You are on page 1of 33

PERGESERAN PENERJEMAHAN

Diasuh oleh:

Asuruddin B.Tou,Ph.D

Dikerjakan oleh:
NILZAMI
NIM: 078107005

SEKOLAH PASCASARJANA

PROGRAM DOKTOR LINGUISTIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2008

PERGESERAN PENERJEMAHAN

1. Pendahuluan

Sedemikian pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi
sekarang ini maka tuntutan untuk mampu menerjemahkan bagi penutur Indonesia semakin
tinggi. Bahasa Inggeris merupakan bahasa asing yang diajarkan sebagai mata pelajaran wajib
minimal mulai dari sekolah Menengah Pertama sampai pada tahun pertama di perguruan tinggi.
Namun demikian, kegiatan menerjemahkan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia tetap
menimbulkan problematik baik linguistik maupun non linguistik bagi penutur bahasa Indonesia,
karena adanya perbedaan kebudayaan penuturnya yang melatar belakangi perbedaan sistem
kedua bahasa tersebut. Menerjemahkan adalah mengalihkan pesan yang paling sepadan dari
bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa), baik dalam hal makna maupun gaya (Nida
&Taber 1974 :12).

Satu teks dalam BSu tidak mungkin sepenuhnya diterjemahkan ke dalam teks bahasa
target karena proses terjemahan dimulai dari memberikan arti ke arti (padanannya) kemudian
baru dicari bentuk linguistik yang relevan dalam BSu dan BSa. Apabila tidak diketemukan
bentuk linguistik yang relevan antara BSu dan Bsa, maka salah satu teks BSu atau Bsa ada yang
harus ditambah kosakatanya dan ada pula yang harus dikurangi.

Newmark (1998) mengatakan pergeseran yang terjadi sewaktu menerjemahkan dapat


berbentuk 1.pengurangan (substrucstruction), 2. Penambahan (addition) , 3.
Transposisi (transposition) 4.Pungutan (borrowing) yaitu penerjemahan yang membawa kata
BSu ke dalam BSa untuk menunjukkan penghargaan terhadap kata-kata tersebut atau tidak
ditemukannya padanan di dalam BSa.
Selanjutnya Saragih dalam kuliahnya mengatakan apabila kita melakukan terjemahan
yang pertama kali yang harus dilakukan terjemahan secara sintaksis, kemudian baru dilakukan
analisis secara semantik dan analisis secara pragmatis.

Hal yang senada juga diungkapkan oleh Sadtono (1985) bahwa prosedur terjemahan
dilakukan dengan:

1.membuat penyesuaian semantik dan

2.penyesuaian struktur.

Untuk melakukan penyesuaian semantik harus memperhatikan idiom, arti kiasan,


pemindahan komponen pokok yang berarti, arti-arti khusus dan arti kelompok, ungkapan-
ungkapan berlebihan, formula-formula khusus, membagi kembali komponen-komponen
semantik dan mengadakan penyesuaian untuk keadaan tekstual. Dan penyesuaian struktur
melibatkan seluruh struktur linguistik mulai dari discourse (wacana), kalimat, perkataan dan
bunyi. Penyesuaian cara-cara pemindahan ini merupakan penyesuaian yang wajib namun harus
diperhatikan bahwa isi terjemahan tersebut masuk akal dan harus dihindari kejanggalan-
kejanggalan yang timbul.

2.Masalah

Makalah ini membahas pergeseran (shift) dalam proses penerjemahan.

3.Konsep penerjemahan

Cafford mengatakan bahwa translation adalah penggantian materi tekstual dalam


suatu bahasa dengan materi tekstual yang ada pada bahasa lain. Dalam definisi ini
Cafford mengganti konsep makna dengan materi tekstual yang ada. Suryawinata (1989)
mengatakan hal yang seperti ini tentu saja lebih operational. Tetapi secara sederhana
materi tekstual bisa padan maknanya, panjangnya , gaya tulisannya atau bahkan pada
kualitas cetaknya. Sementara Newmark (1981 ) mengatakan translation adalah suatu kiat
yang merupakan usaha untuk mengganti suatu pesan atau pernyataan yang sama dalam
bahasa lain. Dari definisi ini Newmark memandang ada dua penerjemahan, yaitu
penerjemahan tertulis (translation) dan penerjemahan lisan (interpretation).
Saragih (2007) dalam kuliahnya mengatakan translation bukan mengganti kata
perkata tetapi memindahkan kata dari bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa),
misalnya I cut my fingger. Pada contoh ini analisis yang dapat dilakukan adalah analisis
semantik bukan analisis sintaksis. Kajian makna harus berdasarkan pada pemakaian teks
makna yang dibuat oleh pemakai bahasa itu bukan oleh kalimat itu sendiri. Dengan
demikian di dalam menerjemahkan harus diketahui konteks kalimat tersebut.

Translation is made possible by an equivalence of thought that lies behind its


different verbal expression. (Savory, 1969:13).

Translation consists in reproducing in the receptor language the closest natural


equivalent of the source language message, first in terms of meaning, and secondly in
terms style. (Nida, 1969:12).

Translation is a process of finding a TL equivalent for an SL utterance . (Pinchuck,


1977:38)

Translation is the rendering of source language (SL) text into the target language
(TL) so as to ensure that (1) the surface meaning of the two will be approximately similar
and (2) the structures of the SL will be preserved closely as possible but not so closely
that the TL structures will be seriously distorted. (McGuire, 1980:2)

Nord (1997) mengatakan bahwa translation merupakan alat komunikasi. Sebagai alat
komunikasi translation mempunyai tujuan komunikatif. Dalam translation terdapat dua
pendekatan, yaitu (1) pendekatan bawah-atas (buttom-up upprouch) yaitu penterjemahan yang
dimulai dengan satuan lingual yang lebih kecil dari teks (misalnya kata, frasa, klausa dan
kalimat), (2) pendekatan atas-bawah yang memulai penerjemahan dari tataran yang paling tinggi,
yaitu teks dan dilanjutkan pada tataran yang lebih rendah.
Selanjutnya dia menambahkan ada dua objek kajian utama di dalam translation, yaitu
karya terjemahan (produk) dan proses penerjemahan. Translation yang hanya memberikan
perhatiannya pada teks BSa berusaha mengungkapkan apakah terjemahan telah dengan setia
mempertahankan pesan teks Bsa, dapat dengan mudah dipahami oleh pembaca dan dapat
diterima oleh orang yang menjadi sasaran terjemahan tersebut. Translation yang berorientasi
pada produk hanya bisa mengkaji hal-hal tersebut , dan tidak bisa menjelaskan mengapa
penerjemah memilih padanan yang ini dan bukan yang itu. Penerjemah yang mementingkan
proses penerjemahan memperlakukan proses penerjemahan sebagai proses pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh penerjemah, dan proses pengambilan keputusan itu sangat
tergantung pada kompetensi penerjemah dan dipengaruhi oleh banyak faktor atau pertimbangan.
Dengan demikian kecendrungan baru pada penerjemahan ini lebih menekankan pada pencarian
padanan pada tataran teks yang sesuai dengan konteks sosial budaya pembaca teks terjemahan.

Dalam kegiatan translation tidak jadi persoalan metode apa yang diterapkan oleh
penerjemah. Yang perlu adalah metode yang dipilih dapat memenuhi tujuan penerjemahan atau
tidak. Suatu hal yang harus diketahui bahwa penerjemahan melibatkan minimal dua bahasa ,
yaitu Bsu dan BSa. Kedua bahasa ini berbeda baik dari segi linguistik, semantik, sosiolinguistik
dan budayanya. Misalnya konsep farmer tidak sama dengan konsep petani dan makna kata
breakfast tidak sepenuhnya sama dengan makna kata sarapan.

Nababan (2003) mengatakan prosedur translasi dengan praktik menerjemahkan. Ia


berpendapat bahwa praktik menerjemahkan sebagai realisasi dari proses penerjemahan selalu
melibatkan pencarian padanan yang akhirnya akan mengiring penerjemah ke konsep terjemahan
(translatability) dan ketakterjemahan (untranslatability). Dan ia membagi padanan menjadi (1)
padanan pada tataran kata (2) padanan di atas tataran kata dan padanan gramatikal.

Kebahasaan dan Budaya

Bahasa merupakan sistem yang mempunyai struktur (structured system) sebagaimana


halnya dengan sistem lain (Machali 2000 :18), memiliki pola yang umumnya bersifat statis.
Berikutnya, bahasa merupakan sistem bunyi yang bersifat manasuka (arbitrar), dan bahasa yang
disebut unik, yang satu berbeda dari bahasa yang lain karena adanya perbedaan aturan gramatikal
bahasa-bahasa yang bersangkutan.

Kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi dalam menerjemahkan adalah karena


hakikat bahasa adalah pengungkap pikiran manusia dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari kebudayaan penuturnya, sehingga sangatlah wajar kalau sangat sulit menemukan padanan
terjemahan yang tepat. Parta penganut paham relativisme linguistik – yang juga terkenal sebagai
hipotesis sapir- Whorf – sangat ekstrem mempertanyakan kemungkinan menerjemahkan dari
satu bahasa ke bahasa lain yang tidak serumpun (seperti bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia),
karena cara perbedan memandang dunia pada penutur bahasa yang berbeda. Pada kata-kata yang
seolah-olah mempunyai padanan kata yang sama ternyata sering mempunyai komponen makna
dan makna.

Tambahan yang membuatnya berbeda dari bahasa yang lain (Mounin 1994:15).
Namun, menurut penelitian para pakar bahasa, perbedaan ini terjadi hanya pada struktur lahir
saja; sedangkan pada struktur batin mempunyai kesemestaan (Larson 1984 :26). Karenanya, apa
yang dapat diungkapkan dalam suatu bahasa dapat pula diungkapkan dalam bahasa lain (Nida &
Taber 1974 :21); mendukung paham universalisme yang mengatakan menerjemahkan dapat
dilakukan walaupun harus melakukan penyesuaian-penyesuaian (Bolinger 1968:294).
Jelaslah bahwa menerjemahkan tidak terbatas pada pengalihan lintas bahasa tetapi juga
menyangkut pengalihan lintas budaya.

Pengetahuan bahasa asing yang memadai, kosa kata, dan tatabahasa tidaklah cukup
membuat seseorang menjadi penerjemah. Seseorang penerjemah harus mengetahui budaya baik
budaya dari bahasa sumber maupun budaya bahasa sasaran sebelum melakukan terjemahan.
Pentingnya seorang penerjemah untuk memahami budaya adalah karena teks merupakan hasil
tindak komunikasi dengan pembaca , norma, budaya penutur bahasanya (Machali 2000:45).
Sehingga setiap terjemahan merupakan hasil analisis, penggalian, dan penyerasian yang
disesuaikan dengan budaya pembacanya.

Pergeseran (Shift) dalam Proses Penerjemahan

Pergeseran dalam terjemahan (translation shift) adalah pergeseran terjemahan yang


terjadi agar mencapai kesepadanan pesan bahasa sumber (Bsu ) ke bahasa sasaran (BSa )
pada setiap bentuk bahasanya, baik pada tingkat kata, gramatikal, tekstual, dan pragmatik.

Tou dalam kuliahnya (2007) menjelaskan bahwa shift (pergeseran) dapat dibedakan
menjadi :
(1) rank shifts yang terdiri dari morfem, word dan group.

(2) category shifts yang terdiri dari structure shifts, class shifts, unit shifts dan shifts in
thematic organisation, shifts in information organisation, dan shifts intertype.

Pergeseran bentuk adalah suatu prosedur pentranslasian yang melibatkan pengubahan


bentuk gramatikal dari Bsu ke BSa. Catford (1965) menyebut pergeseran dengan shift atau
transposisi (New Mark :1988). Pergeseran bentuk dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu:

1. Pergeseran bentuk wajib dan otomatis yang disebabkan oleh sistem dan kaidah bahasa ,
misalnya :
a. pergeseran dari nomina jamak dalam bahasa Inggeris menjadi tunggal

dalam bahasa Indonesia. Contoh:

Bahasa Inggeris Bahasa Indonesia

A pair of trousers sebuah celana

A pair of glasses sebuah kaca mata

b. Pengulangan adjektiva dalam bahasa Indonesia yang maknanya menunjukkan variasi


yang tersirat dalam adjektiva menjadi penjamakan nominanya dalam bahasa Inggeris.
Contoh :

BSu: Gadis-gadis itu cantik cantik.

Bta : The girls are beautiful.

c. Adj + N--------N + pemberi sifat

contoh : BSu : handsome man

BTa : Pria (yang ) tampan

Demikian juga kalau adjektivanya dibentuk dari verba seperti writing book= buku tulis
atau frasa yang kata sifatnya menjadi gabungan, seperti : long deceased people = orang
yang sudah lama meninggal. Namun apabila frasa nomina itu berisi sederetan kata
bilangan dan kata sifat, maka pentranslasiannya dimulai dari adjektiva yang paling dekat
dengan nominanya dan bergerak ke depan. Contoh: Two splended ancient electric trains.

‘Dua kereta api listrik kuno yang bagus sekali’.

2. Pergeseran yang dilakukan apabila suatu struktur gramatikal dalam BSu tidak ada dalam
BSa.

Misalnya :

a. Peletakan objek dilatar depan dalam bahasa Indonesia tidak ada dalam konsep
struktur gramatikal bahasa Inggris, kecuali dalam kalimat pasif atau struktur khusus,
sehingga terjadi pergeseran bentuk menjadi struktur kalimat berita biasa.

Contoh :

BSu : Buku itu harus kita bawa.

BSa : We must bring the book.

b. Peletakan verba di latar depan dalam bahasa Indonesia tidak lazim dalam struktur
bahasa inggeris, kecuali dalam kalimat imperatif. Maka padanannya memakai
struktur kalimat berita biasa . Contoh:

BSu : Berbeda penjelasannya.

BSa : The explanation differs.

3. Pergeseran yang dilakukan karena alasan kewajaran ungkapan, sekalipun dimungkinkan


adanya translasi harfiah menurut struktur gramatikal, padanannya tidak wajar atau kaku
dalam BSa. Contoh:

a. BSu : ... to train intelectual men for the pursuit of an intellectual life.

BTa : ... untuk melatih para intelektual untuk mengejar kehidupan

intellektual.
Jika frasa di atas ditranslasi secara harfiah , maka bunyinya akan menjadi ‘melatih
para intelektual untuk pengejaran kehidupan intelektual’. Namun, frasa ini terasa
kaku dalam bahasa Indonesia.

b. Gabungan adjektiva bentukan dengan N atau FN dalam BSu menjadi N+N dalam
BTa. Contoh :

Bahasa Inggeris Bahasa Indonesia

Adj + N N+N

Medical student mahasiswa kedokteran

c. Klausa dalam bentuk partisipium dalam BSu dinyatakan secara penuh dan eksplisit
dalam BSa. Contoh:

BSu : The approval signed by the doctor is valid.

BSa : Persetujuan yang ditandatangani oleh ...

4. Pergeseran yang dilakukan untuk mengisi kerumpangan kosakata dengan menggunakan


suatu struktur gramatikal. Misalnya :

a. Suatu perangkat tekstual penanda fokus dalam BSu yang dinyatalkan dengan
konstruksi gramatikal dalam BSa. Contoh :

BSu : Perjanjian inilah yang diacu

BSa : It is this agreement which is referred to (not anything else )

b. Pergeseran unit dalam istilah Catford (1965) termasuk dalam transposisi atau
pergeseran bentuk jenis ini, miksalnya dari kata menjadi klausa, frasa menjadi klausa
dsb. Yang sering kita jumpai dalam pentranslasian kata-kata lepas bahasa Inggris.
Contoh : Interchangeability ‘keadaan dapat saling dipertukarkan’ ; amenity ‘sikap
ramah tamah’ ; deliberate ‘ tenang, dengan sengaja , berhati’

Akibat adanya prosedur transposisi itu pergeseran bentuk melibatkan pula pergeseran
makna atau modulasi. Modulasi terbagi dua , yaitu modulasi wajib dan modulasi bebas.
Modulasi wajib dilakukan apabila suatu kata , frasa atau struktur tidak ada padanannya
dalam BSa sehingga perlu dimunculkan. Menurut Newmark (1988) modulasi dapat
terjadi karena :

a. Pasangan kata dalam BSu yang salah satunya saja ada padananya dalam BSa.
Contoh : kata lessor dan lesse dalam bahasa Inggris. Kata lesse ditranslasikan dengan
‘penyewa’ tetapi padanan untuk lessor tidak ada. Oleh sebab itu dicari padanannya
dengan mengubah sudut pandang atau dicari kebalikannya menjadi orang /pihak
yang menyewakan atau pemberi sewa’.
b. Struktur aktif BSu menjadi pasif dalam BSa dan sebaliknya. Contoh : infinitif of
purpose dalam bahasa Inggris :
BSu : The problem is hard to solve.

BTa : Masalah itu sukar (u ntuk ) dipecahkan.

c. Struktur subjek yang dibelah dalam bahasa Indonesia perlu modulasi dengan
menyatakannya dalam bahasa Inggris. Contoh :

BSu :Buku tersebut telah disahkan penggunaannya oleh Dikti.

BTa :The use of the book has been approved by Dikti.

Modulasi wajib juga terjadi pada pentranslasian kata yang hanya sebagian aspek
maknanya dalam BSu dapat diungkapkan dalam BSa, yaitu dari makna bernuansa khusus
ke umum. Contoh: society ‘masyarakat’ (hubungan sosialnya, dsb); community
‘masyarakat’ (kelompok orangnya). Jadi, kata bernuansa khusus dalam bahasa Inggris
ditranslasikan menjadi kata bernuansa umum dalam bahasa Indonesia.

Adapun modulasi bebas adalah prosedur pentranslasian yang dilakukan karena


alasan non – linguistik, misalnya untuk memperjelas makna kesetalian dalam BSa,
mencari padana yang terasa alami dalam BSa dsb. Contoh:

a. Menyatakan secara tersurat dalam BSa apa yang tersirat dalam BSu.

Contoh :
BSu : Environmental degradation ‘penurunan mutu lingkungan (konsep mutu tersirat
dalam dalam BSu). Dalam pentranslasian gejala ini disebut eksplisitasi , yakni
memperjelas apa yang tersirat dalam makna. Namun gejala eksplisitasi ini
dapat terjadi sebaliknya . Contoh:

BSu : These conflicts, which more often than not have regional causes.

BSa : Konflik-konflik ini, yang lebih sering disebabkan oleh sebab-

sebab regional.

b. Frasa preposisional sebab akibat dalam BSu menjadi klausa sebab akibat dalam BSa.
Contoh:

BSu : we all suffer from the consequences of environmental degradation.

BSa : Kita semua menderita karena (adanya ) penurunan mutu lingkungan.

c. Bentuk negatif ganda dalam BSu menjadi positif dalam Bsa. Contoh:

BSu : Conflicts are bound to occur.

BSa : Konflik militer tak urung terjadi juga.

Kesimpulan

Suatu teks dikatakan asli hanya pada saat teks itu dibuat pertama kali. Apabila teks itu
telah digunakan untuk tujuan lain atau diperlakukan berbeda dari keadaan semula, maka teks itu
akan kehilangan keautentikannya sehingga terjadi pergeseran sewaktu menerjemahkan.
Pergeseran-pergeseran yang terjadi di dalam penerjemahan tidak dapat dihindarkan untuk
menyesuaikan makna antara BSu dan BSa. Sedangkan untuk pembentukan makna pada suatu
terjemahan sangat berkaitan dengan ideologi dan budaya.

Yang dicari oleh setiap penerjemah adalah kesepadanan antara teks yang diterjemahkan
dan terjemahannya. Kesepadanan adalah kesesuaian isi pesan BSu dengan BSa. Akibatnya di
dalam menerjemahkan sering dilakukan pergeseran formal (struktur) dan pergeseran (semantis).
DAFTAR PUSTAKA

Catford, J.C., 1969. A linguistic Theory of Translation. London: Oxford University Press.

Hatim, Basir dan Lan Mason. 1990. Discourse and the Translation. Longman.

Machali, Rohayah. 2000. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: Grasindo.

McGuire, S.B. 1980. Translation Studies. London and New York: Methuen.

Nababan, M.Rudolf. 2006. Kecenderungan Baru Dalam Studi Terjemahan. Surakarta:


Universitas Sebelas Maret.

Nida, E.A. 1969. The Theory and Practice of Translation. Leiden: E.J. Brill.

Newmark, P. 1984. Approaches to Translation. Oxford: Pergamon Press Ltd.

Pinchuck, I. 1977. Scientific and Technical Translation. Deutsch: Andre Deutsch.

Savory, T. 1968. The Art of Translation. Cape: Jonathan

Saragih, Amrin. 2007. Materi Perkuliahan. Medan: Pasca Sarjana USU.

Suryawinata dan Sugeng Haryanto. 2000. Translation. Yogyakarta: Kanisius.


Tou, Barori Asruddin. 2006. Translation dan Interpreting Dalam Kajian Translasi.
Makalah Seminar Tentang Penerjemahan di Fakultas Bahasa dan Seni.
Yogyakarta.

TRANSLATION

(Take Home Examination)

Diasuh oleh:

PROF. AMRIH SARAGIH, Ph.D, MA, DTEFL

Dikerjakan oleh:

NILZAMI

NIM: 078107005
SEKOLAH PASCASARJANA

PROGRAM DOKTOR LINGUISTIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2008

UJIAN DAN TUGAS TRANSLATION

A. Pertanyaan Teoritis

1. Tuliskanlah defenisi terjemahan (translation).

Ada beberapa definisi tentang terjemahan yang dirumuskan oleh beberapa ahli seperti berikut :
a. Cafford mengatakan bahwa translation adalah penggantian materi tekstual dalam suatu bahasa
dengan materi tekstual yang ada pada bahasa lain.. Dalam definisi ini Cafford mengganti
konsep makna dengan materi tekstual yang ada. Suryawinata (1989) mengatakan hal yang
seperti ini tentu saja lebih operational. Tetapi secara sederhana materi tekstual bisa padan
maknanya, panjangnya , gaya tulisannya atau bahkan pada kualitas cetaknya. Sementara
Newmark (1981 ) mengatakan translation adalah suatu kiat yang merupakan usaha untuk
mengganti suatu pesan atau pernyataan yang sama dalam bahasa lain. Dari definisi ini
Newmark memandang ada dua penerjemahan, yaitu penerjemahan tertulis (translation) dan
penerjemahan lisan (interpretation).

b. Saragih (2007) dalam kuliahnya mengatakan translation bukan mengganti kata perkata tetapi
memindahkan kata dari bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa), misalnya I cut my
fingger. Pada contoh ini analisis yang dapat dilakukan adalah analisis semantik bukan analisis
sintaksis. Kajian makna harus berdasarkan pada pemakaian teks makna yang dibuat oleh
pemakai bahasa itu bukan oleh kalimat ituy sendiri. Dengan demikian di dalam menerjemahkan
harus diketahui konteks kalimat tersebut.

c. Translation is made possible by an equivalence of thought that lies behind its different verbal
expression. (Savory, 1969:13).

d. Translation consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of
the source language message, first in terms of meaning, and secondly in terms style. (Nida,
1969:12).

e. Translation is a process of finding a TL equivalent for an SL utterance. (Pinchuck, 1977:38)

f. Translation is the rendering of source language (SL) text into the target language (TL) so as to
ensure that (1) the surface meaning of the two will be approximately similar and (2) the
structures of the SL will be preserved closely as possible but not so closely that the TL
structures will be seriously distorted. (McGuire, 1980:2)

g. Nord (1997) mengatakan bahwa translation merupakan alat komunikasi. Sebagai alat
komunikasi translation mempunyai tujuan komunikatif. Dalam translation terdapat dua
pendekatan, yaitu (1) pendekatan bawah-atas (buttom-up upprouch) yaitu
penterjemahan yang dimulai dengan satuan lingual yang lebih kecil dari teks
(misalnya kata, frasa, klausa dan kalimat), (2) pendekatan atas-bawah yang memulai
penerjemahan dari tataran yang paling tinggi, yaitu teks dan dilanjutkan pada tataran
yang lebih rendah.

Selanjutnya dia menambahkan ada dua objek kajian utama di dalam translation, yaitu
karya terjemahan (produk) dan proses penerjemahan. Translation yang hanya
memberikan perhatiannya pada teks Bsa berusaha mengungkapkan apakah terjemahan
telah dengan setia mempertahankan pesan teks Bsa, dapat dengan mudah dipahami
oleh pembaca dan dapat diterima oleh orang yang menjadi sasaran terjemahan
tersebut. Translation yang berorientasi pada produk hanya bisa mengkaji hal-hal
tersebut , dan tidak bisa menjelaskan mengapa penerjemah memilih padanan yang ini
dan bukan yang itu. Penerjemah yang mementingkan proses penerjemahan
memperlakukan proses penerjemahan sebagai proses pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh penerjemah, dan proses pengambilan keputusan itu sangat tergantung
pada kompetensi penerjemah dan dipengaruhi oleh banyak faktor atau pertimbangan.
Dengan demikian kecendrungan baru pada penerjemahan ini lebih menekankan pada
pencarian padanan pada tataran teks yang sesuai dengan konteks sosial budaya
pembaca teks terjemahan.

Dalam kegiatan translation tidak jadi persoalan metode apa yang diterapkan oleh
penerjemah. Yang perlu adalah metode yang dipilih dapat memenuhi tujuan
penerjemahan atau tidak. Suatu hal yang harus diketahui bahwa penerjemahan
melibatkan minimal dua bahasa , yaitu Bsu dan Bsa. Kedua bahasa ini berbeda baik dari
segi linguistik, semantik, sosiolinguistik dan budayanya. Misalnya konsep farmer tidak
sama dengan konsep petani dan makna kata breakfast tidak sepenuhnya sama dengan
makna kata sarapan.

(h) Nababan (2003) mengatakan prosedur translasi dengan praktik menerjemahkan. Ia


berpendapat bahwa praktik menerjemahkan sebagai realisasi dari proses
penerjemahan selalu melibatkan pencarian padanan yang akhirnya akan mengiring
penerjemah ke konsep terjemahan (translatability) dan ketakterjemahan
(untranslatability). Dan ia membagi padana menjadi (1) padanan pada tataran kata
(2) padanan di atas tataran kata dan padanan gramatikal.

2. Terjemahan mencakupi intralingual interlingual dan intersemiotic translation. Uraikan pengertian


ketiga jenis itu dengan menuliskan contoh!

Pengertian dari:

1) Intralingual translation maksudnya adalah menerjemahkan satu arti dalam bahasa yang
sama.
2) Interlingual translation maksudnya adalah menerjemahkan satu arti dalam bahasa yang
berbeda dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Contohnya : grafik
3) Intersemiotik translation maksudnya adalah bahasa biasa diterjemahkan ke bahasa
isyarat contohnya bahasa braille diterjemahkan ke bahasa Indonesia.

3. Tuliskan sejumlah disiplin atau cabang disiplin ilmu yang memberi dukungan terhadap kajian
terjemahan (translation studies).

Disiplin atau cabang disiplin ilmu yang memberi dukungan terhadap kajian terjemahan
(translation studies) adalah:

a. Linguistics : Semantics, pragmatics, sosiolinguistics, contrastive linguistics, corpus


linguistics, cognitive linguistics, text / discourse analysis
b. Literary Studies : poetics, rhetoric, literary critism, marratology, CDA, comparative
literature
c. Cultural Studies : film studies, languange and power, ideologis, genderstudies,
gau/lesbian studies, history, postcolonialism
d. Language Engineering : machine translation, corpora terminology, lexicology, multi
media
e. Philosophy : hermenutics, postsructuralism deconstruction

4. Apakah perbedaan terjemahan harfiah (literal translation) dan terjemahan bebas (free translation)

Terjemahan harfiah (literal translation) ialah terjemahan yang hasil realisasinya berada di
bawa standar yakni di bawah hasil terjemahan yang cukup menyampaikan informasi teks
Bahasa Sumber (B.Su) ke dalam teks Bahasa Target (B.T). Biasanya, terjemahan
hanafiah dilakukan di tingkat kata, yaitu penerjemhan kata demi kata, sehingga tidak
jarang menghasilkan terjemahan semu.

Terjemahan bebas (free translation) ialah terjemahan yang dilakukan di tingkat satuan-
satuan bahasa, seperti kalimat atau teks secara keseluruhan. Misalnya kalimat bahasa
Inggris : I kissed her, sebenarnya bisa saja diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia di
tingkat kata. Saya telah menciumnya dan merupakan terjemahan yang memenuhi syarat.
Tapi penggemar terjemahan bebas mungkin akan menerjemahkannya sebagai berikut :
Saya telah mencetak sebuah ciuman pada bibirnya yang merah. Jelas bahwa disini
penerjemahannya dilakukan bukan di tingkat kata, tapi di tingkat kalimat secara
keseluruhan.

Terjemahan bebas, pada umumnya lebih layak diterima, ketimbang terjemahan harfiah,
karena dalam terjemahan bebas biasanya tidak terjadi baik norma Bahas Target(BT).
Kekurangan teknik terjemahan bebas ialah bahwa yang disampaikan bukan padanan
makna teks Bahasa Sumber (BSu), tapi gambaran situasi yang menghasilkan perolehan
padanan situasi.

5. Uraikan perbedaan comprehensibility dan translatability.

Perbedaan antara Comprehensibility dan translatability adalah


 Coprehensibility "no difference between translation and other forms of Communication"
-meaning in SL = meaning in TL
Contoh:

One of the boys came forward to show up his caurage = Anak itu anggar jago

 Translatability "incomprehensible"
Word per word translation

Pada translatibility semua yang tertulis harus diterjemahkan, sehingga tidak jelas artinya

Contoh :

one of the boys came for word to show up his caurage = satu dari anak-anak itu datang
depan untuk menuju ke atas keberaniannya.

6. Apakah satu kata dalam bahas sumber (BSu) akan selalu diterjemahkan sebagai satu kata pula di
dalam bahasa target dalam (BTa)?

Satu kata dalam BSu tidak mungkin sepenuhnya diterjemahkan ke dalam BTa, karena
proses terjemahan dimulai dari memberikan arti ke arti (padanannya) kemudian baru dicari
bentuk linguistik yang relevan dalam BSu dan BTa. Apabila tidak ditemukan bentuk linguistik
yang relevan antara BSu dan BTa ada yang harus ditambah kosakatanya dan ada pula yang
harus dikurangi, dan kadang-kadang ada pula kosakatanya ditambah dan ada pula yang
harus dikurangi, dan kadang-kadang ada pula kosakata yang dihilangkan. Misalnya :

B.Su : I watched television last night.

B.Ta : Saya menonton televisi semalam

Dalam kalimat ini ada struktur yang hilang, yaitu (-ed) yang tidak ada padanannya dalam
bahasa Indonesia.

7. Apakah yang dimaksud dengan addition, subtraction, modification, dan adaptation dalam
terjemahan? Tuliskan contoh untuk menjelaskannya!

Yang dimaksud dengan addition (penambahan) ialah penambahan leksikal dalam teks B.Su
biasanya diperlukan, kalau maksud isi teks B.Ta diungkapkan dengan sarana lain, termasuk
dengan sarana gramatikal.

Contoh :

B.Su : Employes of all industries took part in the conference

B.Ta : Karyawan-karyawan dari semua cabang industri mengambil bagian dalam konferensi
tersebut

Yang dimaksud dengan Subtraction adalah pengurangan. Merupakan gejala yang langsung
bertentangan dengan tekhnik penambahan. Tekhnik pengurangan dalam terjemahan ialah
mengurangi kata yang berlebih

contoh subtraction

B.Su : They are doctors.

B.Ta : Mereka dokter.

Yang dimaksud dengan modification adalah pengubahan

contoh

B.Su : The old man came

1 2 3

B.Ta : Orang tua itu datang

3 2 1
Yang dimaksud dengan adaptation adalah penyesuaian

contoh

B.Su : Last night i went to bed at 11

B.Ta : Tadi malam saya tidur pukul 11

8. Apakah yang dimaksud dengan pergeseran dalam terjemahan translation shift)? Tuliskan contoh
pergeseran dalam menerjemahkan teks dari BSu ke BTa.

Pergeseran dalam terjemahan ( translation shift ) adalah pergeseran terjemahan yang terjadi agar mencapai
kesepadanan pesan bahasa sumber (Bsu ) ke bahasa sasaran (Bsa ) pada setiap bentuk bahasanya, baik pada
tingkat kata, gramatikal, tekstual, dan pragmatik.

Tou dalam kuliahnya (2007) menjelaskan bahwa shift (pergeseran) dapat dibedakan menjadi (1) rank shifts yang
terdiri dari morfem, word dan group (2)category shifts yang terdiri dari structure shifts, class shifts, unit shifts dan
shifts in thematic organisation, shifts in information organisation, dan shifts intertype.

Pergeseran bentuk adalh suatu prosedur pentranslasian yang melibatkan pengubahan bentuk gramatikal dari
Bsu ke Bsa.Catford (1965) menyebut pergeseran dengan shift atau transposisi (New Mark :1988). Pergeseran
bentuk dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu:

2. Pergeseran bentuk wajib dan otomatis yang disebabkan oleh sistem dan kaidah bahasa , misalnya :
a. pergeseran dari nomina jamak dalam bahasa Inggeris menjadi tunggal dalam bahasa

Indonesia. Contoh:

Bahasa Inggeris Bahasa Indonesia

A pair of trousers sebuah celana

A pair of glasses sebuah kaca mata


b. Pengulangan adjektiva dalam bahasa Indonesia yang maknanya menunjukkan variasi yang tersirat
dalam adjektiva menjadi penjamakan nominanya dalam bahasa Inggeris. Contoh :

BSu :Gadis-gadis itu cantik cantik.

Bta : The girls are beautiful.

c. Adj + N----------N + pemberi sifat

contoh : BSu : handsome man

BTa : Pria (yang ) tampan

Demikian juga kalau adjektivanya dibentuk dari verba seperti writing book = buku tulis atau frasa yang kata
sifatnya menjadi gabungan, seperti : long deceased people = orang yang sudah lama meninggal. Namun
apabila frasa nomina itu berisi sederetan kata bilangan dan kata sifat ,maka pentranslasiannya dimulai dari
adjektiva yang paling dekat dengan nominanya dan bergerak ke depan. Contoh: Two splended ancient
electric trains.

‘Dua kereta api listrik kuno yang bagus sekali.’

2. Pergeseran yang dilakukan apabila suatu struktur gramatikal dalam BSu tidak ada dalam Bta.

Misalnya :

a. peletakan objek dilatar depan dalam bahasa Indonesia tidak ada dalam konsep struktur gramatikal
bahasa Inggris , kecuali dalam kalimat pasif atau struktur khusus , sehingga terjadi pergeseran bentuk
menjadi struktur kalimat berita biasa. Contoh :

BSu : Buku itu harus kita bawa.

Bta : We must bring the book.

b. Peletakan verba di latar depan dalam bahasa Indonesia tidak lazim dalam struktur bahasa inggeris,
kecuali dalam kalimat imperatif. Maka padanannya memakai struktur kalimat berita biasa . Contoh:

BSu : Berbeda penjelasannya.

BTa :The explanation differs.

3. Pergeseran yang dilakukan karena alasan kewajaran ungkapan , sekalipun dimungkinkan adanya translasi
hariah menurut struktur gramatikal , padanannya tidak wajar atau kaku dalam Bsa. Contoh:
a. BSu : ... to train intelectual men for the pursuit of an intellectual life.

BTa : ... untuk melatih para intelektual untuk mengejar kehidupan intellektual.

Jika frasa di atas ditranslasi secara harfiah , maka bunyinya akan menjadi ‘ melatih para
intelektual untuk pengejaran kehidupan intelektual’. Namun , frasa ini trasa kaku dalam
bahasa Indonesia.

b. Gabungan adjektiva bentukan dengan N atau FN dalam BSu menjadi N+N dalam BTa.
Contoh :

Bahasa Inggeris Bahasa Indonesia

Adj + N N+N

Medical student mahasiswa kedokteran

c. Klausa dalam bentuk partisipium dalam BSu dinyatakan secara penuh dan eksplisit dalam
BTa. Contoh:

BSu : The approval signed by the doctor is valid.

BTa : Persetujuan yang ditandatangani oleh ...

4. Pergeseran yang dilakukan untuk mengisi kerumpangan kosakata dengan menggunakan suatu
struktur gramatikal . Misalnya :

a. Suatu perangkat tekstual penanda fokus dalam BSu yang dinyatalkan dengan konstruksi
gramatikal dalam BTa. Contoh :

BSu : Perjanjian inilah yang diacu

BTa : It is this agreement which is referred to (not anything else )

b. Pergeseran unit dalam istilah Catford (1965) termasuk dalam transposisi atau pergeseran
bentuk jenis ini, miksalnya dari kata menjadi klausa , frasa menjadi klausa dsb. Yang sering
kita jumpai dalam pentranslasian kata-kata lepas bahasa Inggris. Contoh : Interchangeability ‘
keadaan dapat saling dipertukarkan’ ; amenity ‘sikap ramah tamah’ ; deliberate ‘ tenang,
dengan sengaja , berhati’
Akibat adanya prosedur transposisi itu pergeseran bentuk melibatkan pula pergeseran makna
atau modulasi. Modulasi terbagi dua , yaitu modulasi wajib dan modulasi bebas. Modulasi wajib
dilakukan apabila suatu kata , frasa atau struktur tidak ada padanannya dalam BTa sehingga
perlu dimunculkan. Menurut Newmark (1988) modulasi dapat terjadi karena :

c. Pasangan kata dalam BSu yang salah satunya saja ada padananya dalam BTa. Contoh : kata
lessor dan lesse dalam bahasa Inngris. Kata lesse ditranslasikan denga ‘penyewa’ tetapi
padanan untuk lessor tidak ada. Oleh sebab itu dicari padananya dengan mengubah sudut
pandang atau dicari kebalikannya menjadi oran /pihak yang menyewakan atau pemberi
sewa’.
d. Struktur aktif BSu menjadi pasif dalam BTa dan sebaliknya. Contoh : infinitif of purpose
dalam bahasa Inggris :
BSu : The problem is hard to solve.

BTa : Masalah itu sukar (u ntuk ) dipecahkan.

c. Struktur subjek yang dibelah dalam bahasa Indonesia perlu modulasi dengan menyatakannya
dalam bahasa Inngris. Contoh :

BSu :Buku tersebut telah disahkan penggunaannya oleh Dikti.

BTa :The use of the book has been approved by Dikti.

Modulasi wajib juga terjadi pada pentranslasian kata yang hanya sebagian aspek maknanya
dalam BSu dapat diungkapkan dalam Bsa, yaitu dari makna bernuansa khusus ke umum.
Contoh : society ‘ masyarakat’ ( hubungan sosialnya , dsb) ; community ‘ masyarakat’ (kelompok
orangnya). Jadi , kata bernuansa khusus dalam bahasa Inggris ditranslasikan menjadi kata
bernuansa umum dalam bahasa Indonesia.

Adapun modulasi bebas adalah prosedur pentranslasian yang dilakukan karena alasan non –
linguistik, misalnya untuk memperjelas makna kesetalian dalam BTa, mencari padana yang
terasa alami dalam BTa dsb. Contoh:

a. Menyatakan secara tersurat dalam BTa apa yang tersirat dalam BSu.

Contoh :
BSu: Environmental degradation ‘penurunan mutu lingkungan (konsep mutu tersirat dalam
dalam BSu). Dalam pentranslasian gejala ini disebut eksplisitasi , yakni memperjelas apa yang
tersirat dalam makna. Namun gejala eksplisitasi ini dapat terjadi sebaliknya . Contoh:

BSu : These conflicts , which more often than not have regional causes

BTa : Konflik-konflik ini, yang lebih sering disebabkan oleh sebab-sebab regional.

b. Frasa preposisional sebab akibat dalam BSu menjadi klausa sebab akibat dalam BTa . Contoh:

BSu : we all suffer from the consequences of environmental degradation.

BTa: Kita semua menderita karena (adanya ) penurunan mutu lingkungan.

c. Bentuk negatif ganda dalam BSu menjadi positif dalam Bsa. Contoh:

BSu : Conflicts are bound to occur.

BTa :Konflik militer tak urung terjadi juga.

9. Penerjemah melakukan analisis arti (analysis of' meaning). Bagaimanakah mekanisme analisis arti
ini dilakukan?

Penerjemah melakukan analisis arti.Mekanisme analisis arti ini terjadi :

a. memindahkan arti dari bahasa sumber ke bahasa target, akan ada perubahan dalam bahasa target; dimana
arti terbagi atas arti denotatif dan arti konotatif
b. harus diketahui sifat-sifat umum dari arti
c. harus diketahui ciri-ciri khusus yang membedakan tiap arti dengan :
Teknik 1 ; tunjukkan cirri yang berlaku untuk keduanya, misalnya boy [ +manusia, +laki-laki’ – dewasa ]
sedang man [ + manusia, + laki-laki, + dewasa

Tunjukkan ciri pembeda keduanya jadi boy – dewasa, man + dewasa

Teknik 2 ; dengan menganalisis komponen semantic sesuatu itu terdiri dari apa

Group/ kelompok- anggota >> hiponimi

Seluruh >> bagian-bagian >> meronimi


10. Uraikan pengertian dynanic equivalence dan textual pragmatics dengan menuliskan contoh.

Dynamic equivalence adalah pergeseran / perpindahan dari bentuk-bentuk yang mirip pada saat
menterjemahkan dari bahasa sumber ke bahasa target, textual pragmatic, jika satu pergeseran yang terjadi ,
equivalansi yang tidak menyangkut kesamaan bentuk contoh dia pergi ke rumah awal – he went home early

11. Apakah idiom dalam BSu selalu diterjemahkan sebagai idiom pula dalam BTa?

Idiom adalah bentuk –bentuk ungkapan, seperti panjang tangan, patah hati, dll. Idiom dalam Bsu tidak selalu
diterjemahkan sebagai idiom pula dalam BTa

12. Metapora dalam BSu tidak selamanya diterjemahkan sebagai metafora dalam BTa. Jelaskan
pernyataan ini dengan menuliskan sejumlah contoh.

Metafora adalah memahami atau merealisasikan pengalaman dalam satu bidang berdasarkan atau merujuk
dengan bidang lain.Kata metafora berasal dari meta yang berarti ‘ badaniah ‘ dan fora berarti ‘ mengacu ‘ atau
merujuk’. Metafora dapat dibagi (a) metafora leksikal dan (b) metafora gramatikal.

Metafora leksikal adalah metafora yang dirujuk sebagian untuk menyatakan atau memahami makna lain.
Misalnya : Suaminya itu ular, jangan percaya padanya . Ular adalah leksis yang merupakan binatang yang
memiliki sifat menjalar, bersisik , melilit dan berbisa. Klausa ini adalah metafora karena sebagian sifat ular telah
dijadikan menjadi sifat suaminya itu.

Apabila metafora dalam Bsu akan diterjemahkan ke dalam Bta sering terjadi beberapa masalah, sebab tidak
ada klausa dari Bsu yang dapat diterjemahkan seluruhnya ke dalam BTa. Dengan demikian di dalam
menerjemahkan teks tersebut harus disertakan teks aslinya agar terjemahan yang diberikan tidak menyimpang
dari maksud yang diinginkan. Misalnya (Bsu) : She is lovely like the morning star. Metafora ini diterjemahkan ke
Bsa menjadi Dia cantik seperti rembulan, sebab di dalam budaya Indonesia kata-kata yang menunjukkan
kecantikan seorang wanita biasanya dibandingkan dengan bulan, bukan dengan bintang. (2) Bsu : He is a
book worm. Apabila klausa ini diterjemahkan ke dalam Bta maka ia menjadi’ Dia kutu buku’. Pada metafora ini
kata worm tidak diartikan dengan ‘cacing’ sebab tidak sesuai menurut padanan makna budaya bangsa
Indonesia. Saragih dalam kuliahnya mengatakan menerjemahkan bukan memindahkan kata per kata tetapi
memindahkan padanannya.

Padanan budaya ini disebut juga dengan cultural equivalent. Menurut Newmark (1988) yang dimaksud dengan
padanan budaya ini adalah menggunakan kata khas di dalam BTa untuk mengganti kata khas di dalam Bsu.
Suatu hal yang harus diperhatikan adalah kata khas yang terdapat di dalam Bsu harus diganti dengan kata
yang juga khas yang terdapat di dalam Bta. Oleh karena b udaya dari suatu bahasa dengan budaya lain
kemungkinan besar berbeda, maka kemungkinan tidak dapat diterjemahkan klausa tersebut dengan makna
yang tepat. Namun demikian strategi seperti ini dapat membuat kalimat tersebut menjadi mulus dan enak
dibaca.

Selanjutnya Nababan (2003) menjelaskan bahwa dalam literatur teori penerjemahan pencarian padana
merupakan inti penerjemahan, dan masalah padanan selalu terkait dengan dua masalah pokok yaitu
kebahasaan dan kultural. Masalah padanan ini muncul sebagai akibat dari perbedaan gramatikal, semantik dan
sosiokultural antara Bsu dan Bta. Ketiga bidang ini terkait satu sama lain. Makna yang dirujuk oleh sebuah kata
terikat pada budaya , dan dalam banyak kasus makna suatu kata dapat dipahami maknanya hanya melalui
konteks pemakaiannya. Karena perbedaan gramatikal , semantik dan sosiobudayanya antara Bsu dan Bta,
masalah pengurangan dan penambahan informasi tidak bisa dihindari. Guire (1991) mengatakan , sekali
perinsip bahwa tidak ada kesamaan antara Bsu dan Bta , kita akan berhadapan dengan masalah penambahan
dan pengurangan informasi dalam proses penerjemahan. Bell (1991) menyatakan hal yang senada bahwa
semua tipe terjemahan selalu mengalami (1) Kehilangan informasi (2) Penambahan informasi dan (3)
Pembelokan informasi.

Yang dicari oleh setiap penerjemah adalah kesepadanan antara teks yang diterjemahkan dan trjemahannya.
Kesepadanan adalah kesesuaian isi pesan Bsu dengan Bta.Akibatnya di dalam menerjemahkan sering
dilakukan pergeseran formal ( struktur) dan pergeseran semantis. Nida (1975) membedakan padanan menjadi
(1) tipe padanan formal dan padanan dinamik, sementara Baker (1992) membedakan lima tipe padanan , yaitu
padanan pada tataran kata, padanan di atas tataran kata, padanan gramatikal, padanan tekstual dan padanan
pragmatik. Adapun Papovic membedakan empat tipe padanan, yaitu padanan linguistik, padanan paragmatik,
padanan stilistik dan padanan tekstual (sintagmatik).
13. Kualitas penerjemahan ditentukan oleh penerjemah dan khalayak penerima terjemahan. Uraikan
pengertian pernyataan ini!

Peran penerjemah sangat menentukan kualitas terjemahan, oleh sebab itu seorang penerjemah harus memiliki
perangkat intelektual yang mencakup (1). Kemampuan yang baik dalam Bsu karena kenyataannya tidak ada
satupun bahasa yang mempunyai sistem yang sama baik ditinjau dari strktur dari struktur sintaksis, dan
morfem. Misalnya : kalimat nominal bahasa Indonesia tidak selalu mewajibkan kehadiran kata adalah dalam
Dia adik saya; dan pada tataran frasa unsur inti ( head) dalam frasa nomina bahasa Indonesia pada umumnya
hadir sebelum unsur pewatas ( modifier ) seperti sebutir , beberapa, sebaliknya unsur pewatas dalam frasa
nomina bahasa Inggeris bisa hadir sebelum ( premodifier ) dan setelah ( post modifier ) unsur inti seperti The
President of the country dan a very popular president of the United states. (2) kemampuan yang baik dalam Bta
(3) Pengetahuan mengenai pokok masalah yang diterjemahkan (4) Peresapan pengetahuan yang dimiliki dan
(5) Keterampilan.Selain itu penerjemah juga harus memiliki (1) Kemampuan menggunakan sumber-sumber
rujukan , baik yang berbentuk kamus umum, biasa , elektronik , mampu menggunakan kamus peristilahan (2)
Nara sumber yang diterjemahkan dan (3) Kemampuan mengenali konteks suatu teks, baik konteks langsung
maupun tidak langsung.Jika salah satu dari modal dasar ini tidak dimiliki atau kurang baik, maka terjemahan
yang dihasilkan dapat menunjukkan berbagai kesulitan (Nababan :2003)

Selanjutnya Nababan menambahkan pentingnya seorang penerjemah memiliki kemapuan-kemampuan seperti


yang tertera di atas`karena setiap bahasa adalah polisistemik , yang maksudnya memiliki struktur sintaksis ,
sintagmatik , leksikal , dan morfem yang berbeda-beda yang tidak hanya terdapat pada bahasa-bahasa yang
tidak serumpun , melainkan juga terjadi pada bahasa-bahasa yang serumpun. Perbedaan-perbedaan dalam
sistem bahasa inilah yang menyebabkan timbulnya kesulitan dalam penerjemahan. Selain itu berbedanya
sosiobudaya sustu suku bangsa dengan sosiobudaya suku bangsa lainnya menimbulkan terjadinya cara yang
berbeda dalam mengungkapkan makna dan hakikat budaya misalnya dalam budaya Indonesia terdapat kata-
kata tahu , ketupat, sayur lodeh, lemang yang tidak tahu bahasa Inggerisny. Kata kaya misalnya mepunyai
konsep yang berbeda dalam budaya kita dan budaya orang Amerika. Jika orang Indonesia mempunyai sebuah
mobil setengah pakai tetapi masih mengontrak rumah, kita memasukkannya ke dalam kategori orang kaya.
Sebaliknya bagi orang Amerika pada umumnya memiliki tiga buah mobil adalah biasa dan belum dikategorikan
sebagai orang kaya. Kompleksitas stilistik juga merupakan salah satu faktor sulitnya penerjemahan itu
dilakukan, teks sastra seperti puisi, prosa dan drama dikungkapkan dengan gaya yang berbeda dari gaya teks
ilmiah seperti makalah atau laporan penelitian. Karena budaya Bsu dan Bta berbeda satu sama lain, maka
gaya bahasa yang digunakan oleh kedua bahasa itu tentu saja berbeda.

14. Jenis teks yang diterjemahkan menentukan strategi dan terjemahan dari BSu ke BTa. Uraikan
pernyataan ini dengan menuliskan contoh!

Di dalam menerjemahkan ditemukan beragam-ragam terjemahan. Pembagian ragam-ragam tersebut ada


yang digolongkan menurut jenis sistem tanda yang terlibat (Jacobson), jenis naskah yang diterjemahkan
(Savory) dan menurut proses penerjemahan serta penekanannya (Nida & Taber).

Savory (1969) membagi terjemahan menjadi empat bagian yaitu:

1. Terjemahan sempurna.Terjemhan ini mencakup terjemahan semua tulisan informatif yang sering ditemui di
jalan-jalan dan tempat umum lainnya. Misalnya :

Bsu : Dilarang merokok !

Bta : No smoking !

BSu : Dilarang bermain di dalam taman !

Bta : Keep out !

Dalam terjemahan di atas ini pengalihan pesan dari Bsu ke BTa dan pembaca teks Bta menunjukkan
respon yang sama dengan pembaca teks Bsu. Terjemahan untuk teks jenis ini tidak sesuai menggunakan
terjemahan kata demi kata karena terjemahan ini sering kali tidak dapat memberikan pesan yang
sebenarnya. Sementara itu untuk menghasilkan efek imbauan atau larangan yang sama seperti di atas,
diperlukan kalimat yang luwes.

2. Terjemahan memadai ( adequate traslation).

Terjemahan ini dibuat untuk pembaca umum yang ingin mendapatkan informasi tanpa memperdulikan
seperti apa kira-kira naskah aslinya, dan yang diinginkan adalah bacaan yang enak seperti novel-novel pop
berbahasa inggeris ke dalam bahasa Indonesia. Di dalam prosesnya penerjemah boleh saja menghilangkan
frase-frase yang sulit bahkan kalimat yang tidak dimengerti. Ia juga bebas memparafrase kalimat atau
bagian kalimat tertentu. Dan yang paling penting bagi pembaca adalah ceritanya, bukan gaya kalimat demi
kalimat. Contohnya : Cerita Detektif oleh Agatha Christie, Nick Carter dan petualangan Cinta Barbara.

3. Terjemahan komposit (composit translation).

Terjemahan jenis ini meliputi terjemahan sastra serius yang digarap dengan serius pula. Misalnya
terjemahan dari puisi ke puisi atau dari prosa ke prosa. Proses penerjemahan dan hasilnya mungkin
menjadi kepuasan tersendiri bagi penerjemah dan unsur komersial tidak dipertimbangkan. Misalnya
terjemahan The old man and the sea menjadi Laki-laki tua dan laut ( oleh Sapardi Djoko Damono ). Dengan
kata lain terjemahan ini mementingkan semua semua aspek teks Bsu yang bisa dialihkan ke dalam teks
Bta.Aspek aspek ini meliputi makna pesan dan gaya.

4. Terjemahan naskah ilmiah dan teknik.

Terjemahan jenis ini mencakup terjemahan naskah tentang ilmu pengetahuan dan teknik. Ciri lain yang
dapat dilakukan karena faktor pentingnya naskah itu untuk masyarakat Bta dan selanjutnya dilakukan
pertimbangan bisnis.

Kemudian di jelaskan menurut ciri-ciri teks Bta dapat dibagi menjadi (a) terjemahan sempurna (b)
terjemahan memadai dan (c)terjemahan komposit. Dan menurut jenis isi /informasi teks Bsu terjemahan
dapat dibagi menjadi (1) Terjemahan Iptek (2) Terjemahan sastra (3) Terjemahan berita ( koran dan
majalah, dan lain-lain). Penggolongan terjemahan menurut Jacobson dan Savory ini membantu kita untuk
mengenali ragam-ragam terjemahan yang kita temui dan sekaligus dapat menentukan strategi tersebut.

15. Uraikan peran ideologi dalam penerjemahan!

Ideologi merupakan asumsi, keyakinan, value yang ada di dalam masyarakat yang menjadi pedoman
di dalam masyarakat tersebut. Seperti bunyi [o] dalam Bahasa Indonesia merupakan bunyi yang
memiliki nilai ideologi. Bahasa terbentuk dalam masyarakat maka komunikasi antar dua individu
menyebabkan adanya asumsi (assumption), keyakinan (belief), nilai (value). Seperti dalam bahasa
Inggris yang memiliki keterikatan pada orang ke dua dan ke tiga. Ideologi merupakan hasil interaksi
inti dengan alam. Contoh:- The single parent

Orang tua tunggal.


Dalam arti yang sebenarnya orangtua tunggal yaitu orang yang tidak kawin tetapi melakukan
hubungan intim atau tinggal satu rumah tanpa menikah (kumpul kebo).

B. Aplikasi '

1. Jika klausa I went to the library last week diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai
Minggu lalu pergi saya ke perpustakaan itu pergeseran apakah yang terjadi?

Yang terjadi adalah pergeseran makna seutuhnya. Translasi jenis ini sering disebut dengan translasi
kata demi kata atau verbatim. Meskipun disini ada pergeseran struktur, secara harfiah tidak merubah
makna karena semua kata yang ada di BSu diterjemahkan ke Bta.

2. Terjemahkanlah teks berikut ke dalam bahasa Indonesia!

As I was walking along the beach an object caught my sight. It was a red ball half buried in the sand.
When I came closer the ball was familiar to me. I took a closer look of the ball and tried to dig it up.
My curiosity drove me to dig deeper. When I was digging deeper a bad smell struck my nose. Still I
dug further and I saw the pant of a small boy, who had been reported missing three days before.
Almost without realizing anything, I ran across the road to a telephone box and called the police.

Sewaktu saya berjalan disepanjang pantai tersebut,pandanganku tertuju pada suatu benda. Benda
itu adalah sebuah bola merah yang tertanam separuh ke dalam pasir. Ketika saya mendekati bola
tersebut, saya tau betul bola itu milik siapa. Saya lihat lebih dekat lagi dan mencoba untuk
menggalinya. Rasa keingintahuan saya apa sebenarnya yang terjadi saya lanjutkan menggali lebih
dalam lagi. Ketika saya gali lebih dalam bau menyengat menusuk hidung saya. Saya terus
melanjutkan penggalian dan saya melihat celana anak kecil yang dilaporkan hilang tiga hari yang
lalu . Tanpa berpikir panjang, saya langsung berlari menyeberangi jalan menuju telepon umum dan
menelepon polisi.

3. Terjemahkanlah teks berikut ke dalam bahasa Inggris!

Tidak dapat dihindari lagi kelompok pemuda itu menjadi anarkhis. Tiga orang pemuda berwajah
bengis naik ke atas truk dan menuangkan bahan bakar ke sejumlah mobil yang sedang parkir dari
truk itu. Truk itu juga disirami dengan bahan bakar. Tidal: berapa lama kemudian, truk dan sejumlah
mobil itu disulut api. Kelompok pemuda yang lain pada saat itu juga membakar ban bekas dan
melempari toko-toko. Pemuda yang lain menjarah barang-barang dari toko itu. Suasana benar-
benar kacau. Keamanan baru terkendali setelah satu jam kemudian petugas keamanan datang dan
membubarkan para demonstran dengan pentungan dan menembakkan gas air mata.

It cannot be avoided that a group of young men become anarchists. Three of the angry man got into
a truck and poured fuel on the cars that were parking beside it. The truck was also poured with some
fuel. In a few minutes, the truck and the cars were burned. Another group of young men burned ex-
tires as well as pelted the shops. The other young men robbed goods from the shops. It was really
intruding situation. The situation could be controlled later after an hour of security guard appearing to
the place and disbanding the demonstrators with bludgeon and shooting off lachrymator.

Referensi

Catford, J.C., 1969. A linguistic Theory of Translation . London: Oxford University Press.

Hatim, Basir dan Lan Mason. 1990. Discourse and the Translation . Longman.

Machali, Rohayah. 2000. Pedoman Bagi Penerjemah . Jakarta: Grasindo.

McGuire, S.B. 1980. Translation Studies . London and New York: Methuen.

Nababan, M.Rudolf. 2006. Kecenderungan Baru Dalam Studi Terjemahan . Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.

Nida, E.A. 1969. The Theory and Practice of Translation . Leiden: E.J. Brill.

Newmark, P. 1984. Approaches to Translation. Oxford: Pergamon Press Ltd.

Pinchuck, I. 1977. Scientific and Technical Translation . Deutsch: Andre Deutsch.

Savory, T. 1968. The Art of Translation . Cape: Jonathan

Saragih, Amrin. 2007. Materi Perkuliahan . Medan: Pasca Sarjana USU.

Suryawinata dan Sugeng Haryanto. 2000. Translation . Yogyakarta: Kanisius.


Tou, Barori Asruddin. 2006. Translation dan Interpreting Dalam Kajian Translasi . Makalah Seminar Tentang
Penerjemahan di Fakultas Bahasa dan Seni. Yogyakarta.

You might also like