebasan di mana tiap
individu berhak mengemukakan inovasi-inovasi baru terkhusus pada perkembangan sastra.
Dalam puisi baru, penggunaan istilah dijunjung tinggi sedangkan bentuk lebih disesuaikan
dengan isi.

Layaknya perkembangan dunia yang membawa segala sesuatunya untuk berubah, puisi juga
terbagi menjadi beberapa angkatan karena adanya perbedaan-perbedaan yang ada karena faktor
waktu. Bedasarkan urutannya, puisi Angkatan Balai Pustaka menempati posisi ke-tiga setelah
Pujangga Lama dan Sastra “Melayu Lama”. Angkatan Balai Pustaka yang memulai eranya sejak
tahun 1920 dengan cepat tergantikan oleh Pujangga Baru. Pada tahun 1935 kejayaannya mulai
memudar sehingga sekitar tahun 1940-an, menjadi akhir dari perjalanan Angkatan Balai Pustaka.
Pada tahun 1920-an, satu-satunya penerbit besar di eranya hanyalah penerbit Balai Pustaka. Oleh
karena itu karya-karya yang lahir pada masa kejayaan penerbit Balai Pustaka disebut dengan
Angkatan Balai Pustaka.

Roman, novel, cerita pendek, dan drama berhasil menggeser kedudukan syair, pantun, gurindam,
yang sebelumnya telah merajai dunia sastra Indonesia.
Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan
liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian
(cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). (HB. Jassin, )
Dengan kata lain, puisi-puisi andalah Angkatan Balai Pustaka bertujuan untuk memberikan
nasehat kepada para pembaca dan pendengarnya. Gaya penceritaannya terpengaruh oleh sastra
Melayu yang mendayu-dayu dan masih menggunakan bahasa klise seperti peribahasa atau
pepatah-petitih. Penggunaan bahasa Indonesia yang masih terpengaruh oleh bahasa Melayu
merupakan salah satu ciri puisi Angkatan Balai Pustaka. Tema yang diunduh sebagai dari dari
karya sastra angkatan ini dipengaruhi oleh kehidupan tradisi sastra daerah setempat atau bersifat
lokal. Dikarenakan oleh eranya yang berdekatan dengan era puisi lama, puisi balai pustaka masih
menggunakan beberapa jenis puisi lama.
Ada beberapa penyair yang melejit karirnya dalam pembuatan-pembuatan karya di Angkatan
Balai Pustaka. Lahir di Sawahlutho, Sumatera Barat pada tanggal 23 Agustus 1905, seorang
Muhammad Yamin lahir. Beliau merupakan salah satu legenda dalam dunia sastra. Dimulai
dengan bersekolah di Volkschool, HIS, dan Normal School, beliau melanjutkan pendidikannya si
sebuah sekolah pertanian dan peternakan di Bogor dan AMS di Yogyakarta hingga pada tahun
1927. Kembali seorang M. Yamin mengenyam pendidikan. Kali ini di Sekolah Hakim yang
bertempatan di Jakarta dan lulus pada tahun 1932. Karena keahliannya yang beragam, pekerjaan
yang beliau ambil sebelum menekuni dunia sastra juga beragam. Setelah proklamasi
kemerdekaan pada tahun 1945, beliau memegang jabatan-jabatan penting dalam kenegaraan dan
turut ambil bagian dari revolusi. Oleh karena itu, karya-karya yang beliau hasilkan tidak luput
mengenai tanah air dan rasa nasionalisme seperti yang terkandung dalam kumpulan puisi
Indonesia Tumpah Darahku (1928)

Selain Muhammad Yamin, ada seorang Sanusi Pane yang juga cukup merajai sastra di eranya.
Lahir di tahun yang sama dengan Muhammad Yamin, sejak awal karirnya Sanusi Pane telah
menekuni bidang jurnalistik dan kesenian sehingga pada tahun 1928 beliau tidak segan-segan
untuk berlayar ke India guna memperdalam kebudayaan India. Sanusi Pane pernah menjabat
sebagai pimpinan majalah Timbul, pimpinan beberapa surat kabar, dan jauh pada masa
kedudukan Jepang beliau menjabat sebagai pegawai tinggi Pusat Kebudayaan Jakarta. Karya-
karya yang lahir dari tanggannya antara lain; kumpulan prosa lirik Pancaran Cinta (1926),
kumpulan puisi Puspa Mega (1927), dan kumpulan puisi Madah Kelana (1931).
Analisis Lapis Makna Dalam Puisi Di Lautan Hindia Karya Muhammad Yamin
Ditulis oleh Shinta Rossaline dan Darwin Royanto
12 Humanities 2
© 2010

Muhammad Yamin adalah salah satu penyair yang cukup ternama di eranya yang menjadi
pelopor jenis puisi dari barat yaitu soneta. Salah satu puisi karyanya yang berjenis soneta
berjudul Di Lautan Hindia yang berbunyi demikian,
Di Lautan Hindia
Mendengarkan ombak pada hampirku
Debar-mendebar kiri dan kanan
Melagukan nyanyi penuh santunan
Terbitlah rindu ke tempat lahirku
Sebelah Timur pada pinggirku
Diliputi langit berawan-awan
Kelihatan pulau penuh keheranan
Itulah gerangan tanah airku
Di mana laut debur-mendebur
Serta mendesir tiba di papsir
Di sanalah jiwaku, mula bertabur
Di mana ombak sembur-menyembur
Membasahi barissan sebuah pesisir
Di sanalah hendaknya, aku berkubur

Ada beberapa teori tentang unsure-unsur pembentuk puisi salah satunya adalah teori I.A. Richard
yang membedakan dua hal penting dalam pembentukan sebuah puisi yaitu the nature of poetry
(hakikat puisi) dan the method of poetry (metode puisi). Bedasarkan teori I.A Richards (1923),
hakikat puisi terbagi atas empat bagian antara lain;
 Sense: Gambaran secara umum atau pokok pikiran mengenai apa yang hendak
dikemukakan penyair lewat puisinya.
 Feeling: Sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkan dalam puisinya.
 Tone: Sikap penyair terhadap pembaca atau penikmat karya ciptaannya.
 Intention: Tujuan penyair dalam menciptakan puisi karyanya.

Ditinjau bedasarkan sense, penyair puisi Di Lautan Hindia menggambarkan kerinduan dan
kecintaan kepada tanah kelahiran. Seakan-akan sang penyair adalah perantau di negeri orang
yang begitu merindukan tanah air. Dalam puisi ini, sang penyair menempatkan dirinya sebagai
karakter inti dalam puisi tersebut.

Rasa dalam sebuah puisi adalah sesuatu yang vital. Berhasil tidaknya rasa tersebut sampai
kepada penikmatnya Penyair bersikap bangga dalam mengemukakan pendapatnya. Pemilihan
kata yang digunakan secara khusus bertujuan menggambarkan sepenuhnya apa yang beliau
rasakan pada saat itu. Layaknya tiap penyair yang memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam
menghadapi sebuh permasalahan, Muhammad Yamin ingin mengobati rasa rindunya dengan
cara membayangkan betapa indah tanah kelahirannya.

Bedasarkan tone, penyair ingin membagikan rasa kagumnya terhadap terhadap tanah
kelahirannya kepada para penikmat karyanya tersebut. Menggunakan nada yang mendayu-dayu
dan penggunaan kata-kata deskriprif dipergunakan guna memberikan point-of-view yang sugestif
yaitu pengaruh yang dapat menggerakan hati orang.

Intention atau tujuan dari penyair dalam menciptakan puisi tersebut didasari oleh keinginan
untuk mengajarkan walaupun seseorang telah menjadi perantau dan tinggal jauh dari tanah air,
tidak berarti bahwa orang tersebut kehilangan jati diri tanah airnya. Orang tersebuat harus tetap
bangga akan tanah airnya dan berani mengemukakan rasa nasionalismenya.

Untuk mencapai maksud tersebut, penyair menggunakan sarana-sarana yang disebut metode
puisi. Lima hal yang tergabung dalam metode puisi antara lain;
 Diction: Pilihan atau pemilihan kata yang biasanya diusahakan oleh penyair dengan
secermat mungkin.
 Imagery: Kemampuan kata-kata yang dipakai pengarang dalam mengantarkan pembaca
untuk terlibat atau mampu merasakan apa yang dirasakan oleh penyair.
 The concrete word: Kata-kata yang jika dilihat secara denotatif sama tetapi secara
konotatif mempunyai arti yang berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi
pemakaiannya.
 Figurative langguage: Cara yang digunakan oleh penyair untuk membangkitkan dan
menciptakan imaji dengan menggunakan gaya bahasa, perbandingan , kiasan,
perlambangan.
 Rhythm, Rhyme: Pergantian turun-naik, panjang-pendek, keras-lembutnya ucapan bunyi
bahasa yang teratur.

Pemilihan kata-kata yang digunakan sengaja dipilih untuk menggambarkan situasi pesisir yang
sebenarnya. Dapat dilihat dari penggunaan kata-kata sebagai berikut; ombak, langit berawan-
awan, pulau, laut, papsir, dan pesisir.

Penyair juga dituntut untuk berimajinasi guna mengembangkan ide-idenya melalui puisi. Penyair
ingin mengajak penikmat karyanya untuk ikut membayangkan atau merasakan imaji buatannya.
Imaji disebut juga citraan atau gambaran angan. Dalam puisi Di Lautan Hindia, penyair
menggunakan citra penglihatan yaitu citra yang timbul oleh penglihatan atau berhubungan
dengan indra penglihatan. Terbukti dari penggunaan kata-kata yang berbunyi demikian,
Kelihatan pulau penuh keheranan. Selain citra penglihatan, ada pula citra pendengaran yang
tersurat di bagian awal puisi, Mendengarkan ombak pada hampirku dan Melagukan nyanyi
penuh santunan. Bagian itu juga dapat mencerminkan citra yang kesedihan ditambah lagi
dengan akhir puisi yang ditutup oleh Di sanalah hendaknya aku terkubur. Kata ‘santunan’ dan
‘terkubur’ adalah pilihan kata yang menggambarkan rasa duka.
Kembali karena bertujuan untuk mengajak pembaca masuk ke dunianya, sang penyair
menggunakan gaya bahasa tertentu yaitu personifikasi yang berarti kiasan yang menyamakan
benda mati dengan manusia di mana benda mati berbuat layaknya manusia. Dikatakan dalam
puisi tersebut bahwa ombak dapat menyanyikan lagu yang sendu dan pulau dapat merasa
keheranan.
Terbit rindu ke tempat lahirku
Sebelah Timur pada pinggirku
Penggalan puisi di atas adalah sebuah kiasan. Matahari terbit di sebelah Timur tiap harinya tiada
henti. Layaknya matahari, hal ini juga berarti bahwa rasa rindu yang muncul itu akan selalu ada
membayang-bayangi sang penyair.

Irama yang digunakan dalam puisi Di Lautan Hindia adalah ritme yaitu irama yang disebabkan
pertentangan atau pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur. Dinamika, nada, dan tempo
disesuaikan dengan pemilihan kata yang dipergunakan oleh sang penyair. Apabila kata-kata
tersebut mengandung arti kata keindahan, maka ritme tersebut cenderung pelan dan mendayu-
dayu. Di sisi yang lain, apabila mengandung kesedihan akan ada lebih banyak tekanan-tekanan
terhadap kata-kata dalam puisi tersebut. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa puisi ini
mengandung dua jenis bunyi secara bersamaan yaitu efoni yang berarti bunyi yang merdu dan
kakofoni atau bunyi yang parau.

Puisi ini mengandung bunyi efoni karena terdapat bunyi liquidar yang terkandung dalam kata-
kata yang menggunakan huruf r dan l seperti kata ‘debar-mendebar’, ‘terbitlah rindu’, ‘timur
pinggirku’, ‘sembur-menyembur’, ‘bertabur’, ‘berkubur’ dan beberapa kata lainnya. Bunyi
sengau yang dihasilkan oleh sejumlah kata dengan huruf n, ng, dan ny seperti ‘gerangan’ atau
‘menyembur’. Di sisi lain, puisi ini juga mengandung bunyi kakofoni karena adanya penggunaan
vokal a dan u yang cukup kuat pada akhir tiap-tiap baris sehingga menimbulkan rima yang khas.
Contoh kata yang digunakan antara lain; ‘santunan’, berawan-awan’, ‘bertabur’ dan beberapa
kata yang lain. Hal ini memunculkan sebuah imaji yang berat bagi pembaca.

Penyair juga menggunakan asonansi dalam baris pertama sebagai gebrakan yang berbunyi
demikian, Mendengarkan ombak pada hampirku. Rima yang digunakan adalah a-b-b-a-a-b-b-
a-c-d-c-c-d-c. Menurut Encharta Encyclopedia rima seperti ini memang menjadi hak paten bagi
puisi berjenis soneta. Rima a-b-b-a yang pertama menggambarkan tema dan rima a-b-b-a yang
berikutnya bertujuan mendukung tema sebelumnya. Hal yang sama juga berlaku pada bagian
rima c-d-c yang pertama dan kedua.

Secara kesimpulan, puisi Di Lautan Hindia karya Muhammad Yamin sangat mencerminkan jenis
puisi di era Balai Pustaka karena alasan-alasan sebagai berikut;
 Masih terpengaruh oleh sastra Melayu yang mengangkat tema tentang perantauan.
 Memiliki ritme yang dinamis di mana sewaktu-waktu dapat berubah sesuai pemilihan
kata dan pesan penyair yang ingin disampaikan.
 Menggunakan kiasan-kisan klise yang sering didengar dan mudah untuk dipahami
dalam mengungkapkan sesuatu.
 Masih mempergunakan jenis puisi lama dari barat yaitu soneta yang dipelopori oleh
Muhammad Yamin sendiri.
 Berisikan nasehat untuk mencintai tanah air walau telah berlabuh ke negeri orang.

Daftar Pustaka:
ALAM, 2009. Puisi (updated 25 Juni 2009).
Available at: http://blog.unsri.ac.id/alam/mrdetail/284 (6 September 2010)
DANRIRIS. 2010. Bangga Berbahasa Indonesia: Biografi Muhammad Yamin. (updated 16
Maret 2010)
Available at: http://danririsbastind.wordpress.com/2010/03/16/puisi-indonesia-tumpah-
darahku-m-yamin/ (6 September 2010)
HOESNAENI. 2010. Dasar Analisis Puisi. (updated 13 April 2010).
Available at: http://hoesnaeni.wordpress.com/2010/04/13/dasar-dasar-analisis-puisi/
Sonnet. Microsoft® Encarta® 2008 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2007.
SriwijayaCMS. 2009. Sastra: Ringkasan Ciri-Ciri Karya Sastra Tiap Angkatan. Universitas
Sriwijaya
Available at: www.bisnet.or.id/vle/mod/resource/view.php?id=1006 (7 September 2010)
Tim penyusun Kamus Bahasa Indonesia (2007) Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka

You might also like