You are on page 1of 2

Bentuk-Bentuk Eksepsi

Eksepsi (keberatan) atau dalam bahasa Inggris disebut juga sebagai


exception atau plead adalah pembelaan yang tidak mengenai materi
pokok dari surat dakwaan tetapi ditujukan kepada formalitas dari surat
dakwaan

Berdasarkan Pasal 156 ayat (1) pengajuan keberatan adalah hak dari
terdakwa dengan memperhatikan bahwa eksepsi harus diajukan pada
siding pertama yaitu setelah Jaksa Penuntut Umum membacakan surat
dakwaan. Eksepsi yang dapat diajukan di luar tenggang waktu tersebut
adalah eksepsi mengenai kewenangan mengadili sebagaimana disebut
dalam Pasal 156 ayat (7) KUHAP.

Bentuk-bentuk eksepsi sendiri meliputi berbagai jenis yang dikenal dalam


perundang-undangan ataupun dalam praktek pengadilan diantaranya
adalah

Eksepsi Kewenangan Mengadili (exception of incompetency)


adalah pengadilan yang dilimpahi perkara tidak berwenang mengadili.
Kewenangan mengadili sendiri terdapat dua jenis yaitu tidak berwenang
secara absolut yang didasarkan pada faktor perbedaan lingkungan
peradilan berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman dan juga tidak
berwenang secara relatif yang didasarkan pada faktor daerah atau
wilayah hukum dari suatu pengadilan dalam lingkungan peradilan yang
sama.

Eksepsi Kewenangan Menuntut Gugur dalam ini terjadi karena tindak


pidana yang didakwakan telah pernah diputus dan telah mempunyai
kekuatan hukum tetap atau dalam bahasa latinnya ne bis in idem atau
terjadi karena penuntutan yang diajukan telah melampau tenggang waktu
atau daluarsa (soal daluarsa dalam KUHP diatur dalam Pasal 78 – 82) atau
terjadi karena terdakwa telah meninggal dunia

Eksepsi Dakwaan Tidak Dapat Diterima, hal ini diajukan bila tata cara
pemeriksaan yang dilakukan tidak memenuhi syarat formal diantaranya
seperti:

Apabila tidak memenuhi ketentuan Miranda Rule (dalam versi Indonesia)


yang ditentukan dalam Pasal 56 ayat (1) yaitu tersangka atau terdakwa
harus didampingi oleh penasihat hukum apabila tindak pidana yang
didakwakan ancaman pidananya pidana mati atau pidana > 15 tahun dan
bagi yang tidak mampu diancam tindak pidana > 5 tahun. Dalam hal
tersangka/terdakwa tidak memiliki penasihat hukum maka pejabat yang
berwenang harus menunjuk penasihat hukum untuk mereka. Apabila
ketentuan ini tidak dipenuhi maka akibatnya dakwaan tidak dapat
diterima (putusan MA No 1565 K/Pid/1991, 16 September 1991).
Apabila tindak pidana merupakan delik aduan akan tetapi dakwaan
terhadap terdakwa dilakukan tanpa ada pengaduan dari korban atau
tenggang waktu pengaduan tidak dipenuhi (lihat ketentuan pasal 72 – 75
KUHP). Apabila ketentuan ini tidak dipenuhi maka akibatnya dakwaan
tidak dapat diterima

Apabila tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa sedang dalam


pemeriksaan di pengadilan negeri lain

Apabila orang yang diajukan sebagai terdakwa keliru (salah orang) dalam
artian yang seharusnya diajukan adalah orang lain (dalam hal ini pelaku
tindak pidana yang sebenarnya)

Apabila tindak pidana yang didakwakan mengandung sengketa perdata


sehingga apa yang didakwakan sesungguhnya termasuk sengketa
perdata yang harus diselesaikan secara perdata

Apabila bentuk dakwaan yang diajukan tidak tepat dalam hal ini berarti
Jaksa Penuntut Umum keliru dalam merumuskan tindak pidana yang
dilakukan oleh terdakwa.

Eksepsi Dakwaan Batal Demi Hukum, dalam hal ini dakwaan tidak
memunhi syarat yang diminta dalam Pasal 142 ayat (2) KUHAP sehingga
dianggap kabur, membingungkan, sekaligus menyesatkan yang berakibat
sulit bagi terdakwa untuk melakukan pembelaan diri. Ada beberapa sebab
yang menyebabkan dakwaan batal demi hukum diantaranya adalah

Apabila dakwaan tidak memuat tanggal dan tanda tangan dimana


berdasarkan Pasal 143 ayat (2) KUHAP meminta Jaksa Penuntut Umum
untuk membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan tanda tangan

Apabila dakwaan tidak memuat secara lengkap identitas terdakwa yang


terdiri dari nama lengkap, tempat lahir, tanggal lahir atau umur, jenis
kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan (vide Pasal
143 ayat (2) KUHAP)

Apabila dakwaan tidak menyebut tempat dan waktu kejadian dimana


tindak pidana tersebut terjadi (vide Pasal 143 ayat (2) huruf (b) KUHAP)

Apabila dakwaan tidak disusun secara cermat, jelas, dan lengkap


mengenai uraian tindak pidana yang didakwakan dalam artian semua
unsur delik dirumuskan dalam pasal pidana yang didakwakan harus
cermat disebut satu persatu serta menyebut dengan cermat, lengkap, dan
jelas mengenai cara tindak pidana dilakukan secara utuh

You might also like