You are on page 1of 5

Pelanggaran Hukum

Bicara tentang kesadaran hukum pada hakekatnya adalah bicara tentang manusia
secara umum, bukan bicara tentang manusia dalam lingkungan tertentu atau manusia dalam
profesi tertentu seperti hakim, jaksa, polisi dan sebagainya.

Manusia sejak dilahirkan sampai meninggal dari dulu sampai sekarang, dimana
mana, selalu mempunyai kepentingan. Kepentingan adalah suatu tuntutan yang diharapkan
untuk dipenuhi.

Akan tetapi kenyataannya sepanjang sejarah, dimana-mana kepentingan manusia itu


selalu diancam atau diganggu oleh bahaya yang ada disekelilingnya. Dalam perjalanan
hidupnya manusia selallu diganggu oleh sesama manusia: pencurian, penipuan, perkosaan,
perzinahan, pembunuhan atau oleh binatang buas, atau bencana alam seperti tsnunami,
lumpur panas atau taufan tiada hentinya.

Maka oleh karena itu manusia menginginkan adanya perlindungan kepentingan-


kepentingannya terhadap ancaman-ancaman bahaya sepanjang masa.

1
Hal-hal berikut di bawah ini termasuk tindak kejahatan atau pelanggaran hukum.

1. Pembajakan Lagu/ Film

Studi IDC menyebutkan tingkat pembajakan di Indonesia dialami sebesar 85% dengan
potensi kerugian sebesar US$544 juta pada 2008. Jika dibandingkan 2007 naik sebesar 1%
dari 84% dengan potensi kerugian sebesar US$411 juta. Dengan hasil 85% tersebut,
Indonesia berada di posisi ke-12 dari 110 negara di dunia yang menjadi subjek penelitian.
Persentase Indonesia ini sama dengan Vietnam dan Irak.

2. Pelanggaran peraturan lalu lintas

2
Tingginya pelanggaran lalu lintas bisa dilihat dari angka pelanggaran yang terus meningkat.
Data di Direktorat Lalulintas Polda Metro Jaya tercatat catat 589.127 kasus selama tahun
2008 hingga awal 2009, atau rata-rata sehari sekitar 1.000 lebih terjadi pelanggaran. Dari
angka tersebut, sekitar 60% dilakukan pengendara sepeda motor, 30% angkutan umum baik
Mikrolet, Bis, Metromini dan lainnya, 10% sisanya mobil pribadi. Angka pelanggaran yang
tercatat di kepolisian tersebut jauh lebih rendah dari yang sesungguhnya.

3. Pernikahan dibawah umur

Laporan Pencapaian Millennium Development Goal’s (MDG’s) Indonesia 2007 yang


diterbitkan oleh Bappenas menyebutkan, bahwa Penelitian Monitoring Pendidikan oleh
Education Network for Justice di enam desa/kelurahan di Kabupaten Serdang Badagai
(Sumatera Utara), kota Bogor (Jawa Barat), dan Kabupaten Pasuruhan (Jawa Timur)
menemukan 28,10% informan menikah pada usia di bawah 18 tahun. Mayoritas dari
mereka adalah perempuan yakni sebanyak 76,03%, dan terkonsentrasi di dua desa
penelitian di Jawa Timur (58,31%).
Angka tersebut sesuai dengan data dari BKKBN yang menunjukkan tingginya pernikahan
di bawah usia 16 tahun di Indonesia, yaitu mencapai 25% dari jumlah pernikahan yang ada.
Bahkan di beberapa daerah persentasenya lebih besar, seperti Jawa Timur (39,43%),
Kalimantan Selatan (35,48%), Jambi (30,63%), Jawa Barat (36%), dan Jawa Tengah
(27,84%).
4. Main hakim sendiri

3
Sebagai illustrasi kasus dapat kita segarkan kembali ingatan kita pada peristiwa hukum
main hakim sendiri, antara lain : Perististiwa Pembunuhan dukun santet di Jawa-Timur,
lebih kurang 200 orang dieksekusi mati tanpa proses hukum ; Komplik di Sambas dan Poso
di Sulawesi ; Kerusuhan di Maluku ; Kekerasan di NAD ; Pengrusakan beberapa toko, kios
dan rumah oleh mereka yang diketahui berpakaian ninja di DIY ; dan yang paling pahit
untuk dikenang adalah perkelahian antara sesama anggota DPR RI pada pembukaan sidang
tahunan 2001 pada tanggal 01 Nopember 2001 yang langsung disaksikan oleh ratusan juta
rakyat Indonesia melalui layar kaca.

Semua fenomena tersebut menunjukkan bahwa kelompok masyarakat kita cenderung


menyiapkan kekuatan phisik sebagai langkah antisipasi dalam menyelesaikan setiap
masalahnya ketimbang menggunakan jalur hukum yang mereka nilai tidak efektif. Budaya
main hakim sendiri pada perkembangannya akan melahirkan cara-cara lain seperti teror
baik dengan sasaran psikologis maupun phisik, atau yang lebih halus seperti intimidasi,
pembunuhan karakter dan lain sebagainya.

5. Diskriminasi dan SARA

4
Konflik Horizontal dan Konflik Vertikal telah melahirkan berbagai tindakan kekerasan
yang melanggar hak asasi manusia baik oleh sesama kelompok masyarakat, perorangan,
maupun oleh aparat, seperti: pembunuhan, penganiayaan, penculikan, pemerkosaan,
pengusiran, dll.

Perlindungan kepentingan terhadap bahaya-bahaya disekelilingnya itu terpenuhi


dengan terciptanya antara lain kaedah (peraturan) hukum. Dengan terciptanya kaedah
hukum itu manusia merasa lebih telindungi terhadap ancaman bahaya di dekelilingnya. Jadi
fungsi kaedah hukum itu melindungi kepentingan manusia dan sesamanya (masyarakat).
Meskipun demikian bahaya akan selalu mengancam kepentingannya.
Manusia sadar dan yakin bahwa kaedah hukum itu untuk melindungi kepentingan
manusia dan sesamanya terhadap ancaman bahaya di sekelilingnya. Oleh karena itu setiap
manusia mengharapkan agar hukum dilaksanakan dan dihayati oleh semua manusia agar
kepentingannya dan kepentingan masyarakat terlindungi terhadap bahaya yang ada di
sekelilingnya.
Dengan demikian maka kesadaran hukum adalah kesadaran bahwa hukum itu
melindungi kepentingan manusia dan oleh karena itu harus dilaksanakan serta pelanggarnya
akan terkena sanksi.

You might also like