You are on page 1of 15

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

TUBERCULOSIS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK IV
1. I KETUT WIJAYADI
2. JOKO SUGIYANTO
3. HERI SETIAWAN
4. EUIS KOMARIYAH
5. IDA LESTARI

PROGRAM STUDI DIV EPIDEMIOLOGI


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA
TUBERKULOSIS

I. LATAR.BELAKANG
Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8
juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Di Negara
berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan
pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara berkembang Dengan munculnya
epidemic HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Kematian wanita karena TB lebih
banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan serta nifas (WHO). WHO mencanangkan
keadaan darurat global untuk penyakit TB pada tahun 1993 karena diperkirakan Penyakit TBC dapat
menyerang siapa saja(tua,muda,laki-laki,perempuan,miskin,ataukaya) dan dimana saja. Setiap
tahunnya,Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian
terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC.Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan
masalah TBC di dunia.

Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan
bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 ± 0,65%. Sedangkan menurut laporan
Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi
TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46%
diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.

II. PENGERTIAN

Penyakit TBC adalah penyakit yang menular yang menyerang paru-paru, penyakit ini disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberkulosis. Walaupun tidak mudah diwarnai, jika telah diwarnai bakteri ini tahan
terhadap peluntur warna (dekolarisasi) asam atau alcohol, oleh karena ini dinamakan bakteri tahan
asam atau basil tahan asam ( BTA ).

III. PENYEBAB PENYAKIT TBC

Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium
tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga
sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch
pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama
baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).
INTERAKSI HOST, AGENT DAN LINGKUNGAN

Dewasa ini wawasan mengenai diagnosis, gejala, pengobatan dan pencegahan TBC sebagai
suatu penyakit infeksi menular terus berkembang. Sejalan dengan itu, maka perlu dipelajari
faktor-faktor penentu yang saling berinteraksi sesuai dengan tahapan perjalanan alamiah.

1. Periode Prepatogenesis

a. Faktor Agent (Mycobacterium tuberculosis)

Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau
antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang
lama.

Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis
sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan
kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah
penggunaan kemoterapi moderen, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat
baru.

Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk
transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi kongenital
yang jarang terjadi.

b. Faktor Lingkungan

Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar dan
prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa
dipengaruhi musim dan letak geografis.

Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC. Pembelajaran sosiobiologis
menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial yang mencakup
pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi.
Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan urbanisasi komunitas
perdesaan. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak adanya
pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus
peningkatan epidemi penyakit ini.

Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang dengan hewan
ternak yang terinfeksi adalah berbahaya.

c. Faktor Host

Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan
kematian ; (1) paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita, (2) paling
luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-
mental dan momen kehamilan pada wanita, (3) puncak sedang pada usia lanjut. Dalam
perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku pada
golongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak
terlindung dari resiko infeksi.

Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan
psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki laju lebih
tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi
sosioekonomi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalam
TBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang
pewarisan sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan
peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi,
kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme
pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksi
primer memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.

2. Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent)

Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan pencernaan
Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian berdormansi
sepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi berikut
seluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan.
IV. CARA PENULARAN PENYAKIT TBC

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium
tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber
infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan
terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang
dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau
kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh
organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah
bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-
paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh
koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis
bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh
sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan
parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant(istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang
sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.

Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang
hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri
ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang
banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi
sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat
diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan
beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya
fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak
mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan
tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang
peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

V. GEJALA PENYAKIT TBC

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada
kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

Gejala sistemik/umum

- Demam tidak terlalu tinggiyang berlangsung lama,biasanya dirasakan malam hari disertai
keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.

- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).

- Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Gejala khusus
- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.

- Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit
dada. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini
akan keluar cairan nanah.

- Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis
(radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-
kejang.

- Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui
adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan
penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan ±
5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif,
dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

Penegakan Diagnosis
- Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan
untuk menegakkan diagnosis adalah:

- Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.

- Pemeriksaan fisik.

- Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).

- Pemeriksaan patologi anatomi (PA).

- Rontgen dada (thorax photo).

- Uji tuberkulin.

VI. PENANGGULANGAN TBC

Penyakit TBC tidak hanya merupakan persoalan individu tapi sudah merupakan persoalan
masyarakat. Kesakitan dan kematian akibat TBC mempunyai konsekuensi yang signifikan
terhadap permasalahan ekonomi baik individu, keluarga, masyarakat, perusahaan dan negara.

Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan melalui Program TBC Nasional, telah
bekerjasama dengan Rumah Sakit (RS), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Dokter
praktek pribadi, organisasi keagamaan dan ingin meningkatkan kerjasama dengan kelompok
masyarakat pekerja dan pengusaha. Peningkatan perhatian dari pengusaha terhadap penyakit
TBC di sektor dunia usaha sangat diperlukan. Guna mensukseskan aktivitas pengawasan
TBC, pengobatan yang teratur sampai terjadi eliminasi TBC di tempat keja.

Setiap tempat kerja mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit TBC pada pekerjanya
terutama pada blue collars (karena pendidikan rendah, higiene sanitasi perumahan pekerja,
lingkungan sosial pekerja, higiene perusahaan). Pengusaha diharapkan ber partisipasi aktif
terhadap penanggulangan TBC di tempat bekerja pada saat seleksi pekerja, higiene sanitasi di
perusahaan, gotong royong perbaikan perumahan pekerja bekerjasama dengan puskesmas
setempat.
Pengawasan TBC ditempat bekerja memberikan keuntungan yang nyata kepada perusahaan
dan masyarakat. Pekerja yang menderita TBC selain akan menularkan ke teman sekerjanya
juga akan mengakibatkan menurunnya produktifitas kerja, sehingga akan mengakibatkan
hasil kerja menurun dan pada akhirnya mengakibatkan kerugian bagi perusahaan tempat
penderita bekerja. Penemuan penderita baru dan pengobatan dini akan memberikan
keuntungan bagi penderita, perusahaan dan program pemberantasan TBC Nasional.

Untuk menanggulangi masalah TBC di Indonesia, strategi DOTS (Directly Observed


Treatment, Shourtcourse chemotherapy) yang direkomendasikan oleh WHO merupakan
pendekatan yang paling tepat saat ini dan harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh.
Pelaksanaan DOTS di Puskesmas secara bertahap maupun di klinik perusahaan merupakan
peran aktif dan kemitraan yang baik dari pengusaha dan masyarakat pekerja untuk
meningkatkan penanggulangan TBC di tempat kerja.

Penanggulangan TBC secara nasional di seluruh UPK terutama di Puskesmas.

1. Visi dan Misi

Visi

“ Masyarakat yang mandiri dalam hidup sehat dimana TBC tidak lagi menjadi
masalah kesehatan masyarakat”

Misi

- Menjamin bahwa setiap pasien TB mempunyai akses terhadap pelayanan yang


bermutu, untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena TB.
- Menurunkan resiko penularan TB
- Mengurangi dampak social dan ekonomi akibat TB.

2. Tujuan dan Target

Tujuan

Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB, memutuskan mata rantai
penularan, serta mencegah terjadinya MDR TB.

Target

Tercapainya penemuan pasien baru TB BTA positif paling sedikit 70% dari perkiraan
dan menyembuhkan 85% dari semua pasien tersebut serta mempertahankannya.
Tingakt prevalensi dan kematian akibat TB turun hingga separuhnya pada tahun 2010
dibanding tahun 1990 dan mencapai MDGs pada tahun 2015.
3. Kebijakan

a. Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai azas desentralisasi dengan


kabupaten/kota sebagai titk berat manejemen program dalam kerangka otonomi.
b. Penanggulangan TB dilaksanakan dengan strategi DOTS.
c. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program
penanggulangan TB.
d. Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya.
e. Penemuan dan pengobatan dilaksanakan oleh selluruh UPK ( Unit Pelayanan
Kesehatan ) baik swasta maupun pemerintah.
f. Dilaksanakan melalui Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB ( Gerdanus
TB )
g. Peningkatan kemapuan laboratorium.
h. Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ).
i. Ketersedian SDM.
j. Diprioritaskan kepada kelompok miskin dan kelompok rentan TB.
k. Penanggulangan TB berkolaborasi dengan penanggulangan HIV.
l. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.
m. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam MDGs.

4. Kerangka Kerja Strategi Penanggulangan TBC di Indonesian 2006 – 2010

Rencana strategi berfokus pada penguatan sumber daya, baik sarana maupun tenaga,
selain meningkatkan strategi DOTS diseluruh UPK.

5. Kegiatan

a. Tatalaksana pasien TB
b. Manajemen program
c. Kegiatan penunjang
d. Kolaborasi TB/HIV di Indonesia.

6. Organisasi Pelaksanaan

a. Tingkat Pusat

Oleh Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung, cq. Sub Direktorat


Tuberkulosis.

b. Tingkat Propinsi
Oleh Dinas Kesehatan Propinsi

c. Tingkat Kabupaten/Kota

Oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

d. Unit Pelayanan Kesehatan

Oleh puskesmas, RS, BP4/Klinik dan praktek Dokter Swasta.

Pengendalian TB di tempat Kerja

Dasar kebijakan program penanggulangan TBC di tempat kerja

1. Undang-undang no.23 tahun 1992, pasal 23 tentang Kesehatan Kerja


2. Kebijakan teknis program kesehatan kerja
3. Evaluasi program TBC yang dilaksanakan bersama oleh Indonesia dan WHO pada
April1994 (Indonesia –WHO joint evaluation on National TB Program)
4. Lokakarya Nasional Program P2TB pada September 1994
5. Dokumen Perencanaan (Plan of action) pada bulan September 1994
6. Rekomendasi “Komite Nasional Penanggulangan Tuberkulosis” 24 Maret 1999

Visi
Tuberkulosis tidak lagi menjadi masalah kesehatan di tempat kerja

Misi

1. Menetapkan kebijakan, memberikan panduan serta membuat evaluasi secara tepat,


benar dan lengkap
2. . Menciptakan iklim kemitraan dan transparansi pada upaya penanggulangan penyakit
TBC di tempat kerja.
3. Mempermudah akses pelayanan penderita TBC untuk mendapatkan pelayanan yang
sesuai dengan standar mutu

TUJUAN
Secara umum kegiatan penanggulangan TBC ini diharapkan dapat menurunkan angka
kesakitan dan kematian penyakit TBC pada pekerja untuk mencapai peningkatan kemampuan
hidup sehat agar tercapai produktivitas yang optimal.
Dan hasil yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan tersebut secara khusus adalah :

- Tercapainya angka kesembuhan minimal 85% dari semua penderita baru BTA positip
yang ditemukan ditempat kerja.
- Tercapainya cakupan penemuan penderita baru secara bertahap sehingga pada tahun
2005 dapat mencapai 70% dari perkiraan semua penderita baru BTA positip.
- Tercapainya pelayanan kesehatan yang paripurna, terjangkau, adil & merata
mencakup 80%

Strategi Penanggulangan TBC di tempat kerja sesuai dengan Strategi Nasional

Paradigma Sehat

1. Meningkatkan penyuluhan untuk menemukan penderita TB sedini mungkin, serta


meningkatkan cakupan Promosi kesehatan dalam rangka meningkatkan perilaku
hidup sehat
2. Perbaikan perumahan serta peningkatan status gizi, pada kondisi tertentu

Strategi DOTS, sesuai rekomendasi WHO

1. Komitmen politis dari para pengambil keputusan (tripartite), termasuk dukungan


dana.
2. Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik
3. Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
Pengawas Menelan Obat (PMO) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek
dengan mutu terjamin.
4. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi
program penanggulangan TBC

Peningkatan mutu pelayanan

1. Pelatihan seluruh tenaga pelaksana


2. Mengembangkan materi pendidikan kesehatan tentang pengendalian TBC
mengunakan media yang cocok untuk tempat kerja
3. Ketepatan diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik
4. Kualitas laboratorium diawasi melalui pemeriksaan uji silang (cross check)
5. Untuk menjaga kualitas pemeriksaan laboratorium, dibentuk KPP (Kelompok
Puskesmas Pelaksana) terdiri dari 1 (satu) PRM (Puskesmas Rujukan Mikroskopik)
dan beberapa PS (Puskesmas Satelit). Untuk daerah dengan geografis sulit dapat
dibentuk PPM (Puskesmas Pelaksana mandiri).
6. Ketersediaan OAT bagi semua penderita TBC yang ditemukan
7. Pengawasan kualitas OAT dilaksanakan secara berkala dan terus menerus.
8. Keteraturan menelan obat sehari-hari diawasi oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
9. Pencatatan pelaporan dilaksanakan dengan teratur lengkap dan benar.
10. Pengembangan program dilakukan secara bertahap
11. Advokasi sosialisasi kepada para pimpinan perusahaan , organisasi pekerja mengenai
dasar pemikiran dan kebutuhan untuk TBC kontrol yang efektif, mencakup
kontribusinya dalam pengendalian TBC di tempat kerja.
12. Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program meliputi : perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta mengupayakan sumber daya (dana,
tenaga, sarana dan prasarana).
13. Membuat peta TBC sehingga ada daerah-daerah yang perlu di monitor
penanggulangan bagi para pekerja.
14. Memperhatikan komitmen internasional.

KEGIATAN PENANGGULANGAN TBC


Kegiatan penanggulangan TBC di tempat kerja meliputi upaya promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif.

Upaya Promotif
Peningkatan pengetahuan pekerja tentang penanggulangan TBC di tempat kerja melalui
pendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di tempat kerja, penyuluhan,
penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan kepuasan kerja,
peningkatan gizi kerja

Upaya preventif
Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat penyakit
TBC.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakit
pada populasi yang sehat.

Pengendalian melalui perundang-undangan (legislative control)

* Undang-Undang No. 14 tahun 1969 Tentang ketentuan-ketentuan pokok tenaga kerja.


* Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja
* Undang-Undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
* Peraturan Menteri Kesehatan tentang hygiene dan saniasi lingkungan

Pengendalian melalui administrasi/organisasi (administrative control)

* Pesyaratan penerimaan tenaga kerja


* Pencatatan pelaporan
* Monitoring dan evaluasi

Pengendalian secara teknis (engineering control), antara lain :

* Sistem ventilasi yang baik


* Pengendalian lingkungan keja

Pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control), antara lain :

- Pendidikan kesehatan : kebersihan perorangan, gizi kerja, kebersihan lingkungan, cara


minum obat dll.
- Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium rutin, tuberculin test)
- Peningkatan gizi pekerja
- Penelitian kesehatan

Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalan upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini mungkin
mencegah meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit, diantaranya :
- Pengawasan dan penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada pengobatan
yang diberikan (tingkat kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang “Pengawas Obat” atau
juru TBC
- Pengamatan langsung mengenai perawatan pasien TBC di tempat kerja
- Case-finding secara aktif, mencakup identifikasi TBC pada orang yang dicurigai dan
rujukan pemeriksaan dahak dengan mikroskopis secara berkala.
- Membuat “Peta TBC”, sehingga ada gambaran lokasi tempat kerja yang perlu
prioritas penanggulangan TBC bagi pekerja
- Pengelolaan logistik

Upaya Kuratif dan Rehabilitatif

Adalah upaya pengobatan penyakit TBC yang bertujuan untuk menyembuhkan penderita,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan.

Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan
dosis yang tepat selama 6-8 bulan dengan menggunakan OAT standar yang
direkomendasikan oleh WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and
Lung Disease). Pelaksanaan minum obat & kemajuan hasil pengobatan harus dipantau.

Agar terlaksananya program penanggulangan TBC ditempat kerja perlu adanya komitmen
dari pimpinan perusahaan / tempat kerja dan kerjasama dengan semua pihak terkait untuk
melaksanakan Program Penanggulangan TBC didukung dengan ketersediaan dana, sarana
dan tenaga yang professional.

Keberhasilan pengobatan TBC tergantung dari kepatuhan penderita untuk minum OAT yang
teratur. Dalam hal ini, PMO di tempat kerja akan sangat membantu kesuksesan
Penanggulangan TBC di tempat kerja.

Sumber :
Tuberkulosis Klinis, Edisi 2 th 2002, John Crofton, Norman Horne dan Fred Miller
...Pedoman Nasional penanggulangan TBC, Cetakan ke 8,Dekes RI th 2002.
- ...Pedoman Nasional Penanggulangan TB , Depkes RI tahun 2008.
- ..Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI
WWW.depkes.go.id
- ..Mengenal penyakit-penyakit menular

You might also like