You are on page 1of 27

Peter Kasenda

Achmad Yani Prajurit Sapta Margais

Tujuan kita mendirikan negara ialah


kebahagiaan yang sebesar-besarnya dari seluruh rakyat,
bukan kebahagiaan dari satu golongan
(Plato)

Di depan anak-anaknya yang sedang menunggu makan siang pada tanggal 30


September 1965. Menteri Panglima Angkatan Darat Letnan Jendral Achmad Yani
mengatakan bahwa anak-anak pada tanggal 5 Oktober 1965 tidak usah sekolah dan
membolos saja semuanya.”Kabeh melu Bapak nang Istana, ndelok arak-arakan. Ono
Nyanyi, Pokoke ora usah sekolah mbolos kabeh“. Mendengar ajakan ayahnda tercinta,
tentu saja disambut dengan gembira oleh anak-anaknya yang berjumlah delapan orang
itu.1 Malam harinya, sehabis main golf Achmad Yani masih bergembira ria dengan anak-
anaknya dengan berebut menikmati pisang goreng, sebelum menerima kedatangan
Brigjen Basuki Rachmat. Rupanya kehadiran Panglima Brawijaya itu untuk melaporkan
sesuatu yang teramat penting mengenai situasi politik ketika itu. Achmad Yani
mendengar serius kalimat laporan Brigadir Jendral Basuki Rachmat.

Jelas sekali bahwa demontrasi-demontrasi yang dilakukan oleh Gerwani dan PKI membahayakan.
Gerwani dan PKI melakukan perusakan terhadap rumah Gubernur Wiyono di Surabaya berbahaya.
Dilihat secara keseluruhan maka peristiwa-peristiwa yang terjadi di Jawa Timur dan berbagai aksi
sepihak BTI/PKI, bisa dipastikan adalah suatu gerakan yang sistimatis. Gerakan sistimatis yang
sedang berjalan.”

Untuk memperkuat isi laporannya, Brigjen Basuki Rachmat membawa saksi


utama dari peristiwa perusakan pada tanggal 27 September 1965. Ketika sedang terjadi
pembicaraan serius telpon berdering yang berasal dari Brigjen Sugandhi yang
melaporkan mengenai gerakan gerakan sepihak PKI kepada Presiden Soekarno. Namun
Presiden Soekarno kelihatannya marah mendengar laporan tersebut. Setelah menaruh
kembali gagang telponnya Achmad Yani mengatakan kepada tamunya, ”Memang
keadaannya makin meruncing. Kita menghadap bersama-sama. Besok. secepatnya ini
perlu dilaporkan.“ Setelah tamunya pamit pulang dan sekarang giliran Achmad Yani
berpikir keras untuk rencananya esok bertemu dengan Presiden Soekarno untuk
melaporkan apa yang telah didengarnya.2
Suasana politik ketika itu sebenarnya sedang memanas, PKI terus melakukan
tekanan-tekanan terhadap lawan-lawan politiknya. Bahkan menjelang akhir September
1965, PKI melancarkan agitasi politik mengecam TNI-AD terus berjalan dan semakin
meningkat. Jendral-jendral TNI-AD dituduh sebagai pencoleng ekonomi, kapitalis

1
Amelia Yani, Profil Seorang Prajurit TNI, Jakarta: Sinar Harapan, 1988, hal. 13.
2
Arswendo Atmowiloto, Penghianatan G30S/PKI, Jakarta: Sinar Harapan, 1988, hal. 83—93.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 1
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

birokrat, koruptor, reaksioner dan agen Nekolim. Situasi yang sedemikian eksploitatif itu
menyebabkan pada tanggal 30 September l965, Direktorat Polisi Militer memerintahkan
pada Letnan Kolonel Norman Sasono, Komandan Pomad Para untuk memperketat
pengawalan atas Menpangad Jendral Achmad Yani. Kemudian Norman mengirim satu
peleton pasukan yang dipimpin oleh Kapten IG Suparman ke rumah Jendral Achmad
Yani. Letnan Kolonel Norman Sasono sempat menginspeksinya para pengawal yang
bertugas.3

Di pagi hari yang gelap rumah Jendral Achmad Yani yang dijaga oleh satu regu
pasukan dimasuki oleh komplotan penculik setelah melucuti senjata para penjaga dengan
sergapan secara mendadak. Ketika sejumlah oknum Tjakrabirawa memasuki rumah
Jendral Yani sedang tidur sendirian. Tetapi salah satu putranya yang kecil – Eddy telah
bangun dan sedang mencari ibunya yang malam itu sedang ber da di kediaman resmi
Jendral Yani untuk melakukan tirakatan, karena keesokan harinya, tanggal 1 Oktober
1965 adalah hari ulang tahunnya. Kemudian komplotan itu, Raswad meminta bantuan
anak kecil itu untuk membangunkan ayahnya dan kemudian putra bungsu yang polos itu
menuju ke ruang tengah untuk menemui tamunya yang tidak diketahui siapa sebenarnya
dengan menggunakan piyama baru. Ketika komplotan yang berseragam Tjakrabirawa itu
berhadapan dengan Jendral Yani, setelah menghormat secara militer komplotan
menyatakan tidak perlu mandi terlebih dahulu dan bahkan berpakaian pun. Ucapan itu
terasa sangat kasar ditelinga Jendral Yani dan Yani menjadi marah langsung merampas
senjata Praka Dokrin, melempar serta menempeleng bintara tersebut. Ketika Jendral Yani
membalik badan serta melangkah ke kamar keluarga melalui pintu kaca. Pada saat itulah
serman Satu Raswad memerintahkan Gijadi untuk menembak. Sersan Dua Gijadi
mengarahkan dan menarik picu senapan otomatis Thomsonnya. Tujuh peluru, setelah
menembus pintu kaca memberondong tubuh Jendral Yani sehingga dia tersungkur jatuh.
Tubuh Jendral Yani yang telah rebah di lantai itu kemudian diseret ke luar rumah untuk
dinaikkan ke dalam salah satu truk. Komplotan itu kemudian menghilang dalam
kegelapan malam hari.4

Menpangad Letnan Jendral Achmad Yani yang telah menjadi korban dari situasi
yang sangat eksploitatif ketika itu. Kegelapan pagi hari itu bukan saja menyaksikan
pembunuhan secara biadab atas Letnan Jendral Achmad Yani, tetapi juga pada Mayor
Jendral Haryono MT, Mayor Jendral S. Parman, Mayor Jendral R. Soeprapto, Brigadir
Jendral Soetojo, Brigadir Jendral DI Pandjaitan serta Letnan Piere Tendean. Jajaran TNI-
AD telah kehilangan putra-putra terbaiknya dalam suatu pagi buta yang jahanam.
Kejadian berdarah serta tragis itu dimaklumi telah didalangi oleh PKI dan atas kematian
para pemimpin-pemimpinnya TNI-AD menghancurkan musuh bebuyutan mereka.

Tulisan dibawah ini mencoba mengupas posisi Menpangad Letnan Jendral


Achmad Yani dalam pertikaian antara TNI-AD melawan PKI yang kemudian
menyebabkan suasana eksploitatif ketika itu yang akhirnya meletus Peristiwa Peristiwa
Gerakan 30 September 1965, di mana Letnan Jendral Yani dengan pembantu-pembantu
terdekatnya menjadi korbannya.

3
Merdeka, 1 Oktober 1989
4
Arswendo Atmowiloto, op.cit.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 2
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Menuju zaman baru


M. Wongsorejo dan Murtini adalah suami istri yang bekerja pada keluarga
Meneer Bos M. Wongsorejo bekerja sebagai sopir sedangkan Murtini sebagai pembantu
rumah tangga. Di sana Murtini yang sedang mengandung, senang melihat sosok salah
satu sopir dari orang-orang Belanda yang sering berkunjung ke rumah majikannya. Dia
adalah seorang Indo yang berbadan tinggi, berkulit putih dan hidungnya mancung.
Sehari-harinya dipanggil dengan nama Jan. Murtini menginginkan kalau ia melahirkan
anak laki-laki akan diberi nama Jani dan mempunyai perawakan seperti Jan. Rupanya
harapan tersebut terkabul dengan kelahiran anak pertama keluarga M Wongsorejo pada
tanggal 19 Juni 1922 di perumahan pabrik gula, Jenar – Purworejo. Bayi laki-laki itu
diberi nama Jani dan kemudian dikenal dengan Ahmad Yani. Kemudian keluarga tersebut
di dikaruniai dua anak perempuan yang diberi nama Asmi dan Asinah.

Berdasarkan anjuran majikannya, keluarga M. Wongsonegoro pindah ke Batavia


pada tahun 1927 dan di sana bekerja pada keluarga Jendral Halstein. Di sanalah berkat
bantuan majikan orang tuanya, Yani memperoleh kesempatan untuk mengecap
pendidikan awal di sekolah Frobel (Taman Kanak-kanak). Kebetulan Jendral Halstein
menyukai Yani yang dianggap sebagai anak pandai dan berbudi halus. Karena itu pula
Yani sering diperkenalkan kepada tamu-tamunya, ketika keluarga Halstein kembali ke
Negeri Belanda. Keluarga M. Wongsorejo pindah ke Ciawi – Bogor, bekerja pada
keluarga Belanda yang lain yang masih bersaudara dengan keluarga Haltstein.

Di kota hujan itu, keberuntungan berlaku pada Yani kecil. Atas bantuan majikan
orangtuanya, Yani berhasil memasuki Hollands Indlansche School pada tahun 1929.
Setelah berhasil menyelesaikan HIS-nya, Yani yang rajin sembayang lima waktu dan
belajar mengaji pada guru ngaji Isra itu melanjutkan ke Mear Uitgebreid Lager
Onderwijs. Di MULO itulah Yani remaja yang menyenangi olahraga renang dan
semua cabang atletik mulai kelihatan jiwa kepemimpinannya. Yani yang dikenal sebagai
anak pendiam adalah orang yang serius dalam mengikuti pelajaran sehingga ia termasuk
anak pandai dan menempati tiga terbaik pada setiap kenaikan kelas. Ketika ia di MULO,
temannya adalah Letjen Purnawirawan Ibrahim Adjie dan Letjen Purnawirawan Achmad
Tirto Sudiro.

Setelah menyelesaikan MULO, Yani bersama dengan kelima temannya berminat


melanjutkan pendidikan ke Batavia. School tot Opleiding voor Indlamsche Arsten
(sekolah yang mendidik dokter pribumi) yang terletak di Kwitang menjadi pilihan
utamanya. Keinginan masuk sekolah tersebut dibatalkan ketika melihat penampilan
gedungnya yang dianggap kurang baik dan seram. Pilihan kedua kemudian jatuh pada
Christelijke Algemene Middelbare School yang terletak di Oranye Boulevard (sekarang
SMA PSKD I). Setelah menyaksikan sosok gedung megah tersebut keenam remaja
tersebut kemudian mendaftarkan diri sebagai siswa sekolah tersebut.5

5
Amelia Yani, op.cit

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 3
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Ketika Belanda diserbu Jerman dan kemudian Kerajaan Belanda bertekuk lutut
menjadi jajahan Jerman. Pemerintah Hindia Belanda makin merasakan adanya ancaman
dari Kekaisaran Jepang yang sedang menunggu saat yang baik untuk bergerak ke Selatan.
Melihat situasi semacam itu Pemerintah Hindia Belanda langsung mengadakan milisi
umum bagi penduduk bumiputera. Rupanya milisi umum tersebut menarik perhatian
Yani yang ketika itu terdaftar sebagai siswa AMS B Pasti Alam Kelas 2. Ia mendaftar
dan diterima serta mengikuti pendidikan Aspirant Militaire Topografische Dienst di kota
Malang selama 6 bulan pada tahun 1940. Setelah menyelesaikan pendidikan Yani
dianggkat menjadi Sersan Cadangan dan ditugaskan di kota yang sama pada tahun 1941.
Sewaktu milisi Yani ditempatkan pada suatu keluarga Belanda dan kemudian Yani
banyak bergaul dengan orang-orang Belanda yang kadang-kadang telah membuatnya
merasa seakan-akan menjadi bagian dari komunitas tersebut, walaupun warna kulitnya
tidak seperti mereka.

Akhir tahun 1941 Yani kembali mengikuti pendidikan basis kemiliteran selama
tiga bulan di kota hujan dan setelah menyelesaikan pendidikannya Yani naik pangkat
Sersan yang ditugaskan di Bandung. Pemerintah Hindia belanda pada tanggal 8
Desemnber 1941 secara resmi menyatakan perang terhadap Jepang, karena pernyatan
tersebut suasana perang menjadi terasa sekali. Balatentara Jepang berhasil menerobos
pusat dan jantung pertahanan Pemerintah Hindia Belanda, lapangan terbang Kalijati yang
terletak kurag dari 50 km dari Bandung pada tanggal 1 Maret 1942. Ambruknya benteng
pertahanan tersebut menyebabkan serangan Balatentara Jepang makin terasa sekali.
Sersan Koninkiljke Nederlands Indisch Lager, Achmad Yani untuk pertama kalinya harus
mencoba keampuannya militernya dalam menghadapi Bala Tentara Jepang di Ciater –
Bandung. Rupanya KNIL bukan tandingan Bala Tentara Jepang sehingga akhirnya
Pemerintah Hindia Belanda menyerah kalah. Semua KNIL menjadi tawanan perang
termasuk Sersan Achmad Yani.6 Selama tiga bulan Achmad Yani mendekam dalam
internerin kamp di Bandung, sesudah itu Yani menyusul ke orang tuanya yang berada di
Ciawi dan kemudian kembali ke Rendeng – Purworejo. Karena di sana tidak ada
pekerjaan alias menganggur, Yani mulai mencari kesibukan dengan berjualan sabun serta
keperluan rumah tangga lainnya di rumah. Kalau sore hari Yani melatih anak-anak
latihan baris-berbaris.7

Sementara itu Bala Tentara Jepang dalam menghadapi tentara Sekutu merasakan
kekurangan tenaga manusia yang bisa digunakan untuk membantu secara langsung bala
tentara Jepang di daerah-daerah pertempuran. Oleh karena itu Pemerintah militer Jepang
menghimbau kepada bumiputera agar masuk Heiho pada kuartal pertama tahun 1943.
Achmad Yani yang kebetulan setengah menganggur mendaftarkan diri menjadi juru
bahasa (Cuyaku) . Setelah mengikuti beberapa test , seorang perwira Jepang, Obata
melihat potensi dalam dirri Yani yang tersimpan bakat militer yang tinggi. Obata
mengusulkan agar Yani menjadi militer penuh saja dan saran tersebut diterima kemudian
Yani mengikuti pendidikan militer di Heiho di Magelang. Bagi Achmad Yani yang telah
mengikuti pendidikan militer pada zaman Hindia Belanda, pendidikan militer Heiho

6
A.Yani, Ahmad Yani: Sebuah Kenang-kenangan, (Bandung: Indah Jaya, tanpa tahun penerbit), hal. 43—
45.
7
Amelia Yani, op.cit., hal. 42.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 4
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

terasa biasa-biasa saja. Berdasarkan modal tersebut Yani lulus dengan prestasi gemilang.
Karena prestasi itulah Yani memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan Shodancho
Tentara Sukarela Pembela Tantara Air yang dibuka pada bulan Oktober 1943. Selama
empat bulan Yani digembleng di kota Bogor. disanalah Yani kembali menunjukkan bakat
militernya dan menyebabkan para pelatihnya, di antaranya Kapten Yanagama menaruh
perhatian khusus kepadanya.8

Pendidikan militer untuk angkatan pertama calon perwira di Resentai berakhir


pada bulan Desember 1943. Para Shodancho tersebut dilantik pada suatu upacara resmi
yang khimad di lapangan Gambir pada tanggal 21 Desember 1943. Dalam upacara
tersebut mereka diberi pedang jenis Jepang tetapi buatan Indonesia. Walaupun pedang
yang diterima tidak sama dengan yang dipergunakan oleb perwira-perwira Jepang, tetapi
diterima dengan penuh rasa kebanggaan.9 Atas prestasinya Yani memperoleh
penghargaan berupa sebilah pedang Samurai yang berbentuk istimewa dibandingkan
dengan yang lainnya. Lulusan Resentai ini kemudian dikembalikan ke daerah asal
masing-masing untuk berperan serta dalam pembentukan daidan-daidan (batalyon).
Shodancho Achmad Yani turut serta dan ia bertugas aktif sebagai Komandan Dai ki
Syodan Dai San Cudan dari Dai Ni Daidan di Magelang sejak bulan Januari 1944.10 Di
awal Desember 1944, Shodancho Achmad Yani mengikat janji dengan gadis pujaannya,
Yayuk Rullah Sutodiwiryo yang dikenalnya sebagai guru mengetiknya pada awal tahun
1943 sebelum Yani berangkat ke Bogor dan bertemu kembali dalam upacara
penyambutan Schondancho yang baru kembali dari Bogor di kapubaten Purworejo,
sebagai suami istri di depan penghulu di Magelang. Sebenarnya dalam peraturan
dikatakan bahwa Shodancho dalam waktu tertentu tidak diperbolehkan menikah, tetapi
rupanya keinginan Yani tak bisa dibendung lagi dan memutuskankan menikah secara
diam-diam. Pernikahan yang dilakukan tersebut akhirnya diketahui dan menyebabkan
Daidan menjadi “ geger “ dan Daidancho Susman yang menjadi komandan Yani menjadi
marah besar. Pelanggaran yang dilakukan seorang perwira Peta yang terkenal disiplin
tentu saja ada sanksinya. Hukuman belum sempat diturunkan, Bala tentara Jepang keburu
menyerah tanpa syarat pada Sekutu pada tanggal 15 Agustus l945 dengan dijatuhkan bom
atom di atas kota Nagasaki dan Hiroshima.11

Panggilan Tanah Air


Takluknya Jepang pada Sekutu secara otomatis tentara Peta dibubarkan serta
ribuan tentara Peta baik perwira maupun prajurit diberhentikan, diberi enam bulan gaji ,
dan bahkan makan dan pakaian yang tersedia dibagi-bagikan pada mereka. Suasana
revolusi menyambut mereka sehingga menyebabkan mereka terbawa arus pusaran yang
sedemikian kuat tersebut. Kalau selama ini mereka terisolasi sekarang menjadi terkejut
dengan melihat apa yang sedang berlangsung, Jepang telah menyerah kalah pada Sekutu
8
Pramono (ed), Biografi Pahlwan Nasional dari Lingkungan ABRI (Jakarta: Departemen
Pertahanan & Keamanan Pusat Sejarah ABRI, 1979, hal. 39—48.
9
Nugroho Notosusanto, Tentara Peta pada Zaman Pendudukan Jepang di Indonesia,
(Jakarta: Gramedia, 1979), hal. 89—91.
10
Pramono, op.cit
11
A. Yani, op.cit.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 5
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

dan Bangsa Indonesia telah menyatakan proklamasi kemerdekaannya yang telah


diketahuinya. Sekarang kemerdekaan yang telah sedemikian lama dinantikan serta
didambakan, terancam kembali dengan tentara Belanda yang mau mengambil kembali
tanah yang pernah dimilikinya. Orang-orang yang berada di luar Peta yang mereka kenal
bertekad untuk mencegah kembalinya tentara Belanda tersebut 12

Suasana terancam tersebut menyebabkan masyarakat menginginkan agar bekas


Peta terlibat serta dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang telah direbut
itu. Mereka tidak ragu-ragu untuk memenuhi harapan masyarakat sekitarnya dan mereka
merasakan bahwa dalam dirinya terdapat cukup ketrampilan untuk melancarkan
perjuangan bersenjata. Tetapi untuk melakukan hal tersebut tentu saja harus memilkiki
senjata, dan senjata itu berada di tangan bala tentara Jepang bukan pada orang Indonesia
atas perintah Sekutu, sedangkan orang Indonesia membutuhkan senjata untuk melakukan
perjuangan bersenjata. Kenyataan itulah yang menyebabkan terjadi bentrokan bersenjata
antara orang Indonesia dengan Jepang.13 Gelombang yang keras itu menyeret Achmad
Yani terlibat dalam Peristiwa Tidar pada tanggal 24 September 1945. Di mana sejumlah
pemuda Indonesia mengibarkan bendera Merah Putih di puncak bukit kecil itu. Bendera
tersebut diturunkan oleh bala tentara Jepang sehingga menyebabkan bentrokan fisik yang
menelan korban manusia. Kesatuan Yani juga terlibat dalam perlucutan senjata di hotel
Nitaka yang ketika itu merupakan tempat tinggal utama Jepang di kota Magelang.14

Ketika itu kota Magelang kedatangan Sekutu yang berusaha melindungi dan
mengungsikan tawanan tawanan perang serta tawanan serta melucuti dan mengembalikan
tentara Jepang dan menjaga ketentraman serta keamanan agar kedua maksud bisa
terlaksana dengan baik, pada tanggal 26 Oktober 1945 melalui Semarang, Ambarawa
kemudian Magelang. Sepanjang perjalanan tersebut tentara Sekutu mendapat penjagaan
serta penuh kewaspadaan dari pada para pemuda revolusioner. Ternyata kedatangan
mereka menimbulkan kekacauan karena rombongan tersebut diboncengi tentara NICA
yang hendak menguasai kembali bumi pertiwi ini. Di kota Ambarawa dan Magelang
ternyata mereka membebaskan begitu saja orang-orang interniren Belanda. Kejadian
tersebut menyebabkan rakyat menjadi marah sehingga dilancarkan aksi boikot makanan
dan keperluan sehari-hari terhadap Sekutu.

Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Sekutu sudah tidak bisa ditolerir lagi


sehingga akhirnya pasukan TKR dan badan-badan kelaskaran di Jawa Tengah mengalir
ke daerah itu menghadapi segala kemungkinan yang terjadi akibat tindakan provokatif
dari Sekutu maupun NICA. Kecurigaan itu menjadi kebenaran, ketika pada tanggal 31
Oktober 1945 di Semarang meletus pertempuran dengan pasukan Sekutu dan kemudian
berkobar di Magelang pada keesokan harinya. Pertempuran tersebut tidak bisa dibendung
dan menjalar ke utara dan memuncak dengan hebatnya di medan Palagan Ambarawa.
Kota itu menjadi medan ujian bagi para pejuang kemerdekaan. Dalam waktu singkat saja
Ambarawa telah dibanjiri para pejuang daerah sekitarnya, termasuk Batalyon III,

12
Nugroho Notosusanto, op.cit., hal. 134—138.
13
Ibid.
14
Pramono, op.cit.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 6
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Resimen XIX, Divisi V, yang dikomandoi Mayor Achmad Yani. Pertengahan Desember
1945 Sekutu dengan NICA meninggalkan kota Ambarawa menuju ke arah Semarang
dengan mendapat serangan-serangan sepanjang jalan dari pasukan penghadang.15

Walaupun tentara Sekutu telah meninggalkan Indonesia tetapi tentara NICA


masih ingin tinggal untuk menguasai kembali Indonesia. Kenyataan tersebut
menyebabkan bentrokan tidak bisa dihindari dan kemudian diadakan gencatan senjata.
Walaupun sudah ada gencatan senjata insiden-insiden tetap saja ada dan saling menuduh
menjadi makan sehari-hari dalam perundingan antara delegasi Indonesia dan Belanda.
Rupanya Belanda menganggap bahwa perundingan hanya menghambat maksud
sebenarnya sehingga melancarkan Agresi Militer I pada tanggal 21 Juli 1947. Serangan
Belanda yang sedemikian mendadak sehingga diputuskan untuk mundur teratur sambil
melakukan bumi hangus dan Divisi III TNI menempati masing-masing di daerah-daerah
-garis kedua- pada perbatasan daerah Kedu yang menghadapi Semarang dan Pekalongan.
Dalam mempertahankan jalan menuju Magelang. Batalyon Yani mendapat perintah
mempertahankan desa Ngipik (yang merupakan jalan raya dan jalan kereta api
Ambarawa – Magelang) yang terletak di depan desa Bendono yang diduduki Belanda
ketika serangan itu dilancarkan. Di sinilah Yani memperlihatkan kemampuannya sebagai
komando lapangan yang tangguh sehingga senjata yang sederhana mampu memukul
mundur pasukan Belanda. Karena reputasinya itu kemudian masyarakat Magelang
mengenal Achmad Yani sebagai de ridder van Magelang atau penyelamat kota
Magelang.16

PBB terpaksa turun tangan dengan adanya Agresi Militer Belanda I. Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa memerintahkan pihak Indonesia dan Belanda
untuk menghentikan pertempuran pada tanggal 4 Agustus 1947 setelah melalui
perdebatan yang keras. Melalui perdebatan-perdebatan yang cukup melelahkan antara
kedua belah pihak yang bertikai rupanya ujung terang mulai kelihatan dengan terjadinya
gencatan dalam Perjanjian Renville pada tanggal 17 Januari 1948.

Sementara itu Kabinet Hatta menjalankan program rasionalisasi dengan maksud


agar tenaga-tenaga yang non produktif bisa dipindahkan ke lapangan yang produktif.
Tindakan tersebut dilakukan karena kondisi perekonomian negara ketika itu sangat parah
akibat blokade yang dilancarkan oleh Belanda. Program Rasionalisasi Hatta berlaku juga
pada Angkatan Perang yang mempunyai tujuan menyederhanakan organisasi tentara itu
agar bisa lebih effesien sesuai dalam menjalankan reorganisasi dalam Angkatan Perang
juga diadakan peleburan berbagai instansi serta membentuk instansi yang baru.

Rupanya Rasionalisasi yang dijalankan dalam Angkatan Perang mendapat


tantangan dari golongan kiri yang menganggap bahwa program yang dilancarkan kabinet
Hatta hanya merugikan serta mematikan peranan golongan kiri dalam Angkatan Perang.
Ketika Amir Syarifoeddin masih menjadi Menteri Pertahanan, golongan kiri memperoleh
sejumlah keuntungan dengan diadakan Pepolit, Biro Perjuangan dan TNI Masyarakat

15
Moh. Omar, Jendral Gatot Subroto, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan – Proyek Biografi Pahlawan Nasional, 1976), hal. 51—61.
16
A. Yani, op.cit., hal. 79—87.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 7
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

dalam Angkatan Perang. Ketidakpuasaan golongan kiri atas kebijaksanaan Rasionalisasi


Hatta ternyata menyebabkan bentrokan-bentrokan antar laskar-laskar yang semakin lama
semakin panas sehingga kota-kota Solo dan sekitarnya berubah menjadi The Wild West
of Republic yang akhirnya meletus Peristiwa Madiun.17

Ketika peristiwa yang memperkenalkan pertama kalinya perang saudara tersebut.


Achmad Yani sudah berpangkat Letnan Kolonel dan mendapat jabatan sebagai
Komandan Brigade IX Kuda Putih Diponogoro yang bertanggung jawab atas Kedu
Utara. Brigade Yani yang bermarkas di pojok alun-alun Magelang mendapat perintah
melakukan pembersihan terhadap unsur-unsur yang terlibat dalam Peristiwa Madiun yang
berdarah tersebut. Tugas menjaga keutuhan Indonesia sebagai bangsa bisa dilakukan
dengan baik berkat pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama ini.

Meskipun belum pulih benar keadaan akibat meletusnya Peristiwa Madiun


tersebut. Belanda kembali melancarkan Agresi Militer Belanda II pada tanggal 19
Desember 1948. Serangan Belanda sedemikian mendadak menyebabkan kota Magelang
jatuh dan Brigade IX/III yang dikomandani Achmad Yani terpaksa mengungsi ke
gunung-gunung yang berada di sekitarnya agar terlepas dari kejaran Belanda. Tetapi
ketika Belanda lengah dilakukan sejumlah serangan yang cukup menganggu sehingga
menyebabkan Belanda menjadi kewalahan dalam menghadapinya. Meskipun terjadi
bentrokan-bentrokan senjata, tetapi perundingan juga dilakukan sehingga mengakhiri
perang yang berkepanjangan dengan adanya Roem-Royen Statement pada tanggal 7 Mei
1949 dan kemudian diteruskan dengan Konperensi Meja Bundar. Kejadian ini
menyebabkan pertemuan antara Letnan Kolonel van Santen yang dahulu giat melakukan
patroli ke gunung-gunung dengan Letnan Kolonel Achmad Yani dalam acara serah
terima kota Magelang pada tanggal 16 Desember 1949. Berakhirnya perang kemerdekaan
itu Yani telah menjadi ayah dari tiga putri yang bernama Indriyah Ami Nuli yati, Herlyah
Emi Rudiati Yani dan Ameliyah Umi Astagini Yani.18

Menuju Puncak
Setelah perang kemerdekaan, Pemerintah mengadakan integrasi semua laskar
yang ada ke dalam tubuh tentara Republik Indonesia. Rupanya keinginan tersebut
mendapat tantangan dari Batalyon Lemah Abang yang merupakan tentara Angkatan
Umat Islam yang menolak dipadukan ke dalam Divisi III/Diponogoro sebagai Batalyon
IX Brigade X karena menganggap bahwa pembentukan batalyon yang baru hanya
menuju perlucutan dan demobilisasi. Menghadapi kenyataan ini Achmad Yani
menjelaskan masalah tersebut dengan bijaksana dalam menghindari mereka memperoleh
simpati dan bisa jadi mereka justru menyebrang ke Darul Islam. 19 Rupanya pemerintah
mendengar kata-kata Yani dan kemudian Panglima Diponogoro Gatot Subroto
mengirimkan surat kepada Machfuds yang mengetuai AUI, mengucapkan terima kasih
atas sumbangan yang telah diberikan pada masa perjuangan kemerdekaan dan
17
Saleh Assad Djamhari, Ithisar Sejarah Perjuangan ABRI (1945 – Sekarang),
(Jakarta: Departemen Pertahanan dan Keamanan – Pusat Sejarah ABRI,1979), hal. 40—45.
18
A. Yani, op.cit., hal. 94—117.
19
Ibid.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 8
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

mengajaknya untuk bekerja sama dalam mengintegrasikan pasukannya ke dalam Tentara


Republik Indonesia .

Kemudian Tentara dan Pemerintah mendekati Machfudz untuk berunding tetapi


tidak berhasil. Undangan untuk datang ke Purworejo untuk membicarakan persoalan juga
ditolak. Pemerintah hendak mendatangi Machfudz di bentengnya di Sumolangu, Wakil-
wakil Masyumi hendak mengadakan pembicaraan dengannya dan Menteri Agama Kiai
Haji Wachid Hasyim yang juga yang bermaksud mau mengadakan pembicaraan dengan
AUI dan mengajak mereka menghentikan perlawanan, semuanya ditolak Machfudz dan
malahan Tentara Republik Indonesia Serikat dijuluki Machfudz sebagai Tentara Bule
Putih atau Kerbau Putih (kata makian untuk Belanda). Rupanya Pemerintah mulai
kehilangan kesabaran dan memberi ultimatum pada tanggal 29 Juli 1950. Keesokan
harinya Machfudz mulai mengadakan penangkapan atas setiap pamong praja Republik
Indonesia Serikat yang dapat diketemukan oleh pasukannya, kira-kira berjumlah tujuh
puluhan. Bupati Kebumen dan penjabat pemerintah dan pamong praja yang lain
melarikan diri .

Keesokan harinya di daerah Kebumen dilancarkan operasi militer untuk


menumpas gerakan yang dipimpin oleh Machfudz yang dilaksanakan oleh Brigade IX/III
dengan komandan adalah Letkol. Achmad Yani. Setelah satu bulan bertempur,
diperkirakan sekitar 700 pemberontak dinyatakan tewas dan 1500 orang ditawan. Operasi
militer yang dilakukan itu telah menyebabkan Angkatan Umat Islam tercerai berai. Satu
divisi menuju ke Brebes dan Tegal mengikuti pasukan Darul Islam di sana. Divisi yang
lain diperkirakan ada 600 orang yang dipimpin oleh Machfudz lari menuju arah barat
Banyumas. Nursidik kemudian diketemukan tewas dekat kroya, 26 Agustus 1950.
Pertempuran tersebut telah menewaskan Kiai Haji Machfudz alias Kiai Sumolagu alias
Kiai Sumolagu di gunung Srindil. Sejumlah pengikutnya yang tidak tertawan melarikan
diri ke daerah DI/TII di Jawa Tengah yang dipimpin oleh Amir Fatah. Besar sekali
kehancuran akibat pertempuran di Kebumen. Ribuan rakyat melarikan diri dan ratusan
yang terbunuh. Ada sekitar delapan belas desa rusak ketika pertempuran berlangsung.
Nama desa Sumolagu berdasarkan permohonan rakyat sumolagu kepada pemerintah yang
menginginkan hilangnya segala pertautan pikiran dengan gerakan Machfudz kemudian
dirubah menjadi Sumbersari.20

Achmad Yani juga menghadapi suatu gerombolan bersenjata yang beraliran


ekstrim kiri yang menganggu keamanan daerah sekitarnya – daerah Kresidenan
Surakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta, Kresidenan Kedu serta Semarang yang dimulai
sejak tahun 1950 sebagai akibat rasa tidak puas terhadap kebijaksaaan pemerintah yang
menyetujui persetujuan KMB. Sasaran semula gerakan MMC adalah orang-orang yang
dianggap sebagai pengkhianat perjuangan ketika masa perang kemerdekaan kemudian
mengarah menghasut rakyat agar menentang Pemerintah serta mengadakan gangguan-
gangguan keamanan yang menjurus kearah penggedoran dan perampokan di kampung-
kampung. Dalam menghadapi gerakan MMC segera dilakukan gerakan pembersihan dan
sekaligus penerangan agar pengikut gerakan gerakan MMC kembali ke jalan yang benar.

20
P. van Dijk, Darul Islam – Sebuah Pemberontakan, (Jakarta: Grafitipers, 1983) hal. 134—138.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 9
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Semula hasilnya memuaskan karena banyak rakyat yang sadar dan membantu dalam
usaha memulihkan keamanan sekitarnya. Kejadian itu tidak berlangsung lama karena
gerakan MMC mengadakan teror sehingga menyebabkan rakyat menjadi takut dan masa
bodoh terhadap upaya pemerintah. Ketakutan rakyat tersebut menyebabkan rakyat tidak
mau memberikan keterangan terhadap pemerintah mengenai sel-sel pengacau.

Ketika gerakan MMC semakin berani dengan senjata yang dimiliki mereka
berkali-kali melakukan penyerangan terhadap pos-pos keamanan polisi dan tentara.
Keadaan yang menjadi makin giat menyebabkan perlunya pembersihan yang lebih
intensif. Pada tanggal 10 Januari 1951, Panglima divisi Diponogoro mengeluarkan surat
perintah Operasi Merapi – dengan tujuan utama maksimal – Menangkap dan menumpas
gerombolan dan orang-orang yang menjadi obyek dan tujuan minimal – Mengembalikan
kepercayaan rakyat terhadap alat-alat kekuasaan negara serta menimbulkan ketakutan
yang mendalam pada pihak pengacau. Brigade Q yang dikomandoi Achmad Yani turut
serta menumpas gerombolan MMC. Pengejaran terus-menerus dilakukan sehingga
menjelaskan mereka terdesak ruang geraknya.21

Sesudah mengadakan penumpasan terhadap gerakan MMC, Achmad Yani


ditugaskan menjadi Komandan Brigade Yudonegoro yang bertanggung jawab atas
operasi di daerah Gerakan Banteng Nasional pada tanggal 26 Oktober 1951
menggantikan Letkol. Bakhrun. Masuknya eks AUI dan terutama eks Batalyon 426 ke
daerah GBN menyebabkan suasana menjadi rawan. Sisa-sisa eks Batalyon 426 yang
bergabung DI/TII telah menyebabkan DI/TII di Jawa Tengah menjadi naik kembali.
Membelotnya Batalyon 426 ke dalam pasukan-pasukan DI/TII tentu saja menjadi bahan
propaganda yang tinggi nilainya untuk meningkatkan moril pasukan-pasukan DI/TII.
Bergabungnya sisa-sisa eks AUI dan eks Batalyon 426 menyebabkan DI/TII di daerah
GBN gerakannya semakin terasa meningkat. Upaya-upaya yang dilakukan untuk
melakukan pembersihan terhadap gerakan-gerakan yang dilancarkan DI/TII selalu
kandas. Kenyatan tersebut menyebabkan Achmad Yani berpikir keras mengenai
bagiamana cara mengatasi gerakan tersebut. Berbagai pertemuan dengan pembantu-
pembantunya dilakukan dan berbagai buku telah dibaca dengan harapan agar
memperoleh jalan keluar. Kerja keras tersebut memperoleh hasil dan akhirnya Achmad
Yani memutuskan untuk membentuk pasukan khusus untuk menandingi DI/TII di GBN.

Rupanya keinginan membentuk pasukan penggempur tersebut mendapat


sambutan yang baik dari Panglima Divisi Diponogoro, Gatot Subroto. Pasukan
penggempur yang dicita-citakan Achmad Yani adalah mempunyai fisik yang kuat,
bermental baja, pemberani, disiplin dan trampil serta mahir dalam pertempuran di segala
medan sekaligus bisa memahami masyarakat di mana ia bertugas. Pada awal tahun 1952
mulai diadakan penggembelangan atas pasukan yang dimaksud di Battle Training Center
Sapta Arga di Purworedjo, di mana Achmad Yani langsung turun tangan dengan bantuan
Kapten Yasir Hadibroto dan Kapten Pujadi yang menangani masing-masing satu kompi.
Pasukan penggempur ini bersemboyan – Lebih baik mandi keringat daripada mandi
darah, menyelesaikan latihan yang berat sekali pada bulan Juni 1952 dan pasukan
penggempur yang diberi nama pasukan Banteng Raiders itu kemudian ditugaskan
21
Moh. Oemar, op.cit., hal. 87—91

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 10
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

kembali ke daerah GBN untuk menguji kemampuannya sekaligus menumpas gerakan


yang dilancarkan DI/TII. Rupanya prestasi yang diperlihatkan Banteng Raiders di daerah
GBN ternyata memuaskan sehingga kekuatan Batalyon Banteng Raiders ditingkat
menjadi satu Batalyon.22 Keberhasilan mengadakan penumpasan terhadap gerakan-
gerakan DI / TII di daerah Gerakan Banteng Nasional itu kemudian diperingati dengan
membangun sebuah Monumen Gerakan Banteng Nasional di Slawi, di mana ada patung
Achmad Yani dengan sejumlah prajurit tanpa nama.23

Berbagai pertempuran telah dilalui Achmad Yani, khususnya di daerah Jawa


Tengah, baik itu dalam rangka mempertahankan kemerdekaan maupun mengadakan
penumpasan terhadap gerakan-gerakan yang dianggap bisa menganggu keutuhan
Republik Indonesia. Dalam rangka meningkatkan ketrampilan serta wawasan dalam
kemiliteran, TNI-AD mengirim Achmad Yani ke Amerika Serikat pada bulan Desember
untuk mengikuti Command and General Staf di Fort Leavenworth, Kansas. Setelah
mengikuti pendidikan selama sembilan bulan, Achmad Yani mendapat tugas mengikuti
job training pada Divisi I Angkatan Darat Amerika Serikat dan kemudian meneruskan
dengan tinggal selama dua bulan di Inggris untuk belajar di Special Warfare. Masa
pendidikan yang dipeoleh Achmad Yani baik di Amerika Serikat maupun di Inggris bisa
dikatakan sebagai pergantian suasana dari orang yang telah bertugas di lapangan selama
10 tahun.

Sesudah pulang dari tugas belajar di negeri orang, Achmad Yani terus
dipindahkan ke Jakarta. Di Markas Besar TNI AD menjabat sebagai Asisten 2 (Operasi)
KSAD. Pengetahuan kemiliteran yang diperoleh di negeri orang serta pengalaman di
berbagai front pertempuran tentu saja mendukung pekerjaan dalam menyusun konsep-
konsep Operasi. Pekerjaan yang dtekuni sejak bulan September 1956 berakhir pada bulan
Januari 1958 dengan dipromosikan Achmad Yani sebagai Deputy I KSAD dan ia juga
merangkap menjadi Hakim Perwira untuk daerah Medan, Jakarta, Surabaya dan
Makasar.24

Ketika kabinet Ali Sastroamidjojo II mulai menjalankan pemerintahan, mulai


muncul Dewan Banteng, Dewan Gadjah, dan Permesta sebagai manifestasi rasa tidak
puas terhadap yang dilakukan Jakarta karena dianggap telah melakukan kebijaksaaan
yang menguntungkan pusat tetapi merugikan daerah. Beberapa daerah di Sulawesi dan
Sumatra tidak puas dengan alokasi biaya pembangunan yang diterimanya dari Jakarta,
karena kurang sebanding dengan devisa yang disumbangkan ke Jakarta. Suasana
pertikaian antara daerah dan pusat rupanya telah menyebabkan terjadinya kerawanan
dalam TNI-AD karena mereka yang mendorong terjadinya pergolakan daerah adalah
perwira-perwira TNI-AD . Krisis regional menjadi semakin serius ketika terjadi
pengambil-alihan kekuasaan pemerintahan di Sumatra Tengah , Utara, Selatan dan
kemudian menyusul pengambil-alihan atas Indonesia timur ( Bali , Nusa Tenggara ,
Sulawesi dan Mauluku ). Krisis politik tersebut menggoncangkan kabinet yang pada
22
A. Yani, op.cit., hal. 141—160.
23
Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat, Seri Monumen Sejarah TNI Angkatan Darat,
(Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat: Bandung, 1977), hal. 228—236.
24
A. Yani, op.cit., hal. 165—167.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 11
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

akhirnya menyebabkan kabinet Ali Sastroamidjo II mengundurkan diri sekaligus


menyatakan keadaan Perang Darurat .

Untuk meradakan pergolakan-pergolakan daerah tersebut kabinet Djuanda yang


menggantikan, mengadakan pertemuan nasional dalam Musyawarah Nasional yang
dilangsungkan pada tanggal 10 –14 September 1957 dengan dihadiri oleh Presiden
Soekarno, bekas Wakil Presiden Moh. Hatta dan tokoh-tokoh daerah lainnya.
Musyawarah Nasional tersebut membicarakan masalah pemerintahan, regional, ekonomi,
angkatan perang, kepartaian dan dwitunggal Soekarno-Hatta. Rupanya Musyawarah
Nasional setelah melalui sejumlah perdebatan pada akhirnya mencapai beberapa
keputusan yang mencerminkan saling pengertian sehingga dikeluarkan suatu pernyataan
yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno dan bekas Wakil Presiden Moh. Hatta pada
tanggal 14 September 1857. Dalam mengatasi Masalah Angkatan Darat musyawarah
Nasional memutuskan membentuk panitia yang terdiri tujuh orang yang kemudian
disebut sebagai Panitia Tujuh, yang terdiri dari Presiden Soekarno, bekas Wakil Presiden
Moh. Hatta, Perdana Menteri Djuanda, Wakil Perdana Menteri Dr. Leimena, Menteri
Kesehatan Kol. Dr. Azis Saleh, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan KSAD Mayor
Jendral A.H. Nasution.25

Keputusan mengenai adanya Panitia Tujuh yang mencoba mengatasi masalah


Angkatan Darat menyebabkan nyaris menjurus kearah “perpecahan” karena Staf Umum
Angkatan Darat melalui Deputy I, Kol. Achmad Yani dan Deputy II Kol. Ibnu Sutowo
menolak keputusan diatas. Sebenarnya keputusan diatas juga memukul Mayor Jendral
A.H. Nasution sebagai KSAD, karena berarti kebijaksanan dan kepemimimpinan A.H.
Nasution yang selama ini memperoleh lampu hijau dari Presiden Soekarno dan PM
Djuanda telah diragukan dan akan dinilai kembali serta akan dikoreksi .

Untuk meperlancar tugas dari Panitia Tujuh kemudian dibentuk Fact Finding
Commisiion yang mana anggota merupakan hasil kompromi antara daerah yang bergolak
dengan Markas Besar Angkatan Darat. Kol. Mokoginta, Direktur Seskoad dianggap dekat
dengan daerah yang bergolak sedangkan Kol. Sudirman dari Brawijaya dianggap dekat
dengan MBAD. Sebagai perwira yang dianggap tidak memihak daerah bergolak maupun
MBAD dipilih Mayor Muskita. Rupanya keputusan Panitia Tujuh mengadakan Find
Finding Commisiion mendapat tantangan dari Staf Umum Angkatan Darat sehingga
terjadi pembicaraan keras antara KSAD A.H. Nasution yang juga dari Panitia Tujuh
dengan SUAD sehingga menyebabkan A.H. Nasution segera melaporkan ke Presiden
Soekarno dan PM Djuanda mengenai ketidaksetujuan SUAD atas pembentukan Fact
Fainding Commisiion .

Walaupun SUAD mengajukan keberatan, tetapi FFC tetap berjalan dan


melakukan kunjungan ke daerah-daerah bergolak khususnya mewawancarai daerah
bergolak. Setelah melakukan berbagai kunjungan dan wawancara, komisi diatas
menyarankan agar dicabut surat perintah penahanan terhadap perwira-perwira yang

25
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, (Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Balai Pustaka, 1990), Hal. 272—279.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 12
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

terlibat Peristiwa 17 November 1956 (kudeta mikliter atas MBAD), khususnya terhadap
Kol. Zulkifli Lubis. Selain itu menyarankan agar mengenai perlunya adanya amnesti
umum terhadap semua TNI yang telah terlibat dalam macam-macam peristiwa yang
dituduh pelanggaran dan kejahatan selama ini. Setelah masalah diatas diselesaikan baru
bisa mengadakan musyawarah yang menyelesaikan masalah-masalah AD. Berdasarkan
saran ini dari daerah-daerah bergolak Fact Finding Commision menyarankan pula agar
membentuk suatu badan khusus yang menyelidiki pimpinan AD. Saran-saran yang
diajukan komisi tersebut telah menyebabkan sambutan yang cukup panas dari MBAD.
Mereka merasa seakan-seakan disalahkan karena telah melakukan pelarangan serta
penindakan atas barter, penyelundupan, kup atau pengambil-alihan kekuasaaan atasan
militer dam pemerinthan sipil.26

Dalam waktu yang bersamaan kaum pembakang militer telah melakukan


sejumlah pertemuan di Sumatra mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka. Berbagai
pertempuran yang dilakukan tersebut telah menghasilkan sasaran yang mau mereka capai
adalah Dwitunggal Soekarno-Hatta harus dikebalikan kepada kedudukan semula dengan
menjadikan Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri, digantinya KSAD A.H. Nasution
berserta pembantu-pembantunya di Jakarta dan dilarangnyanya PKI melalui Undang-
Undang. Suasana menjadi lebih tegang ketika PBB tidak berhasil mengesahkan suatu
resolusi yang menghimbau agar Belanda merundingkan suatu penyelesaian mengenai
masalah tersebut menyebabkan terjadinya suatu ledakan radikalisme anti Belanda.
Perusahaan-perusahaan Belanda maupun kantor dagang Belanda mulai diambil-alih oleh
Serikat-serikat buruh PKI dan PNI. Melihat kejadian tersebut Nasution mengambil
inisiatif memerintahkan agar pihak tentara mau mengelola perusahan yang telah di sita
tersebut, Untuk mengindari terjadinya konfrontasi antara PKI dan SOBSI dengan tentara,
golongan kiri tersebut menjanjikan dukungan mereka untuk menjaga agar perusahaan-
perusahaan itu tetap berjalan. Kenyataan ini meperlihatakan bahwa tentara telah mulai
memainkan peranan sebagai suatu kekuatan ekonomi dan tentara telah memperoleh
sumber-sumber uang yang dikuasai sendiri dan bisa disalurkan menurut keperluannya
sendiri. Ini merupakan pertanda posisi angkatan darat menjadi bertambah kuat terhadap
angkatan-angkatan lainnya serta pemerintahan sipil dan posisi Nasution dan MBAD
terhadap panglima-panglima daerah luar Jawa .

Radikalisme terus berlanjut ditandai dengan adanya intimidasi yang dilakukan


oleh pemuda dari golongan kiri atas M. Natsir dan tokoh-tokoh Masyumi lainnya
sehingga menyebabkan mereka menyingkir ke Sumatra yang mana merupakan basis
Masyumi. Ketika Presiden Soekarno berada di luar negeri (6 Januari-16 Februari 1958),
para pembakang militer dengan sejumlah polisi mengadakan pertemuan di dekat Padang.
Suasana yang mengarah kearah pemberontakan dicoba diredam dengan kunjungan
KSAD A.H .Nasution, Kabinet Djuanda dan pemimpin PSI dan Masyumi yang masih
berada di Jakarta. Rupanya usaha-usaha yang dilakukan kelihatan sia-sia dan mereka
yang berada di Sumatra percaya bahwa kejadian –kejadian yang terjadi di Jakarta yang
mengarah kearah radikalisme harus ditentang.

26
A.H. Nasution, Memenuhi Panggilan Tugas, Jilid 4, (Jakarta: Gunung Agung, 1984),hal. 115—122.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 13
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Pada tanggal 10 Februari l958, setelah terjadi beberapa pertemuan maupun


demontrasi besar di Padang. Kaum pembakang militer mengajukan ultimatum kepada
Jakarta, agar dalam waktu lima hari kabinet harus dibubarkan, Moh. Hatta dan
Hamengku Buwono IX harus ditunjuk untuk membentuk suatu kabinet ahli sampai
terselenggaranya pemilihan umum serta menuntut agar Soekarno kembali ke posisi
konsitusional yang menempatkannya sebagai lambang. Keesokan harinya kabinet
Djuanda menindak-lanjuti ultimatum itu serta kemudian disusul dengan tindakan KSAD
A.H. Nasution memecat tidak hormat serta memerintahkan menahan Ahmad Hussein,
Zulkfli Lubis, Dahlan Djambek dan . M. Simbolon .

Keputusan kabinet serta KSAD A.H. Nasution ditandingi dengan pengumuman


mengenai pembentukan pemerintah pemberontakan di Sumatra dengan markas besarnya
di Bukittinggi pada tanggal 15 Februari 1958. Pemerintahan Revolusioner Republik
Indonesia demikian para pembakang militer menyebutnya menunjuk Mr. Sjarifuddin
Prawiranegara sebagai Perdana Menteri dengan dibantu 15 orang menteri. Tindakan di
Padang ini didukung Sulawesi Utara di bawah Letnan Kolonel D. Somba dengan
menyatakan berdirinya – Dewan Manguni – serta melepaskan diri dari Jakarta. Dalam
waktu yang bersamaan kabinet Djuanda dan KSAD A.H. Nasution memerintahkan
pemecatan dengan tidak hormat atas Letnan Kolonel H.N.V. Sumual, D.J. Somba dan
Mayor D. Runturambi. Sekarang para pembakang mendapat dukungan secara rahasia dari
Amerika Serikat yang cemas terhadap Presiden Soekarno dan PKI. Dukungan yang
diperoleh kaum pembakang tersebut kurang berarti di daerah Sumatra Utara atau
Kalimantan. Kaum pemberontak Darul Islam di Aceh, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan
tetap menempuh cara mereka sendiri. Soekarno, Djuanda, A.H. Nasution serta
kebanyakan pemimpin PNI dan PKI menghendaki pemberonmtakan itu ditumpas
sedangkan Moh. Hatta dengan para pemimpin Masyumi dan PSI di Jakarta menginginkan
suatu penyelesaian melalui perundingan. 27

Serangan terhadap kaum pembakang diawali dengan pemboman oleh Angkatan


Udara atas instalasi –instalasi di Padang. Bukittinggi dan Menado pada akhir bulan
Februari 1958. Selain itu TNI menyiapkan operasi gabungan yang terdiri dari unsur-unsur
darat, laut, udara dan kepolisian. Untuk Sumatra dilancarkan Operasi Tegas (untuk Riau)
Operasi 17 Agustus (untuk Sumatra barat) yang langsung dikomandani oleh Kol.
Achmad Yani, Operasi Saptamarga (untuk Sumatra Timur) dan Operasi Sadar (untuk
Sumatra Selatan) sedangkan untuk Sulawesi dan Indonesia Timur umumnya dilancarkan
operasi Saptamarga dan Operasi Merdeka .

Rencana operasi militer tersebut bukan dibicarakan di MBAD mengingat unsur


kerahasiaan, melainkan di rumah kediaman Roekminto Hendradfiningrat, yang
merupakan tetangga Kol. Achmad Yani di kompleks militer di jalan Lembang, Menteng.
Hadir dalam pertempuran tersebut adalah Letkol. Magenda, Letkol.Achmad Sukendro
dan Letkol .Kretarto. Walaupun telah diusahakan agar rencana operasi dirahasiakan tetapi
kenyataan rencana operasi telah berhasil disadap oleh kaum pembakang, sebelum
Kol.Achmad Yani memberi perintah operasi. Perubahan rencana operasi tidak mungkin

27
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1191), hal..
387—398.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 14
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

dilakukan karena terdesak waktu yang semakin sedikit. Kol. Yani membiarkan saja
kejadian tersebut. Operasi 17 Agustus menuju Sumatra Barat dikomandoi berjalan sesuai
dengan taktik yang sudah ada di tangan kaum pembakang.28

Operasi 17 Agustus yang dikomandoi Kol. Yani langsung menuju Padang sebagai
pusat militer dan Bukittinggi sebagai pusat pemerintahannya. Pada tanggal 16 April 1958
perairan Padang telah diblokade oleh kapal-kapal ALRI yang dipimpin oleh KRI Gadjah
Mada dengan bantuan beberapa kapal Pelni. Keesokan harinya pada pukul 06.30
dilangsungkan pendaratan di sekitar 6 km di sebelah utara Padang, sementara itu pesawat
–pesawat AURI melakukan pemboman atas lapangan terbang Tebing. Pendaratan
maupun pemboman itu menyebabkan kota Padang jatuh ke tangan TNI. Kota Bukittinggi
yang telah terkepung sejak tanggal 19 April 1958 langsung diserbu sehingga kota
Bukittinggi ini jatuh pada tanggal 4 Mei 1958. Jatuhnya kota Padang dan Bukittinggi
berarti selesailah operasi ke sasaran utama dan selanjutnya dilakukan operasi-operasi
pembersihan serta teritorial dan kaum pembakang melarikan diri ke hutan-hutan.29

Meletusnya pemberontakan PRRI/Permesta serta runtuhnya gerakan yang


dilancarkan kaum pembakang tersebut telah menyebabkan ribuan korban jatuh dan tak
seorangpun melupakan kejadian itu dengan mudah. Pemberontakan itu telah menodai
Masyumi maupun PSI yang memperoleh cap sebagai pengkhianat sebagaimana peristiwa
Madiun yang telah mencermarkan PKI. Meletusnya peristiwa PRRI telah
menyederhanakan politik militer di Indonesia. Tersingkirnya perwira-perwira semacam
Zuklifli Lubis, M. Simbolon, Ventje Sumual dan Achmad Hussein yang dikenal sebagai
perwira radikal dan peranan TNI-AD khususnya KSAD A.H. Nasution tak tertandingi
lagi. Sistim politik ketika itu mulai mengarah ke arah persaingan antara TNI –AD dengan
Presiden Soekarno, dan PKI mulai mencari peran yang pas untuk mendekati Presiden
Soekarno. Sebaliknya Soekarno yang kurang puas dengan TNI mulai menganggap PKI
seabagai sekutu dalam mengahadapi TNI-AD.

Berakhirnya peristiwa PRRI/Permesta aliansi Presiden Soekarno dengan TNI-AD


mulai mencair karena persoalan-persoalan PKI , TNI-AD memandang sebagai – natural
enemy – bukan karena golongan Komunis tidak nasionalis, atheis serta berkiblat pada
Komitern, tetapi juga berdasarkan kenyataan bahwa PKI merupakan satu-satunya partai
terkuat yang mengancam kepentingan politik TNI-AD. Di samping itu Presiden Soekarno
mempunyai kesamaan dengan PKI dalam banyak hal, terutama dalam masalah poltik
menghadapi AD. Karena itulah terjadi alinasi antara Presiden Soekarno dengan PKI
diadakan. Adanya alinasi dengan Presiden Soekarno, telah menyebabkan PKI
memperoleh banyak keuntungan, tetapi alinasi tersbut tidak tidak seberapa
menguntungkan PKI kalau dibandingkan dengan kekuatan yang diinginkan PKI dalam
menghadapi TNI-AD.

Kalau melihat dari sudut umur, sebenarnya TNI-AD telah menganggap bahwa
Presiden Soekarno tidak membahayakan kepentingan jangka panjang TNI-AD. Karena
itulah TNI-AD tidak ingin mengadakan konfrontasi langsung terhadap Presiden Soekarno

28
Amelia Yani, op.cit ., hal. 83—89.
29
Saleh Assad Djamhari, op.cit., hal. 76—79.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 15
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

dan hanya mengimbangi saja sejauh tidak merugikan posisi TNI-AD. Sebaliknya
kepentinmgan jangka panjang TNI-AD memperoleh ancaman dari PKI. Ketika berlaku
SOB, TNI –AD dapat dengan leluasa menekan PKI, tetapi setelah SOB dicabut TNI-AD
mengalami kesulitan. PKI telah begitu berpengaruh di desa-desa dan dengan dicabutnya
SOB legimitasi TNI-AD untuk berpartisipasi dalam politik menjadi goyah.

Panggung Politik
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, ada sebuah wilayah yang
belum menjadi wilayah bangsa Indonesia yang terletak di ujung Timur. Untuk
memperoleh wilayah Irian Barat tersebut telah diusahakan pemerintahan Indonesia
melalui jalan perundingan dengan Belanda sejak pengakuan kedaulatan hingga sekarang
tetapi segala upaya tersebut menjadi sia-sia malahan pemerintahan Belanda mau
merekayasa pemerintahan Papua di sana. Kenyataan ini menyebabkan Presiden Soekarno
yang juga Panglima Tertinggi Anmgkatan Perang RI kesabarannya hampir habis dan
membangkitkan semangat rakyat Indonesia untuk merebut kembali wilayah Irian Barat
dalam rapat raksasa di Yogyakarta pada tanggal 1961, Presiden Soekarno menyatakan
‘Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda Kolonial, Kibarkanlah
sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia dan Bersiaplah untuk mobilisasi
umum mempertahankan Kemerdekaan dan kesatuan Tanah Airdan Bangsa.

Sebagai tindak lanjut dari pencanangan pembebasan Irian Barat ditetapkan


sususnan Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat antara lain Panglima Besar
Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat adalah Presiden Soekarno sendiri, Kepala
Staf adalah Mayor Jendral Achmad Yani dan Panglima Mandala adalah Mayor Jendral
Soeharto. Jabatan tersebut bukan saja membuat dirinya menjadi sibuk tetapi lebih dekat
dengan Presiden Soekarno karena Achmad Yani menjadi juru bicara dari KOTI yang
berkantor di Istana Presiden. Sebagai strategi penguasaan atas Irian Barat Komando
Mandala Mayor Jendral Soeharto membagi dalam fase inflitrasi yang dilakukan hingga
akhir tahun 1962, fase eksploitasi yang merupakan serangan terbuka dan menduduki Irian
Barat berlangsung sampai akhir tahun 1963 dan fase konsolidasi atas seluruh Irian Barat
pada tahun 1964. Dalam fase inflitrasi ini Achmad Yani menaruh perhatian penuh dengan
melihat langsung pembentukan pasukan satuan komando yang mana akan didaratkan di
Irian Barat kemudian hari. Pasukan komnado tersebut melakukan latihan-latihan droping
malam yang dilakukan di kebun-kebun karet Jawa Barat agar terbiasa dengan hutan-
hutan di Irian Barat dan begitu pula dengan latihan droping suplai dari pesawat Hercules
di hutan-hutan.30 Kesatuan kesatuan kecil itu kemudian menyebar diselundupakan masuk
ke suluruh Irian Barat kemudian menyebar dalam mengikat musuh di daerah-daerah
tertentu. Kesatuan-kesatuan itu pula mendapatkan tugas mengumpulkan keterangan-
keterangan sebanyak mungkin yang diperlukan operasi-operasi selanjutnya.31

30
A.H.Nasution, Memenuhi Panggilan Tugas, Jilid 5, (Jakarta: Gunung Agung, 1985), hal. 177.

31
O.G. Roeder, Anak Desa Biografi Presiden Soeharto,(Jakarta: Gunung Agung, 1976), hal. 221—223.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 16
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Setelah Achmad Yani bergaul erat dengan Presiden Soekarno rupanya Presiden
Soekarno berkenan kalau Achmad Yani menggantikan A.H. Nasution sebagai KSAD
sedangkan A.H. Nasution ditugaskan sebagai KSAB pada pertengahan tahun 1962.
Sebenarnya ketika Achmad Yani ditawari Presiden Soekarno minta agar Presiden
Soekarno memilih WKSAD Gatot Subroto sebagai KSAD menggantikan A.H. Nasution,
tetapi Gatot Subroto keburu meninggal dunia pada bulan Juni 1962. Karena Achmad
Yani mempunyai watak yang selalu menaruh hormat kepada bapak sehingga ia tidak bisa
menolak permintaan dari Presiden Soekarno.

Sebenarnya ada sejumlah perwira yang lebih senior dibandingkan dengan Yani,
seperti Sungkono, Sudirman, Soeprajogi dan Soeharto. Para perwira yang menganggap
dirinya lebih senior daripada Yani, merasa kurang sreg menerima Yani sebagai panglima
yang baru. Di samping itu sejumlah perwira yang bersikap kritis terhadap apa yang
tampaknya sebagai kesediannya untuk menjadi bagian gaya hidup Istana dan yang
membuatnya dengan mudah dijadikan sasaran tuduhan PKI terhadap – Jendral-jendral
Korup. Tetapi di lain pihak Achmad Yani sama dengan sikapnya A.H. Nasution yang
memusuhi PKI dan di masa lampau malahan Yani lebih bertekad menghantam PKI. Ia
pula telah membela serta melindungi musuh-musuh pribadi Presiden Soekarno, seperti
Kol. Suwarto dan Kol. Kemal Idris.32

Pengangkatan Yani telah mengurangi dugaan kalau TNI-AD akan melakukan


aksi-aksi menentang secara langsung keinginan-keinginan Presiden Soekarno. Sebagai
orang Jawa, Yani mempunyai kecenderungan meperlakukan Presiden Soekarno sebagai –
Bapak – yang bisa berbuat salah tetapi tidak boleh ditentang secara terbuka. Bisa jadi
Yani sebagai panglima baru merasa ragu-ragu dalam mengambil keputusan yang dratis
sampai benar-benar kewibaannya bisa ditegakkan. Yani menyadari bahwa
pengangkatannya sebagai KSAD dan pergeseran A.H. Nasution sebagai KSAB telah
menimbulkan perasaan kecewa di kalangan pengikut A.H. Nasution. Walaupun demikian
kepemimpinan Yani atas AD tetap merupakan pusat kekuasaan yang mandiri yang terus
memperjuangkan kepentingan AD. Walaupun Yani bergaya Jawa tetapi bukan berarti ia
kurang kokoh. Yani mampu menerima serta menuruti kebijaksaaan Presiden Soekarno
seperti penafsirannya sendiri. Presiden Soekarno bisa bisa saja mengetahui Yani telah
membuat penafsirannya sendiri, tetapi keduanya menutupi perbedaan tersebut dalam
semangat musyawarah.33

Pertengahan tahun 1962, peta politik berubah secara berangsur-angsur. Angkatan


Darat tidak lagi berada dalam urutan nomor dua sesudah Presiden Soekarno. PKI
makin menyaingi Angkatan Darat untuk menempati posisi tersebut sekaligus
mengadakan kerjasama dengan Presiden Soekarno yang semakin erat. Peta politik
segitiga telah menempatkan Presiden Soekarno berada dalam supremasi politik yang
mutlak dengan demikian Presiden Soekarno memainkan peranan sebagai pengimbang

32
Ulf Sundahussen, Politik Militer Indonesia 1945 – 1967, (Jakarta: LP3ES, 1986), hal. 284—285.

33
Harlod Crouch, Militer dan Politik (Jakarta: Sinar Harapan, 1986), hal. 55—57; Ulf Sundhaussen,
op.cit., hal. 296—301.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 17
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

antara dua kekuatan yang saling bersaing dan situasi semacam itu sangat menguntungkan
Soekarno.

Sebagai panglima AD yang baru, Achmad Yani mengadakan pergantian sejumlah


personil dalam MBAD. Bisa saja ia menggunakan orang-orang lama tetapi sebagai
panglima baru ia tentu ingin agar pembantu-pembantunya adalah orang yang ia percayai
dan sudah kenal lama dengan dia. Kalau dia memakai orang lama bisa-bisa ia hanya
menjadi seorang primus interpares. Oleh karena itu, agar bisa menegakkan
kewibawannya mengadakan pergantian personil dengan menaikkan pangkat maupun
pemecatan di kalangan perwira tingkat pusat maupun daerah. Dalam mengisi jabatan
dalam pucuk pimpinan Angkatan Darat dia mengangkat Brigjen Soeprapto sebagai
Deputi I. Kol. S. Parman diangkat sebagai kepala inteljen AD, Kol. D.I. Pandjaitan
diangkat sebagai kepala logistik AD, Kol. Djamin Ginting dan S. Sukowati yang dikenal
dekat dengan A.H. Nasution juga diangkat sebagai Asisten Operasi dan Latihan serta
dipertahankan dipertahankan sebagai Asisten V (Urusan Teritorial). Kol. Pranoto
Reksosamudro yang dianggap punyai simpati pada golonmgan kiri diangkat sebagai
Asisten Urusan Personil. Di luar MBAD Achmad Yani mengangkat Mayjen Soeharto
sebagai Pangkostrad, Ibrahim Adjie (Panglima Siliwangi), Umar Wirahadikusuma
(Panglima Jaya ) dan Moh. Yusuf (Panglima Hasanudin), yang merupakan musuh
bebuyutan kaum komunis dipertahankan sebagai panglima. Brigjen Basuki Rachmat yang
anti Komunis diangkat sebagai panglima Brawijaya dan Kol. Darjatmo yang juga anti
Komunis diangkat menggantikan Djamin Ginting sebagai panglima Sumatra Utara.
Pengangkatan Achmad Yani atas sejumlah perwira yang terkenal anti Komunis tentu saja
kurang menyenangkan bagi Presiden Soekarno dan PKI.

MBAD dibawah pimpinan Achmad Yani tidak mengadakan perubahan yang


berarti dalam mengajukan argumen-argumen ideologisnya Achmad Yani menganggap
bahwa kehadiran militer dalam semua bidang tidak boleh ditafsirkan sebagai usaha
Angkatan Darat untuk menegakkan pemerintahan militer, tetapi didasarkan atas hasrat
mengamankan program pemerintah. Tentara dapat menawarkan ketrampilan dan
memiliki – semangat menyala-nyala untuk mengabdi kepada bangsa, tujuan-tujuan
revolusi, dan rakyat. Dikatakan juga bahwa Tentara bukan suatu golongan yang terpisah
dari rakyat, melainkan – dari rakyat, dan untuk rakyat. Secara garis besar, pidato-pidato
Yani masih mencerminkan kebijaksaaan yang telah ditempuh oleg pendahulunya serta
Pancasila ditekankan sebagai dasar ideologis AD dan bangsa.

Sebagai seorang bekas perwira lapangan Yani masih merasa segan untuk memberi
pernyataan-pertanyaan di hadapan umum dan jika dia berpidato biasanya sangat pendek
dan tidak berbelit-belit serta kurang memberikan gambaran yang jelas mengenai
masalahnya. Yani lebih suka menyerahkan masalah ideologi maupun pidato kepada
Nasution, bukan menyangkut soal kecenderungan, tetapi soal kemampuan Yani dalam
soal-soal politik yang bisa dikatakan kurang begitu cemerlang dan Yani tidak dapat
bertahan kalau dia membiarkan dirinya diseret ke dalam argumentasi politik maupun
perdebatan ideologis dngan Soekarno dan PKI.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 18
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Sekarang tugas Yani yang lebih kongkrit diarahkan pada merancang langkah-
langkah guna memperlunak dampak yang muncul dengan adanya pencabutan Undang-
Undang Darurat terhadap posisi politik Angkatan Darat. Langkah-langkah yang
dilakukan meliputi usaha memperkuat struktur teritorial, dan meningkatkan
penyebarluasaan dan pelaksanaan Doktrin Perang Wilayah oleh tentara bersama rakyat.
Program yang dirancang oleh Yani rupanya mendapat dukungan dari Presiden Soekarno.
Dekrit Presiden menyatakan bahwa dalam – melaksanakan proyek-proyek pembangunan
dalam bidang produksi dan distribusi pemerintahan menfaatkan satu-satuan Angkatan
Bersenjata – yang bersedia, sebagai tenaga-tenaga trampil, setengah trampil, untuk
membantu pelaksanaan proyek –proyek tersebut. Ketentuan-ketentuan diatas telah
ditafsirkan Angkatan Darat bahwa mereka bisa melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan
seperti pembangunan dan perbaikan jalan, jembatan, sistim irigasi, pembangunan desa
dan secara aktif mempengaruhi sikap penduduk dengan jalan, misalnya membangun
mesjid-mesjid atau rumah –rumah rakyat.34

Masalah Irian Barat yang telah diperjuangkan pemerintah Indonesia setelah


melalui pendekatan militer maupun diplomasi ternyata membuahkan hasil. Pemerintah
Belanda bersedia mengembalikan Irian Barat ke pengkuan Ibu Pertiwi . Berdasarkan hasil
perundingan yang berlangsung di Washington telah disepakati bahwa penyerahan
wilayah tersebut kepada United Nations Temporary Excecurive Authority untuk
sementara waktu pada bulan Oktober 1962. Sesudah itu bendera Belanda yang berkibar
akan diturunkan dan diganti dengan dikibarkan bendera merah putih pada tanggal 31
desember 1962. Dalam acara tersebut, Mayor jendral Achmad Yani yang menjadi Kepala
Staf KOTI sekaligus Menpanad atas nama pemerintah Indonesia hadir untuk
menyaksikan penyerahan Irian Barat dari pemerintah Belanda ke UNTEA. Kalau
sekarang secara de jure Irian Barat telah menjadi bagian Indonesia tetapi secara de facto
baru mulai bulan Mei 1963.

Penyelesaian masalah Irian Barat bukan berarti berakhirnya politik konfrontasi.


Ketika itu Perdana Menteri Malaysia, Tengku Abdul Rachman, pada bulan Mei 1961,
menyatakan pikirannya mengenai perlunya membentuk suatu federasi yang meliputi
Malaya, Singapura dan daerah-daerah Kalimantan Utara bekas daerah Inggris dan
Pemerintah Indonesia menyatakan tidak keberatan dengan rencana itu. Tetapi ketika
meletus pemberontakan di Brunei pada bulan Desember 1962 di bawah pimpinan A.M.
Azahari, ketua Partai Rakyat yang merupakan partai terbesar di wilayah itu dengan tujuan
membentuk negara merdeka Kalimantan Utara. Walaupun pemberontakan ini tidak
berumur panjang tetapi peristiwa ini menimbulkan keraguan besar mengenai kesedian
penduduk wilayah tersebut masuk ke dalam federasi yang dimaksud diatas. Kenyataan
ini menyebabkan Presiden Soekarno menaruh curiga yang selama ini terpendam karena
sibuk dengan sengketa Irian Barat dan ia menyatakan menolak pembentukan federasi
tersebut. Dalam pengamatan Soekarno, pembentukan Mayalsia adalah suatu tindakan
kekuatan kolonialisme yang menjadi bagian dari gerakan pengepungan terhadap
Indonesia. Dalam pandangan dunianya. Posisi Indonesia sebagai Nefo akan terjepit di
antara musuh-musuh Oldefo yang melindunginya. Di sebelah Utara ada bekas jajahan-

34
Ulf Sundhaussen, op.cit., hal. 296—301.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 19
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

jahan Inggris seperti Malaysia sampai Kalimantan Utara dan di Selatan ada Australia dan
Selandaia Baru.35

Menghadapi politik konfrontasi terhadap Malaysia, Angkatan Darat harus berpikir


keras untuk melibatkan diri sebab kerugian-kerugiannya jauh melampui keuntungannya.
Program pemulihan ekonomi yang mendapat perhatian besar dari AD telah dipetieskan.
Ini berarti sekutu-sekutunya yang paling potensial di kalangan teknokrat maupun politisi
administrator yang diperlukan dalam menjalankan rencana pembaruan ekonomi terdesak
kebelakang. Keinginan AD untuk memasukan pengaruh Barat dalam tingkat tertentu
untuk mengimbangi kecondongan Indonesia ke Uni Soviet dan Cina kini tidak mungkin
bisa dilaksanakan. Radikalisasi yang mengiringi mobilisasi anti-Malaysia secara sepihak
telah menguntungkan PKI. Angkatan Darat juga was-was mengenai kemungkinan
menang perang kalau itu terjadi di wilayah Malaysia dengan dukungan kekuatan Inggris
di udara dan laut. Seandainya kalah perang, sudah pasti mereka akan dikutuk oleh pihak-
pihak yang mendorong mereka ke dalam kancah pertempuran.

Situasi politik ketika itu tidak memungkinkan Angkatan Darat menentang


kampanye konfrontasi Malaysia secara terang-terangan karena bisa dituduh tidak
patriotik seperti ketika terjadi kampanye pembebasan Irian Barat. Yani terpaksa menolak
pembentukan Malaysia dan ketika meletus pemberontakan Azahari, Yani meyakinkan –
saudara-saudara mereka di Kalimantan Utara – akan simpatinya. Malahan Yani
mengumumkan bahwa Angkatan Darat hanya menanti perintah untuk turun tangan di
Kalimantan Utara. Walaupun pernyataannya kelihatan garang, tetapi Yani bertekad untuk
tidak melibatkan tentara dalam kancah pertempuran dengan negara itu dan dalam
pertengahan Februari 1963 rupa-rupanya Yani telah memutuskan untuk tidak terlibat
dalam menentang Malaysia.

Dalam mempertahankan pengaruh politik AD di daerah, Angkatan Darat


mengusahakan agar perwira-perwiranya bisa dipilih sebagai bupati. Untuk merealisir hal
tersebut, kadang-kadang menggunakan tekanan-tekanan yang kuat, tetapi lebih sering
karena dukungan dari partai-partai non Komunis yang menganggap terpilih perwira-
perwira menjadi bupati merupakan cara paling ampuh dalam membendung usaha PKI
menghimpun banyak dukungan di pedesaan. Dalam merealisir hal ini tampaknya Divisi
Siliwangi telah lebih berhasil ketimbang Divisi Diponogoro maupun Brawijaya.
Kenyataan itu bisa jadi karena cabang-cabang PKI yang kuat telah membatasi kebebasan
perwira-perwira bertindak dan kalau mereka bertindak keras bisa-bisa mengundang
protes dari PKI di Jakarta atau Presiden Soekarno sendiri. Tetapi yang jelas kebanyakan
perwira di sini tidak sedemikian anti komunis dibandingkan dengan rekan-rekan di Divisi
Siliwangi. Disinilah PKI paling berani menghantam tentara. Di desa-desa Jawa Tengah
maupun Jawa Timur, kader-kader PKI dan BTI secara terus terang berani mengatakan
bahwa – tentara dan polisi sebagai – anti rakyat – dan berusaha mengambil hati rakyat
miskin dengan memperjuangkan Land Reform. Kampanye anti tentara yang paling sukses
berlangsung di Jawa Tengah maupun Timur, tetapi kampanye itu dilancarkan di seluruh
negeri. Strategi yang dilancarkan Angkatan Darat disadari sepenuhnya oleh PKI dan

35
John D. Legge, Sebuah Biografi Politik, (Jakarta: Sinar Harapan, 1985), hal. 372—373.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 20
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

mereka dengan gigih menentang pimpinan tentara yang dicap sebagai – kapitalis
birojkrat – dalam memberlakukan SOB tanpa SOB.36

Masalah rencana pembentukan Federasi Malaysia menjadi pembicaraan di Manila


pada bulan April l963 dengan dihadiri utusan dari Malaysia, Philipina dan Indonesia.
Ketika Presiden Soekarno sedang berada di Tokyo, diadakan pertemuan tidak resmi
dengan Perdana Menteri Malaya Tengku Abdul Rachman yang datang menemuinya pada
bulan Mei – Juni 1963. Pertemuan tersebut dilanjuti dengan Konferensi Menteri-menteri
Luar Negeri Indonesia, Malaysia dan Philipina pada bulan Juni 1963. Kemudian disusul
dengan pertemuan yang dihadiri oleh kepala-kepala pemerintahan Indonesia, Malaysia
dan Philipina. Mengenai masalah pembentukan Federasi Malaysia, ketiga kepala
pemerintahan setuju meninta Sekjen PBB untuk mengetahui aspirasi rakyat yang ada di
daerah-daerah yang akan dimasukan ke dalam Federasi Malaysia. Ketika Misi PBB
belum selesai dengan pekerjaannya. Tengku Abdul Rachman pada tanggal 29 Agustus
1963 telah menyatakan bahwa Malaysia akan diresmikan pada tanggal 16 September
1963. Tindakan tengku Abdul Rachman ini dicap Presiden Soekarno sebagai melanggar
persetujuan Manila dan terjadi demontrasi besar-besaran terhadap Kedutaan Besar
Malaysia dan Inggris secara khusus diobrak-abrik dan diduduki.

Sehari sesudah peristiwa pembakaran, Jendral A.H. Nasution menyatakan


dukungan terhadap politik konfrontasi serta menginstruksikan aparat-aparat pemerintahan
agar menjalankan politik yang telah dilakukan Presiden Soekarno dengan segala
kemampuan yang ada. Pada bulan November demi kepentingan pelaksanaan politik
konfrontasi Nasution memimpin suatu misi ke Uni Soviet , Amerika Serikat , Yugoslavia,
Perancis, Turki, Philipina dan Muangthai dengan tujuan memperoleh dukungan dari
negara-negara bagi pelaksanaan politik konfrontasi. Pada bulan Januari 1964, setelah PKI
melakukan tekanan-tekanan berat guna menggagalkan usaha perdamaian yang dilakukan
oleh AS melalui Robert Kennedy dengan segera Achmad Yani yang dahulu ragu –ragu
mengimbangi aksi PKI itu dengan mengintruksikan agar politik konfrontasi dilaksanakan
dengan segala zaman kemampuan militer. Dalam waktu yang bersamaan, di hadapan
siswa Sekoad, Yani menyatakan bahwa berkaitan dengan politik konfrontasi Presiden
Soekarno, bahwa sekarang Indonesia sedang menghadapi perubahan dari satu konsepsi
pertahanan lama yang berdasarkan wilayah nasional Indonesia sendiri ke arah pada suatu
konsepsi pertahanan baru yang mencakup faktor-faktor serta elemen-elemen
internasional, khususnya menyangkut tanggung jawab dan kewajiban Indonesia dalam –
menciptakan serta memelihara keamanan serta stabilitas di Asia tenggara. Disebutkan
juga kalau ancaman serta stabilitas di Asia Tenggara. Disebutkan juga kalau ancaman
keamanan yang mesti dihadapi Indonesia sekarang dan harus dikonfrontasi adalah
ancaman kekuatan-kekuatan Neo-Kolonialisme, Kolonialisme dan Imperialisme.
Politik konfrontasi yang dijalankan Angkatan Darat sebenarnya mempunyai
maksud untuk menghidupkan kembali SOB dalam suasana krisis yang tercipta dengan
adanya politik konfrontasi. Sekarang TNI-AD menyadari bahwa tanpa adanya SOB
betapa sukar mengimbangi kekuatan PKI yang kegiatan muscle flexing-nya sedemikian
meningkat dengan bebas. Ketika mulai kelihatan tanda-tanda TNI-AD mau

36
Ulf Sundhaussen, op.cit., hal. 302—307.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 21
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

mengembalikan SOB, pada tanggal 8 November 1963, Ketua CC-PKI DN Aidit


memperingatkan bahwa ada golongan-golongan tertentu (mungkin beberapa komndan
miluiter anti PKI berserta kekuatan politik pendukung TNI) sedang berusaha
memberlakukan kembali SOB dengan menggunakan dalih – Anti Malaysia.37

Selama tahun 1963, Angkatan Darat mulai melakukan tekanan-tekanan militer


yang semakin kuat terhadap Sabah dan Serawak. Tekanan-tekanan militer yang dilakukan
tersebut menyebabkan kepala inteljen keamanan nasional Malaysia, Tan Sri Ghazali
mengontak Achmad Yani ketika diketahui kalau Achmad Yani akan singgah di
Hongkong pada bulan Januari 1964 dalam perjalanannya pulang dari Tokyo ke Jakarta.
Tan Sri Ghazali meminta jasa baik Yani bagi kemungkinan hubungan normalisasi antara
Malaysia dengan Indonesia. Yani menjawab bahwa masalah tersebut akan dilaporkan
terlebih dahulu kepada Presiden Soekarno. Jawaban Yani tersebut cukup menggagetkan
Ghazali yang mengetahui Yani sebagai orang anti Komunis dan diperkirakan menyetujui
rencana runjuk, malahan akan melaporkan hal tersebut kepada Presiden Soekarno yang
justru menentang gagasan tersebut.38

Pada tanggal 3 Mei l964, Presiden Soekarno mencanangkan Dwi Komando


Rakyat yang memanggil sukarelawan untuk turut serta mengganyang negara boneka –
Malayisa. Pada tanggal 16 Mei Presiden Soekarno membentuk Komando Siaga dan
dipimpin oleh Menpangau Komodor Omar Dhani dengan kekuasaan meliputi pasukan-
pasukan yang ada di Sumatra, Kalimantan dan Jawa. Meskipun seorang perwira AD
Brigjen Achmad Wiratanakusumah telah ditunjuk sebagai wakil komandan Kogam, tetapi
AD memandang pembentukan instuisi itu sebagai usaha mengurangi kemampuan mereka
menghalangi kampanye militer. Achmad Yani menolak tegas dan membujuk agar
Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah yang membatasi fungsi Kogam untuk
membalas sekiranya terjadi serangan dari pihak Inggris pada tanggal 2 Juni 1964.39

Sebenarnya pada kuartal pertama tahun 1964, Angkatan Darat mengadakan


kontak dengan Malaysia sebagai upaya untuk rujuk dengan diam-diam, Letjen. Achmad
Yani menunjuk Pangkostrad, Mayor Jendral Soeharto yang merangkap sebagai Wakil
Komando Ganyang Malaysia untuk menangani masalah penyelesaian rujuk tersebut.
Pelaksanaannya secara fisik dijalankan Letkol. Ali Moertopo dengan bantuan Mayor L.B.
Moerdani, Letkol. A. Rachman Ramli dan Letkol. Soegeng Djarot. Untuk mengadakan
kontak dengan Kuala Lumpur, Ali Moertopo telah menugaskan sejumlah wiraswasta
yang biasa melakukan hubungan dagang antara Jakarta, Kuala Lumpur, Singapura,
Bangkok dan Hongkong. Mereka kebanyakan pernah terlibat dalam peristiwa
PRRI/Permesta. Mereka ini adalah Yerry Sumendap, Jan Waladouw, Daan Mogot, Welly
Pesik dan Des Alwi. Selain itu ada juga kelompok inteljen yang ditugaskan Achmad Yani
37
Yahya A. Muhaimin, Perkembangan Militer dalam Politik di Indnesia 1945—1966,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1982), hal. 154—157.
38
Hidayat Mukmin, TNI dalam Politik Luar Negeri – Studi Kasus Penyelesaian Konfrontasi Indonesia –
Malayisa (Jakarta: Sinar Harapan, 1191), hal. 114—115.

39
Hidayat Mukmin, TNI dalam Politik Luar Negeri – Studi Kasus Penyelesaian Konfrontasi Indonesia –
Malayisa (Jakarta: Sinar Harapan, 1191), hal. 114—115.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 22
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

mengontak Malaysia. Mereka ini adalah kelompok Sukendro, Syarnubi Said dan Eddy
Yahya. Tetapi yang akhirnya berhasil dalam upaya penjajagan rujuk oleh Kelompok
Soeharto Ali Moertopo.40

Ketika ada perintah untuk mendaratkan penyusupan di Malaysia Barat pada


tanggal 17 Agustus dan 2 September 1964, telah merisaukan pimpinan Angkatan Darat
dan mulai mempertimbangkan mulai mecegah serangan-serangan yang memancing.
Dengan segera dirancang saran untuk memperoleh persetujuan Presiden Soekarno agar
bisa mengubah organisasi Kogam sehingga Angkatan Darat bisa mempengaruhi
pelaksanaan operasionalnya. Sebenarnya TNI-AD menyembunyikan maksudnya serta
mencantumkan rencana mereka dalam bentuk rekomendasi yang dirancang untuk
meningkatkan efisiansi komando. Ketika pendaratan-pendaratan yang dilakukan
mengalami kegagalan di Malaysia Barat, Omar Dhani berada dalam posisi lemah dalam
menghadapi tekanan–tekanan Angkatan Darat yang menuntut sebuah perubahan dan
Presiden pun menerima rancangan baru tersebut.

Operasi-operasi yang dilancarkan Kolaga terbagi atas dua komando yang berada
di Sumatra dan Kalimantan. Komando Sumatra yang berpangkalan dekat Medan secara
formal mendapat wewenang untuk – mempersiapkan diri menyerang Malaysia yang
disebut sebagai negara boneka – dengan komandannya – Brigjen Kemal Idris, yang
merupakan penentang Presiden dan tak begitu menyukai kampanye anti-Malaysia. Omar
Dhani menganggap bahwa Kemal Idris telah menunda pemindahan pasukan ke Sumatra
karena akomodasi untuk mereka tidak tersedia. Sebenarnya rencana-rencana persiapan
menyerang agak seret sebab pimpinan AD tidak memberikan peralatan untuk
penyeberangan melalui selat. Ini merupakan pertanda bahwa pimpinan Angkatan Darat
memilih Kemal Idris agar bisa menjamin tidak mungkin terpengaruh Presiden Soekarno.
Sebagai kompensasinya buat Omar Dhani dan Presiden Soekarno, Brigjen Supardjo
ditunjuk sebagai komandan di Kalimantan pada bulan November 1964, selain itu
Achmad Yani menempatkan orang-orang kepercayaan di sana. Mayor Jendral M.
Panggabean sebagai Panglima wilayah Kalimantan, Brigadir Jendral Ryacudu sebagai
Panglima Kalimantan Barat dan Brigjen Sumitro sebagai Panglima Kalimantan Timur
pada bulan Februari 1965.41

Situasi yang dimunculkan akibat kampanye pengganyangan Malaysia sangat


menguntungkan PKI sehingga dapat menindentifikasikan diri dengan tujuan bangsa serta
memperkuat mereka sendiri dalam perimbangan kekuasaan dalam negeri. Selain
bermaksud menjalankan kontrol atas operasi-operasi terhadap Malaysia, para pemimpin
Angkatan Darat juga masih terus menghambat usaha-usaha PKI yang mau menanamkan
pengaruh di pemerintahan. Angkatan Darat memang menentang pendaratan para
penyusup ke Semenanjung Malaysia, tetapi mereka menfaatkan sebaiknya bayangan
adanya krisis yang timbul sebagai akibat pendaratan tersebut guna meningkatkan
kekuasaan Angkatan Darat secara sah. Meskipun PKI masih jauh berada dalam posisi
sebagai penguasa, tetapi kemajuan-kemajuan yang diraih sangat mengkuatirkan para
pemimpin Angkatan darat, Mereka cemas menyaksikan pertunjukan mengenai

40
Hidayat Mukmin, hal. 116—119.
41
Harlod Crouch, op.cit., hal. 75—81.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 23
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

keberhasilan PKI memobilisasi rakyat. Sejumlah senior dalam Angkatan Darat mulai
mengeritik pimpinan Angkatan Darat yang kelihatan kehilangan inisiatif terhadap PKI,
tetapi ada juga sejumlah perwira yang dekat dengan Yani menanggapi kemajuan PKI
dalam perspektif lebih luas. Setelah berhasil melakukan sejumlah manuver untuk
merusak efektivitas pelaksanaan politik konfrontasi, Yani menganggap bahwa tidak ada
gunanya menentang Soekarno secara langsung menyangkut masalah yang begitu kecil
seperti masih nasib Murba, BPS maupun penarikan diri Indonesia dari keanggotaan PBB
karena masalah PBB.

Meskipun Yani mempunyai hubungan yang akrab, ia tidak berkeinginan


memperingatkan Presiden Soekarno mengenai betapa terlampau erat hubungan Soekarno
dengan PKI. Karena Yani yakin kalau seandainya terjadi adu kekuatan Angkatan Darat
mampu mengatasinya asal persatuan AD kedalam bisa dijaga. Tindakan Soekarno yang
mengorbankan militansi PKI dinilai Yani sebagai tindakan untuk memperoleh ketenaran
bagi diri Soekarno ketimbang minat untuk memenangkan PKI pada akhirnya. Yani
memperlakukan Soekarno sebagai seorang Bapak dan lebih baik tidak melakukan
konfrontasi langsung daripada menghalangi kesempatan mendekati Soekarno dimonopoli
oleh lawan-lawan Angkatan Darat. Ketenangan Yani berserta kelompoknya menyaksikan
PKI memperoleh keuntungan-keuntungan, menimbulkan ketidakpuasan di kalangan
tinggi Angkatan Darat dan yang berpusat di sekitar A.H Nasution, Menteri Pertahanan
dan Keamanan. Nasution menganggap bahwa komitmen Yani terhadap sikap anti
Komunis tidak perlu dipersoalkan tetapi Yani diangap telah jatuh ke bawah pengaruh
Soekarno sehingga merasa segan menentang kebijaksaan Presiden.

Pada akhir tahun 1964, PKI memperoleh kemajuan kemajuan politik dan
kebijaksaan luar negri yang bergeser ke kiri, menimbulkan pendapat di kalangan
Angkatan Darat bahwa harus diambil langkah-langkah untuk mengatasi perpecahan di
antara Yani dan Nasution. Sejumlah senior perwira bermaksud mengadakan pertemuan
untuk menyelesaikan masalah itu, tetapi pertemuan tidak bisa memecahkan masalah
perbedaan dalan pendekatan, sebab kelompok Yani tetap mempertahankan hubungan
dekat dengan Presiden Soekarno. Ketidakberhasilan pimpinan Angkatan Darat mencapai
konsensus mengenai taktik yang harus digunakan dalam menangani isu-isu yang sedang
dihadapi jelas merupakan kerugian besar dalam menjalankan siasat terhadap Soekarno
dan PKI.

PKI sadar benar bahwa sendainya terjadi adu kekuatan dengan Angkatan Darat
mereka mudah dikalahkan. Selama Presiden Soekarno masih menggunakan pengaruhnya
untuk mendominasi kelompok Angkatan Darat, pimpinan PKI masih merasa aman.
Tetapi kalau seandainya Presiden Soekarno meninggal dunia, menjadi tidak berdaya atau
terjadi perpecahan terbuka antara Presiden Soekarno dengan Angkatan Darat, PKI akan
ditempatkan pada posisi di mana tidak ada lagi yang dapat mempertahankannya. Alasan-
alasan itu yang menyebabkan PKI melipatgandakannya usaha untuk memperoleh sekutu
dalam tubuh angkatan bersenjata, meskipun terdapat sejumlah rintangan yang bisa diatasi
agar perwira-perwira militer berpihak pada PKI sadar atas pengaruh PKI di kalangan
angkatan bersenjata masih terlalu kecil untuk memperoleh perlindungan seandainya

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 24
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

Presiden Soekarno meninggal kemudian melancarkan gerakan ofensif pada tahun 1965
dengan maksud untuk menguji kekuatan lawan-lawan partai di kalangan tentara.42

Pada bulan Februari 1965, Ketua CC-PKI D.N. Aidit melancarkan gagasan
mengenai perlunya dibentuk suatu organisasi quasi militer dengan sebutan Angkatan
Kelima. Ketika itu Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Angkatan
Kepolisian yang berjumlah 500.000 prajurit dengan dukungan 21 juta sukarelawan
berserta Hansip dan Hanra yang dibentuk dalam pelaksanan aksi Dwikora. Angkatan
Kelima yang dimaksud D.N. Aidit bertolak dari persoalan yang diakibatkan oleh
peristiwa-peristiwa yang muncul karena kehebohan mengenai masalah-masalah
Landreform yang secara sepihak mulai dilancarkan sejak bulan Mei 1964. Tindakan aksi
sepihak para petani didorong BTI dan Pemuda Rakyat melawan orang-orang yang anti
Komunis dan prajurit TNI-AD, seperti yang terjadi di Sumatra Utara, Jawa Timur, Jawa
Tengah dan Jawa Barat. Adanya kejadian-kejadian yang disebut tadi, kemudian PKI
menuntut agar buruh dan petani segera dipersenjatai. Dalam mengajukan alasannya
mengenai perlunya angkatan kelima tersebut, D.N. Aidit menyatakan bahwa
pembentukan Angkatan Kelima akan dapat memantapkan gerakan angkatan bersenjata
dalam aksi Dwikora. selain itu PKI juga mengusulkan agar dalam setiap angkatan dalam
angkatan bersenjata dibentuk Komisaris Politik yang lazim terdapat di negara-negara
sosialis.43

Menghadapi gerakan ofensif PKI ini, Menpangad Yani mencoba mencari


rumusan yang tepat, yang memungkinkan AD agar bisa meneruskan kepura-puraan
mereka dalam bibir mengenai konsep Nasakom sambil menyingkirkan usul tersebut.
Setelah bertemu dengan Presiden Soekarno pada tangal 24 Mei 1965 yani menyatakan
pada wartawan bahwa – Nasakom menunjukkan pada semangatnya dan tidak pada
pembagian ke dalam kotak-kotak. Rupanya Yani telah berhasil meyakinkan Presiden
Soekarno mengenai betapa kuatnya perlawanan yang ada dalam lingkungan Angkatan
Darat atas usul PKI tersebut. Ketika berpidato didepan para panglima daerah pada
tanggal 27 Mei Presiden Soekarno menjelaskan bahwa sebenarnya dia tidak bermaksud
menekankan – bila komandan datanng dari kelompok nasionalis maka wakil haruslah
dari kalangan agama atau komunis – dan selanjutnya Presiden Soekarno mengulangi apa
yang dikatakan Yani - Yang saya maksudkan ialah bahwa seluruh kesatuan di dalam
lingkungan angkatan bersenjata harus terikat pada jiwa persatuan Nasakom dan Yani
dalam pidatonya dihadapan para panglima tersebut menyatakan bahwa – Angkatan Darat
harus selalu siap berjuang sampai mati dalam mempertahankan Nasakom sebagai
saripati Pancasila.

Sesudah berhasil menghambat gagasan Nasakomisasi, para pimpinan Angkatan


Darat mendapat tantangan dengan diambilalih gagasan angkatan kelima ke tangan
Presiden Soekarno dengan menyatakan bahwa gagasan itu sebenarnya berasal dari
dirinya sendiri. Angkatan Darat membayangkan bahwa ada kemungkinan angkatan yang
dibayangkan Soekarno tidak dapat mereka kuasai. Karena itulah Yani menyatakan bahwa
tidak akan ragu dan setuju mempersenjatai tetapi tidak hanya satu atau dua bagian dari

42
Ibid. hal. 81—91.
43
Yahya A. Muhaimin, op.cit., hal. 166—169.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 25
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

masyarakat tetapi seluruh rakyat Indonesia. Asalkan mereka memerangi Nekolim. Jadi
Angkatan Darat secara prinsip menyetujui usulan tersebut sambil berminat
mematikannya dalam pelaksanaannya.

Pertengahan tahun 1965, pimpinan Angkatan Darat telah memutuskan untuk


bersiap tegas terhadap tantangan yang berasal dari PKI maupun Presiden Soekarno.
Sekarang Presiden Soekarno telah berpihak pada PKI menghadapi pimpinan Angkatan
Darat, dan aksi-aksi yang dilancarkan PKI kelihatan mengarah kepada Angkatan Darat
dan bukan hanya kepada sekutu-sekutu Angkatan Darat. Ketika menyaksikan pengaruh
PKI yang semakin besar di bawah perlindungan Presiden, pimpinan TNI –AD mulai
menilai kembali hubungan Presiden Soekarno dengan Angkatan Darat. Kalau Angkatan
Darat tidak bertindak terhadap Presiden bisa jadi Soekarno tetap memberi dorongan
kepada PKI dan konsekensinya kemajuan PKI akan terus. Karena itulah Angkatan Darat
harus melakukan sesuatu meskipun bisa terjadi perpecahan terbuka dengan Soekarno.44

Ketika itu Achmad Yani menghadapi masalah dengan tersebarnya – Dokumen


Gilschrist – yang diberikan Subandrio selaku kepala BPI dalam sidang KOTI pada
tanggal 26 Mei 1965. Dalam pertemuan yang dihadiri oleh Yani, Panglima Martadinata,
Kepala Kepolisian Sutjipto dan Sri Mulyono Herlambang yang mewakili Omar Dhani
yang ketika itu berada di Cina, dan Subandrio. Presiden Soekarno meminta penjelasan
kepada Yani mengenai isi dokumen tersebut yang terdapat kata-kata our local army
friends. Yani menolak dugaan Presiden Soekarno seakan-akan ada orang Angkatan Darat
yang berkerja sama dengan Inggris maupun Amerika Serikat untuk merebut kekuasaan
negara. Sehubungan dengan pertanyaan Soekarno mengenai Dewan Jendral, Menpangad
Yani menjelaskan bahwa badan yang dimaksud Presiden Soekarno sebenarnya tidak ada
dan yang ada adalah Dewan Jabatan dan Pengakatan Perwira Tertinggi yang bertugas
semata-mata untuk membicarakan masalah kenaikan pangkat serta penugasan para
jendral dan kolonel.

Kondisi kesehatan Prresiden Soekarno yang telah jatuh pingsan sebanyak dua kali
pada awal bulan dan akhir bulan Agustus l965 telah menjadi pembicaraan politisi
kalangan atas terutama di kalangan CC-PKI. Perkembangan yang terjadi kemudian
bahwa berita kesehatan Presiden telah menimbulkan dugaan di kalangan para pemimpin
PKI dan para pemimpin TNI-AD yang saling menduga bahwa lawannya kemungkinan
akan melancarkan suatu kudeta. Bersamaan dengan kondisi ekonomi yang runyam Aidit
mendorong radikalisme dengan menyatakan dalam rapat raksasa SOBSI agar – berani,
dan bertindak, dan bergerak melawan setan-setan kota. Kemudian disusul dengan
demontrasi besar-besaran yang diarahkan pada TNI–AD yang dianggap sebagai
penanggung jawab dalam pelaksanaan distribusi beras dan bahan-bahan pokok lainnya.
Dalam rapat massa CGMI pada akhir bulan September 1965, Presiden Soekarno
menyatakan bahwa sekarang ada sejumlah jendral yang dulunya setia tetapi telah menjadi
pelindung-pelindung unsur-unsur kontra revolusioner dan mereka itu harus dihancurkan.
Ketika itu sejumlah jendral telah memperingatkan Yani mengenai akan adanya kudeta

44
Harlod Crouch, op.cit.,hal. 96—97.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 26
Email: mr.kasenda@gmail.com
Peter Kasenda

yang dilancarkan, tetapi Yani tidak bersikap serius melakukan persiapan milter guna
menghadapi PKI.45

Penutup
Perkembangan PKI yang offensif dengan TNI –AD yang defensif pada akhirnya
mencapai puncak dengan meletusnya Peristiwa 30 September yang merengut jiwa
Menpangad Letjen Achmad Yani berserta sejumlah jendral yang merupakan pembantu-
pembantu terbaiknya. Putra-putra terbaik bangsa Indonesia itu dibuang di sumur tua di
markas komplotan penculik. Ketika Merdeka, 1 Oktober 1989 kelompok penyergap di
bawah Letnan Kolonel Sarwo Edhi berhasil menguasai Halim yang merupakan pangkalan
komplotan Gerakan 30 Sepetember mayat yang sudah dirusak secara mengerikan dari
keenam jendral dan satru letnan diangkat. Penggalian mayat jendral-jendral di hadapan
kamera-kamera televisi telah menimbulkan simpati publik pada TNI-AD dan sentimen
anti PNI mulai meluas dengan pasti. Di Hari ulang Tahun TNI tidak ada pertunjukan
maupun menyanyi sebagai yang dijanjikan Achmad Yani pada kedelapan anaknya ketika
sedang menunggu makan siang pada tanggal 30 September 1965. Kini kedelapan anak
Letnan Jendral Achmad Yani pada HUT TNI mengantarkan ayahnda dengan jenazah
para jendral lainnya menuju Taman makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Nasution yang
lolos dari sergapan komplotan dalam pidato pemakaman menyatakan bahwa putra-putra
yang terbaik yang dimakam merupakan korban fitnah.

45
Yahya A. Muhaimin, op.cit., hal. 177—180.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com 27
Email: mr.kasenda@gmail.com

You might also like