Professional Documents
Culture Documents
PELAKSANAAN JIHAD
Hukum dasar jihad memang Fardhu Kifayah, demikian juga dengan hukum pergi ke
Ambon, oleh karena itu kalau ada Fardhu Kifayah dan Fardhu 'Ain, maka hendaknya
dahulukanlah Fardhu 'Ain, sebab dia merupakan kewajiban yang tidak boleh
diwakili dan diwakilkan oleh orang lain, apalagi sampai misalnya menelantarkan
anak dan istri yang menjadi tanggungannya kalau dia seorang suami, atau
meninggalkan ummat yang sangat memerlukan ilmunya kalau dia seorang yang
'alim.
HUKUM JIHAD
Hukum jihad adalah fardhu (wajib) dengan dasar firman Allah al-Qaahir:
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang
kamu benci. Boleh jadi kamu membenci se-suatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah
mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” [Al-Baqarah: 216]
Ayat ini merupakan penetapan kewajiban jihad dari Allah Azza wa Jalla bagi kaum
Muslimin, agar mereka menghentikan kejahatan musuh dari wilayah Islam.
Muhammad bin Syihab az-Zuhri (wafat th. 124 H) rahimahullahu berkata: ‘Jihad itu
wajib bagi setiap individu, baik yang dalam keadaan berperang maupun yang
sedang duduk (tidak ikut berperang). Orang yang sedang duduk, apabila dimintai
bantuan, maka ia harus memberikan bantuan, jika diminta untuk maju berperang,
maka ia harus maju perang, dan jika tidak dibutuh-kan, maka hendaklah ia tetap di
tempat (tidak ikut).’” [16]
Hukum jihad adalah fardhu kifayah [18] dengan dalil-dalil dari Al-Qur'an dan As-
Sunnah yang shahih serta penjelasan ulama Ahlus Sunnah antara lain dari Al-Qur’an
surat an-Nisaa’: 95-96, at-Taubah: 122, al-Muzzamil: 20, dan beberapa hadits Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih.
Empat Imam Madzhab dan lainnya telah sepakat bahwa jihad fii sabiilillaah
hukumnya adalah fardhu kifayah, apabila sebagian kaum Muslimin
melaksanakannya, maka gugur (kewajiban) atas yang lainnya. Kalau tidak ada yang
melaksanakan-nya maka berdosa semuanya. [19]
Para ulama menyebutkan bahwa jihad menjadi fardhu ‘ain pada tiga kondisi:
Pertama: Apabila pasukan Muslimin dan kafirin (orang-orang kafir) bertemu dan
sudah saling berhadapan di medan perang, maka tidak boleh seseorang mundur
atau berbalik.
Kedua: Apabila musuh menyerang negeri Muslim yang aman dan mengepungnya,
maka wajib bagi penduduk negeri untuk keluar memerangi musuh (dalam rangka
mempertahankan tanah air), kecuali wanita dan anak-anak.
Ketiga: Apabila Imam meminta satu kaum atau menentukan beberapa orang untuk
berangkat perang, maka wajib berangkat. Dalilnya adalah surat at-Taubah: 38-39.
[20]
Bagi kaum wanita tidak ada jihad, jihad mereka adalah haji dan ‘umrah. Hal ini
berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari ‘Aisyah
Radhiyallahu ‘anha.
Tujuan Jihad
Jihad fi sabilillah disyari’atkan Allah SWT bertujuan agar syari’at Allah tegak
di muka bumi dan dilaksanakan oleh manusia. Sehingga manusia mendapat
rahmat dari ajaran Islam dan terbebas dari fitnah. Jihad fi sabilillah bukanlah
tindakan balas dendam dan menzhalimi kaum yang lemah, tetapi sebaliknya
untuk melindungi kaum yang lemah dan tertindas di muka bumi. Jihad juga
bertujuan tidak semata-mata membunuh orang kafir dan melakukan teror
terhadap mereka, karena Islam menghormati hak hidup setiap manusia.
Tetapi jihad disyariatkan dalam Islam untuk menghentikan kezhaliman dan
fitnah yang mengganggu kehidupan manusia. (QS an-Nisaa’ 74-76).
Macam-Macam Jihad