You are on page 1of 105

STUDI TENTANG PERWALIAMANATAN

DI PASAR MODAL INDONESIA

Oleh:
Tim Studi Perwaliamanatan
Di Pasar Modal Indonesia

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGAWAS PASAR MODAL
PROYEK PENINGKATAN EFISIENSI PASAR MODAL
TAHUN 2005
DAFTAR ISI

Hal
Kata Pengantar i
Daftar Isi iv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan dan Manfaat 3
C. Metode Studi 3
D. Organisasi Studi 4
E. Waktu Studi 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi dan Pengertian 5
B. Fungsi dan Tanggung Jawab Wali Amanat 10
C. Pendaftaran, Pelaporan Dan Pemeliharaan Dokumen 12
D. Aspek Hukum Perwaliamanatan 15
BAB III PEMAPARAN DAN ANALISIS HASIL STUDI
A. Pola Kontrak Perwaliamanatan Di Pasar Modal Indonesia 18
B. Masalahan dan Kendala Yang Dihadapi Wali Amanat 29
C. Pembahasan Hasil Kuesioner 35
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan 63
B. Rekomendasi 66

Daftar Pustaka
Lampiran

iv
KATA PENGANTAR

Keberadaan Wali Amanat dalam kegiatan Pasar Modal di Indonesia


memegang peran yang sangat vital, terutama dalam kaitannya dengan
penerbitan efek bersifat utang. Dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1995
Tentang Pasar Modal, Wali Amanat didefinisikan sebagi Pihak yang mewakili
kepentingan pemegang efek yang bersifat utang baik di dalam maupun di luar
pengadilan. Beberapa aspek menyangkut kegiatan Wali Amanat di pasar
modal, diantaranya mencakup penyusunan kontrak perwaliamanatan dengan
Emiten, monitoring Emiten atas pemenuhan kewajiban-kewajibannya dan
ketentuan lain dalam kontrak perwaliamanatan, penyampaian laporan dan
keterbukaan informasi, penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Obligasi,
serta pelaksanaan keputusan RUPO.

Dibalik pentingnya peran Lembaga Penunjang Pasar Modal ini, kegiatan


pengkajian dan evaluasi atas kinerja mereka selama ini dirasakan masih sangat
sedikit, sehingga pengembangan dari sisi regulasi, pengawasan dan
pembinaan oleh Bapepam selaku otoritas pasar modal juga belum berjalan
optimal.

Dari sisi peraturan yang ada saat ini, Undang-undang No. 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal telah memberikan rambu-rambu yang mengatur
pelaksanaan tugas Wali Amanat berikut tanggung jawab yang harus
diembannya. Sebagai peraturan pelaksananya, di tingkat Peraturan Bapepam
telah terdapat 3 peraturan tentang Wali Amanat, khususnya berkenaan dengan
pendaftaran, pelaporan serta pemeliharaan dokumen. Namun demikian,
ketentuan-ketentuan yang ada tersebut masih terdapat beberapa masalah yang
dirasa cukup mendesak untuk dilakukan pengaturan, seperti dari aspek

i
independensi dan profesionalisme Wali Amanat, standar pelaporan dan
keterbukaan informasi, kode etik, kontrak perwaliamanatan serta berbagai
aspek teknis pelaksanaan tugas Wali Amanat dalam mewakili kepentingan
pemegang efek bersifat utang lainnya.

Iklim investasi di Indonesia yang semakin membaik telah kembali


menarik kegiatan penerbitan surat hutang, seperti obligasi dan produk-produk
keuangan lain. Jenis maupun kompleksitas struktur obligasi yang diterbitkan
Emiten di Indonesia juga telah semakin meningkat. Sebagai contoh, saat ini
banyak beredar obligasi amortisasi, obligasi subordinasi, obligasi dengan
beberapa seri dengan variasi tingkat suku bunga, atau obligasi berdasarkan
prinsip syariah. Ketentuan yang diatur dalam Kontrak Perwaliamanatan
sebagai dasar penerbitan efek bersifast utang saat ini juga sudah lebih
kompleks dengan berbagai kondisi atau klausula yang terus berkembang,
seperti adanya ketentuan pembelian kembali efek bersifat utang oleh Emiten
(buy back), ketentuan call option dan put option, pengurangan nilai pokok
obligasi berdasarkan periode tertentu (amortisasi), ketentuan rapat umum
pemegang obligasi berkaitan dengan perubahan kondisi penting dalam
obligasi, jaminan obligasi berupa piutang dan lain sebagainya. Sementara itu,
sampai saat ini masih terdapat penyelesaian masalah antara Emiten dengan
pemegang obligasi, akibat dari wanprestasi Emiten serta proses restrukturisasi
obligasi, yang menghasilkan solusi yang belum memuaskan para pihak,
terutama di pihak pemegang obligasi.

Perkembangan kondisi tersebut di atas sudah barang tentu menimbulkan


implikasi berupa tuntutan yang semakin besar akan peningkatan kualitas jasa
dan profesionalisme dari Wali Amanat. Investor efek bersifat utang di pasar
modal Indonesia memerlukan Wali Amanat yang memiliki kemampuan
memahami dan menganalisis struktur efek surat hutang dengan ketentuan-

ii
ketentuan dalam kontrak perwaliamanatan yang semakin komplek agar
kepentingan pemegang efek bersifat utang dapat terlindungi. Selain itu, perlu
dipikirkan cara agar posisi tawar Wali Amanat dalam berhadapan dengan
Emiten yang selama ini dirasa belum seimbang, agar dapat ditempatkan pada
keadaan yang semestinya, supaya lembaga ini dapat menjalankan tugasnya
dengan lebih independen dan profesional.

Berdasarkan uraian di atas, dipandang perlu untuk melakukan suatu


studi guna mengetahui tingkat kinerja dan pelaporan aktivitas Wali Amanat,
masalah-masalah yang dihadapi dalam praktik, serta kemungkinan
peningkatan pembinaan dan pengaturan yang dapat dilakukan oleh Bapepam.

Akhirnya, tim studi berharap hasil penelitian ini akan dapat bermanfaat
bagi pengembangan pasar modal Indonesia pada umumnya dan optimalisasi
peran dan fungsi Wali Amanat dalam mewakili kepentingan investor obligasi
pada khususnya.

Kritik dan saran konstruktif sangat kami hargai sebagai masukan bagi
kami dalam penyempurnaan hasil penelitian ini.

Wassalam,

Ketua Tim Studi

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam kegiatan bisnis di pasar modal, salah satu pihak yang berperan
penting dalam kegiatan penerbitan efek bersifat utang disamping Emiten
sendiri, adalah Wali Amanat. Sebagai pihak yang mewakili kepentingan
pemegang efek bersifat utang baik di dalam maupun di luar pengadilan, peran
Wali Amanat ini sudah mulai berjalan sebelum efek bersifat utang diterbitkan,
terutama dalam perundingan dengan pihak-pihak terkait untuk menyusun
suatu kontrak perwaliamanatan. Kontrak perwaliamanatan inilah yang
menjadi dasar utama dalam mengatur syarat dan kondisi penerbitan efek
bersifat utang, termasuk hak dan kewajiban para pihak yang terlibat.

Selanjutnya, Wali Amanat berkewajiban memonitor kondisi Emiten dan


memastikan kepatuhan Emiten terhadap ketentuan dalam kontrak
perwaliamanatan yang telah dibuat, selama umur efek bersifat utang. Apabila
terjadi pelanggaran dalam pemenuhan kewajiban maupun covenants yang ada,
maka Wali Amanat harus melakukan tindakan tindakan yang diperlukan,
seperti meminta Emiten melakukan langkah-langkah untuk memperbaiki
pelanggaran tersebut, ataupun memanggil rapat umum pemegang efek
bersifat utang untuk menentukan langkah yang akan diambil. Bila dipandang
perlu, Wali Amanat akan bertindak mewakili pemegang efek bersifat utang
untuk melakukan tindakan di pengadilan dalam rangka memperjuangkan
hak-hak pemegang efek bersifat utang. Selain tugas-tugas di atas, Wali Amanat

1
pada umumnya juga berperan sebagai agen pembayaran atas kupon bunga
dan utang pokok Emiten.

Fungsi dan kedudukan Wali Amanat secara garis besar telah diatur
dalam Undang-undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Dalam Pasal 50
telah diatur mengenai siapa saja yang dapat melakukan kegiatan sebagai Wali
Amanat beserta persyaratannya. Sikap independen yang wajib dimiliki dalam
menjalankan tugasnya dapat tersimpul dari ketentuan pasal 51 yang melarang
adanya hubungan afiliasi dan hubungan kredit dalam jumlah tertentu dengan
Emiten, serta larangan menjadi penanggung atas efek bersifat utang yang sama
(pasal 54). Selain itu, dalam Pasal 53 telah diatur juga tentang tanggung jawab
Wali Amanat apabila tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Konsekuensi
hukum tersebut berupa kewajiban mengganti kerugian yang timbul kepada
pemegang efek bersifat utang yang diwakilinya.

Undang-undang Pasar Modal telah mengamanatkan beberapa hal yang


wajib diatur lebih lanjut oleh peraturan Bapepam, seperti persyaratan dan tata
cara pendaftaran Wali Amanat (Pasal 50 ayat (3)), batasan hubungan kredit
yang diperbolehkan dengan Emiten (Pasal 51 ayat (3)), penggunaan jasa Wali
Amanat (pasal 51 ayat (4)), serta ketentuan mengenai kontrak
perwaliamanatan yang dibuat antara Emiten dengan Wali Amanat (Pasal 52).
Namun demikian, dari beberapa hal yang diamanatkan tersebut, hingga saat
ini Bapepam baru menetapkan peraturan mengenai tatacara pendaftaran Wali
Amanat (Peraturan Nomor VI.C.2) sebagai ketentuan pelaksana pasal 50 ayat
(3). Ketentuan Bapepam yang lain mengatur mengenai kewajiban pelaporan
(Peraturan Nomor X.I.1) dan pemeliharaan dokumen (Peraturan NomorX.I.2).
Kondisi ini tentu saja memerlukan perhatian dari Bapepam, berupa kajian dan
evaluasi mengenai sejauh mana pengembangan di bidang regulasi di bidang
ini dapat dilakukan.

2
Semakin meningkatnya kegiatan bisnis di pasar modal paska krisis
moneter membawa akibat semakin banyaknya perusahaan yang tertarik
memanfaatkan pasar modal sebagai alternatif pendanaan, antara lain dengan
menerbitkan efek bersifat utang. Hal ini dari satu sisi merupakan hal yang
menggembirakan bagi kalangan pasar modal, tetapi di sisi yang lain timbul
beberapa kekhawatiran mengenai risiko yang timbul apabila pihak Emiten
melakukan cedera janji atas kewajiban utangnya. Hal ini cukup beralasan
mengingat dalam kasus-kasus sebelumnya, pada akhirnya investorlah yang
sering dirugikan apabila hal tersebut terjadi.

Peningkatan perlindungan terhadap kepentingan investor obligasi di


Indonesia merupakan masalah yang saat ini masih menghadapi berbagai
macam kendala yang serius. Posisi tawar Wali Amanat dalam mewakili
kepentingan pemegang efek bersifat utang sudah saatnya ditinjau kembali,
mengingat saat ini Emitenlah yang memiliki wewenang menunjuk pihak Wali
Amanat untuk efek bersifat utang yang diterbitkannya. Dari sini sudah terlihat
ketidakseimbangan kedudukan Wali Amanat dengan Emiten sebagai pihak
yang menunjuk dan membayar jasanya. Di sisi lain, ketiadaan pedoman yang
dapat dijadikan dasar bagi Wali Amanat untuk merundingkan pasal-pasal
dalam kontrak perwaliamanatan mengakibatkan Wali Amanat kurang mampu
menghasilkan isi kontrak yang cukup dapat melindungi pemegang efek
bersifat utang.

Dari pola kontrak perwaliamanatan yang ada selama ini, dapat terlihat
bahwa kecenderungan Emiten untuk meminta syarat-syarat yang ringan
dalam penerbitan efek bersifat utang lebih dapat terakomodasi. Hal tersebut
seperti makin banyaknya obligasi yang diterbitkan tanpa jaminan khusus,
tanpa sinking fund dan tanpa kewajiban melakukan pemeringkatan berkala.

3
Selain itu, adanya hak Emiten melakukan pembelian kembali obligasi dan call
option yang memerlukan pengaturan dari sisi keterbukaannya.

Pengaturan mengenai jaminan/agunan, sinking fund, credit rating dan


covenant-covenant dalam kontrak perwaliamanatan merupakan bentuk-bentuk
jaring pengaman untuk menjaga kepentingan investor. Namun demikian
sebagaimana disebutkan di atas, Wali Amanat tetap merupakan pelaku sentral
dalam mengawasi pasang surut obligasi dan kondisi penerbitnya mulai dari
mulai penerbitan hingga jatuh tempo. Oleh karena itu studi mengenai kendala-
kendala yang dihadapi Wali Amanat dalam menjalankan tugas dan fungsinya
selama ini menjadi hal berikutnya yang perlu dilakukan. Dengan memahami
secara lebih baik permasalahan dan keterbatasan yang dihadapi Wali Amanat,
semoga dapat dicarikan suatu solusi bagi peningkatan peran Wali Amanat
khususnya dalam melindungi kepentingan investor di Pasar Modal Indonesia.

Dari pemaparan di atas, dipandang perlu dilakukan studi tentang


perwaliamanatan di Pasar Modal Indonesia. Adanya kelemahan isi kontrak
perwaliamanatan yang selama ini telah dibuat dapat diperbaiki dan posisi
tawar Wali Amanat dapat lebih ditingkatkan, sehingga pada akhirnya
diharapkan kemungkinan kerugian yang dapat menimpa investor dapat
dikurangi. Hasil studi ini diharapkan dapat dipakai sebagai masukan guna
menentukan kebijakan untu meningkatkan kepercayaan investor yang
berinvestasi kepada obligasi.

B. TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dari dilakukannya studi


mengenai perwaliamanatan di Indonesia ini antara lain sebagai berikut:

4
1. Mengetahui serta mempelajari pola perjanjian perwaliamanatan dalam
penerbitan obligasi antara Wali Amanat dan Emiten efek bersifat utang.

2. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi Wali Amanat dalam


menjalankan tugas dan fungsinya, serta mencari solusi atas permasalahan
dimaksud.

3. Mendapatkan informasi terutama bagi Bapepam dalam hal peningkatan


perannya untuk melindungi kepentingan investor obligasi.

C. METODE STUDI

Untuk memperoleh data dan atau informasi yang dibutuhkan, dalam


studi/penelitian ini dilakukan melalui :

1. Studi Pustaka

Studi pustaka dilaksanakan dengan mempelajari beberapa literatur dan


bahan-bahan tertulis sebagai berikut:

a. kontrak-kontrak perwaliamanatan yang ada di Pasar Modal


Indonesia

b. peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia


khususnya yang terkait dengan Wali Amanat dan penerbitan
obligasi,

c. tulisan dan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya


yang berkaitan dengan masalah perwaliamanatan.

2. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan dengan dua cara:

5
a. Melakukan wawancara dengan para narasumber yang
berkompeten, antara lain dengan profesi Notaris, Konsultan
Investor dan tentunya Wali Amanat.

b. Untuk memperoleh masukan mengenai permasalahan tertentu


yang dipelajari, tim studi juga menyebarkan kuesioner kepada
para pelaku pasar modal yang berkepentingan secara langsung
dengan penerbitan Obligasi. Responden yang dimintai pendapat
dalam studi ini mencakup 5 kategori yaitu Emiten, investor, Wali
Amanat, serta pihak profesional di bidang hukum, yaitu
Konsultan Hukum dan Notaris.

D. ORGANISASI STUDI

Organisasi studi terdiri dari :

- 1 orang ketua

- 1 orang wakil ketua

- 1 orang sekretaris

- 9 orang peneliti

- 4 orang pembantu peneliti

- 2 staf sekretariat

E. WAKTU STUDI

Studi ini dilakukan pada tahun anggaran 2005 dari bulan Januari hingga
Desember 2005.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sebagai landasan teoritis atas studi tentang perwaliamanatan, pada bab


ini akan dijelaskan mengenai definisi dan pengertian Wali Amanat, obligasi
dan Efek bersifat Utang, fungsi dan tanggung jawab Wali Amanat,
pendaftaran, pelaporan dan pemeliharaan dokumen Wali Amanat, serta
aspek hukum perwaliamanatan.

A. DEFINISI DAN PENGERTIAN

1. Wali Amanat

Definisi Wali Amanat sebagaimana telah ditetapkan dalam UUPM


Pasal 1 angka 30 adalah :”Pihak yang mewakili kepentingan pemegang Efek yang
bersifat utang”. Oleh karena efek bersifat utang merupakan surat pengakuan
utang yang bersifat sepihak dari pihak penerbit (Emiten) dan para kreditur
(investor) jumlahnya relatif banyak, maka perlu dibentuk suatu lembaga
yang mewakili kepentingan seluruh kreditur.

Efek bersifat utang yang ditawarkan kepada publik tentunya dimiliki


oleh banyak investor. Tanpa adanya lembaga Wali Amanat, pemegang efek
selaku kreditur harus berhadapan langsung dan melakukan pengawasan
secara sendiri-sendiri untuk memastikan bahwa tidak terdapat hal-hal yang
dilanggar dalam kontrak perwaliamanatan. Pengawasan secara individual
oleh masing-masing kreditur ini tentunya akan memakan waktu dan biaya
yang tidak efisien. Dengan alasan ekonomis tersebut, satu kreditur mungkin
akan memanfaatkan hasil pengawasan dari kreditur lainnya. Antara para
kreditur mungkin akan saling mengamati untuk menentukan apakah

7
diperlukan suatu tindakan pengawasan pada Emiten atau tidak. Dalam
keadaan seperti ini, dapat terjadi terlalu banyak kreditur yang melakukan
pengawasan sendiri-sendiri terhadap Emiten, atau sebaliknya, tidak ada
satupun investor yang melakukan pengawasan karena saling mengandalkan
satu sama lain.

Pengawasan secara individual juga memiliki kelemahan berupa


kemampuan melakukan pengawasan yang tidak sama antara satu kreditur
dengan lainnya. Ada kreditur yang memiliki keahlian yang memadai untuk
melakukan monitoring dan analisis terhadap emiten, dilain pihak ada
kreditur lain yang harus meminta jasa profesional untuk melakukan tugas
tersebut.

Masalah lain yang mungkin timbul adalah penyebaran informasi


penting yang tidak merata. Kreditur yang pertama mengetahui adanya
informasi penting terkait dengan Emiten, mungkin akan melakukan tindakan
antisipasi terlebih dahulu untuk memperoleh keuntungan atau menghindari
kerugian yang akan timbul, dari pada menyebarkan informasi tersebut
kepada kreditur-kreditur yang lain.

Wali Amanat merupaka pihak yang secara profesional khusus ditunjuk


untuk melakukan pengawasan bagi kepentingan seluruh kreditur efek
bersifat utang. Dengan keberadaan lembaga penunjang pasar modal ini,
semua permasalahan para kreditur sebagaimana tersebut di atas dapat
diminimalisir. Dengan kemampuan profesional dari Wali Amanat, biaya-
biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pengawasan ditanggung
oleh lembaga ini. Perbedaan kemampuan melakukan pengawasan antar
kreditur dapat dijembatani oleh keahlian Wali Amanat, dan penyebaran
informasi menjadi lebih merata karena Wali Amanat akan memberitahukan

8
setiap perkembangan Emiten kepada seluruh kreditur dalam waktu yang
sama.

Berdasarkan ketentuan UU Pasar Modal, pihak yang dapat melakukan


kegiatan usaha sebagai Wali Amanat adalah Bank Umum. Selain karena
kegiatan usaha perbankan yanng terkait erat dengan pengawasan terhadap
para debiturnya, alasan yang diajukan dalam penjelasan pasal 50 ayat (1)
adalah karena Bank Umum memiliki jaringan kegiatan usaha yang cukup
luas. Untuk mengantisipasi perkembangan pasar modal di masa datang
pihak selain bank umum yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
dimungkinkan melakukan kegiatan usaha ini.

2. Obligasi

Obligasi dapat didefinisikan sebagai efek utang pendapatan tetap yang


diperdagangkan di masyarakat dimana penerbitnya setuju untuk membayar
sejumlah bunga tetap untuk jangka waktu tertentu dan akan membayar
kembali jumlah pokoknya pada saat jatuh tempo. Jadi sertifikat obligasi
merupakan suatu surat pengakuan hutang atas pinjaman yang diterima oleh
perusahaan (penerbit obligasi) dari pemodal.

Jangka waktu obligasi telah ditentukan (umumnya 5-10 tahun) dan


disertai dengan pemberian imbalan bunga yang jumlah dan saat
pembayarannya juga telah ditetapkan dalam perjanjian. Obligasi adalah salah
satu alternative investasi pasar modal. Obligasi terutama ditujukan kepada
para investor jangka panjang. Ada empat ketentuan dasar yang menjadi daya
tarik utama dalam berinvestasi pada obligasi yakni :

a. Obligasi membayar serangkaian bunga dalam jumlah tertentu secara


regular. Karena itu obligasi tersebut disebut sekuritas pendapatan
tetap atau fixed income securities.

9
b. Emiten akan membayar kembali pinjaman tersebut seutuhnya dan
tepat waktu. Sehingga obligasi terlihat kurang beresiko dibandingkan
investasi yang tergantung pada naik turunnya pasar.
c. Obligasi memiliki jatuh tempo yang telah ditentukan ketika obligasi
habis masanya dan pinjaman harus dibayar penuh pada nilai nominal.
Pembayaran suku bunga obligasi juga sudah ditetapkan ketika obligasi
di emisi.
d. Tingkat bunga obligasi kompetitif dalam artian obligasi membayar
tingkat suku bunga yang dapat dibandingkan dengan apa yang bias
didapatkan investor ditempat lain. Sebagai hasilnya, tingakat obligasi
baru biasanya sama dengan tingkat suku bunga perbankan.
Disamping mempunyai daya tarik, obligasi juga mempunyai resiko,
yaitu jika tingkat suku bunga bank naik, para pembeli mungkin kehilangan
uang karena obligasi yang mereka miliki tidak memberi hasil sebaik obligasi
yang baru diemisi. Mereka tidak bisa mendapatkan uang dalam jumlah utuh
sebanyak yang telah mereka bayarkan untuk obligasi. Risiko lain yang
dihadapi pemegang obligasi adalah meningkatnya inflasi. Karena nilai rupiah
yang mereka dapatkan dari investasi obligasi tidak berubah, maka nilai uang
itu dapat terkikis oleh inflasi.

Jenis-jenis obligasi yang umumnya ada di Indonesia antara lain :

a. Obligasi konversi yaitu obligasi yang para pemegang obligasi ini pada
waktu yang telah ditetapkan dapat menukarkan obligasinya dengan
saham biasa dari perseroan yang menerbitkan atas dasar harga
konversi yang telah ditentukan sebelumnya.
b. Obligasi atas unjuk yaitu obligasi yang pelunasannya dibayarkan
kepada pembawa obligasi tersebut.

10
Sedangkan berdasarkan penerbitnya (Issuer), obligasi dibedakan :

a. Obligasi Perusahaan (Corporation Bond).


Surat utang yang diterbitkan oleh perusahaan swasta atau negara. Pada
umumnya di Indonesia bersifat jangka panjang dan tidak dijamin oleh
penerbitnya. Selain itu juga menawarkan bunga atau interest yang
cukup tinggi dibandingkan dengan obligasi negara. Hal ini
dikarenakan resiko yang melekat pada obligasi korporasi lebih besar
dibandingkan dengan obligasi negara yang dijamin penuh oleh
pemerintah RI.

b. Obligasi Pemerintah (Government Bond)


Undang-undang No. 24 tahun 2004 tentang Surat Utang Negara (SUN)
mendefinisikan surat berharga yang berupa surat pengakuan hutang
dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin
pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia
sesuai dengan masa berlakunya.

c. Obligasi Daerah (Municipal Bonds)


Obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I atau
Tingkat II, unit organisasi Pemda (Dinas Pekerjaan Umum, Bapeda,
dan sebagainya), serta Badan Usaha Milik Daerah dan kegiatan swasta
yang dijamin daerah.

Pihak yang menerbitkan obligasi disebut issue. Biasanya suatu obligasi


sebelum ditawarkan kepada masyarakat pemodal, obligasi tersebut diminta
untuk diperingkat (rating) oleh lembaga pemeringkat (rating agency). Proses
pemeringkatan berguna untuk menilai kinerja perusahaan dari berbagai
faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dengan keuangan
perusahaan. Peringkat (rating) yang diberikan oleh rating agency akan
menyatakan apakah obligasi tersebut layak untuk investasi.

11
Karena obligasi merupakan surat utang, maka rating sangat
diperlukan sehingga dapat dinilai apakah issue nantinya dapat atau tidak
membayar utangnya, sesuai dengan penilaian rating agency.

Dibawah ini, merupakan bagan pihak-pihak yang terkait dalam


perdagangan obligasi :

Rating Agency Issuer Trusste

Lead Underwriter Guarantor

Underwriter/Selling Agents

Investor Paying Agent

Di Indonesia, lembaga pemeringkat adalah PT. Pefindo dan PT. Kasnic.


Proses pemeringkatan dapat dibagi atas dua jenis yaitu: Coorporate Rating
dan Securities Rating. Coorporate Rating adalah pemeringkatan yang
dilakukan untuk menilai suatu perusahaan secara menyeluruh, sedangkan
securities Rating adalah pemeringkatan yang dilakukan terhadap suatu
produk effek yang digulirkan oleh suatu perusahaan, misalnya bond rating,
pemeringkatan terhadap suatu obligasi. Pemeringkatan suatu obligasi ini
sangat berguna bagi para investor obligasi, karena dengan adanya rating
maka para investor tidak perlu lagi melakukan proses evaluasi yang
membosankan dan membutuhkan kerja keras sendiri-sendiri. Namun harus
diperhatikan bahwa bond rating ini hanya dimaksudkan untuk mengukkur

12
tingkat resiko wanprestasi dari suatu emisi obligasi bukan dari pengurus
eksternal seperti resiko pasar.

Pada waktu penawaran umum pertama kali, issuer akan berhubungan


dengan pihak yang akan menjamin emisi obligasi dari issuer tersebut agar
laku di pasar. Penjaminan emisi ini dilakukan oleh underwriter. Underwriter
biasanya merupakan suatu kelompok yang terdiri dari penjamin emisi utama
(lead underwriter) dan penjamin emisi pelaksana (underwriter). Penjamin
emisi pelaksana biasanya bertindak juga sebagai agen penjual (selling agent).
Agen penjualan inilah yang langsung berhubungan dengan masyarakat
pemodal. Penjamin emisi utama dan pelaksana ini hanya melaksanakan
tugasnya sampai proses emisi utama dan pelaksana tidak ada lagi
hubungannya dengan obligasi tersebut.

Selanjutnya ada pihak yang disebut Trustee atau Wali Amanat. Wali
Amanat merupakan lembaga yang berfungsi untuk mengurusi segala urusan
dari obligasi sesudah penawaran umum sampai masa hidup pasar obligasi
tersebut berakhir.

Wali Amanat umumnya adalah bank yang telah mendapat izin operasi
sebagai Wali Amanat dari Bapepam. Wali Amanat bertugas atas dasar
hukum kontrak perwaliamanatan yang ditandatangani oleh Wali Amanat
dengan issuer.

Kontrak perwaliamanatan, kadang-kadang melibatkan pihak yang


disebut Guarantor. Guarantor merupakan pihak yang memberikan jaminan
akan melunasi surat hutang beserta kewajiban yang berhubungan, yang
diterbitkan Issuer jika terjadi wanprestasi dari isser. Wali Amanat berfungsi
melakukan pencatatan/administrasi mengenai obligasi yang masih beredar,
pembayaran bunga yang sering terlambat, dan pengawasan terhadap Issue.
Wali Amanat wajib menyampaikan laporan tengah tahunan dan tahunan

13
kepada Bapepam mengenai segala sesuatu tentang pelaksanaan obligasi yang
ditanganinya.

Di dalam melaksanakan pembayaran bunga maupun pokok, biasanya


Wali Amanat menunjuk pihak yang disebut Paying Agent. Sehingga investor
yang ingin mengambil bunga atau pokoknya, langsung berhubungan dengan
Paying Agent. Kadang-kadang Wali Amanat bertindak sendiri sebagai
Paying Agent.

B. FUNGSI DAN TANGGUNG JAWAB WALI AMANAT

Sebagaimana telah diamanahkan dalam pasal 51 ayat (2) UUPM bahwa


Wali Amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek
bersifat utang/obligasi baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sehingga
dalam melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya Wali Amanat dituntut
untuk selalu mengutamakan dan mengedepankan kepentingan pemegang
obligasi/kreditur. Berkenaan dengan hal tersebut, Wali Amanat dilarang
mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten/penerbit obligasi.

Larangan hubungan afiliasi antara Wali Amanat dengan Emiten


dimaksudkan untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan antara
Wali Amanat selaku wakil pemegang efek bersifat utang dan kepentingan
emiten. Hal ini diperlukan agar Wali Amanat dapat melaksanakan fungsinya
secara independen sehingga dapat melindungi kepentingan pemegang efek
bersifat utang/pemegang obligasi secara maksimal.

terkait dengan fungsinya untuk mewakili pemegang efek bersifat


utang/pemegang obligasi, Wali Amanat memiliki beberapa tanggungjawab.
Pelaksanaan tanggungjawab tersebut selain didasarkan pada suatu peraturan
perundangan yang berlaku juga didasarkan kepada suatu kontrak

14
/perjanjian. Adapun kontrak/perjanjian yang mendasari fungsi dan
tanggungjawab Wali Amanat disebut kontrak perWali Amanatan atau
perjanjian perWali Amanatan. Kontrak perWali Amanatan merupakan
kontrak yang dibuat antara emiten dengan Wali Amanat yang mengikat
pemegang efek bersifat utang/pemegang obligasi.

Tanggungjawab Wali Amanat terkait dengan fungsinya sebagai wakil


dari pemegang efek bersifat utang (kreditur) sekurang-kurangnya meliputi:

I. Sebelum proses emisi


yaitu melakukan penelitian terhadap calon emiten, penelitian ini
mencakup:
• analisa laporan keuangna emiten untuk memantau keadaan
keuangan emiten;
• meneliti legalitas dari emiten.
II. Saat proses emisi, terbagi atas:
a. Menentukan hak-hak para pemegang efek bersifat utang/obligasi,
yang mencakup:
• Hak pembayaran bunga;
• Hak pembayaran pokok;
• Penetuan tanggal-tanggal untuk pembayaran bungan dan
pokok;
• Hak untuk memperoleh informasi mengenai jaminan
(preferen/tidak preferen);
• Hak untuk mengetahui rating obligasi;
• Hak untuk memperoleh laporan-laporan dari emiten;
• Hak untuk memperoleh pemberitahuan apabila terjadi kejadian
yang penting dari emiten.
b. Membuat kontrak/perjanjian perWali Amanatan

15
c. Setelah emisi efek bersifat utang/obligasi
• Memantau pemenuhan kewajiban emiten yang tercantum dalam
perjanjian perwaliamantan;
• Memberitahukan kepada pemegang efek bersifat
utang/obligasi, emiten Bapepam, BES sehubungan dengan efek
bersifat utang/obligasi yang diterbitkan, apabila terdapat
kejadian penting;
• Menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO)
apabila diperlukan;
• Melaksanakan keputusan RUPO.
Dalam upaya Wali Amanat dalam melindungi pemegang efek bersifat
utang/obligasi, beberapa hal yang dilakukan antara lain:
1. sebelum emisi efek bersifat utang/obligasi, meliputi:
A. menganalisa data-data historis emiten
yaitu melakukan analisa terhadap laporan keuangan emiten untuk
mengetahui kinerja dan keadaan keuangan emiten;
B. mempelajari data-data dari Konsultan Hukum yang ditunjuk dalam
emisi tersebut, yaitu berupa legal opinion dan legal audit.
2. Proses emisi efek bersifat utang/obligasi, meliputi:
A. Menentukan dan memantau hak-hak pemegang efek bersifat
utang/obligasi, yang terdiri dari:
• Besarnya bunga obligasi;
• Cara pembayaran bunga;
• Tanggal-tanggal pembayaran bunga;
• Penyediaan dana untuk membayar bunga dan pokok obligasi;
• Memantau penggunaan dana yang diperoleh dari emisi efek
bersifat utang/obligasi;

16
• Menentukan jaminan yang dijaminkan untuk pemegang efek
bersifat utang/obligasi.
B. Menetapkan covenant-covenant dalam perjanjian perWali
Amanatan (negative covenant dan positive covenant) yang harus
dipenuhi emiten selama jangka waktu efek bersifat utang/obligasi
dengan memperhatikan struktur obligasi, kinerja dan proyeksi
keuangan, struktur jaminan.
C. Melakukan pengecekan, perhitungan dan pengikatan jaminan
obligasi (bila ada).
3. Setelah emisi, meliputi:
A. Pengawasan dan pemantauan kepatuhan serta pelaksanaan
kewajiban emiten berdasarkan perjanjian perWali Amanatan atau
dokumen lainnya yang mencakup:
• Analisis kinerja keuangan secara periodik;
• Kepatuhan atas covenant pada perjanjian perWali Amanatan;
• Penggunaan dana;
• Pemenuhan kewajiban emiten terhadap pemegang efek bersifat
utang/obligasi;
• Monitoring jaminan (nilai maupun pengikatannya.
B. Penyampaian laporan kepada Bapepam, Bursa Efek dan pemegang
obligasi dalam hal terjadi potensi kelalaian atau kelalaian yang
dilakukan oleh emiten atau terjadi keadaan yang dapat
membahayakan kepentingan pemegang obligasi.
C. Melaksanakan keputusan RUPO.
D. Pemberian keterangan/perhitungan yang sewaktu-waktu diminta
RUPO maupun Bapepam.

17
C. PENDAFTARAN, PELAPORAN DAN PEMELIHARAAN
DOKUMEN

Pengawasan dan pembinaan Bapepam terhadap Wali Amanat selama


ini diwujudkan dalam bentuk ketentuan yang mewajibkan lembaga
penunjang pasar modal ini untuk melakukan pendaftaran, pelaporan dan
pemeliharaan dokumen dalam kegiatan usahanya.

a. Pendaftaran

Dalam Undang-undang Pasar Modal ditentukan bahwa yang dapat


melakukan kegiatan sebagai Wali Amanat adalah Bank Umum dan
pihak lain yang ditentukan dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan di
atas dimaksudkan untuk mengakomodasi perkembangan pasar modal
di masa yang akan datang, apabila ada pihak lain yang mungkin dapat
diijinkan melakukan kegiatan sebagai Wali Amanat selain Bank Umum.

Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Perbankan,


perwaliamanatan merupakan salah satu kegiatan usaha dari Bank
Umum. Namun demikian, untuk dapat melakukan kegiatannya di
pasar modal, Bank umum diwajibkan terlebih dahulu terdaftar di
Bapepam.

Dalam Peraturan Bapepam Nomor VI.C.2. tentang Pendaftaran Bank


Umum Sebagai Wali Amanat, dokuemen-dokumen tersebut dibawah
ini wajib disampaikan kepada Bapepam menyertai permohonan
pendaftaran:

i. Anggaran Dasar

ii. Nomor Pokok Wajib Pajak

iii. Izin Usaha sebagai Bank Umum

18
iv. Laporan keuangan terakhir yang telah diperiksa oleh Akuntan
Publik

v. Rekomendasi dari Bank Indonesia

vi. Buku pedoman operasional yang sekurang-kurangnya memuat:


struktur organisasi Bank Umum dan Wali Amant, serta daftar
pegawai dan pembagian kerja pada kegiatan perwaliamanatan

vii. Pernyataan direksi bahwa administrasi kegiatan Wali Amanat


terpisah dari kegiatan Bank Umum lainnya, serta daftar pejabat
penanggung jawab dan tenaga ahli di bidang perwaliamanatan.

b. Pelaporan

Kewajiban penyampaian laporan Wali Amanat kepada Bapepam adalah


sebagaimana diatur dalam Peraturan Nomor X.I.1 tentang Laporan Wali
Amanat, dimana Wali Amanat wajib menyampaikan laporan kegiatan
kepada Bapepam yang meliputi:

− Pertama, laporan tengah tahunan dan tahunan mengenai kegiatan


Wali Amanat yang antara lain memuat: jumlah dan jenis Efek
bersifat utang yang masih beredar; pembayaran pokok dan atau
bunga Efek bersifat utang; jumlah Efek bersifat utang yang telah
dikonversikan menjadi saham; dan pelaksanaan pengawasan yang
telah dilakukan oleh Wali Amanat terhadap Emiten. Laporan
tahunan dan tengah tahunan disampaikan selambat-lambatnya 60
(enam puluh) hari sejak tanggal periode laporan.

− Kedua, laporan peristiwa penting yang menyangkut kegiatan


perwaliamanatan, antara lain: pembayaran pokok dan bunga Efek
yang bersifat utang sebelum jatuh tempo, apabila dimungkinkan di
dalam kontrak perwaliamanatan; pelanggaran atas ketentuan

19
dalam kontrak perwaliamanatan seperti pembayaran pokok dan
atau bunga Efek bersifat utang yang tidak tepat waktu dan
pengurangan, penambahan, pengalihan atau penukaran jaminan.
Laporan Kejadian Penting ini selambat-lambatnya disampaikan 2
(dua) hari setelah terjadinya peristiwa atau sejak diketahuinya
peristiwa tersebut. Ketiga, penyelenggaraan Rapat Umum
Pemegang Efek bersifat utang.

c. Pemeliharaan Dokumen

Kegiatan mengadministrasikan, menyimpan dan memelihara catatan,


pembukuan dan keterangan tertulis yang berhubungan dengan Emiten
yang menggunakan jasa Wali Amanat merupakan kewajiban yang
ditetapkan Bapepam dalam Peraturan Nomor X.I.2 tentang
Pemeliharaan Dokumen oleh Wali Amanat. Dokumen-dokumen
tersebut meliputi:

1. Kontrak Perwaliamantan

2. Kontrak yang berkaitan dengan pemberian jaminan dan bukti


kepemilikan dan penguasaan atas harta yang dijaminkan

3. Catatan, risalah atau laporan mengenai jumlah dan jenis efek


bersifat utang yang masih beredar dan yang telah dilunasi

4. Catatan, risalah atau laporan pelaksanaan pengawasan terhadap


Emiten, termasuk tindakan yang dilakukan Wali Amanat karena
tidak dipenuhinya persyaratan dalam kontrak perwaliamantan,
antara lain tidak dibayarnya pokok dan bunga, atau adanya
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang
Pasar Modal oleh Wali Amanat

20
5. Catatan, risalah dan atau laporan mengenai Rapat Umum
Pemegang Efek bersifat utang

6. Catatan, risalah atau laporan mengenaijumlah efek dan jenis efek


bersifat utang yang dikonversikan menjadi saham (jika ada)

7. Daftar Emiten yang menggunakan jasa Wali Amanat

8. Buku pedoman operasional Wali Amanat.

Dokumen-dokumen tersebut di atas wajib disimpan ditempat yang


aman dan terpisah dari kegiatan bank lainnya selama 5 tahun sejak
seluruh kewajiban Emiten terhadap pemegang efek bersifat utang telah
terpenuhi. untuk memastikan pemenuhan kewajiban dalam peraturan ini,
Bapepam sewaktu-waktu dapat melakukan pemeriksaan atas dokumen-
dokumen tersebut.

D. ASPEK HUKUM PERWALIAMANATAN

Seperti yang dibahas dimuka bahwa Wali Amanat ini bertindak sebagai
Pihak yang mewakili para pemegang obligasi sehingga secara hukum
diartikan melakukan perbuatan hukum tertentu dimana orang yang diwakili
menerima akibat yuridisnya.

Undang-undang Pasar Modal tidak memberikan suatu definisi


mengenai apa yang dimaksud dengan perwakilan atau vertegenwoording.
Namun demikian apabila kita melihat pada doktrin hukum yang berlaku di
Indonesia, maka dapat ditemukan bahwa perwakilan didefinisikan sebagai
”toerekening van een handelingan een ander dan de handelde” atau melakukan
perbuatan hukum sebagai ganti dan guna orang lain yang mewakilinya.

Doktrin Hukum Perdata membagi lembaga perwakilan ini menjadi dua


jenis, yaitu perwakilan berdasarkan kehendak dan perwakilan berdasarkan

21
undang-undang. Tindakan Wali Amanat merupakan perwakilan khusus
berdasarkan undang-undang karena telah diwajibkan dalam peraturan-
perundangan di bidang pasar modal.

Kewenangan yang dimiliki oleh Wali Amanat dalam menjalankan


fungsinya terdiri dari dua jenis yaitu kewenangan umum yang bersifat
pengurusan dan kewenangan khusus yang bersifat tindakan pemilikan.
Kewenangan umum untuk pengurusan (daden van beheer) misalnya dalam hal
menjalankan pengawasan terhadap Emiten dalam penggunaan dana hasil
emisi obligasi, mewakili para pemegang obligasi dalam Rapat Umum
Pemegang Obligasi, sebagai agen pembayar dalam membayar bunga obligasi
dan sebagainya. Sedangkan kewenangan khusus yang melakukan tindakan
pemilikan misalnya dalam hal Emiten melakukan wanprestasi, Wali Amanat
dapat melakukan tindakan pelelangan atas agunan (barang jaminan) yang
telah ditetapkan dalam kontrak perwaliamanatan dan jaminan.

Untuk membatasi kewenangan, hak dan kewajiban serta tanggung


jawab Wali Amanat harus ditetapkan secara tegas dalam perjanjian
perwaliamanatan dan dapat dijalankan sebagaimana diamanatkan dalam
UUPM. Apabila Wali Amanat melakukan kelalaian atas kewenangan yang
telah diberikan, maka menurut pasal 53 UUPM, maka Wali Amanat wajib
memberikan ganti rugi kepada pemegang Efek bersifat Utang.

Emiten dan Wali Amanat diwajibkan membuat perjanjian


perwaliamanatan dimana dalam UUPM pasal 52 menggunakan istilah
’kontrak perwaliamanatan’ yang dibuat dihadapan Notaris dalam bentuk
Akta Notaris sehingga klausula-klausula di dalam akta tersebut lebih
terjamin kepastian hukumnya bagi tiap pihak yang terkait dalam kontrak
tersebut seperti yang diatur dalam pasal 1868 KUHPerdata (jo. Pasal 1870
KUHPerdata) bahwa suatu akta yang dibuat di hadapan notaris merupakan

22
akta otentik dan menjadi bukti sempurna atas hak para pihak beserta ahli
warisnya serta pihak lain yang memperoleh hak dari akta tersebut.

Proses terbentuknya Kontrak Perwaliamanatan berawal dari draft


perjanjian yang dibuat oleh Notaris. Selanjutnya masing-masing pihak seperti
Emiten, Konsultan Hukum, Wali Amanat, Penjamin Emisi Efek, penanggung
(jika ada) serta Notaris sendiri terlibat dalam diskusi pembahasan materi
yang penting untuk dimasukkan dalam Kontrak Perwaliamanatan. Berikut
adalah alur atau flow chart dari awal penyusunan sampai ditandatanganinya
Kontrak Perwaliamanatan di Pasar Modal Indonesia.

Penyampaian Pembuatan Draft


Bahan untuk Kontrak
dituangkan Perwaliamanatan
dalam draft oleh Notaris
Kontrak

Draft Kontrak Kontrak


Perwaliamanatan Perwaliamanatan
Didiskusikan Ditandatangani
Oleh Para Pihak setelah
Disepakati

Setelah ditandatanganinya Kontrak Perwaliamanatan oleh para pihak


maka, berdasarkan pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
disebutkan suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Ini berarti
dengan ditandatanganinya Kontrak Perwaliamanatan maka para pihak
terikat kepada Kontrak Perwaliamanatan dapat dianggap sebagai hukum
yang sah mengikat para pihak.

Pada dasarnya perjanjian perwaliamanatan yang dibuat adalah karena


hubungan hukum hutang piutang atau pinjam meminjam uang sehingga

23
esensi dari perjanjian ini adalah segala ketentuan yang mengatur hubungan
hutang piutang tersebut.

Peraturan-perundangan di bidang pasar modal belum menentukan


secara detil mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kontrak
perwaliamanatan, sehingga sebaiknya diperjanjikan secara tegas dalam
kontrak perwaliamanatan. Dalam ketentuan Penjelasan Pasal 52 UU Pasar
Modal, hal-hal yang harus dimuat dalam Kontrak Perwaliamanatan antara
lain:

1. utang pokok dan bunga serta manfaat lain dari emiten

2. saat jatuh tempo

3. jaminan (jika ada)

4. agen pembayaran; dan

5. tugas dan fungsi Wali Amanat

Namun demikian, dalam praktek yang terjadi selama ini antara


Kontrak Perwaliamanatan yang satu dengan yang lain terdapat berbedaan
baik format maupun materi yang diatur. Hal ini dikarenakan belum adanya
pengaturan mengenai standar kontrak Perwaliamanatan secara lebih rinci
yang dituangkan dalam peraturan pelaksananya seperti Peraturan
Pemerintah, maupun Peraturan Bapepam. Disamping itu belum adanya
kesepakatan dari para pihak yang terkait dalam penerbitan efek bersifat
utang/obligasi sehubungan dengan pembuatan kontrak Perwaliamanatan,
baik Emiten, Wali Amanat, Notaris maupun Konsultan Hukum.

24
BAB III

PEMAPARAN DAN ANALISIS HASIL STUDI

Pada bab ini akan dipaparkan dan dianalisis tiga permasalahan penting
dalam perwaliamanatan di Indoensia, terutama aspek-aspek yang menyangkut
pola kontrak perwaliamanatan dan kendala-kendala yang dihadapi dalam
memfungsikan kedudukan Wali Amanat sebagai wakil pemegang efek bersifat
utang. Terakhir, akan dibahas masukan dan jawaban para responden atas
kuesioner yang diedarkan, berkenaan dengan masalah perwaliamantan
tersebut.

A. POLA PERJANJIAN PERWALIAMATAN DI INDONESIA

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Studi Perwaliamanatan,


terdapat kecenderungan terciptanya pola standar atau yang lazim termuat
dalam suatu kontrak perwaliamanatan di pasar modal Indonesia. Sebagai
contoh materi atau substansi Kontrak Perwaliamanatan misalnya adalah sebagai
berikut:

1. Pasal 2 Kontrak Perwaliamanatan memuat ketentuan tentang


penggunaan dana hasil obligasi.

2. Pasal 8 biasanya memuat ketentuan tentang eksekusi jaminan jika terjadi


even of default oleh Emiten.

3. Pasal 9 mengatur ketentuan syarat-syarat untuk dapat dikatakan Emiten


telah lalai memenuhi kewajibannya 1 .

Rincian selengkapnya mengenai pola kontrak perwaliamanatan yang


umum/lazim dibuat dalam rangka penerbitan efek bersifat utang (obligasi) di
pasar modal Indonesia adalah sebagai berikut:

25
1. Definisi

Pasal ini memuat tentang beberpa kata/istilah yang mempunyai arti


tertentu dalam kontrak perwaliamanatan, sehingga memudahkan bagi
para pihak untuk memahami isi kontrak.

2. Penggunaan Dana Hasil Emisi

- Dalam pasal ini umumnya dinyatakan mengenai rincian


penggunaan dana hasil emisi setelah diikurangi dengan biaya-biaya
yang timbul dalam proses penawaran umum. Penggunaan dana
yang umum dinyatakan adalah untuk modal kerja perusahaan,
untuk ekspansi usaha atau pembiayaan suatu proyek tertentu, serta
untuk pembayaran utang lain (refinancing).

- Selain itu, dalam pasal ini juga dicantumkan mengenai kewajiban


pelaporan realisasi penggunaan dana oleh Emiten kepada Bapepam,
Bursa Efek, dan Wali Amanat yang dilakukan secara berkala tiap 3
(tiga) bulan sekali, sesuai Peraturan Bapepam Nomor X.K.4 tentang
Laporan Realisasi Penggunaan Dana Hasil Penawaran Umum.
Realisasi penggunaan dana ini wajib dipertanggungjawabkan juga
dalam Rapat Umum Pemegang Saham tahunan Emiten.

- Setiap perubahan atas rincian penggunaan dana ini wajib


dilaporkan terlebih dahulu kepada Bapepam dengan
mengemukakan alasan dan pertimbangannya, serta wajib mendapat
persetujuan terlebih dahulu oleh Wali Amanat setelah disetujui oleh
RUPO.

3. Penunjukan, Tugas, Hak dan Kewajiban Wali Amanat

- Dalam Pasal ini dinyatakan penunjukan Emiten kepada pihak


tertentu dan pernyataan penerimaan oleh pihak tersebut untuk
menjalankan tugas sebagai Wali Amanat, berdasarkan syarat-syarat
yang tercantum kontrak perwaliamanatan, dengan tidak
mengurangi ketentuan peraturan perundangan yang berlaku

26
mengenai hak dan kewajiban selaku Wali Amanat dalam suatu
emisi efek bersifat utang.

- Tugas pokok Wali Amanat terdiri atas:

i. Mewakili kepentingan pemegang efek bersifat utang dalam


melakukan tindakan hukum yang berkaitan dengan
kepentingan pemegang efek bersifat utang di dalam maupun
di luar pengadilan. Tugas ini berlaku efektif sejak tanggal
emisi.

ii. Melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan


kehati-hatian serta bertindak bijaksana untuk kepentingan
terbaik pemegang efek bersifat utang.

iii. Bertanggungjawab kepada pemegang efek bersifat utang atas


kerugian yang timbul akibat dari kelalaian, kecerobohan atau
adanya pertentangan kepentingan pada Wali Amanat dalam
menjalankan tugasnya.

- Kewajiban Wali Amanat adalah sebagai berikut:

i Menyampaikan informasi lengkap secara terbuka tentang


kualifikasinya selaku Wali Amanat dalam Prospektus.

ii Melaporkan kepada Bapepam dan pemegang efek bersifat


utang melalui Bursa Efek, dalam hal mengetahui dengan
bukti yang cukup bahwa emiten telah lalai/melanggar
kontrak perwaliamanatan, atau terjadi keadaan pada Emiten
yang dapat membahayakan kepentingan pemegang efek
bersifat utang.

iii Memantau dan menganalisa secara berkala perkembangan


pengelolaan usaha emiten berdasarkan laporan keuangan
Emiten dan laporan lainnya.

27
iv Memanggil dan mengadakan RUPO sebelum mengambil
tindakan yang memerlukan persetujuan RUPO.

v Melaksanakan tindakan-tindakan yang sah sesuai keputusan


RUPO.

vi Memberikan nasihat dan tindakan lain yang lazim dilakukan


selaku Wali Amanat kepada Emiten.

vii Kewajiban Wali Amanat kepada KSEI, meliputi: melakukan


verifikasi atas KTUR yang diserahkan pemegang efek bersifat
utang sesuai spesifikasi yang dikeluarkan KSEI dan
memberitahukan kepada KSEI tentang berakhirnya
pelaksanaan RUPO.

- Hak-hak Wali Amanat adalah sebagai berikut:

i. Mempercayai setiap dokumen yang dianggap asli dan sah,


serta telah ditandatangani, dikirim atau dibuat oleh oleh
orang-orang yang berhak mewakili, mengenai segala hal
yang berkaitan dengan KTUR sesuai spesiifikasi yang
ditetapkan KSEI.

ii. Menerima foto copy bukti pembayaran bunga dan atau


pokok efek bersifat utang dan denda (jika ada) pada hari
yang sama saat pembayaran tersebut.

iii. Menerima pemberitahuan dari KSEI mengenai jumlah dana


yang wajib dibayarkan Emiten atas bunga dan/atau
pelunasan utang pokok selambat-lambatnya 2 (dua) hari
kerja sebelum tanggal pembayaran, serta pelaksanaan
pembayarannya, termasuk dalam hal terjadi kegagalan atau
keterlambatan.

iv. Menerima daftar dari KSEI yang memuat rincian KTUR


berikut spesifikasi dan spesimennya.

28
v. Meminta pemeriksaan audit terbatas oleh auditor
independen sehubungan dengan dugaan adanya
pelanggaran atas pembatasan dan kewajiban Emiten,
berdasarkan bukti yang cukup.

vi. Meminta laporan kesiapan Emiten membayar jumlah pokok


obligasi dan atau bunga dan denda (jika ada).

vii. Meminta pembayaran kepada Emiten atas segala biaya-biaya


yang dibutuhkan dan/atau penggantian atas biaya-biaya
yang dikeluarkan Wali Amanat dalam menjalankan
tugasnya.

- Pengakhiran tugas Wali Amanat

Wali Amanat berhenti menjalankan tugasnya dalam hal terjadi hal-


hal sebagai berikut:

i. Wali Amanat dibubarkan oleh suatu lembaga peradilan atau


badan resmi lainnya, membubarkan diri secara sukarela atau
bubar menurut ketentuan peraturan perundangan.

ii. Wali Amanat dinyatakan pailit atau mengajukan Penundaan


Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atau dibekukan
operasi/kegiatan usahanya.

iii. Wali Amanat diberhentikan oleh RUPO, termasuk RUPO yang


diadakan atas permintaan Bapepam dengan alas an:

a. Wali Amanat telah gagal menjalankan tugasnya.

b. Wali Amanat tidak mampu melaksanakan kewajibannya.

c. Ijin usaha, rekomendasi atau pendaftaran selaku Wali


Amanat telah dicabut.

iv. Semua jumlah yang terhutang dalam kontrak perwaliamanatan


telah dibayar sebagaimana mestinya.

29
v. Wali Amanat dapat mengajukan pengunduran diri secara
tertulis kepada Emiten dan diberitahukan kepada RUPO.
Tugas Wali Amanat baru berhenti setelah Emiten dan RUPO
menyatakan persetujuannya dan Wali Amanat yang
menggantikan telah mulai melaksanakan tugasnya. Segera
setelah pengunduran diri Wali Amanat wajib memberikan
laporan pertanggungjawaban mengenai pelaksanaan tugasnya
kepada RUPO, Emiten dan Bapepam. Selama
pertanggungjawaban belum diterima maka Wali Amanat
belum dibebaskan dari tugas dan kewajibannya.

4. Imbalan Jasa Wali Amanat

Besarnya imbalan jasa Wali Amanat adalah sesuai dengan yang


dinyatakan dalam surat penunjukan Emiten kepada Wali Amanat.

Dalam hal Wali Amanat diberhentikan atau berhenti atas kemauan


sendiri sebelum berakhir masa tugasnya, maka imbalan jasa Wali
Amanat pada tahun yang bersangkutan akan dikembalikan secara
proposional. Dalam hal terjadi pembelian kembali yang mengakibatkan
pelunasan sebelum jatuh tempo, maka imbalan jasa Wali Amanat setelah
pembelian kembali menjadi tidak ada lagi.

5. Syarat-syarat Obligasi

Dalam pasal ini lazim dinyatakan bahwa Emiten berjanji dan


mengikatkan diri kepada Wali Amanat sebagai kuasa pemegang efek
bersifat utang untuk menerbitkan efek bersifat utang dengan syarat-
syarat sebagai berikut:

i. Nama Efek bersifat utang, beserta masing-masing Seri (jika ada)


jangka waktu, jenis dan tingkat suku bunga serta nilai
nominalnya. Dalam hal terdapat ketentuan pembelian kembali
maka nilai nominal akan berkurang sesuai pelaksanaan buy back
tersebut.

30
ii. Waktu pelaksanaan pembayaran bunga.

iii. Cara penghitungan bunga.

iv. Pemegang efek bersifat hutang yang berhak atas bunga adalah
yang tercatat dalam Daftar Pemegang Efek pada tanggal yang
ditentukan.

v. Efek bersifat utang diterbitkan tanpa warkat, kecuali sertifikat


jumbo yang diterbitkan Emiten dan didaftrakan di KSEI, sebagai
bukti utang untuk kepentingan pemegang efek.

vi. Sertifikat Jumbo merupakan bukti bahwa Emiten sejak tanggal


emisi secara sah dan mengikat berhutang kepada pemegang efek
sejumlah pokok dan bunganya dan denda (jika ada).

vii. Ketentuan perpajakan yang berlaku atas setiap pembayaran yang


dilakukan Emiten kepada pemegang efek.

viii. Pembayaran dilakukan oleh Agen Pembayaran atas nama Emiten.

ix. Peralihan hak kepemilikan atas efek dengan pemindahbukuan


dari satu rekening ke rekening yang lain.

x. Satuan pemindahbukuan yang berlaku.

xi. Bank Kustodian atau perusahaan Efek yang merupakan pemegang


efek dapat bertindak untuk dirinya sendiri atau atas nama
nasabahnya berdasarkan surat kuasa.

xii. Efek bersifat utang harus dilunasi Emiten dengan nilai yang sama
dengan yang tertulis dalam Konfirmasi Tertulis yang dimiliki
Pemegang Efek pada tanggal pelunasan pokok.

xiii. Besarnya denda keterlambatan pembayaran pokok atau bunga.

xiv. Penarikan efek dari rekening hanya dapat dilakukan dengan


pemindahbukuan. Penarikan efek di luar rekening untuk
dikonversikan menjadi sertifikat efek bersifat utang tidak dapat

31
dilakukan, kecuali apabila ada pembatalan pendaftaran dalam
penitipan kolektif di KSEI.

xv. Ketentuan buy back (jika ada) hanya dapat dilakukan setelah
ulang tahun pertama penerbitan, tidak adanya hak suara dan
bunga atas efek yang dilakukan buy back dan hanya dapat
dilakukan bila Emiten tidak sedang dalam keadaan lalai atas
pembayaran hutangnya.

6. Pembatasan-pembatasan terhadap Emiten

Sebelum semua jumlah yang terhutang dibayar oleh Emiten, maka tanpa
persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Wali Amanat, Emiten tidak
dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:

i. Mengalihkan, melepaskan hak atau menjadikan jaminan hutang


yang diikat secara khusus melebihi dari jumlah tertentu atas
seluruh kekayaan Emiten, baik dalam satu transaksi atau beberapa
transaksi dalam satu tahun buku.

ii. Melakukan penggabungan, peleburan atau pengambilalihan, atau


memberikan persetujuan kepada anak perusahaannya untuk
melakukan ketiga hal tersebut, yang secara material dapat
berakibat secara negatif terhadap kelangsungan uisaha atau
kemampuan Emiten dalam memenuhi kewajibannya.

iii. Melakukan peminjaman/hutang atau memberikan


pinjaman/hutang baru, mengijinkan anak perusahaannya
melakukan peminjaman/hutang atau memberikan
pinjaman/hutang baru yang kedudukannya lebih tinggi dari
hutang efek bersifat utang, dengan pengecualian tertentu.

iv. Mengubah bidang usaha utama Emiten dan atau anak perusahaan
emiten yang dapat mempengaruhi secara material kelangsungan
usaha atau kemampuan Emiten memenuhi kewajibannya.

32
v. Mengurangi modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor
emiten.

vi. Mengajukan permohonan pailit atau penundaan kewajiban


pembayaran utang atau mengijinkan anak perusahaan melakukan
hal tersebut.

vii. Membagikan dividen kepada pemegang saham Emiten, kecuali


Emiten telah memenuhi kewajiban pembayaran bunga dan/atau
pokok.

viii. Melakukan segala bentuk kerjasama, bagi hasil atau lainnya


dengan pihak lain yang dapat mengakibatkan operasional
keuangan Emiten diatur oleh pihak lain.

7. Kewajiban Emiten

Sebelum seluruh kewajiban Emiten kepada pemegang efek dilunasi,


Emiten berkewajiban untuk:

i. Memenuhi semua ketentuan dalam Dokumen Penawaran Umum.

ii. Menyetorkan dana (in good fund) untuk pelunasan bunga dan atau
pokok pada tanggal yang ditentukan kepada Agen Pembayaran
yang ditunjuk. Apabila lewat waktu yang ditentukan dan
pembayaran belum dilakukan maka Emiten wajib membayar
sejumlah denda yang merupakan hak selurh pemegang efek
bersifat utang secara proposional.

iii. Menjalankan usahanya dengan sebaik-baiknya. Apabila Emiten


adalah Bank maka wajib menjaga tingkat kesehatan tertentu sesuai
kriteria Bank Indonesia.

iv. Memelihara sistem akuntansi dan pengawasan pembiayaan sesuai


dengan Pedoman StandarAkuntansi Keuangan (atau Pedoman
Akuntansi Perbankan Indonesia untuk Emiten Bank) serta buku-

33
buku dan catatan-catatan yang cukup untuk menggambarkan
dengan tepat keadaan keuangan Emiten dan hasil operasionalnya.

v. Segera memberitahukan kepada Wali Amanat secara tertulis


apabila terjadi perubahan-perubahan dalam ruang lingkup usaha
Emiten yang berpengaruh material terhadap usaha Emiten.

vi. Membayar semua kewajiban pajak, restribusi atau kewajiban lain


kepada pemerintah.

vii. Memberitahukan secara tertulis kepada Wali Amanat tentang


setiap perubahan dalam Anggaran Dasar Emiten.

viii. Menyerahkan kepada Wali Amanat laporan keuangan yang


diserahkan Emiten kepada Bapepam, Bursa Efek dan KSEI.

ix. Mengijinkan Wali Amanat sewaktu-waktu pada jam kerja untuk


melakukan kunjungan langsung kepada Emiten, memasuki
gedung-gedung yang dimiliki Emiten, melakukan pemeriksaan
atas buku-buku, ijin-ijin dan keuangan emiten, inventaris dan
perjanjian-perjanjian, faktur, rekening dan dokumen lain yang
dimiliki Emiten.

x. Memberitahukan hasil RUPS kepada Wali Amanat.

xi. Memelihara kekayaan dalam keadaan baik dan mengasuransikan


risiko-risiko yang biasa dihadapi Emiten.

xii. Menjaga rasio keuangan konsolidasi dan memelihara setiap


keadaan keuangan Emiten dalam Laporan Keuangan yang telah
diaudit dan menyerahkan kepada Wali Amanat dalam kondisi:

- Likuiditas dalam rasio tertentu

- Debt to equity Rasio tertentu

- Perbandingan EBITDA dan Interest Coverage dalam rasio


tertentu

34
xiii Memenuhi ketentuan dalam perjanjian-perjanjian lain yang
berkaitan dengan emisi efek bersifat utang.

8. Kuasa Pemegang Efek kepada Wali Amanat

Sejak tanggal Emisi, setiap pemegang efek bersifat utang langsung


tunduk kepada Kontrak Perwaliamanatan dan menyetujui untuk dan
dengan ini, sekarang dan dikemudian pada waktunya, secara bersama-
sama memberikan kuasa kepada Wali Amanat tanpa perlu adanya
pemberian surat kuasa khusus, untuk menjalankan semua hak pemegang
efek bersifat utang tanpa pengecualian, berdasar ketentuan perundangan
yang berlaku, termasuk melindungi kepentingan pemegang efek
dihadapan instansi peradilan, pengadilan niaga dan arbitrase.

Kontrak Perwaliamanatan berlaku sebagai bukti yang sempurna


mengenai pemberian kuasa pemegang efek kepada Wali Amanat dan
kuasa ini tidak dapat berakhir karena sebab apapun termasuk sebab-
sebab yang diatur dalam Pasal 1813, 1814 dan 1816 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata.

9. Pernyataan Wali Amanat

Wali Amanat menyatakan dan menjamin hal-hal sebagai berikut:

i. Wali Amanat berhak dan berwenang untuk bertindak sebagai


Wali Amanat Efek bersifat utang dan telah terdaftar sebagai
Lembaga Penunjang Pasar Modal.

ii. Wali Amanat mengikatkan diri untuk melaksanakan tugas-tugas


dan kewajiban sebagai Wali Amanat dengan penuh tanggung
jawab, integritas serta bertindak secara bijaksana untuk
kepentingan pemegang efek bersifat utang.

iii. Wali Amanat bertanggung jawab kepada pemegang efek bersifat


utang atas setiap kerugian yang timbul karena kelalaian,

35
kecerobohan atau benturan kepentingan dalam hubungannya
dengan pelaksanaan tugasnya.

iv. Pada tanggal Kontrak Perwaliamanatan ini, anggota Direksi dan


Komisaris Wali Amanat adalah sebagai berikut.

v. Untuk pembuatan Kontrak Perwaliamanatan telah memperoleh


perseujuan yang dipersyaratkan Anggaran Dasar dan peraturan
perundangan yang berlaku.

vi. Pembuatan Kontrak Perwaliamanatan telah dibuat sebagaimana


mestinya sesuai perundangan dan ditandatangani sebagaimana
mestinya atas nama Wali Amanat dan merupakan kewajiban yang
sah dan mengikat bagi Wali Amanat sesuai peraturan
perundangan di wilayah RI.

vii. Orang-orang yang menandatangani Kontrak ini adalah yang


berhak dan berwenang untuk dan atas nama Wali Amanat.

viii. Pernyataan ada tidaknya hubungan Afiliasi dan hubungan kredit


dengan Emiten.

10. Kelalaian Emiten

Berdasarkan Pasal 1233 KUH Perdata, menurut isinya suatu perikatan,


termasuk pinjam meminjam dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu
untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu, untuk melakukan sesuatu
dan untuk tidak melakukan sesuatu.

Ketentuan tentang kelalaian Emiten dalam perjanjian perwaliamanatan


merupakan refleksi dari aspek janji untuk melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu. Secara umum konsekuensi dari kelalaian Emiten
tersebut

Dalam perjanjian perwaliamanatan dirinci beberapa tindakan atau


kejadian yang menyebabkan Emiten masuk dalam kondisi “lalai
melaksanakan kewajibannya” dan karenanya Wali Amanat dapat

36
mengambil tindakan tertentu. Kelalaian tersebut antara lain terjadi
karena:

i. Emiten tidak membayar, baik pokok, bunga atau kewajiban


pembayaran lainnya;

ii. Emiten membuat pernyataan yang tidak benar;

iii. Emiten tidak melakukan sesuatu yang dilakukan berdasarkan


perjanjian harus dilakukan;

iv. Emiten tidak dapat memenuhi kewajiban kepada kreditur lain


(selain pemegang obligasi) atau cross default;

v. Emiten menerima pernyataan moratorium dari pengadilan atau


pihak yang berwenang lainnya;

vi. Emiten menghentikan atau mengancam menghentikan kegiatan


usahanya;

vii. Emiten dinyatakan pailit;

Terhadap kelalaian Emiten tersebut Wali Amanat dapat mengambil


tindakan antara lain berupa pemberitahuan kepada Emiten bahwa yang
bersangkutan telah lalai. Jika dalam waktu tertentu (14 hari) Emiten tidak
memperbaiki, maka Wali Amanat berhak mengumumkan kepada
masyarakat bahwa Emiten tersebut telah lalai. Selanjutnya atas
persetujuan RUPO Wali Amanat dapat melakukan penagihan jumlah
yang terutang kepada Emiten.

11. Rapat Umum Pemegang Obligasi

Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) tidak deselenggarakan secara


berkala, namun digantungkan pada suatu kejadian tertentu, antara lain:

i. Pemberian pengarahan atau amanat kepada Wali Amanat untuk


memberikan kelonggaran atas penyelesaian kelalaian Emiten;

ii. Memberhentikan dan menunjuk Wali Amanat baru;

37
iii. Mengambil tindakan lain yang dikuasakan oleh atau atas nama
pemegang obligasi;permintaan tertulis dari pemegang obligasi
yang memiliki jumlah atau persentase tertentu, misalnya 20% dari
total obligasi yang diterbitkan;

Perjanjian perwaliamanatan juga mengatur masalah korum dalam


pengambilan keputusan RUPO. Untuk mengambil keputusan tertentu,
yaitu perubahan nilai pokok obligasi, perubahan tingkat bunga,
perubahan tata cara pembayaran bunga dan perubahan jangka waktu,
diperlukan korum yang cukup ketat, yaitu harus dihadiri pemegang
obligasi paling sedikit 3/4 dari pokok obligasi dan disetujui oleh paling
sedikit 3/4 yang hadir. Sedangkan untuk pengambilan keputusan lain,
cukup dihadiri pemegang obligasi paling sedikit 2/3 dari pokok obligasi
dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 yang hadir.

12. Jaminan

Untuk memberikan kepastian pelunasan obligasi serta membuat obligasi


yang akan diterbitkan memiliki daya tarik bagi investor, dalam perjanjian
perwaliamanatan dicantumkan berbagai macam bentuk jaminan atas
penerbitan obligasi.

Beberapa perjanjian perwaliamanatan menyebutkan suatu aset tertentu


digunakan sebagai jaminan, namun ada pula yang menjaminkan seluruh
kakayaan perusahaan, baik yang sudah ada maupun yang akan ada dan
penjaminan oleh pihak ketiga (guarantor).

13. Kelalaian Wali Amanat

Dalam pelaksanaan perjanjian perwaliamanatan, tidak tertutup


kemungkinan Wali Amanat lalai dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya. Dalam hal kelalaian itu terjadi, maka diberlakukan
ketentuan dalam Pasal 1267 KUH Perdata, kecuali hak Emiten untuk
meminta pembatalan perjanjian perwaliamanatan.

38
Pasal dimaksud mengatur bahwa pihak terhadap siapa perikatan tidak
dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan
memaksa pihak lain untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut
pembatalan perjanjian, disertai penggantian kerugian dan bunga.

14. Pernyataan Emiten

Dalam perjanjian perwaliamanatan seringkali dirumuskan beberapa


pernyataan dari Emiten terkait dengan obligasi yang diterbitkannya.
Pernyataan tersebut antara lain pernyataan tentang:

i. status badan hukum Emiten;

ii. susunan pengurus

iii. informasi dalam pernyataan pendaftaran beserta dokumen


pendungkung tidak memuat pernyataan yang tidak benar.

iv. kelengkapan perijinan yang dimiliki

v. pernyataan tentang perkara yang dihadapi

15. Pemberitahuan

pasal ini memuat tentang identitas yang meliputi alamat masing-masing


para pihak dalam kontrak perwaliamanatan (Emiten dan Wali Amanat).

16. Keadaan Memaksa (force majeure)

Pasal ini memuat tentang keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan


para pihak dalam kontrak perwaliamanatan (Emiten dan Wali Amanat)
karena suatu keadaan tertentu tidak bisa memenuhi kewajiban dan
tangung jawabnya sebagaimana telah ditetapkan dalam kontrak
perwaliamanatan.

17. Penyelesaian perselisihan

Pasal ini memuat tentang cara atau pilihan penyelesaian sengketa apabila
terjadi suatu sengketa yang berhubungan dengan pelaksanaan atau

39
pemenuhan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak dalam
kontrak perwaliamanatan

18. Ketentuan Lain-lain

Dalam ketentuan lain-lain antara lain diatur bahwa perjanjian


perwaliamanat berakhir dengan sendirinya antara lain jika:

i. tidak diperoleh peringkat Efek dari perusahaan pemeringkat efek,

ii. terpenuhinya seluruh hak dan kewajiban yang ditentukan dalam


perjanjian perwaliamanatan.

B. MASALAH DAN KENDALA YANG DIHADAPI WALI AMANAT

Dari hasil wawancara dengan para narasumber, diperoleh keterangan


mengenai beberapa permasalahan yang dihadapi Wali Amanat dalam
menjalankan tugasnya, antara lain:

1. Keberadaan Wali Amanat:

a. Dalam suatu penerbitan efek bersifat utang, Emiten merupakan


pihak yang berwenang menunjuk dan membayar jasa suatu
lembaga untuk bertindak sebagai sebagai Wali Amanat. Kondisi
ini menimbulkan pertanyaan mengenai sejauhmana hal tersebut
berpengaruh terhadap hubungan Emiten dengan Wali Amanat.
Pertanyaan ini penting mengingat tugas utama dari Wali Amanat
adalah mewakili kepentingan pemegang efek bersifat utang untuk
mengawasi Emiten sendiri.

Menerima penunjukan sebagai Wali Amanat bagi Bank Umum


berarti mendapatkan lahan bisnis dari pihak Emiten. Sementara
itu, Emiten berkuasa dalam menentukan siapa yang dia tunjuk
untuk menjadi Wali Amanat. Posisi yang tidak seimbang antara
keduanya tersebut seringkali menimbulkan keraguan berkaitan

40
dengan independensi Wali Amanat ketika harus berhadapan
dengan Emiten.

b. Dalam penunjukan profesi dan lembaga yang terlibat dalam


penawaran umum efek bersifat utang, seringkali Wali Amanat
merupakan pihak yang terakhir kali dihubungi untuk terlibat di
dalamnya. Padahal dalam menentukan keputusan apakah
bersedia menjalankan tugasnya, Wali Amanat perlu terlebih
dahulu mempelajari dengan cermat, kondisi Emiten dan struktur
penawaran efek bersifat utang tersebut. Tanpa diberi waktu yang
cukup untuk mempelajari dan menganalisi dengan baik maka hal
tersebut akan berpengaruh terhadap kinerja Wali Amanat dalam
merundingkan ketentuan-ketentuan dalam kontrak
Perwaliamanatan dengan Emiten.

c. Selama ini belum ada suatu kode etik yang mengatur hubungan
antara Wali Amanat dengan Emiten, hubungan Wali Amanat
dengan pemegang efek bersifat utang dan hubungan antar sesama
Wali Amanat. Hal ini sering menimbulkan permasalahan dalam
praktik, seperti misalnya persaingan yang tidak sehat antar
sesama Wali Amanat dalam memperoleh klien.

2. Benturan Kepentingan Dalam Pelaksanaan Tugas Wali Amanat

Untuk dapat menjalankan tugas mewakili kepentingan pemegang efek


bersifat utang dengan baik, Wali Amanat harus dapat melepaskan diri
dari kondisi-kondisi yang dapat mengakibatkan benturan kepentingan
dalam pekerjaannya. Hal-hal yang dapat menimbulkan benturan
kepentingan tersebut antara lain:

a. Hubungan Kredit dengan Emiten

Hubungan kredit antara Wali Amanat dengan Emiten dapat


mengakibatkan benturan kepentingan dalam hal kepentingan
Wali Amanat selaku kreditur berbenturan dengan kepentingan

41
Wali Amanat selaku wakil pemegang efek bersifat utang. Karena
kedua posisi tersebut sama-sama memiliki hubungan kredit, maka
Wali Amanat berhadapan dengan pilihan mengenai kepentingan
manakah yang harus didahulukan, misalnya dalam hal terdapat
kondisi dimana Emiten mengarah kepada default atas kewajiban-
kewajiban utangnya.

Wali Amanat dapat memilih mengutamakan tindakan


penyelamatan atas kredit yang disalurkannya, akan tetapi hal itu
mungkin merupakan pelanggaran tugasnya selaku Wali Amanat
yang harus melakukan tindakan yang terbaik untuk kepentingan
pemegang efek bersifat utang.

Undang-undang Pasar Modal telah mengamanatkan pembatasan


besarnya hubungan kredit antara Wali Amanat dengan
Emitennya. Namun, dengan belum adanya peraturan pelaksana
mengenai hal tersebut, maka pihak Wali Amanat belum memiliki
dasar pedoman yang pasti mengenai hal ini.

b. Hubungan Afiliasi dengan Emiten

Hubungan afiliasi sebagai mana dimaksud dalam pasal 1 ayat 1


UU Pasar Modal mungkin terjadi antara Wali Amanat dengan
Emiten. Hubungan afiliasi tersebut dapat timbul karena hubungan
kekeluargaan, hubungan pengelolaan dan pengawasan, hubungan
pengendalian ataupun hubungan kepemilikan saham. Dengan
adanya hubungan afiliasi ini, Emiten dapat mempengaruhi Wali
Amanat untuk bertindak sesuai kepentingan Emiten, sehingga
kepentingan pemegang efek menjadi terabaikan.

Untuk itu UU Pasar Modal dalam Pasal 51 ayat (2) telah melarang
adanya hubungan afiliasi ini, dengan pengecualian hanya untuk
hubungan afiliasi karena kepemilikan saham pemerintah.
Pelarangan ini dapat menghindari adanya benturan kepentingan

42
sebagaimana tersebut di atas. Untuk itu, Wali Amanat perlu secara
jujur dan transparan mengungkapkan kepada publik mengenai
ada tidaknya hubungan afiliasi dimaksud. Dalam hal terdapat
hubungan afiliasi maka Wali Amanat harus mengundurkan diri
dari posisi sebagai Wali Amanat.

c. Hubungan Afiliasi dengan Penjamin Emisi

Dalam suatu penerbitan efek bersifat utang, kepentingan penjamin


emisi efek yang utama adalah berkaitan dengan pemasaran efek
yang diterbitkan. Penjamin Emisi akan cukup puas selama syarat
dan kondisi obligasi yang ditawarkan menarik bagi investor. Hal
ini berbeda dengan sudut pandang kepentingan Wali Amanat
yang bertindak untuk kepentingan keamanan investasi pemegang
efek bersifat utang. Wali Amanat harus berusaha sedapat mungkin
menegosiasikan syarat-syarat dan kondisi yang terbaik dari sudut
kepentingan kreditur. Untuk itu, perlu kiranya terdapat
pembatasan atas hubungan afiliasi antara Wali Amanat dengan
Penjamin Emisi Efek agar masing-masing pihak dapat
melaksanakan tugasnya secara lebih independen tanpa saling
mempengaruhi satu sama lain.

d. Bertindak sebagai penanggung pada emisi Efek yang sama

Dengan menjadi penanggung atas utang Emiten, maka Wali


Amanat sekaligus berdiri pada dua posisi yang berseberangan,
yaitu sebagai pihak yang mewakili kreditur dan sebagai pihak
yang justru wajib menanggung kewajiban utang debitur (Emiten)
dalam hal terjadi wan prestasi. Untuk itu UU Pasar Modal dalam
pasal 54 melarang perangkapan posisi tersebut demi perlindungan
kepentingan pemegang efek bersifat utang.

Kondisi-kondisi di atas sangat mungkin terjadi dalam praktik kegiatan


usaha Wali Amanat sebagai Bank Umum. Mengundurkan diri sebagai

43
Wali Amanat apabila terdapat benturan kepentingan adalah salah satu
pilihan yang bisa diambil. Akan tetapi mengingat saat ini jumlah Wali
Amanat di pasar modal Indonesia saat ini masih sangat terbatas, maka
hal ini dapat menimbulkan kesulitan bagi Emiten untuk memperoleh
Wali Amanat yang bebas dari benturan kepentingan.

3. Fungsi dan Tugas Wali Amanat Yang Tercantum Dalam UU Pasar Modal
belum terdapat pengaturan pelaksanaannya, sehingga hal tersebut
mempersulit dalam pelaksanaan kegiatan Wali Amanat.

Konsekuensi hukum yang diberikan oleh undang-undang Pasar Modal


kepada Wali Amanat adalah berupa kewajiban memberikan ganti rugi
kepada pemegang Efek bersifat utang atas kerugian yang timbul karena
kelalaian, kecerobohan atau benturan kepentingan dalam pelaksanaan
tugasnya. Beberapa kesulitan dalam implementasi ketentuan ini antara
lain karena sampai saat ini belum ada ketentuan mengenai standar
kinerja yang wajib dipenuhi oleh Wali Amanat, sehingga apabila Wali
Amanat gagal memenuhinya dan timbul kerugian maka pemegang efek
dapat menuntut ganti rugi. Pertanyaan beikutnya adalah siapakah pihak
yang paling berkompeten untuk menentukan standar kinerja tersebut.
Apakah pihak Asosiasi Wali Amanat atau Bapepam selaku regulator di
pasar modal.

4. Ketiadaan pedoman/standar dalam penyusunan kontrak


perwaliamanatan

Kontrak Perwaliamanatan pada umumnya disusun atas inisiatif dari


pihak emiten sebagai debitur bersama penjamin emisi sebelum
penawaran umum dilakukan. Keterlibatan pemegang efek bersifat utang
selaku kreditur pada saat itu tidak dapat dilakukan secara langsung,
melainkan diwakili oleh Wali Amanat. Dengan demikian pemegang efek
bersifat utang menggantungkan sepenuhnya pada Wali Amanat dalam

44
melakukan perundingan terhadap ketentuan-ketentuan dalam kontrak
perwaliamanatan.

Apakah isi dari kontrak perwaliamanatan yang dihasilkan cukup


mewakili aspirasi dan kepentingan pemegang efek, banyak tergantung
pada kemampuan Wali Amanat dalam melakukan perundingan dan
negosiasi dengan para pihak terkait, terutama dengan Emiten.

Namun demikian, pihak Wali Amanat sendiri sampai saat ini tidak
memiliki suatu pedoman yang dapat dijadikan dasar acuan mengenai
hal-hal yang harus dimuat dalam kontrak perwaliamanatan agar aspek
perlindungan kepentingan pemegang efek tidak terabaikan. Hal ini
berakibat Wali Amanat kurang mampu memasukkan ketentuan-
ketentuan yang berguna untuk melindungi kepentingan investor apabila
emiten keberatan dengan ketentuan-ketentuan, kewajiban atau
pembatasan yang diajukan Wali Amanat.

Beberapa hal yang sering menjadi perdebatan antara Emiten dengan Wali
Amanat antara lain:

a. Wali Amanat mengharapkan dalam penerbitan efek bersifat utang


sedapat mungkin terdapat ketentuan pengaman, antara lain
dengan adanya jaminan khusus/agunan, sinking fund, dan
kewajiban melakukan pemeringkatan setahun sekali. Di pihak
Emiten seringkali hal tersebut diharapkan tidak perlu ada dengan
alasan akan memberatkan emiten.

Ketentuan yang memberikan kepastian terhadap pembayaran


utang pokok umumnya diharapkan Wali Amanat juga tercantum
dalam kontrak, seperti kewajiban melaporkan rencana
pembayaran pokok setaun sebelum jatuh tempo, pernyataan
kesanggupan membayar utang pokok enam bulan sebelum jatuh
tempo, serta membuktikan adanya dana untuk pelunasan utang
pokok pada escrow account sebulan sebelum jatuh tempo. Dipihak

45
Emiten umumnya memandang hal tersebut tidak perlu
dicantumkan.

b. Dalam ketentuan mengenai pembelian kembali efek bersifat utang,


Wali Amanat mengharapkan ada ketentuan mengenai
keterbukaan informasi sebelum pelaksanaan buyback, serta
ketentuan yang jelas mengenai hak-hak efek bersifat utang yang
dibuyback, seperti: adakah hak suara maupun hak bunga, dan
lain-lain. Dalam kondisi wan prestasi, Wali Amanat juga
mengharapkan Emiten tidak dapat melakukan buyback. Selama
ini, karena belum ada peraturan perundangan yang tegas
mengaturnya maka pengaturannya dalam kontrak
perwaliamanatan masih tergantung kesepakatan para pihak.

c. Wali Amanat merasa perlu memasukkan ketentuan kewajiban dan


Pembatasan yang harus dipenuhi Emiten, dengan maksud untuk
mempermudah dalam melakukan pengawasan kepada emiten.
Pembatasan tersebut misalnya: larangan membuat hutang baru,
larangan membayar dividen tunai, larangan melakukan merger
dan konsolidasi, serta kewajiban mempertahankan rasio-rasio
keuangan tertentu. Di pihak Emiten, sedapat mungkin
pembatasan dan kewajiban tersebut tidak memberatkan sehingga
apabila terjadi sedikit pelanggaran tidak mengakibatkan emiten
dinyatakan wanprestasi atas kontrak perwaliamanatan. Belum
adanya standar rasio-rasio keuangan yang berlaku pada industri-
industri tertentu terkadang juga menyulitkan Wali Amanat untuk
memperoleh kesepakatan dengan pihak Emiten.

d. Ketentuan mengenai tata cara dan korum RUPO, khususnya


untuk menentukan perubahan ketentuan-ketentuan penting
dalam kontrak perwaliamanatan seperti: bunga, jangka waktu dan
pokok efek bersifat utang. Korum untuk meminta persetujuan
perubahan hal-hal yang penting dalam kontrak perwaliamanatan

46
sudah sewajarnya lebih besar dari pada RUPO yang membahas
masalah lain.

e. Besarnya denda keterlambatan pembayaran kewajiban bunga


maupun pokok saat ini belum ada dasar acuan yang dapat dipakai
oleh para pihak.

5. Tindakan yang diambil Wali Amanat Dalam hal Emiten Wanprestasi

Dalam kondisi Emiten dapat melaksanakan seluruh kewajibannya


dengan baik, maka posisi Wali Amanat saat itu relatif pasif, yaitu hanya
memonitor kondisi Emiten. Namun, ketika Emiten mengalami
wanprestasi atau melakukan pelanggaran atas pembatasan dan
kewajiban yang ada dalam kontrak perwaliamanatan, maka posisi Wali
Amanat menjadi aktif dalam melaporkan hal tersebut kepada pemegang
efek bersifat utang dan melakukan upaya agar Emiten dapat
memperbaiki pelanggaran tersebut. Dalam hal waktu yang diberikan
untuk emiten dapat memperbaiki pelanggaran telah terlampaui maka
Wali Amanat dapat memanggil pemegang efek untuk mengadakan rapat
umum pemegang efek bersifat utang yang membahas tinakan apa yang
harus dilakukan.

Dalam kondisi yang paling buruk, Wali Amanat harus berhadapan


dengan Emiten untuk memperjuangkan hak-hak pemegang efek lewat
institusi peradilan. Dalam hal demikian, Wali Amanat akan mengalami
kesulitan terutama dalam hal pembiayaan proses litigasi tersebut. Bila
dilihat besarnya imbalan jasa yang diterima Wali Amanat selama ini,
maka sangat tidak mungkin Wali Amanat harus menanggung biaya yang
tidak sedikit tersebut.

C. PEMBAHASAN HASIL KUESIONER

Guna mendapatkan masukan yang mewakili aspirasi dari seluruh pihak


yang terlibat langsung dan berkepentingan dalam permasalahan

47
perwaliamanatan di Pasar Modal Indonesia, Tim Studi telah menyebarkan 150
kuesioner kepada para responden yang digolongkan menjadi 5 kategori, yaitu:
Konsultan Hukum, Notaris, Emiten Obligasi, Wali Amanat dan Investor. Dari
jumlah tersebut, 53 (35%) responden telah mengisi dan mengembalikan kepada
Tim Studi.

Dari hasil pengembalian kuesioner tersebut akan dilakukan analisis atas


jawaban responden. Pendekatan yang dilakukan dalam melakukan analisis
adalah dengan pendekatan legal dengan mempertimbangkan dinamika dan
kebutuhan pasar. Hasil jawaban kuesioner studi perwaliamanatan
selengkapnya adalah sebagai berikut::

1. Profil responden:

Kelompok Frekuensi Prosentase


Responden
Notaris 8 15.1
Konsultan Hukum 12 22.6
Wali Amanat 8 15.1
Emiten 14 26.4
Investor 11 20.8
Jumlah 53 100.0

Komposisi responden yang diperoleh dirasa telah cukup berimbang


karena tidak terdapat satu atau beberapa kategori yang terlalu
mendominasi dalam pemberian masukan dalam kuesioner. Dengan
demikian, diharapkan hasilnya cukup mencerminkan aspirasi seluruh
pihak yang berkepentingan di Pasar Modal Indonesia.

2. Pedoman Kontrak Perwaliamanatan

Berkenaan dengan pertanyaan mengenai seberapa perlunya terdapat


suatu pedoman yang dapat dipakai oleh para pelaku sebagai dasar acuan
dalam pembuatan kontrak perwaliamanatan, jawaban responden adalah
sebagai berikut:

48
Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat perlu 32 60.4
Perlu 21 39.6
Kurang perlu - -
Tidak perlu - -
Jumlah 53 100.0
Dengan hasil 60,4% menyatakan sangat perlu dan 39,6% menyatakan
perlu, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pelaku pasar sepakat
bahwa pedoman kontrak perwaliamanatan merupakan hal yang mutlak
dibutuhkan di pasar modal Indonesia.

Berkaitan dengan hal ini, UU Pasar Modal dalam Pasal 52 telah


mewajibkan Emiten dan Wali Amanat mengikuti ketentuan dari
Bapepam dalam pembuatan kontrak perwaliamanatan mereka. Lebih
lanjut, dalam Penjelasan Pasal 52 tersebut dinyatakan bahwa yang
dimaksud dengan “ketentuan yang ditetapkan Bapepam” adalah hal-hal
yang wajib dimuat dalam kontrak perwaliamanatan antara lain, antara
lain mengenai:

a. Utang pokok dan bunga, serta manfaat lain dari Emiten;

b. Saat jatuh tempo;

c. Jaminan (jika ada);

d. Agen Pembayaran; dan

e. Tugas dan fungsi Wali Amanat

Hingga saat ini, ketentuan dari Bapepam mengenai pedoman kontrak


perwaliamanatan sebagaimana diamanatkan Undang-undang Pasar
Modal belum terwujud.

3. Penggunaan Dana Hasil Penawaran Umum Obligasi.

(1) Pengaturan secara rinci tentang ketentuan penggunaan dana hasil


penawaran umum oleh Emiten pada umumnya selalu tercantum
dalam kontrak perwaliamanatan. Mayoritas responden studi ini
(90,6%) juga mendukung perlunya hal tersebut:

49
Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat perlu 25 47.2
Perlu 23 43.4
Kurang perlu 5 9.4
Tidak perlu - -
Jumlah 53 100.0
Hanya sebagian kecil (9,4%) saja responden yang menganggap hal
tersebut kurang perlu. Hal tersebut kemungkinan karena
pengaturan yang rinci dianggap akan membatasi fleksibilitas
Emiten dalam menggunakan dana yang diperoleh secara
maksimal.

(2) Selanjutnya, mengenai pertanyaan apakah Wali Amanat perlu


diwajibkan memonitor penggunaan dana tersebut secara aktif
serta melaporkan hasilnya kepada publik dan Bapepam, mayoritas
responden juga menyatakan sangat perlu atau perlu:

Jawaban Frekuensi Prosentase


Sangat perlu 18 34.0
Perlu 27 50.9
Kurang perlu 8 15.1
Tidak perlu - -
Jumlah 53 100.0
Jumlah responden yang menyatakan hal tersebut kurang perlu
(15,1%) mencerminkan bahwa hanya sedikit pelaku pasar yang
berpandangan bahwa keterbukaan informasi kepada publik
mengenai penggunaan dana hasil emisi obligasi bukan hal yang
penting dilakukan.

Ketentuan mengenai kewajiban pelaporan penggunaan dana hasil


emisi obligasi selama ini hanya diberlakukan bagi Emiten kepada
Bapepam. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Bapepam
Nomor X.K.4 tentang Laporan Realisasi Penggunaan Dana Hasil
Penawaran Umum. Sedangkan bagi Wali Amanat, dalam

50
Peraturan Bapepam Nomor X.I.1 tentang Laporan Wali Amanat,
penggunaan dana hasil emisi memang tidak secara khusus
dinyatakan sebagai hal yang wajib dilaporkan kepada Bapepam
dan dilaporkan kepada pemegang publik. Namun berdasarkan
masukan dari pelaku pasar di atas, kiranya penyempurnaan atas
peraturan Bapepam tersebut menjadi cukup beralasan.

(3) Berkaitan dengan pihak yang berwenang memberikan persetujuan


atas perubahan penggunaan dana, 69,8% responden kurang/tidak
setuju apabila hal tersebut didelegasikan kewenangannya kepada
Wali Amanat tanpa melalui mekanisme persetujuan pemegang
obligasi (Rapat Umum Pemegang Obligasi/RUPO). Hanya 30,2%
yang mendukung pemberian persetujuan cukup oleh Wali
Amanat.

Jawaban Frekuensi Prosenatse


Sangat setuju 8 15.1
Setuju 8 15.1
Kurang setuju 30 56.6
Tidak setuju 7 13.2
Jumlah 53 100.0
Hasil di atas selaras dengan ketentuan Peraturan Bapepam Nomor
X.K.4 tentang Laporan Penggunaan Dana Hasil Penawaran
Umum, yang dalam angka 4 huruf c yang hanya mensyaratkan
perubahan penggunaan dana yang berasal dari penawaran umum
obligasi untuk mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari
Wali Amanat setelah disetujui oleh Rapat Umum Pemegang
Obligasi

(4) Selanjutnya, dalam hal terjadi kelalaian Wali Amanat dalam


menjalankan tugas monitoring penggunaan dana tersebut, hanya
11,3% responden yang menyatakan tidak perlu diatur konsekuensi
hukumnya, sedangkan mayoritas (88,7%) merasa perlu Wali

51
Amanat dikenakan suatu sanksi apabila lalai memonitor
penggunaan dana dimaksud.

Jawaban Frekuensi Prosentase


Sangat perlu 13 24.5
Perlu 34 64.2
Kurang perlu 6 11.3
Tidak perlu - -
Jumlah 53 100.0

Konsekuensi hukum atas kelalaian Wali Amanat memonitor


penggunaan dana Emiten tersebut dapat didasarkan pada
ketentuan dalam Pasal 53 Undang-undang Pasar Modal yang
menyatakan Wali Amanat wajib memberikan ganti rugi kepada
pemegang Efek bersifat utang atas kerugian karena kelalaiannya
dalam pelaksanaan tugasnya sebagaimana diatur dalam Undang-
undang Pasar Modal dan atau peraturan pelaksanaannya, serta
kontrak perwaliamanatan.

Secara umum, Emiten sebagai penerima pinjaman (dana) demi


hukum menjadi pemilik dari dana tersebut. Berdasarkan konsep
hak milik, Emiten sebagai pemilik berhak menikmati kegunaan
dan berbuat bebas terhadap dana tersebut, sepanjang tidak
bertentangan dengan hukum dan tidak mengganggu hak pihak
lain. (Pasal 570 KUHPerdata)

Pada dasarnya dalam penggunaan dana hasil penerbitan obligasi,


Emiten dapat bertindak bebas tanpa perlu persetujuan Wali
Amanat atau para pemegang obligasi. Namun demikian,
mengingat dalam penerbitan obligasi, berdasarkan ketentuan
(angka 5 huruf b Peraturan IX.C.2, Emiten harus menyatakan
rencana penggunaan dana hasil penerbitan obligasi tersebut, maka
Emiten dituntut konsisten dengan apa yang telah dinyatakan
kepada masyarakat.

52
Pernyataan rencana penggunaan dana tersebut menjadi semacam
“janji” kepada investor dan hal tersebut menjadi salah satu alasan
utama para investor bersedia membeli obligasi yang ditawarkan.
Perubahan “janji” tersebut selayaknya memperoleh persetujuan
dari pihak kepada siapa “janji” tersebut diberikan, yaitu
investor/para pemegang obligasi.

Dengan demikian, meskipun penggunaan hak milik atas dana


tersebut dibatasi, namun pembatasan tersebut tidak bertentangan
atau selaras dengan upaya memberikan perlindungan kepada
masyarakat investor.

4. Faktor Yang Mempengaruhi Independensi Wali Amanat

(1) Berkenaan dengan pertanyaan mengenai apakah hubungan kredit


antara Wali Amanat dengan Emiten obligasi perlu dibatasi dengan
alasan akan menimbulkan benturan kepentingan dalam
pelaksanaan tugas Wali Amanat, sebanyak 88,7% responden
menyatakan “ya” dan hanya 9,4% menyatakan sebaliknya:

Jawaban Frekuensi Prosentase


Tidak jawab 1 1.9
Ya 47 88.7
Tidak 5 9.4
Jumlah 53 100.0

Pendapat mayoritas responden ini sudah sejalan dengan


ketentuan Penjelasan Pasal 51 ayat (3) UU Pasar Modal, yang
menjelaskan bahwa pembatasan hubungan kredit antara Wali
Amanat dengan Emiten dimaksudkan untuk menghindari
benturan kepentingan pada Wali Amanat dalam melaksanakan
kegiatannya sebagai wakil pemegang obligasi di satu sisi dan
sebagai kreditur atau debitur dari Emiten disisi yang lain. Hal ini
diperlukan agar Wali Amanat dapat melaksanakan fungsinya

53
secara independen sehingga dapat melindungi kepentingan
pemegang obligasi secara maksimal

(2) Selanjutnya, mengenai besarnya batasan yang ideal hubungan


kredit antara keduanya, mayoritas responden (37,7%) menjawab
tidak lebih dari 20% dari nilai pokok obligasi, sementara 22,6%
responden menyetujui angka tidak lebih dari 10% dari nilai pokok
obligasi, 11,3% responden memilih angka tidak lebih dari 30% dan
5,7% menyebut angka tidak lebih dari 50%. Sebanyak 3,8%
responden mengharapkan tidak ada pembatasan hubungan kredit
sama sekali, sebaliknya 3,8% lainnya justru mengharapkan tidak
boleh sama sekali ada hubungan kredit.

Jawaban Frekuensi Prosentase


Tidak lebih dari 10% dari Nilai pokok 12 22.6
Obligasi Emiten
Tidak lebih dari 20% dari Nilai pokok 20 37.7
Obligasi Emiten
Tidak lebih dari 30% dari Nilai pokok 6 11.3
Obligasi Emiten
Tidak lebih dari 50% dari Nilai pokok 3 5.7
Obligasi Emiten
Jumlah lain, sebutkan:
Nihil 2 3.8
Tergantung jumlah emisi obligasi 1 1.9
Tidak boleh ada hub kredit 2 3.8
Jumlah 53 100.0

Dalam Pasal 51 ayat (3) Undang-undang Pasar Modal telah


diamanatkan kepada Bapepam untuk mengatur mengenai batasan
hubungan kredit dimaksud. Mengingat sampai saat ini Bapepam
belum menentukan/memiliki dasar acuan bagi penentuan batasan
dimaksud, maka pertanyaan di atas dimaksudkan untuk
memperoleh gambaran mengenai pendapat pelaku pasar terhadap
besaran hubungan kredit tersebut. Dari hasil jawaban responden
ini dapat disimpulkan bahwa mayoritas pelaku pasar modal

54
(71,6%) menyatakan bahwa batasan paling ideal hubungan kredit
tersebut tidak lebih dari 10% - 30% dari nilai pokok obligasi yang
diterbitkan oleh Emiten.

(3) Selain pembatasan hubungan kredit dengan Emiten, terdapat pula


kemungkinan bahwa hubungan afiliasi antara Wali Amanat
dengan Emiten dapat mempengaruhi independensi Wali Amanat
dalam menjalankan tugasnya mewakili kepentingan pemegang
obligasi. UU Pasar Modal hanya memberikan toleransi atas
hubungan afiliasi ini apabila timbul dari kepemilikan atau
penyertaan modal pemerintah. Hasil survey menunjukkan bahwa
secara umum mayoritas responden (20,8%) menyatakan bahwa
afiliasi dalam bentuk hubungan kepemilikan dan hubungan
pengendalian merupakan dua hal utama yang mengakibatkan
benturan kepentingan pada Wali Amanat. Selain itu faktor
hubungan kredit dan hubungan transaksi komersial lainnya
dengan Emiten obligasi, dapat juga merupakan faktor yang
mempengaruhi efektifitas pelaksanaan tugas Wali Amanat
tersebut.

(4) Menjawab pertanyaan mengenai apakah hubungan afiliasi antara


Wali Amanat dengan Penjamin Emisi Efek juga perlu dibatasi agar
masing-masing dapat melaksanakan fungsinya secara independen,
diperoleh jawaban bahwa 79,2% responden setuju atau sangat
setuju, sedangkan sisanya 20,8% menyatakan sebaliknya.

Jawaban Frekuensi Prosentase


Sangat setuju 20 37.7
Setuju 22 41.5
Kurang setuju 8 15.1
Tidak setuju 3 5.7
Jumlah 53 100.0

55
5. Jaminan

Dalam menjawab pertanyaan mengenai perlu tidaknya Emiten obligasi


diwajibkan memberikan jaminan khusus untuk pelunasan utang obligasi
yang diterbitkannya, 69,8% responden menyatakan setuju atau sangat
setuju dan 30,2% menyatakan kurang atau tidak setuju.

Jawaban Frekuensi Prosentase


Sangat setuju 19 35.8
Setuju 18 34.0
Kurang setuju 9 17.0
Tidak setuju 7 13.2
Jumlah 53 100.0

Dari pihak yang mendukung adanya jaminan khusus memberikan


beberapa alasan antara lain bahwa dengan adanya jaminan khusus maka
akan lebih menarik investor, mengurangi risiko kerugian dalam hal
terjadi wan prestasi, serta memberikan rasa aman karena kedudukan
kreditur obligasi bersifat preferen. Sedangkan bagi yang merasa jaminan
khusus kurang atau tidak terlalu penting memberikan alasan bahwa
ketiadaan jaminan khusus tidak perlu dipermasalahkan sepanjang
investor dapat menganalisa prospektus dan laporan keuangan periodik
Emiten, secara aktif memonitor kondisi keuangan dan peringkat obligasi
Emiten, serta memperhatikan kompetensi, cash flow serta karakter
manajemen Emiten.

Dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara


lain Pasal 28, jo. Pasal 33, jo. Pasal 39, Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, jo Pasal 1131 s.d.
1134 KUH Perdata, dalam suatu perikatan utang piutang dapat
ditambahkan perjanjian tambahan (assesoir) berupa jaminan kebendaan.

Jaminan kebendaan atas suatu utang mengakibatkan timbulnya


kedudukan istimewa (preferensi) bagi kreditor yang memegang jaminan

56
kebendaan tertentu untuk memperoleh pelunasan mendahului kreditur
yang tidak memegang jaminan kebendaan tertentu.

6. Sinking Fund

(1) Atas pertanyaan mengenai setujukah responden apabila Emiten


obligasi diwajibkan mencadangkan sinking fund bagi pelunasan
utang obligasi, diperoleh hasil 67,9% setuju dan sangat setuju dan
sisanya kurang atau tidak setuju:

Jawaban Frekuensi Prosenatse


Tidak jawab 1 1.9
Sangat setuju 19 35.8
Setuju 17 32.1
Kurang setuju 10 18.9
Tidak setuju 6 11.3
Jumlah 53 100.0

(2) Lebih lanjut, terhadap pertanyaan apakah responden setuju


apabila dana yang dicadangkan tersebut dapat sewaktu-waktu
dipakai untuk membiayai tindakan hukum dalam hal Emiten
mengalami wan prestasi, mayoritas responden menyatakan setuju
atau sangat setuju namun dengan prosentase yang sedikit lebih
rendah (58,5%) dan responden yang kurang atau tidak setuju
sebesar (39,6%):

Jawaban Frekuensi Prosenatse


Tidak jawab 1 1.9
Sangat setuju 13 24.5
Setuju 18 34.0
Kurang setuju 9 17.0
Tidak setuju 12 22.6
Jumlah 53 100.0

Dalam konteks penanggungan / penjaminan utang, secara hukum


dikenal 2 bentuk penanggungan/jaminan, yaitu, jaminan umum
dan jaminan khusus. Jaminan umum timbul secara otomatis
berdasarkan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata, dimana seluruh

57
harta kekayaan debitor, baik yang sudah ada maupun yang akan
ada merupakan jaminan dari perikatan-perikatan yang dibuat
debitor tersebut. Sedangkan dalam jaminan khusus dibuat
perjanjian tambahan secara khusus (assesoir) atas kebendaan
tertentu dan mengikuti aturan-aturan tertentu, misalnya aturan
tentang gadai dan hipotik. Keberadaan jaminan ini menentukan
tingkat preferensi kreditor tertentu terhadap kreditor lainnya.

Dalam kaitannya dengan sinking fund, terdapat permasalahan


hukum yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Meskipun tidak
dinyatakan sebagai jaminan namun sinking fund memiliki
karakteristik yang menyerupai jaminan kebendaan.

Permasalahan hukum yang serius adalah apabila Emiten


dinyatakan pailit atau dilikuidasi, sedangkan Emeiten telah
membentuk sinking fund. Pertanyaan lebih lanjut adalah apakah
dengan adanya sinking fund tersebut pemegang obligasi
berkedudukan istimewa sehingga sinking fund tersebut hanya
dapat digunakan untuk pelunasan obligasi atau sinking fund
tersebut berkedukan bebas sehingga dapat digunakan untuk
melunasi kewajiban kepada seluruh kreditur secara proporsional?.

Dalam kaitannya dengan perlindungan investor, keberadaan


sinking fund memberikan dampak yang positif, sepanjang emiten
tidakberada dalam kepailitan dan likuidasi.

7. Pemeringkatan Obligasi

(1) Responden menanggapi sangat positif terhadap ide adanya


pemeringkatan obligasi yang dilakukan setiap tahun atau update
rating setiap saat bila terjadi peristiwa yang secara material
mempengaruhi kemampuan Emiten dalam memenuhi kewajiban

58
obligasinya. Hal ini terlihat dari angka 96,2% setuju dibanding
3,8% kurang setuju:
Jawaban Frekuensi Prosenatse
Sangat setuju 30 56.6
Setuju 21 39.6
Kurang setuju 2 3.8
Tidak setuju - -
Jumlah 53 100.0
(2) Namun dalam hal ditanyakan setujukah responden bila Emiten
mengalami penurunan peringkat obligasi diwajibkan
memberikan atau menambah nilai jaminan obligasi, maka jumlah
yang setuju masih mayoritas meskipun tidak mutlak yaitu sebesar
58,5% dibandingkan 41,5% yang tidak atau kurang setuju:

Jawaban Frekuensi Prosentase


Sangat setuju 10 18.9
Setuju 21 39.6
Kurang setuju 15 28.3
Tidak setuju 7 13.2
Jumlah 53 100.0

8. Pembelian Kembali Obligasi (buy back)

(1) Mayoritas responden setuju apabila pembelian kembali obligasi


oleh Emiten dilakukan. Hal ini terlihat dari angka 98,1% setuju
atau sangat setuju, berbanding 1,9% tidak setuju:
Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat setuju 20 37.7
Setuju 32 60.4
Kurang setuju - -
Tidak setuju 1 1.9
Jumlah 53 100.0

(2) Mengenai bagaimanakah sebaiknya pengaturan mengenai


masalah buy back obligasi ini dilakukan, 41,5% menyatakan
sebaiknya diatur dalam peraturan Bapepam, 32% menyatakan
diatur dalam Kontrak Perwaliamanatan sedangkan sisanya (24,5%

59
memilih tidak ditentukan pengaturannya melainkan diserahkan
kepada kesepakatan para pihak.

Jawaban Frekuensi Prosentase


Tidak jawab 1 1.9
Diatur di dalam Perjanjian 17 32.1
Perwaliamanatan
Diatur dalam peraturan Bapepam 22 41.5
tersendiri
Tidak ditentukan pengaturannya secara 13 24.5
khusus dan diserahkan kepada
kesepakatan para pihak
Jumlah 53 100.0
(3) Selanjutnya, mengenai ketentuan larangan Emiten melakukan buy
back apabila dalam keadaan wanprestasi kewajiban obligasi,
71,7% responden setuju atau sangat setuju dan 28,3% menyatakan
sebaliknya:
Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat setuju 18 34.0
Setuju 20 37.7
Kurang setuju 11 20.8
Tidak setuju 4 7.5
Jumlah 53 100.0
(4) Pertanyaan mengenai sumber pendanaan buy back obligasi
berasal dari keuntungan yang diperoleh dari kegiatan yang
dibiayai penerbitan obligasi, maka jawabannya adalah 88,7%
setuju berbanding 11,4% yang tidak setuju:
Jawaban Frekuensi Prosentase
Sangat setuju 9 17.00
Setuju 38 71.7
Kurang setuju 3 5.7
Tidak setuju 3 5.7
Jumlah 53 100.0

9. Rapat Umum Pemegang Efek Bersifat Utang (Obligasi)

(1) Terhadap pertanyaan “Menurut pendapat Anda, perlukah


diselenggarakan RUPO baik secara berkala maupun insidentil?”,

60
mayoritas responden (73,3%) memandang perlu adanya Rapat
Umum Pemegang Obligasi (RUPO), baik secara berkala maupun
secara insidentil.

Jawaban Frekuensi Prosentase


Tidak jawab 1 1.9
Sangat perlu 12 22.6
Perlu 27 50.9
Kurang perlu 11 20.8
Tidak perlu 2 3.8
Jumlah 53 100.0
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, sejauh ini memang tidak terdapat ketentuan khusus yang
mengatur mengenai RUPO. Namun demikian, mengingat pada
prinsipnya penerbitan obligasi atau surat utang lainnya dilakukan
berdasarkan perjanjian, maka para pihak yang membuat
perjanjian dapat menetapkan syarat-syarat, sepanjang tidak
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Secara umum, penerbitan efek bersifat utang didasarkan pada


perjanjian pinjam-meminjam, dimana objek perjanjian/perikatan
tersebut adalah sejumlah uang. Sedangkan uang, menurut hemat
kami, termasuk jenis barang yang menghabis karena
pemakaiannya. Konsekuensi dari pinjam peminjam dengan ojek
berupa barang yang menghabis karena pemakaiannya adalah
beralihnya kepemilikan atas barang tersebut kepada peminjam
(Emiten), sehingga Peminjam (Emiten) menjadi pemilik
mutlak/penuh atas uang atau dana yang diperoleh dari
penerbitan obligasi (Pasal 1755 KUHPerdata).

Sebagai pemilik mutlak atau penuh, peminjam (Emiten) berhak


untuk menikmati atau menggunakan uang atau dana tersebut
dengan bebas, tanpa perlu memperoleh persetujuan dari pihak
tertentu, sepanjang tidak melawan hukum dan mengganggu

61
kepentingan pihak lain (Pasal 570 KUHPerdata). Berdasarkan hal
tersebut, meskipun Emiten berhak menggunakan uang hasil
penerbitan obligasi secara penuh, namun dalam hal tertentu hak
tersebut dibatasi oleh undang-undang.

Penetapan syarat dalam perjanjian perwaliamanatan, dimana


didalamnya mengatur kewajiban untuk mengadakan rapat umum
kreditur (dalam hal obligasi populer dengan sebutan RUPO)
merupakan sesuatu yang dapat dilakukan, sepanjang disepakati
oleh para pihak dan tidak bertentangan dengan undang-undang
(Pasal 1320 dan 1338 KUHPerdata).

Meskipun pencantuman kewajiban menyelenggarakan RUPO


tidak bertentangan dengan undang-undang, namun hal tersebut
tidak selamanya memberikan manfaat maksimal, baik bagi Emiten
maupun bagi investor.

Mengingat penerbitan obligasi berbasis pada suatu perjanjian,


yang tercermin dalam perjanjian perwaliamanatan, maka setiap
klausul dalam perjanjian tersebut berlaku sebagai undang-undang
bagi para pihak yang membuat perjanjian dan hanya dapat
ditarik/dibatalkan atau diubah dengan kesepakatan para pihak
yang membuat perjanjian atau karena diwajibkan oleh kententuan
undang-undang (Pasal 1338 KUH perdata).

Terkait dengan RUPO, ketentuan tersebut di atas relevan


sepanjang RUPO tersebut dimaksudkan untuk menarik/
membatalkan atau merubah isi perjanjian perwaliamanatan. Atau
dengan kata lain, jika tidak ada maksud dari para pihak untuk
menarik atau merubah isi perjanjian, maka dapat dikatakan tidak
perlu diadakannya RUPO.

Sifat “unik” dari penerbitan obligasi melalui pasar modal yang


berbeda dengan perjanjian pinjam-meminjam pada umumnya

62
adalah adanya peran Wali Amanat dalam pembuatan dan
pelaksanaan perjanjian penerbitan obligasi. Sifat “unik” tersebut
muncul karena pada saat dibuatnya perjanjian belum diketahui
secara pasti pihak yang akan memberikan pinjaman (kreditur), hal
tersebut dikarenakan penjualan /penerbitan obligasi tersebut
ditawarkan kepada masyarakat, yang tidak dapat diidentifikasi
secara pasti.

Agar syarat sahnya perjanjian (syarat subjektif) terpenuhi, yaitu


adanya kesepakatan para pihak dan adanya kecakapan (dan
kewenangan) dari subjek perjanjian, maka Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM)
mengintrodusir konsep Wali Amanat, yang berdasarkan undang-
undang diberikan diberi kuasa untuk mewakili kepentingan
investor obligasi (efek bersifat utang) – Pasal 51 UUPM.

Berdasarkan kuasa dari undang-undang tersebut, Wali Amanat


membuat perjanjian penerbitan obligasi dengan Emiten, serta
melaksanakan segala sesuatu yang terkait dengan pelaksanaan
perjanjian, untuk kepentingan pihak yang diwakili (investor
obligasi/efek bersifat utang).

Sifat “unik” lain dari penerbitan obligasi adalah adanya kewajiban


berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk
mempublikasikan informasi-informasi penting tentang
penerbit/Emiten/debitur kepada calon investor/kreditor dalam
suatu dokumen yang bernama Prospektus. Salah satu yang harus
dipublikasikan dalam Prospektus adalah peringkat Efek yang
diterbitkan oleh lembaga pemeringkat Efek (rating) yang secara
umum mencerminkan kemampuan dari penerbit efek/Emiten
untuk memenuhi kawajibannya atas efek yang diterbitkannya
(Peraturan Bapepam Nomor IX.C.2 dan Nomor IX.C.3).

63
Meskipun peringkat efek (rating) tersebut tidak tercantum dalam
perjanjian perwaliamanatan, namun mengingat penyajian
Prospektus merupakan suatu kewajiban yang lahir dari undang-
undang (Pasal 70 UUPM), maka seluruh informasi dari Prospektus
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari isi perjanjian
perwaliamanatan.

Pendekatan ini didasarkan pada Pasal 1339 KUH Perdata yang


menyatakan bahwa “persetujuan tidak hanya mengikat apa yang
dengan tegas didalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang
menurut sifat persetujuan dituntut berdasarkan keadilan,
kebiasaan atau undang-undang”.

Jika dikaitkan antara ketentuan pasal 1339 KUH Perdata dengan


Peraturan Nomor IX.C.2 dan IX.C.3 serta isi perjanjian
perwaliamanatan, maka antara ketiganya harus dilihat sebagai
satu kesatuan. Dalam arti bahwa pelaksanaan perjanjian
perwaliamanatan tidak hanya memperhatikan isi dari perjanjian,
namun juga wajib memperhatikan peraturan perundang-
undangan lain yang terkait dengan penerbitan obligasi/surat
utang serta kebiasaan yang lazim berlaku di masyarakat.

Salah satu contoh dari penerapan Pasal 1339 KUH Perdata dalam
kaitannya dengan penerbitan obligasi atau Efek bersifat utang di
pasar modal adalah pengungkapan peringkat obligasi atau Efek
bersifat utang (rating). Meskipun rating tersebut tidak diungkap
dalam perjanjian perwaliamanatan, dan hanya diungkapkan
dalam Prospektus, namun hal tersebut tidak berarti bahwa Wali
Amanat maupun Emiten dalam melaksanakan perjanjian
perwaliamanatan tidak memperhatikan lagi atau tidak “peduli”
dengan rating atas obligasi yang diterbitkannya.

64
Sebagaimana diketahui bahwa rating atas suatu obligasi atau Efek
bersifat utang merupakan salah satu dasar utama bagi investor
untuk memutuskan membeli atau tidak obligasi atau Efek bersifat
utang yang ditawarkan. Bahkan nilai informasi tentang rating
tidak hanya investor yang akan membeli obligasi berharga pada
saat investor akan membeli obligasi atau Efek bersifat utang di
pasar perdana, tetapi juga bagi investor yang akan membeli
obligasi atau Efek bersifat utang di pasar sekunder.

Mengingat nilai dan relevansi nilai informasi tersebut, maka


menjadi sesuatu yang logis jika investor meminta kepada Emiten
agar selalu menyajikan informasi yang relevan dengan obligasi
yang diterbitkannya.

Berdasarkan undang-undang, kreditur dalam hal ini pemegang


obligasi atau Efek bersifat utang dapat mengajukan tidak
berlakunya tindakan yang seharusnya tidak dilakukan oleh
debitur (Emiten) yang merugikan kreditur (pemegang obligasi) -
Pasal 1341 KUH Perdata.

Jika Emiten lalai dalam menyediakan informasi dimaksud atau


Emiten melakukan sesuatu yang seharusnya dilarang dilakukan
dan hal tersebut dapat merugikan pemegang obligasi, maka
menjadi logis juga jika bagi investor disediakan suatu forum untuk
memperjuangkan haknya dimaksud. Forum dimaksud adalah
Rapat Umum Pemegang Obligasi.

Dari paparan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa meskipun


mayoritas responden menghendaki diadakannya RUPO, baik
secara berkala maupun secara insidentil, namun ternyata hal
tersebut tidak selalu relevan. RUPO menjadi relevan jika:

− akan dilakukan perubahan atas isi pokok perjanjian


perwaliamanatan

65
− Emiten tidak menyediakan informasi yang memadai,
khususnya informasi yang terkait dengan kemampuan
Emiten dalam memenuhi kewajibannya atas obligasi yang
diterbitkannya

− Emiten melakukan sesuatu yang tidak diwajibkan (baik


dalam perjanjian perwaliamanatan maupun dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku) dan tindakan tersebut
merugikan investor obligasi.

(2) Hasil penelitian menunjukkan bahwa 69,8% dari responden yang


cenderung menghendaki adanya RUPO (73,5% dari responden
yang mengembalikan kuesioner) beranggapan bahwa untuk hal-
hal tertentu, seperti penggantian Wali Amanat, perubahan tingkat
bunga, perpanjangan jangka waktu pelunasan surat utang (roll
over), dan restrukturisasi surat utang (debt to equity swap/ debt
to debt swap/ debt to asset swap), hendaknya tidak semata-mata
diserahkan kepada Emiten dan Wali Amanat, melainkan harus
diserahkan dan disetujui oleh RUPO.

Jawaban Frekuensi Prosentase


Tidak jawab 14 26.4
Sangat setuju 19 35.8
Setuju 18 34.0
Kurang setuju 1 1.9
Tidak setuju 1 1.9
Jumlah 53 100.0

Jika kita lihat ketentuan UUPM, maka kita akan menemukan


bahwa dasar pelaksanaan tugas Wali Amanat bukanlah karena
Wali Amanat yang bersangkutan memperoleh kuasa dari investor,
melainkan karena Wali Amanat tersebut diberi kuasa oleh
undang-undang (UUPM) – Pasal 51 ayat (2) UUPM. Undang-
undang Pasar Modal tidak secara memerinci jenis tindakan yang

66
pelaksanaanya dikuasakan kepada Wali Amamat, atau dengan
kata lain UUPM memberikan kuasa secara umum kepada Wali
Amanat untuk mewakili kepentingan pemegang obligasi (Efek
berifat utang).
KUH Perdata mengatur bahwa jika suatu kuasa diberikan secara
umum, maka tindakan yang dapat dilakukan oleh penerima kuasa
sebatas pada tindakan pengurusan, sedangkan tindakan lain yan
bersifat bukan mengurusan, misalnya pengalihan kekayaan,
penjaminan kekayaan hanya dapat dilakukan oleh penerima
kuasa, jika hal tersebut harus secara tegas dinyatakan dalam
pemberian kuasa (Pasal 1796 KUH Perdata).
Pertanyaan lebih lanjut adalah, apakah kewenangan untuk
melakukan hal-hal tertentu, seperti penggantian Wali Amanat,
perubahan tingkat bunga, perpanjangan jangka waktu pelunasan
surat utang (roll over), dan restrukturisasi surat utang (debt to
equity swap/ debt to debt swap/ debt to asset swap), termasuk
dalam pengertian tindakan pengurusan atau tidak.
Jika hal-hal tersebut di atas dapat dikategorikan sebagai tindakan
pengurusan, maka sebenarnya Wali Amanat atas dasar kuasa
umum yang diterimanya dari undang-undang berwenang
melakukan hal-hal dimaksud, tanpa persetujuan lagi dari pemberi
kuasa, dalam hal ini undang-undang. Sebaliknya jika dalan hal-hal
di atas dikategorikan sebagai tindakan pemilikan, maka Wali
Amanat harus memperoleh kuasa terlebih dahulu dari pemberi
kuasa.
Hal yang patut memperoleh perhatian kita adalah alasan undang-
undang memberikan kuasa kepada Wali Amanat. Mengingat
investor sebagai pihak yang sebenarnya melakukan perikatan
dengan Emiten baru ada setelah Emiten menjual obligasinya
kepada masyarakat, maka praktis dibutuhkan wakil dari pihak

67
pembeli/investor. Dengan argumen tersebut, maka relevansi
kuasa yang diberikan oleh undang-undang berakhir sejak pihak
yang sebenarnya membuat perikatan muncul, yaitu setelah Emiten
menjual obligasinya.
Dengan kata lain, para pemagang obligasi seketika mengantikan
pemberi kuasa sebelumnya, yaitu undang-undang. Setelah terjadi
peralihan tersebut, maka terbukalah kemungkinan untuk merubah
bentuk kuasa umum yang diberikan oleh undang-undang menjadi
kuasa khusus, dengan menyebut secara tegas hal-hal yang
dikuasakan kepada Wali Amanat.
Tidak tertutup kemungkinan saat ini terdapat perjanjian
perwaliamanatan yang mengatur bahwa tindakan tertentu seperti
penggantian Wali Amanat, perubahan tingkat bunga,
perpanjangan jangka waktu pelunasan surat utang (roll over), dan
restrukturisasi surat utang (debt to equity swap/ debt to debt
swap/ debt to asset swap), dapat ditetapkan secara sepihak oleh
Emiten, atau cukup berdasarkan kesepakatan antara Emiten
dengan Wali Amanat, tanpa melibatkan pemegang obligasi.
Jika hal tersebut terjadi, maka berdasarkan ketentuan yang ada
dapat dilakukan dua hal, yaitu pertama merubah perjanjian
perwaliamanatan dengan menghapuskan klausul di atas dan
memindahkan kewenangan tersebut kepada para pemegang
obligasi atau Efek bersifat utang. Kedua undang-undang, dalam
hal ini Bapepam, berdasarkan ketentuan Pasal 52 UUPM
menetapkan Peraturan Bapepam yang mengatur bahwa
kewenangan tersebut di atas adalah kewenangan dari pemegang
obligasi atau Efek bersifat utang.
Alternatif pertama memiliki kelemahan, yaitu tidak tercapainya
kata sepakat antara Wali Amanat dan Emiten untuk merubah
perjanjian perwaliamanatan. Sedangkan alternatif kedua relatif

68
lebih mudah diterapkan, sehingga berdasarkan undang-undang,
mau tidak mau Emiten atau Wali Amanat harus menyerahkan
kewenangan tersebut kepada pemegang obligasi atau efek bersifat
utang.
Perumusan Peraturan Bapepam, selain memperhatikan aspek
hukum juga harus memperhatikan aspek kebutuhan pasar dan
kelaziman yang berlaku. Tindakan berupa penggantian Wali
Amanat, perubahan tingkat bunga, perpanjangan jangka waktu
pelunasan surat utang (roll over), dan restrukturisasi surat utang
(debt to equity swap/ debt to debt swap/ debt to asset swap),
merupakan tindakan yang sangat signifikan terhadap keamanan
sebuah investasi, sehingga sangat logis jika untuk melakukan hal
tersebut dibutuhkan persetujuan dari pemilik investasi itu sendiri,
yaitu pemegang obligasi atau Efek bersifat utang.
Dari paparan di atas, terlihat RUPO diperlukan karena pada
umumnya perjanjian perwaliamanatan yang ada memberikan
kuasa umum kepada Wali Amanat, sedangkan untuk mengambil
keputusan tertentu yang tidak bersifat pengurusan, maka kuasa
khusus kepada Wali Amanat, atau dilaksanakan sendiri oleh
pemegang obligasi melalui mekanisme RUPO.
RUPO akan dapat mengambil keputusan secara fair jika diatur
mekanisme dan tata caranya, antara lain masalah korum. Terkait
dengan masalah korum ini, 73,5% responden yang cenderung
setuju adanya mekanisme RUPO menghendaki agar pengaturan
tentang korum diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Jawaban Frekuensi Prosentase
Tidak jawab 14 26.4
Sangat perlu 20 37.7
Perlu 19 35.8
Kurang perlu - -
Tidak perlu - -
Jumlah 53 100.0

69
Pendapat responden tersebut cukup beralasan, mengingat
Bapepam berdasarkan Pasal 52 UUPM berhak mengatur ketentuan
tentang pedoman kontrak perwaliamanatan dimana didalamnya
dapat diatur masalah korum. Selain itu, jika peraturan tentang
korum diserahkan kepada undang-undang (peraturan Bapepam),
maka diharapkan penetapan korum tersebut akan memperhatikan
berbagai kepentingan yang ada.

10. Penunjukan, Pengakhiran Tugas dan Penggantian Wali Amanat


(1). Sebagaimana telah dibahas pada masalah RUPO, Wali Amanat
bekerja berdasarkan kuasa, dimana pada pertama kali kuasa
tersebut diperoleh dari undang-undang, dan selanjutnya setelah
pemegang obligasi atau Efek bersifat utang teridentifikasi, maka
selayaknya jika para pemegang obligasi menggantikan posisi
undang-undang sebagai pemberi kuasa.

Ketentuan tentang pemberian kuasa dalam KUH Perdata tidak


mengatur tentang jangka waktu tertentu suatu kuasa dapat
diberikan. Kuasa diberikan biasanya tidak berjangka waktu
melainkan digantungkan pada selesainya suatu pekerjaan atau
perbuatan yang dikuasakan.

Dalam praktek, pemberian kuasa yang digantungkan pada masa


tertentu dapat mempersulit penyelesaian pekerjaan, sehingga
justru dapat merugikan kepentingan pemberi kuasa. Relevan
dengan hal tersebut, mayoritas responden (64,1%) cenderung
menolak pembatasan tugas Wali Amanat yang didasarkan pada
waktu tertentu.
Jawaban Frekuensi Prosenatse
Tidak jawab 1 1.9
Sangat setuju 2 3.8
Setuju 16 30.2
Kurang setuju 20 37.7
Tidak setuju 14 26.4
Jumlah 53 100.0

70
(2) Dilain pihak, mayoritas responden (86,8%) cenderung
memberikan tugas tugas kepada Wali Amanat tidak berdasarkan
waktu melainkan pada kinerja yang dicapai oleh Wali Amanat
dimaksud. Menurut hemat kami pendapat mayoritas responden
dimaksud adalah sangat rasional dan tidak bertentangan dengan
kaidah hukum.

Jawaban Frekuensi Prosenatse


Tidak jawab - -
Sangat setuju 11 20.8
Setuju 35 66.0
Kurang setuju 5 9.4
Tidak setuju 2 3.8
Jumlah 53 100.0

Berdasarkan undang-undang, penerima kuasa (termasuk Wali


Amanat) wajib melaksanakan perbuatan atau pekerjaan yang
dikuasakan kepadanya, bahkan jika penerima kuasa tidak
melaksanakan tugasnya dengan baik (baik karena kesenagajaan
maupun kelalaian) dan karenanya timbul biaya atau kerugian,
maka penerima kuasa tersebut harus mempertanggungjawabkan
kepada pemberi kuasa. Selain itu Penerima kuasa juga diwajibkan
untuk melaporkan pekerjaan yang telah dilaksanakan (Pasal 1800,
1802 KUH Perdata).

Paparan di atas menunjukkan bahwa seorang penerima kuasa


(termasuk Wali Amanat) harus dapat menunjukkan kinerja yang
baik, sehingga sangat relevan dan masuk akal jika pemberi kuasa
mencabut kuasa yang diberikan jika penerima kuasa tidak dapat
menunjukkan kinerja yang baik. Mengingat penunjukan,
pengakhiran tugas dan penggantian Wali Amanat pada
prinsipnya di lakukan dengan pemberian kuasa, maka
selayaknyalah jika hal tersebut dilakukan oleh pihak yang

71
memiliki kewenangan untuk memberikan kuasa kepada Wali
Amanat, yaitu para pemegang obligasi atau Efek bersifat utang.

(3) Mayoritas jawaban responden (77,4%) yang tidak memberikan


jawaban atas pertanyaan “siapakah yang paling kompeten untuk
mengangkat (termasuk mengganti) dan memberhentikan Wali
Amanat? (kecuali untuk pengangkatan pertama kali)” bisa terjadi
karena beberapa faktor, antara lain, karena responden kurang atau
tidak memahami prinsip pemberian kuasa pada pelaksanaan
tugas Wali Amanat.

Jawaban Frekuensi Prosentase


Tidak jawab 41 77.4
Para pemegang obligasi surat utang 4 7.5
Emiten 5 9.4
Regulator, berdasarkan peraturan 3 5.7
perundang-undangan
Pihak lain, sebutkan - -
Jumlah 53 100.0

11. Batasan Hak, Kewajiban dan Tanggung Jawab Wali Amanat


Undang-undang Pasar Modal tidak mengatur secara terperinci tentang
batasan hak, kewajiban dan tanggung jawab Wali Amanat. UUPM hanya
menyebut bahwa Wali Amanat adalah Pihak yang mewakili kepentingan
pemegang Efek yang bersifat utang (Pasal 1 angka 30 UUPM). Lebih
lanjut disebutkan bahwa Wali Amanat mewakili kepentingan pemegang
Efek bersifat utang baik di dalam maupun di luar pengadilan (Pasal 51
ayat 1)
Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa dalam menjalankan tugasnya,
selain Wali Amanat dimaksud telah memperoleh kuasa berdasarkan
undang-undang, Wali Amanat juga harus membuat kontrak atau
perjanjian dengan Emiten sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Bapepam (Pasal 52 UUPM). Dalam penjelasan dimaksud ditentukan
bahwa isi kontrak perwaliamanatan antara lain mengatur tentang utang

72
pokok dan bunga serta manfaat lain dari Emiten, saat jatuh tempo,
jaminan (jika ada), agen pembayaran; dan tugas dan fungsi Wali Amanat.
Hal menarik dalam Pasal 52 adalah Bapepam berwenang untuk
merumuskan hal yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Wali Amanat,
dimana hal tersebut memiliki kaitan erat dengan batasan hak, kewajiban
dan tanggung jawab Wali Amanat.
Posisi unik Wali Amanat, dimana disatu sisi menjadi salah satu pihak
dalam perjanjian perwaliamanatan, sedangkan disisi lain Wali Amanat
bertindak untuk mewakili kepentingan pemegang obligasi atau Efek
bersifat utang berdasarkan kuasa. Lebih unik lagi karena kuasa yang
diberikan kepada Wali Amanat berasal dari undang-undang, yang
apabila ditarik lebih jauh asal kewenangan yang dikuasakan tersebut
berasal dari para pemegang obligasi atau Efek bersifat utang.
Karena posisinya uang unik tersebut, membawa konsekuensi bahwa
Wali Amanat tidak hanya memiliki hak dan kewajiban kepada Emiten,
tetapi juga kepada Negara/Pemerintah, selaku pelaksana undang-
undang dan juga kepada para pemegang obligasi atau Efek bersifat
utang.
Situasi seperti ini rupanya juga menjadi perhatian responden, dimana
respon responden tentang urgensi pengaturan hak dan kewajiban Wali
Amanat terbagi menjadi 2 bagian. Satu bagian (58,5%) menyatakan
bahwa hal yang sangat urgen untuk diatur adalah batasan hak dan
kewajiban Wali Amanat terhadap Emiten, dibagian lain (41,5%)
memandang bahwa batasan hak dan kewajiban Wali Amanat terhadap
pemegang obligasi/surat utang lebih urgen untuk memperoleh prioritas
pengaturan. Namun demikian, tidak satupun responden yang
menyatakan urgensi pengaturan tentang batasan hak dan kewajiban Wali
Amanat terhadap regulator (Bapepam).

73
Jawaban Frekuensi Prosentase
Batasan hak dan kewajiban Wali Amanat 31 58.5
terhadap Emiten
Batasan hak dan kewajiban Wali Amanat 22 41.5
terhadap pemegang obligasi/surat utang
Batasan hak dan kewajiban Wali Amanat
terhadap Regulator
Jumlah 53 100.0

Mengingat posisi strategis Wali Amanat, serta amanat UUPM kepada


Bapepam untuk menetapkan pedoman kontrak perwaliamanatan, maka
jawaban responden dimaksud sangat relevan, baik dari sisi hukum
maupun dari sisi kebutuhan atau dinamika pasar.

12. Kewajiban Emiten


Ketentuan pokok dalam perjanjian pinjam-meminjam adalah debitur
wajib mengembalikan dalam jumlah dan keadaan yang sama dan pada
waktu yang ditentukan – Pasal 1763 KUH Perdata. Selain itu, menurut
undang-undang dapat pula disepakati bahwa debitur wajib memberikan
bunga tertentu kepada kreditur – 1765 KUH Perdata.
Prinsip kebebasan berkontrak, termasuk dalam kaitannya dengan
penerbitan obligasi atau Efek bersifat utang dapat diterapkan dengan
memperhatikan beberapa unsur, yaitu unsur esensialia, unsur naturalis
dan unsur aksidentalia. Seluruh unsur tersebut dapat diterapkan
sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku – Pasal 1339
KUH Perdata.
Prinsip esensialia dalam hal ini adalah unsur yang wajib terdapat dalam
perjanjian yang menunjukkan karakteristik khas perjanjian dan
membedakan dengan jenis perjanjian lainnya. Dalam penerbitan obligasi
atau Efek bersifat utang unsur esensialia tampak dari adanya nilai pokok
obligasi dan jatuh temponya obligasi dimaksud.
Prinsip naturalia adalah unsur yang harus ada dalam perjanjian, setelah
unsur esensialianya diketahui secara pasti. Dalam penerbitan obligasi

74
atau Efek bersifat utang unsur naturalia tampak dari adanya kewajiban
bagi penerbit (Emiten) untuk membayar obligasi yang diterbitkannya.
Sedangkan unsur aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam perjanjian
yang secara bebas dapat disepakati oleh para pihak. Dalam penerbitan
obligasi atau Efek bersifat utang unsur aksidentalia tampak dari adanya
kesepakatan tingkat bunga atas obligasi yang diterbitkan Emiten.
Kekuatan mengikat terhadap pemenuhan prinsip naturalia adalah demi
hukum mengikat kedua belah pihak, meskipun misalnya tidak secara
tegas tercantum dalam akta perjanjian bahwa Emiten (debitur) wajib
mengembalikan nilai pokok obligasi yang diterbitkannya pada sauatu
waktu tertentu.
Sedangkan efektifnya pemenuhan prinsip aksidentalia sangat tergantung
dari apakah hal-hal tertentu, misalnya kewajiban pembayaran bunga,
telah disepakati oleh para pihak dan tercantum dalam akta perjanjian.
Terkait dengan pertanyaan kepada responden tentang cara menjamin
pembayaran atas pokok obligasi pada saat jatuh tempo, maka kita dapat
mengkategorikan “cara menjamin pembayaran obligasi” dimaksud
sebagai unsur aksidentalia yang dapat disepakati oleh para pihak.
Cara pertama adalah dengan mewajibkan Emiten untuk menyampaikan
kepada pemegang obligasi, rencana pembayaran obligasi minimal 1
tahun sebelum jatuh tempo obligasi. Kedua, mewajibkan Emiten untuk
menyampaikan pernyataan kesanggupan membayar obligasi 6 bulan
sebelum jatuh tempo obligasi, dan ketiga, mewajibkan Emiten untuk
membuktikan bahwa telah terdapat dana untuk membayar obligasi di
escrow account 3 bulan sebelum jatuh tempo.
Ketiga pilihan di atas dapat dipilih untuk disepakati oleh para pihak
dalam penerbitan obligasi. Namun demikian, jika salah satu atau seluruh
cara tersebut di atas diadopsi dalam bentuk Peraturan Perundang-
undangan, maka sifat unsur aksidentalianya akan berubah menjadi unsur
esensialia atau naturalia.

75
Dilihat dari sisi kebutuhan pasar, ketiga cara tersebut memiliki
keunggulan. Cara pertama dan kedua (menyampaikan rencana
pembayaran obligasi minimal 1 tahun sebelum jatuh tempo obligasi atau
menyampaikan pernyataan kesanggupan membayar obligasi 6 bulan
sebelum jatuh tempo obligasi) memberikan kesempatan yang cukup
memadai bagi investor (kreditur) untuk mempertimbangkan
investasinya dan menilai kemampuan Emiten untuk melaksanakan
kewajibannya kepada investor.
Sedangkan cara ketiga (Membuktikan bahwa telah terdapat dana untuk
membayar obligasi di escrow account 3 bulan sebelum jatuh tempo) lebih
menjamin pemenuhan kewajiban kepada pemegang obligasi, karena
dengan penempatan dana pada escrow account, Emiten tidak dapat
menggunakan dana tersebut, selain untuk memenuhi kewajiban kepada
pemegang obligasi.
Meskipun cara yang ketiga secara umum memberikan perlindungan
yang lebih baik kepada pemegang obligasi atau surat utang, namun
terdapat beberapa hal yang menyebabkan hal tersebut kurang relevan,
misalnya jika obligasi tersebut dijamin pelunasannya oleh pihak ketiga.
Pembuatan escrow account oleh Emiten menjadi tidak terlalu diperlukan,
karena adanya pihak lain yang menjamin obligasi dimaksud, begitu juga
jika obligasi tersebut dijamin dengan aset tertentu yang menjadikan
obligasi tersebut sebagai secured bond.
Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa penerbitan obligasi
mengacu pada prinsip pinjam-meminjam. Ketentuan hukum tentang
pinjam-meminjam telah mengatur berbagai kemungkinan untuk
menyelesaikan kewajiban debitur (Emiten) kepada para krediturnya
(pemegang obligasi), misalnya dengan menempatkan jaminan kekayaan
tertentu, pemberian hak untuk ditukar dengan saham (konversi) atau
dengan penanggungan utang oleh pihak ketiga.

76
Bentuk-bentuk penyelesaian kewajiban tersebut di atas turut
menentukan tingkat risiko, dan satu hal yang harus memperoleh
perhatian adalah kenyataan bahwa obligasi atau Efek bersifat utang
merupakan salah satu jenis instrumen investasi yang tentu saja
mengandung risiko.
Mayoritas jawaban responden mengarah pada perlunya ada suatu
mekanisme untuk menjamin pembayaran obligasi, dalam bentuk atau
cara yang beragam. Namun mengingat sudah ada ketentuan hukum
yang mengatur penyelesaian kewajiban terhadap pemegang obligasi,
maka aspek keterbukaan informasi menjadi issue penting untuk
meningkatkan awareness terhadap risiko yang dihadapinya.
Keterbukaan informasi, terutama yang terkait dengan kemampuan
Emiten untuk memenuhi kewajibannya terhadap pemegang obligasi
menjadi mutlak adanya dan untuk mendorong pelaksanaan keterbukaan
informasi tersebut diperlukan suatu kerangka hukum yang memadai,
antara lain melalui penerbitan peraturan Bapepam.
13. Penyelesaian Sengketa di Pasar Modal Serta Biaya Perkara
Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa obligasi merupakan
instrumen investasi yang mengandung berbagai risiko, antara lain risiko
gagal bayar (default), atau risiko tidak dipenuhinya berbagai
persyaratan yang telah dijanjian, baik dalam perjanjian perwaliamanatan
maupun dalam dokumen pendukung penerbitan obligasi tersebut.
Jika risiko tersebut terjadi, terdapat kemungkinan terjadi perselisihan
atau perbedaan pendapat tentang pelaksanaan persyaratan yang telah
disepakati sebelumnya. Terdapat beberapa cara yang dapat ditempuh
oleh para pihak yang terkait dengan obligasi, antara lain perdamaian
diluar pengadilan, perdamaian didalam pengadilan, penyelesaian
berdasarkan keputusan hakim atau menunjuk pihak lain (diluar
pengadilan) untuk menyelesaikan perselisihan dimaksud, misalnya
melalui arbitrase.

77
Pada prinsipnya para pihak akan memilih bentuk penyelesaian yang
paling cepat, murah dan fair. Upaya perdamaian diluar pengadilan dapat
dipandang sebagai upaya penyelesaian yang terbaik, mengingat dapat
dilakukan dengan biaya rendah, fair dan relatif cepat. Namun demikian
jika hal tersebut tidak tercapai, maka penyelesaian perselisihan melalui
arbitrase merupakan upaya penyelesaian yang cukup menarik,
disamping menempuh upaya akhir di pengadilan.
Mayoritas responden (71,7%) mengendaki penyelesaian perselisihan
antara Emiten dengan pemegang obligasi dilakukan melalui arbitrase.
Hal tersebut sangat beralasan, mengingat arbritase, misalnya melalui
Badan Arbitrase Nasional (BANI) menjanjikan penyelesaian perkara
secepat mungkin dan dengan biaya seminimal mungkin.
Jawaban Frekuensi Prosentase
Tidak jawab 2 3.8
Badan Arbitrase Pasar Modal 38 71.7
Indonesia (BAPMI)
Pengadilan Umum 4 7.5
Bapepam 7 13.2
Lembaga lain, sebutkan 2 3.8
Jumlah 53 100.0
Besarnya biaya ditentukan antara 0.4% sampai dengan 10%, tergantung
besarnya nilai tuntutan. sedangkan jangka waktu penyelesaian paling
lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal Majelis selengkapnya
terbentuk (Peraturan Prosedur Badan Arbitrase Nasional Indonesia Pasal
4 ayat (6) dan ayat (7) serta Pasal 32).
Simplifikasi dari kompleksitas persengketaan yang ada di Pasar Modal
amat dibutuhkan guna mendukung kelancaran kegiatan pasar modal,
sehingga pada tanggal 9 Agustus 2002 telah dibentuk Badan Arbitrase
Pasar Modal Indonesia (BAPMI) yang bertujuan memfasilitasi sarana
alternatif penyelesaian sengketa dibidang Pasar Modal yang cepat,
transparan, mandiri, dan adil.
Sejalan dengan keberadaan serta tujuan BAPMI, terlihat korelasi dan
relevansi yang erat dengan kecenderungan mayoritas responden untuk

78
menyelesaikan sengkata antara Emiten dengan Pemegang Obligasi
melalui arbitrase, dalam hal ini BAPMI.
Satu permasalahan yang terkait dengan penyelesaian sengketa di pasar
modal, baik melalui pengadilan maupun arbitrase adalah biaya perkara.
Mayoritas responden (81,1%) menghendaki biaya perkara dibebankan
kepada Emiten.
Jawaban Frekuensi Prosentase
Tidak jawab - -
Penjamin Emisi Obligasi 2 3.8
Wali Amanat 4 7.5
Emiten 43 81.1
Pemegang Obligasi 4 7.5
Jumlah 53 100.0
Proses peradilan di Indonesia umumnya membebankan biaya perkara
kepada penggungat, jika perkara tersebut diputuskan dengan
perdamaian antara para pihak yang bersengketa. Namun demikian, jika
hakim sudah memeriksa perkara dan telah menetapkan putusan (vonis),
maka biaya perkara biasanya dibebankan kepada pihak yang dinyatakan
bersalah oleh hakim. Biaya perkara yang harus dibayar oleh pihak yang
dinyatakan bersalah merupakan salah satu bentuk hukuman kepada
yang bersangkutan.
Mengingat sepanjang penelitian yang dilakukan belum didapatkan dasar
hukum yang memadai, maka untuk merespon jawaban responden
tersebut diperlukan penelaahan yang lebih mendalam, khususnya untuk
menjawab pertanyaan “apakah dengan prinsip kebebasan berkontrak
dapat disepakati bahwa jika pada waktu yang akan datang terjadi
sengketa di pengadilan atau arbitrase, maka biaya perkara wajib dibayar
oleh Emiten?”.
14. Usulan / masukan responden
Dalam penyebaran kuesioner, tim memberikan kesempatan kepada
responden untuk memberikan usulan/masukan secara tertulis,
khususnya yang terkait dengan perluasan atau pemberdayaan peran
Wali Amanat dan upaya peningkatan efektifitas pelaksanaan fungsi Wali

79
Amanat dalam mengawasi dan mewakili kepentingan pemegang
obligasi.
Menjawab pertanyaan mengenai perlukah adanya perluasan peran Wali
Amanat selain sebagai wakil pemegang Obligasi di luar maupun di
dalam Pengadilan, Secara umum, mayoritas responden (55,8%)
berpendapat bahwa peran Wali Amanat perlu tingkatkan, antara lain
dengan menambahkan beberapa kewenangan / atribut yang dirasa perlu
untuk dapat berperan secara efektif sebagai Wali Amanat.
Kewenangan atau atribut tersebut adalah untuk melakukan pengawasan
atas seluruh aspek dari Emiten yang terkait dengan kepentingan
pemegang obligasi atau Efek bersifat utang yang diterbitkan Emiten
dimaksud, antara lain:
a. Pengawasan atas kinerja finansial
b. Pengawasan atas keamanan status barang jaminan obligasi
c. pengawasan on the spot
d. pengawasan penerapan Standard Operating Procedures
e. pengawasan penggunaan dana hasil penjualan obligasi
f. pencantuman negative covenants dalam perjanjian perwaliamanatan
atau perjanjian lain yang dapat merugikan pemegang obligasi
g. mengeksekusi jaminan bila emiten terjadi wanprestasi
h. memperoleh informasi lain dari Emiten terkait dengan corporate
action yang dilakukan emiten
i. mewakili kepentingan pemegang obligasi, baik di dalam maupun
diluar pengadilan.
Sebagaimana pembahasan sebelumnya, bahwa asal kewenangan Wali
Amanat pada awalnya berasal dari kuasa yang diberikan oleh UUPM
kepada Wali Amanat dimaksud. Beberapa masukan responden di atas,
secara umum sudah terakomodir dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan (Pasal 51 ayat (2) UUPM), yang menyebutkan bahwa “Wali

80
Amanat mewakili kepentingan pemegang Efek bersifat utang baik
didalam maupun diluar pengadilan”.
Persoalan lebih lanjut adalah apa yang dimaksud atau ruang lingkup dari
“kepentingan” dalam frase “kepentingan pemegang Efek bersifat utang”
tersebut?. Untuk menguraikan hal tersebut kita dapat melakukan analisis
atas perbuatan hukum penerbitan obligasi dengan menggunakan
ketentuan pasal 1233 KUH Perdata.
Sebagaimana telah disinggung diatas, bahwa dasar dari penerbitan
obligasi adalah perikatan pinjam-meminjam (utang piutang).
Berdasarkan Pasal 1233 KUH Perdata, menurut isinya suatu perikatan,
termasuk pinjam meminjam dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu
untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu, untuk melakukan sesuatu
dan untuk tidak melakukan sesuatu.
Kepentingan para pihak dalam perikatan sesungguhnya tercermin dari
dicantumkannya klausula yang mencakup 3 hal tersebut di atas. Dalam
kaitannya dengan perikatan pinjam-meminjam, kepentingan utama dari
kreditur adalah pembayaran bunga dan pengembalian pokok pinjaman
dalam jumlah yang telah disepakati tepat pada waktunya.
Untuk menjamin agar debitur dapat melakukan pembayaran bunga dan
pengembalian pokok pinjaman dalam jumlah yang telah disepakati tepat
pada waktunya, dapat disepakati hal-hal apa saja yang dapat atau harus
dilakukan oleh debitur dan hal-hal apa saja yang dilarang dilakukan
oleh debitur.
Jika suatu perjanjian perwaliamanatan tidak secara tegas mengatur
tentang hal-hal yang harus atau dilarang dilakukan oleh Emiten, maka
batasan dari “kepentingan” menjadi kurang jelas. Namun demikian,
sesuai ketentuan Pasal 1339 KUH Perdata, lingkup dari “kepentingan”
meliputi juga juga segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan
dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang.

81
Disadari bahwa Penerapan pasal 1339 KUH Perdata yang dapat
ditafsirkan sedemikian luas tidaklah memberikan suatu kepastian
hukum yang memadai akan hak dan kewajiban para pihak dalam
penerbitan obligasi. Untuk itu, berdasarkan pasal 1233 KUH Perdata,
akan lebih baik dan memberikan kepastian hukum apabila seluruh hal
atau kewenangan yang sewajarnya dimiliki oleh Wali Amanat agar dapat
menjalankan tugasnya dengan baik, dicantumkan dalam perjanjian
perwaliamanatan.
Sedangkan dari sisi regulasi, dengan mempertimbangkan kepentingan
berbagai pihak, selayaknya Bapepam memberikan panduan tentang
lingkup “kepentingan pemegang Efek bersifat utang” dalam bentuk
peraturan perundang-undangan (Peraturan Bapepam).

82
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN
Dari pemaparan dan analisis atas hasil penelitian dari Tim Studi yang telah
diungkapkan pada BAB III, maka beberapa kesimpulan yang dapat diambil antara
lain:
1. Pola Kontrak Perwaliamanatan di Indonesia
Dalam praktek penerbitan efek bersifat utang (obligasi) di Pasar
Modal Indonesia, hal-hal pokok yang lazim diperjanjikan sehingga
membentuk suatu pola kontrak perwaliamanatan, dapat diuraikan sebagai
berikut :
a. Definisi
b. Penggunaan Dana Hasil Penawaran Umum
c. Penunjukan Wali Amanat oleh Emiten
d. Tugas, Hak dan Kewajiban Wali Amanat, Serta Berhentinya Wali
Amanat
e. Imbalan Jasa Wali Amanat
f. Syarat-syarat Efek Bersifat Utang/Obligasi
g. Pembatasan-pembatasan dan Kewajiban Emiten
h. Kuasa Pemegang Obligasi Kepada Wali Amanat
i. Pernyataan dan Jaminan Wali Amanat
j. Kelalaian Emiten
k. Tata Cara Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO)
l. Jaminan
m. Kelalaian Wali Amanat
n. Pernyataan dan Jaminan Emiten

83
o. Keadaan Memaksa (Force Majeure)
p. Pemberitahuan
q. Ketentuan-ketentuan Lain
r. Penyelesaian perselisihan

2. Masalah dan Kendala Yang Dihadapi Wali Amanat


Secara umum terdapat 5 (lima) masalah pokok yang dihadapi Wali
Amanat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, yaitu:
a. Keberadaan Wali Amanat di pasar modal Indonesia.
Permasalahan yang timbul adalah ketidaksejajaran kedudukan Wali
Amanat dengan Emiten, karena penunjukan dan pembayaran
imbalan jasa Wali Amanat dilakukan oleh Emiten, penunjukan Wali
Amanat yang sering dilakukan tanpa memberikan waktu yang
cukup untuk melakukan pengkajian secara mendalam, serta belum
adanya kode etik yang mengatur hubungan Wali Amanat dengan
Pemegang Efek bersifat utang, dengan Emiten dan dengan sesama
Wali Amanat.
b. Benturan Kepentingan Dalam Pelaksanaan Tugas Wali Amanat
Benturan kepentingan dapat terjadi karena adanya hubungan kredit
dan afiliasi dengan Emiten, hubungan afiliasi dengan Penjamin
Emisi Efek bersifat utang, serta Wali Amanat bertindak sebagai
penanggung atas efek bersufat utang yang diwaliamanatinya.
c. Fungsi dan Tugas Wali Amanat yang tercantum dalam UU Pasar
Modal belum terdapat pengaturan pelaksanaannya, sehingga hal
tersebut mempersulit dalam pelaksanaan kegiatan Wali Amanat
d. Ketiadaan pedoman/standar dalam penyusunan kontrak
perwaliamanatan. Hal ini membuat Wali Amanat dan Emiten tidak
mempunyai dasar acuan dalam merundingkan ketentuan-ketentuan

84
dalam Kontrak Perwaliamanatan, sehingga dalam praktik hal
tesebut tergantung pada posisi tawar dan kemampuan bernegosiasi
masing-masing pihak.
e. Tindakan yang diambil Wali Amanat Dalam hal Emiten Wanprestasi.
Kesulitan utama yang timbul adalah masalah pembiayaan dalam hal
terjadi sengketa dengan Emiten yang harus diselesaikan lewat badan
peradilan.

3. Masukan Dari Para Pelaku Pasar Modal


Dari jawaban dan masukan atas kuesioner yang diedarkan, beberapa
masukan yang penting antara lain:
a. Dalam pembuatan kontrak perwaliamanatan, para pihak yang
terlibat dalam negosiasi memerlukan suatu pedoman yang dapat
dijadikan acuan dalam menentukan hal-hal yang wajib dimuat
dalam kontrak perwaliamanatan.
b. Penggunaan Dana hasil Emisi Efek bersifat utang perlu diatur secara
rinci dalam kontrak perwaliamanatan. Wali Amanat perlu secara
aktif memonitor hal tersebut dan perlu ada konsekuensi hukum atas
kegagalan Wali Amanat memenuhi tugas tersebut.
c. Hubungan kredit antara Wali Amanat dan Emiten perlu dibatasi.
Besarnya batasan hubungan kredit yang diusulkan tidak lebih dari
10 s/d 30% dari nilai pokok efek bersifat utang.
d. Adanya jaminan khusus, sinking fund dan kewajiban melakukan
pemeringkatan secara berkala merupakan hal yang dapat
memberikan keamanan bagi pihak pemegang efek bersifat utang
atas investasinya.
e. Ketentuan mengenai pembelian kembali efek bersifat utang oleh
emiten memerlukan pengaturan untuk kepastian hukumnya,

85
terutama dari segi kepastian hak-hak yang timbul keadilan
dalampelaksanaannya dan keterbukaan informasi yang harus
dilakukan Emiten.
f. Rapat Umum Pemegang Efek bersifat utang yang diselenggarakan
secara berkala maupun secara insidentil dalam hal pembahasan
suatu hal tertentu dipandang sebagai forum utama yang penting
bagi para pemegang efek bersifat utang.
g. Penunjukan dan masa jabatan Wali Amanat perlu didasarkan pada
kinerja Wali Amanat dalam melaksanakan tugasnya.
h. Ketentuan mengenai pembatasan hak dan kewajiban Wali Amanat
terhadap Emiten merupakan hal yang paling penting diatur dalam
kontrak perwaliamanatan.
i. Guna mengamankan pembayaran utang pokok Emiten pada saat
jatuh tempo, Emiten perlu melakukan beberapa hal sebagai berikut:
- Melaporkan rencana pembayaran utang pokok kepada Wali
Amanat setahun sebelum jatuh tempo.
- Membuat pernyataan kesanggupan melunasi utang pokok
pada enam bulan sebelum jatuh tempo, dan
- Membuktikan adanya dana pada escrow account untuk
pelunasan utang pokok, sebulan sebelum jatuh temponya
efek bersifat utang.
j. Biaya-biaya yang timbul dari kegiatan penyelesaian sengketa antara
Emiten dengan pemegang efek bersifat utang karena wan prestasi
Emiten, sudah sepantasnya dibebankan kepada pihak Emiten
sendiri.

86
B. REKOMENDASI
Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang telah diperoleh Tim Studi
sebagaimana tersebut di atas, maka Tim Studi mengajukan beberapa
rekomendasi berkenaan dengan permasalahan perwaliamanatan di
Indonesia, sebagai berikut:
1. Pedoman Kontrak Perwaliamantan
Perlu disusun suatu pedoman mengenai kontrak perwaliamanatan
di Pasar Modal Indonesia. Bapepam selaku regulator dengan
mempertimbangkan masukan-masukan dari berbagai pelaku pasar
yang berkepentingan, perlu menyusun suatu pedoman yang dapat
dijadikan dasar oleh para pihak dalam penyusunan Kontrak
Perwaliamanatan.
Sebagai salah satu landasan hukum utama bagi para pihak yang
terlibat, pedoman kontrak perwaliamanatan ini perlu mengatur
ketentuan minimal yang harus dimuat berkenaan dengan aspek
hubungan para pihak, hak dan kewajiban Emiten dan pemegang
obligasi, tugas dan tanggung jawab Wali Amanat, pembatasan-
pembatasan, konsekuensi hukum, dan lain sebagainya.
Beberapa masukan mengenai isi ketentuan perdoman kontrak
perwaliamanatan tersebut, antara lain:
a. Penggunaan Dana hasil Emisi Efek bersifat utang perlu diatur
secara rinci.
b. Wali Amanat perlu secara aktif memonitor hal tersebut dan
perlu ada konsekuensi hukum atas kegagalan Wali Amanat
memenuhi tugas tersebut.
c. Adanya jaminan khusus, sinking fund dan kewajiban
melakukan pemeringkatan secara berkala merupakan hal

87
yang dapat memberikan keamanan bagi pihak pemegang efek
bersifat utang.
d. Perlu adanya pengaturan secara lebih rinci mengenai
pemberian ganti rugi kepada pemegang efek bersifat utang
atas kelalaian Wali Amanat dalam pelaksanaan tugasnya
sebagaimana disebut dalam pasal 53 UU Pasar Modal.
e. Ketentuan mengenai pembelian kembali efek bersifat utang
oleh emiten memerlukan pengaturan untuk kepastian
hukumnya, terutama dari segi kepastian hak-hak yang timbul
keadilan dalam pelaksanaannya dan keterbukaan informasi
yang harus dilakukan Emiten.
f. Rapat Umum Pemegang Efek bersifat utang yang
diselenggarakan secara berkala maupun secara insidentil
dalam hal pembahasan suatu hal tertentu dipandang sebagai
forum utama yang penting bagi para pemegang efek bersifat
utang.
g. Penunjukan dan masa jabatan Wali Amanat perlu didasarkan
pada kinerja Wali Amanat dalam melaksanakan tugasnya.
h. Ketentuan mengenai rincian pembatasan hak dan kewajiban
Wali Amanat terhadap Emiten merupakan hal yang penting
diatur dalam kontrak perwaliamanatan.
2. Independensi dan profesionalisme Wali Amanat
Dalam pelaksanaan tugasnya, Wali Amanat dituntut mampu
bersikap profesional dan independen agar aspek perlindungan
terhadap investor selalu terjaga.
Untuk itu beberapa keadaan yang dapat mengakibatkan benturan
kepentingan dalam pelaksanaan tugas tersebut harus dibatasi dan
diawasi pemenuhannya oleh Bapepam, antara lain:

88
a. Tidak boleh terdapat hubungan afiliasi sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 1 angka 1 UU Pasar Modal, antara
Wali Amanat dengan Emiten dan Penjamin Emisi Efek
bersifat utang. Pengecualian yang diperbolehkan hanya
dalam hal hubungan afiliasi tersebut terjadi karena
kepemilikan atau penyertaan modal Pemerintah.
b. Hubungan kredit yang mungkin timbul antara Wali Amanat
dengan Emiten perlu dibatasi dalam jumlah yang tidak
melebihi antara 10% s/d 30% dari nilai pokok efek bersifat
utang yang diterbitkan Emiten.
c. Wali Amanat tidak boleh menjadi penanggung (guarantor)
atas utang Efek bersifat utang dimana dia bertindak sebagai
Wali Amanat.
Selain itu, profesionalisme Wali Amanat perlu didukung juga
dengan adanya suatu kode etik dan standar profesi Wali Amanat.
3. Guna mengamankan pembayaran utang pokok Emiten pada saat
jatuh tempo, Emiten perlu diwajibkan melakukan beberapa hal
sebagai berikut:
a. Melaporkan rencana pembayaran utang pokok kepada Wali
Amanat setahun sebelum jatuh tempo.
b. Membuat pernyataan kesanggupan melunasi utang pokok
pada enam bulan sebelum jatuh tempo, dan
c. Membuktikan adanya dana pada escrow account untuk
pelunasan utang pokok, sebulan sebelum jatuh temponya
efek bersifat utang.
4. Biaya-biaya yang timbul dari kegiatan penyelesaian sengketa antara
Emiten dengan pemegang efek bersifat utang karena wan prestasi
oleh Emiten, sudah sepantasnya dibebankan kepada pihak Emiten

89
sendiri. Agar mempermudah Wali Amanat dalam menarik dana
untuk membiayai proses litigasi tersebut, dirasakan perlu adanya
suatu pencadangan dana yang sengaja disisihkan oleh Emiten dalam
jumlah tertentu untuk keperluan tersebut.

***

90
Lampiran 1

ANGGOTA TIM STUDI TENTANG PERWALIAMANATAN


DI PASAR MODAL INDONESIA

I. KETUA

1. Drs. Djunggu H. Sitorus, MSi


2. Sutrisno, SH

II. SEKRETARIS

Heru Nugroho, SH, MM

III. PELAKSANA

1. Monang Situmeang, SH
2. Halim Haryono, SE
3. Muhamad Halamsyah, SE
4. Bayu Bandono, SH, MM
5. Luthfy Zain Fuady, SH, MM
6. Tuahta Aloy Saragih, SH, ComLaw
7. Ali Ridwan, SH, MM
8. Pudjo Damaryono, SH
9. Suciya Wardaya, SE

IV. PEMBANTU PELAKSANA

1. Imam Mundir
2. Gunarsih D, SE
3. Imam Cahyadi, SH
4. Adi Suryono

V. STAF SEKRETARIAT

1. Suharyono
2. Asima Nurbetty
Lampiran 2

DAFTAR NARASUMBER
STUDI PERWALIAMANATAN DI PASAR MODAL INDONESIA

NO. NARASUMBER PROFESI


1. Sumaryono, SH Konsultan Hukum
2. Sri Indrastuti Hadiputranto Konsultan Hukum
3. Dina Chozie Notaris
4. Sugeng Santoso, Notaris
Irwan Santoso, dan
Yulius Purnawan
5. Sarmiati AS Wali Amanat
PT Bank Mega Tbk
6. Teddy O.J. Punu Wali Amanat
PT Bank Niaga Tbk
7. Urip Suprodjo Pemeringkat Efek
PT Pefindo
8. Heyder Bachsin Pemeringkat Efek
PT Kasnic Rating Indonesia
9. Kabani Investor
PT Trimegah Securities
10. Joseph Ginting Investor
PT Reliance Securities
Lampiran 3

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGAWAS PASAR MODAL
TIM STUDI PERWALIAMANATAN DI PASAR MODAL INDONESIA
Gedung Baru Departemen Keuangan RI Lt.3-8 Telephone 3858001
Jalan Dr. Wahidin Faksimilie 3857917
Jakarta 10710 Email bapepam@bapepam.go.id

Nomor : S- 28 /PM/TS.PWA/2005 21 September 2005


Sifat : Segera
Lampiran : 1 (satu) berkas
Perihal : Permintaan Pengisian Kuesioner

Yth. Responden Studi Perwaliamanatan


Di Pasar Modal Indonesia

Sehubungan dengan telah dibentuknya Tim Studi Mengenai Perwaliamanatan Di Pasar Modal
Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No. 256/KM.1/2005 tentang Pembentukan
Tim Studi Perwaliamanatan Di Pasar Modal Indonesia, dengan ini dapat kami sampaikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Tim Studi ini dibentuk dengan maksud dan tujuan:
a. Mengetahui serta mempelajari pola perjanjian perwaliamanatan dalam penerbitan obligasi
antara Wali Amanat dan Emiten.
b. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi Wali Amanat dalam menjalankan tugas dan
fungsinya, serta solusi atas permasalahan dimaksud.
c. Mendapatkan informasi mengenai bagaimana perlindungan terhadap investor obligasi di Pasar
Modal Indonesia dapat lebih ditingkatkan.
2. Pelaksanaan studi lapangan oleh Tim Studi ini salah satunya dilakukan dengan melakukan
penyebaran kuesioner guna memperoleh sejumlah informasi dari para pelaku pasar modal di
Indonesia. Untuk itu, Tim Studi mohon kesediaan Saudara untuk bertindak sebagai responden
dengan mengisi dan menyerahkan kembali kuesioner sebagaimana terlampir dalam surat ini.
3. Jawaban dan masukan Saudara atas kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya semata-mata
digunakan untuk kepentingan studi.
4. Pertanyaan lebih lanjut atas kuesioner kami dapat Saudara tujukan kepada:
Heru Nugroho
Sekretaris Tim Studi Perwaliamanatan di Pasar Modal Indonesia
Proyek Peningkatan Efisiensi Pasar Modal
Badan Pengawas Pasar Modal
Alamat : Gedung Baru Dep Keu Lantai 4, Badan Pengawas Pasar Modal
Jl. Dr. Wahidin Raya No.1
Jakarta Pusat 10710
Telp. : (021) 3858001 ext.4123 / HP 081310226824
Fax. : (021) 3857917
Email : heru@bapepam.go.id atau heru91nugroho@yahoo.com
5. Kuesioner yang telah diisi dengan lengkap dapat dikembalikan kepada kami melalui pos, faksimili,
email ataupun kurir selambat-lambatnya pada 30 September 2005 kepada alamat tersebut di atas.
Demikian, atas kesediaan Saudara meluangkan waktu untuk mengisi dan mengembalikan
kuesioner ini kami ucapkan banyak terima kasih.

Ketua Tim Studi Perwaliamanatan


Di Pasar Modal Indonesia

Djunggu H Sitorus
NIP 060044939

Tembusan:
1. Koordinator Tim Studi Kebijakan Bapepam
2. Sekretaris Bapepam
NAMA : ........................................................................
JABATAN : ........................................................................

PETUNJUK PENGISIAN: BERILAH TANDA ; PADAJAWABAN YANG ANDA PILIH.


1. Menurut Anda, perlukah terdapat suatu pedoman mengenai kontrak perwaliamanatan
di pasar modal Indonesia?
… Sangat perlu
… Perlu
… Kurang perlu
… Tidak perlu

PENGGUNAAN DANA
2. Menurut anda, perlukah rencana penggunaan dana hasil emisi obligasi diatur secara rinci
dalam kontrak perwaliamanatan?
… Sangat perlu
… Perlu
… Kurang perlu
… Tidak perlu
3. Menurut Anda, perlukah Wali Amanat diwajibkan secara aktif memonitor penggunaan
dana emisi obligasi dan melaporkan hasilnya kepada Publik dan Bapepam?
… Sangat perlu
… Perlu
… Kurang perlu
… Tidak perlu
4. Bagaimana pendapat Anda, jika perubahan pengunaan dana hasil emisi Obligasi hanya
disetujui oleh Wali Amanat saja tanpa melalui RUPO?
… Sangat setuju
… Setuju
… Tidak setuju
… Sangat tidak setuju
5. Menurut Anda, perlukah diatur mengenai konsekuensi hukum alas kelalaian Wali
Amanat memonitor penggunaan dana hasil emisi obligasi?
… Sangat perlu
… Perlu
… Tidak perlu
… Sangat tidak perlu

HUBUNGAN KREDIT
6. Menurut Anda, apakah hubungan kredit antara Wali Amanat dengan Emiten Obligasi
perlu dibatasi karena akan menimbulkan benturan kepentingan dalam pelaksanaan tugas
Wali Amanat?
… Ya
… Tidak
7. Jika jawaban Anda di atas ya, berapa batasan ideal hubungan kredit antara Wali Amanat
dengan Emiten?
… Tidak lebih dari 10% dari Nilai pokok Obligasi Emiten
… Tidak lebih dari 20% dari Nilai pokok Obligasi Emiten
… Tidak lebih dari 30% dari Nilai pokok Obligasi Emiten
… Tidak lebih dari 50% dari Nilai pokok Obligasi Emiten
… Jumlah lain, sebutkan:.........................................................................................................

8. Menurut Anda sampai sejauhmana hubungan afiliasi antara Wali Amanat dengan Emiten
yang dapat mengakibatkan benturan kepentingan?
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
9. Setujukah anda jika hubungan afiliasi antara Penjamin Emisi Efek dengan Wali Amanat
perlu dilarang agar masing-masing dapat melaksanakan tugasnya dengan independen?
… Sangat Setuju
… Setuju
… Kurang setuju
… Tidak Setuju

JAMINAN
10. Setujukah anda jika dalam penerbitan obligasi Emiten diwajibkan untuk memberikan
jaminan khusus atas penerbitan obligasi?
… Sangat Setuju
… Setuju
… Kurang Setuju
… Tidak Setuju
11. Jika jawaban anda atas pertanyaan nomor 10 adalah kurang/tidak setuju, menurut anda
masalah apakah yang mungkin timbul jika Emiten tidak diwajibkan untuk memberikan
jaminan atas penerbitan obligasi?
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................

SINKING FUND
12. Setujukah anda jika dalam penerbitan obligasi Emiten diwajibkan untuk mencadangkan
sinking fund bagi pelunasan obligasi yang diterbitkan?
… Sangat Setuju
… Setuju
… Kurang Setuju
… Tidak Setuju
13. Setujukah anda jika terdapat dana yang dicadangkan oleh Emiten untuk digunakan Wali
Amanat membiayai tindakan hukum, dalam hat Emiten mengalami wan prestasi atas
utang obligasi?
… Sangat Setuju
… Setuju
… Kurang Setuju
… Tidak Setuju

PEMERINGKATAN OBLIGASI
14. Setujukah anda jika terdapat kewajiban untuk melakukan pemeringkatan tiap tahun
dan/atau pemeringkatan inisidentil dalam hat terjadi keadaan yang secara material
mempengaruhi kemampuan Emiten membayar utang obligasi yang diterbitkannya?
… Sangat Setuju
… Setuju
… Kurang Setuju
… Tidak Setuju
15. Setujukah anda jika Emiten yang mengalami penurunan peringkat obligasi diwajibkan
untuk memberikan atau menambah jaminan atas obligasi yang diterbitkan?
… Sangat Setuju
… Setuju
… Kurang Setuju
… Tidak Setuju
BUY BACK OBLIGASI
16. Setujukah anda jika Emiten dimungkinkan melakukan pembelian kembali (buy back) atas
obligasi yang diterbitkannya?
… Sangat Setuju
… Setuju
… Kurang Setuju
… Tidak Setuju
17. Jika anda setuju untuk pertanyaan di atas, maka bagaimana sebaiknya pengaturan buy
back tersebut dilakukan?
… Diatur di dalam Perjanjian Perwaliamanatan.
… Diatur dalam peraturan Bapepam tersendiri.
… Tidak ditentukan pengaturannya secara khusus dan diserahkan kepada kesepakatan
para pihak.
18. Setujukah anda jika Emiten dilarang membeli kembali obligasi yang diterbitkannya,
apabila Emiten sedang dalam keadaan wanprestasi atas ketentuan kontrak
perwaliamanatan yang dibuatnya?
… Sangat Setuju
… Setuju
… Kurang setuju
… Tidak Setuju
19. Jika Emiten mengalami keuntungan yang siginifikan dalam laporan keuangan tahun
berjalan dan keuntungan tersebut diperoleh dari kegiatan yang dibiayai oleh penerbitan
obligasi, setujukah anda jika Emiten tetap dimungkinkan untuk melakukan buy back atas
obligasi yang diterbitkan?
… Sangat Setuju
… Setuju
… Kurang Setuju
… Tidak Setuju
Jelaskan jawaban Anda:
.......................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................
RAP AT UMUM PEMEGANG OBLIGASI
20. Menurut pendapat Anda, perlukah diselenggarakan RUPO baik secara berkala maupun
insidentil?
… Sangat perlu
… Perlu
… Tidak perlu
… Sangat tidak perlu
Jika jawaban Anda tidak perlu atau sangat tidak perlu, lanjutkan ke no.24
21. Jika jawaban Anda alas pertanyaan no. 20 adalah "sangat perlu atau perlu", setujukah
Anda jika perubahan perjanjian perwaliamanatan yang signifikan, misalnya penggantian
Wali Amanat, perubahan tingkat bunga, perpanjangan jangka waktu pelunasan surat
utang (roll over), dan restrukturisasi surat utang (debt to equity swap/ debt to debt swap/ debt
to asset swap), merupakan kewenangan RUPO:
… Sangat setuju
… Setuju
… Kurang setuju
… Tidak setuju
22. Jika jawaban Anda atas pertanyaan no. 21 adalah "sangat setuju atau setuju", menurut
pendapat Anda, perlukah diatur tentang korum RUPO untuk dapat mengambil
keputusan?
… Sangat perlu
… Perlu
… Tidak perlu
… Sangat tidak perlu
23. Jika jawaban Anda atas pertanyaan no. 22 adalah "sangat perlu atau perlu", menurut
pendapat Anda bagaimana sebaiknya pengaturan tentang korum?
… Ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan
… Ditetapkan berdasar asas kebebasan berkontrak
… Ditetapkan berdasar kewenangan Emiten
… Ditetapkan berdasar kewenangan Wali Amanat
24. Jika jawaban Anda atas pertanyaan no. 20 adalah "tidak perlu atau sangat tidak perlu",
menurut pendapat Anda apakah media yang paling tepat bagi pemegang obligasij surat
utang untuk menyalurkan aspirasinya?
… Regulator
… Wali Amanat
… Emiten
… Pihak lain, sebutkan: .......................................................................................................

PENUNJUKAN, PENGAKHIRAN TUGAS DAN PENGGANTIAN WALI AMANAT


25. Setujukah Anda jika mekanisme penggakhiran tugas Wali Amanat ditentukan
berdasarkan masa jabatan tertentu?
… Sangat setuju
… Setuju
… Kurang setuju
… Tidak setuju
26. Setujukah Anda jika mekanisme penggakhiran tugas Wali Amanat ditentukan
berdasarkan kinerja Wali Amanat dalam melaksanakan tugasnya?
… Sangat setuju
… Setuju
… Kurang setuju
… Tidak setuju
27. Menurut pendapat Anda, siapakah yang paling kompeten untuk mengangkat (termasuk
mengganti) dan memberhentikan Wali Amanat? (kecuali untuk pengangkatan pertama
kali)
… Para pemegang obligasi surat utang
… Emiten
… Regulator, berdasarkan peraturan perundang-undangan
… Pihak lain, sebutkan: ...........................................................................................................

BATASAN HAK, KEWAJIBAN DAN TANGGUNG AWAB WALI AMANAT


28. Menurut pendapat Anda, makakah dari 3 (tiga) hal berikut ini yang paling penting untuk
diatur?
… Batasan hak dan kewajiban Wali Amanat terhadap Emiten .
… Batasan hak dan kewajiban Wali Amanat terhadap pemegang obligasi/surat utang.
… Batasan hak dan kewajiban Wali Amanat terhadap Regulator.
29. Menurut pendapat Anda, bagaimanakah sebaiknya pengaturan tentang batasan hak,
kewajiban serta tanggung jawab Wali Amanat dituangkan?
… Dituangkan dalam peraturan perundang-undangan
… Ditetapkan berdasar asas kebebasan berkontrak
… Ditetapkan berdasar kewenangan Emiten
… Ditetapkan berdasar kewenan an Wali Amanat
30. Menurut Anda, perlukah ditetapkan semacam standar atau kriteria untuk menilai kinerja
atau tingkat pemenuhan kewajiban dan tanggung jawab Wali Amanat?
… Sangat perlu
… Perlu
… Tidak perlu
… Sangat tidak perlu
31. Jika jawaban Anda atas pertanyaan no. 30 adalah "sangat perlu atau perlu", siapakah pihak
yang menurut Anda paling kompeten untuk merumuskan standar atau kriteria tersebut?
… Organisasi atau asosiasi para Wali Amanat
… Regulator
… Emiten bersama Wali Amanat
… Pihak lain, sebutkan: ..................................................................................................
32. Menurut pendapat Anda, apakah konsekuensi paling logis jika Wali Amanat tidak dapat
menunjukkan kinerja yang baik? (tidak memenuhi standar dan kriteria sebagaimana
dimaksud pada pertanyaan no. 31)
… Pemberian kesempatan bagi Wali Amanat untuk memperbaiki kinerjanya
… Pemberhentian Wali Amanat disertai kewajiban memberikan ganti kerugian (jika
timbul kerugian karena kelalaian Wali Amanat dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya)
… Tindakan tertentu oleh regulator terhadap Wali Amanat (misalnya peringatan,
pembatasan kegiatan usaha, atau pembatalan Surat Tanda Terdaftar sebagai Wali
Amanat)
Tindakan tertentu lainnya, sebutkan: ............................................................................

IMBALAN JASA WALI AMANAT


33. Menurut anda, apakah besarnya imbalan jasa (fee) bagi Wali Amanat saat ini sudah sesuai
dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh Wali Amanat dalam mewakili
kepentingan Pemegang Obligasi?
… Ya
… Tidak
… Tidak tahu

KEWAJIBAN EMITEN
34. Untuk menjamin pembayaran pokok Obligasi pada saat jatuh tempo, menurut anda,
perlukan Emiten diwajibkan untuk:
a. Menyampaikan rencana pembayaran obligasi minimal 1 tahun sebelum jatuh tempo
obligasi :
… Sangat perlu
… Perlu
… Tidak perlu
… Sangat tidak perlu
b. Menyampaikan pernyataan kesanggupan membayar obligasi 6 bulan sebelum jatuh
tempo obligasi:
… Sangat perlu
… Perlu
… Tidak perlu
… Sangat tidak perlu
c. Membuktikan bahwa telah terdapat dana untuk membayar obligasi di escrow account 3
bulan sebelum jatuh tempo:
… Sangat perlu
… Perlu
… Tidak perlu
… Sangat tidak perlu
35. Dalam hat terjadi pelanggaran kontrak perwaliamanatan, menurut anda, berapakah
lamanya waktu yang cukup bagi Emiten untuk memperbaikinya agar tidak dinyatakan
cedera janji ?
… 5 (lima) hari kerja
… 7 (tujuh) hari kerja
… 14 (empat belas) hari kerja
… 1 (satu) bulan
36. Menurut anda, lembaga mana yang paling tepat dan efisien dalam menyelesaikan
sengketa antara Emiten dengan Pemegang Obligasi?
… Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI)
… Pengadilan Umum
… Bapepam
… Lembaga lain, sebutkan: ....................................................................................................

BIAYA-BIAYA PERKARA
37. Menurut Anda, dalam hal terjadi sengketa antara Emiten dengan Pemegang Obligasi
berkenaan dengan pelanggaran ketentuan dalam perjanjian perwaliamanatan oleh
Emiten, siapakah pihak yang wajib menanggung biaya-biaya yang timbul?
… Penjamin Emisi Obligasi
… Wali Amanat
… Emiten
… Pemegang Obligasi
38. Menurut anda, apakah sebaiknya Wali Amanat menanggung biaya-biaya perkara terlebih
dahulu, untuk kemudian meminta kepada Emiten mengganti semua biaya-biaya
tersebut?
… Ya
… Tidak

USULAN/MASUKAN ANDA
39. Menurut Anda, perlukah adanya perluasan peran Wali Amanat selain sebagai wakil
pemegang Obligasi di luar maupun di dalam Pengadilan. Dalam hal perlu, jelaskan
jawaban Saudara dalam hal apa peran tersebut perlu diperluas:
.......................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
40. Apa usulan Saudara untuk peningkatan efektifitas fungsi Wali Amanat dalam mengawasi
Emiten dan mewakili kepentingan pemegang Obligasi:
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................

Terima Kasih atas kesediaan Anda menyediakan waktu untuk mengisi kuesioner kami
DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal


2. Peraturan Nomor VI.C.2 : Pendaftaran Bank Umum Sebagai Wali Amanat
3. Peraturan Nomor X.I.1 : Laporan Wali Amanat
4. Peraturan Nomor X.I.2 : Pemeliharaan Dokumen Oleh Wali Amanat
5. Peraturan Nomor X.K.4 tentang Laporan Penggunaan Dana Hasil Penawaran
Umum
6. Peraturan Bapepam Nomor IX.C.2 tentang Pedoman dan Isi Prospektus
Dalam Rangka Penawaran Umum
7. Peraturan Bapepam Nomor IX.C.3 tentang tentang Pedoman dan Isi
Prospektus Ringkas Dalam Rangka Penawaran Umum
8. Kitab undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
9. Ramon E Johnson and Calvin M Boardman, The Bond Indenture Trustee:
Function, Industry Structure, and Monitoring Costs, University of Utah, Salt
Lake City, UT, 84112.

You might also like