You are on page 1of 5

Untuk meningkatkan pendapatan nelayan maka, alat tangkap yang ada

perlu mengalami adopsi teknologi, untuk memodivikasi salah satu jenis alat
perangkap yaitu bubu. Secara tradisional bubu merupakan benda pasif yang
terbanyak dibuat dari rotan atau bambu, sering membahayakan nelayan,
apalagi pengaruh arus dasar yang kuat membuat ikan takut mendekatinya.
Analisis komparasi membedakan bubu yang dilakukan secara tradisional atau
bubu rotan diangkut menggunakan perahu dayung, diselam pada daerah
karang tanpa pemberat, ada tali dengan pelampung, dengan teknologi bubu
dari rangka besi, dimana sangat membantu nelayan dalam menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi nelayan. Bubu yang telah diintroduksi teknologi
dioperasikan dengan menggunakan kapal motor dan tentunya dapat dangkut
lebih dari 1 buah, dengan dilengkapi dengan katrol, tali dan pelampung tanda.
Penggunaan alat tangkap bubu dalam penangkapan ikan karang atau ikan
demersal dibandingkan dengan penggunaan alat tangkap lainnya cukup
selektif, (Rumajar 2002). Disamping itu juga penggunaan alat tangkap ini
secara baik dan benar, sangat mendukung Code of Conduct for Responsible
Fishing, yaitu pengembangan perikanan tradisional dengan penggunaan alat
4
tangkap yang selektif dan memperkecil hasil tangkapan non target (Monintja
dan Badrudin, 1996).
Jenis-jenis ikan pelagis yang biasanya dipergunakan sebagai umpan
dalam bubu antara lain adalah kepala ikan cakalang, ikan kembung dan ikan
layang. Ikan mempunyai daya tarik tersendiri apabila membuat suatu
pancingan dengan menggunakan umpan. Umpan yang digunakan untuk
menarik perhatian ikan biasanya berbeda-beda, ada melalui lelehan darah dari
umpan itu ataupun tubuh ikan yang segar dan masih bercahaya.
Alat tangkap bubu ternyata mempunyai spesifikasi tersendiri yang perlu
kita ketahui, hal ini berdasarkan kondisi didalam laut yang dijadikan sebagai
daerah penangkapan. Pengoperasian bubu dilaut dalam sering dilakukan
berbagai macam cara untuk menarik perhatian ikan dengan meletakan umpan
ataupun bubu dibuat semenarik mungkin. Dalam kebangkitan teknologi
modern manusia mendapatkan suatu alat yang sangat membantu nelayan yakni
echo sounder. Penggunaan echo sounder oleh nelayan amat kurang, hal ini
dikarenakan alat ini kebanyakkan digunakan oleh bot-bot besar seperti bot
pukat tunda dan pukat jerut serta masih mahal untuk dijangkau pada para
nelayan pesisir. Sebenarnya echo sounder sangat membantu untuk operasi
menangkap ikan dengan menggunakan alat tangkapan bubu untuk mengetahui
dasar laut yang berbatu dan topografi yang sesuai untuk meletakkan bubu,
rawai atau pancing dan mengetahui kedalaman air untuk menentukan panjang
tali bubu, rawai atau pancin.
Bentuk rancangan dari bubu juga menentukan sampai sejauh mana
kedudukan bubu dengan dipengaruhi oleh arus, upwelling, maupun tempat
ikan itu berada. Bubu yang dirancang terbuat dari besi dengan menggunakan
dua pintu, yang dilengkapi alat pemberat besi dengan perlengkapan tali dan
pelampung.
5
1.2 Tujuan Penelitian
(1) Mengetahui efisiensi dan spesifikasi teknis bubu yang secara
tradisional digunakan nelayan.
(2) Modifikasi bubu dengan teknologi yang diperbaiki (bubu besi).
(3) Membandingkan rancang bangun (disain) bubu yang dimodifikasi
dari bubu tradisional dan bubu besi yang diperbaiki.
(4) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan
bubu besi.
(5) Menganalisis perbedaan pendapatan nelayan tradisional dan bubu
besi.
1.3 Manfaat Penelitian
Sebagai pembanding bubu tradisional dan bubu yang dimodifikasi
teknologi, alat tangkap bubu yang dibuat besi diharapkan nelayan dapat
menerimanya sekaligus meningkatkan jumlah usaha hasil tangkapan dalam
memenuhi kebutuhan nelayan.
1.4 Hipotesa
Hipotesa dalam penelitian ini adalah :
(1) Rancang bangun (disain) alat tangkap bubu lebih baik
performancenya dari pada bubu bambu.
(2) Pada pengoperasian bubu hasil tangkapan akan lebih dan dapat
meningkatkan pendapatan nelayan.

4.2 Efisiensi Dari Spesifikasi Teknis Bubu Bambu.


Bubu tradisional biasanya terbuat dari batang bambu atau rotan yang
dipotong, selanjutnya dibagi lagi sekecil mungkin sesuai dengan keinginan.
Pulau Nusa Penida pada umumnya bubu ini dibuat dari bambu, karena murah
dan mudah didapat. Bubu bambu ini rata-rata berbentuk trapesium (Gambar
5), dengan menggunakan satu anakan yang merupakan mulut atau pintu
masuknya ikan. Bagian bawah dari bubu itu terletak ruang untuk mengambil
hasil tangkapan. Bubu trapesium dianyam dengan hasil potongan bambu
dengan ukuran 1 – 1,5 cm, dengan anggapan bahwa semakin besar bubu, maka
anyaman yang dibutuhkan besar pula dan rentan terhadap goncangan arus
didasar laut. Pada bagian dalam atau luar dari bubu diletakan 4 buah pemberat,
tergantung ukuran besar kecilnya bubu.
Dalam operasional penangkapannya bisa tunggal (umumnya bubu ukuran
besar), bisa ganda (umumnya untuk bubu ukuran kecil atau sedang). Untuk
memudahkan mengetahui tempat-tempat dimana bubu dipasang, dilengkapi
dengan pelampung melalui tali panjang yang dihubungkan dengan bubu
tersebut (Subani dan Barus 1989). Bubu dioperasikan satu persatu, dengan
pelampung tanda menghadap ke daratan, namun tali yang terpasang didaerah
pantai Nusa Penida umumnya tidak kelihatan terkadang dipakai pengait untuk
menariknya. Peletakan bubu yang berukuran kecil berada pada sekitar pesisir
29
pantai dengan kedalaman 5 – 10 m dan yang semakin besar akan semakin jauh
dengan kedalaman mencapai 15 m dan tetap berada di sekitar daerah terumbu
karang (fringing reef). Bubu tersebut diletakan dengan cara menyelam untuk
mencari posisi yang tepat didasar laut, biasanya untuk tetap stabil, pada bagian
atasnya ditempatkan beberapa buah karang yang berada disekitar bubu.
Pembuatan bubu yang baru dioperasikan memerlukan waktu 1 bulan
untuk ikan dapat masuk. Karena tanpa menggunakan umpan bubu tadi
dibiarkan agar berlumut, sebagai daya tarik ikan. Jenis-jenis ikan yang
tertangkap oleh bubu bambu seperti ikan tundo, kambing-kambing kuning,
hijau, hitam, ekor kuning, kitan-kitan dan juga ikan hias.
Gambar 5. Bubu Bambu berbentuk Trapesium
4.3 Modifikasi Teknologi Bubu Besi
Teknologi bubu besi ini sudah dilakukan oleh beberapa negara didunia
yang memiliki daerah laut. Menurut Martasuganda (2003), bahwa teknologi
penangkapan ikan dengan menggunakan bubu banyak dilakukan hampir
diseluruh dunia mulai dari skala kecil, menengah sampai dengan skala besar.
Untuk skala kecil dan menengah umumnya bayak dilakukan oleh negaranegara
yang memiliki perairan pantai yang masih belum maju sistem
perikanannya, sedangkan untuk skala besar banyak dilakukan oleh negaranegara
yang telah maju system perikanan. Perikanan bubu skala kecil
umumnya ditujukan untuk menangkap kepiting, udang, keong dan ikan dasar
30
perairan yang tidak begitu dalam, sedangkan untuk perikanan bubu skala
menengah dan besar biasanya dilakukan dilepas pantai yang ditujukan untuk
menangkap ikan dasar, kepiting, udang pada kedalaman 20 – 700 m. Untuk
mendesain bubu terkadang bentuknya terbuat dari plastic, besi dan baja. Salah
satu contoh bubu yang didesain dari baja dibuat negara Australia (Gambar 6).
Dari penelitian ini maka bubu yang dirancang, akan dijelaskan mengenai
bentuk, konstruksi, fishing ground, metode pengoperasian, umpan dan jenis
hasil tangkapannya.
Gambar 6. Rancangan Bubu Baja dari Australia
(1) Bentuk
Bentuk dari bubu sangat beragam, ada yang berbentuk segi empat,
trapesium, silinder atau bulat setengah lingkaran lonjong, bulat, persegi
panjang dan sebagainya. Bubu yang dirancang berbentuk silinder atau setengah
lingkaran (Gambar 7). Bubu silinder ini disesuaikan dengan jenis ikan target
yang akan ditangkap dilaut dalam. Bubu besi ini dilengkapai dengan 2 mulut
sebagai pintu untuk masuknya ikan.
31
Gambar 7. Rangka Bubu Besi yang dirancang berbentuk Silinder
(setengah lingkaran)
(2) Konstruksi
Secara umum konstruksi bubu terdiri dari rangka, badan dan pintu masuk
untuk mengambil hasil tangkapan dan tempat untuk menggantungkan umpan.
Rangka bubu ini terbuat dari besi è 8 dan è 6, dimana pada besi è 8 di potong
selanjutnya dibentuk setengah lingkungan. Besi-besi yang dibentuk tadi,
kemudian di las dengan las listrik, agar tidak mudah lepas bila lama berada di
dalam laut. Besi è 6 tadi juga dipotong dan dibentuk menjadi anakan bubu
(mulut/pintu) tempat masuknya ikan, selanjutnya disatukan dengan bentuk
bubu utama dengan di las juga (Gambar 8). Rangka bubu yang sudah jadi
kemudian diselubungi dengan jaring atau kawat baja berukuran ½ inci dan
biarkan jangann semuanya diikat pada badan bubu, tetapi dibiarkan bebas,
kegunaanya agar bila bubu berada didasar laut tidak rentan terhadap goyangan
oleh arus didasar.
32
Gambar 8. Salah satu bagian dari Anakan atau Mulut Bubu Besi yang
telah disatukan
(3) Daerah penangkapan (fishing ground)
Tidak seperti halnya menentukan daerah penangkapan (fishing ground)
yang selalu terjadi untuk mencari ikan pelagis besar seperti, tuna dan ikan
pelagis kecil seperti, lemuru pada umumnya yang harus selalu
memperhitungkan faktor oseanografis, kelimpahan plankton dan faktor lainya
yang saling berhubungan. Penentuan daerah penangkapan untuk pengoperasian
bubu boleh dikatakan sangat sedikit sekali dipengaruhi oleh faktor oseanografi,
sehingga dalam menentukan daerah penangkapan tidak begitu rumit. Dalam
penelitian ini terdapat 25 daerah penangkapan (Fishing ground) pada pesisir
pantai, sekitar Totopake, Batununggul dan Suana (Gambar 9). Hal terpenting
dalam menentukan daerah penangkapan adalah diketahuinya keberadaan ikan
dengan meletakan bubu disepanjang daerah penangkapan misalnya keberadaan
ikan dasar, kepiting, udang sebelum atau sesudah operasi penangkapan
dilakukan. Selain fish fainder, data untuk diketahui adanya ikan bisa didapat
dari dinas perikanan setempat. Lain hal lagi bubu yang diletakan dengan cara
sembarangan dapat mancari tahu dimana ikan-ikan dasar bersarang dan apa
saja jenisnya.
33
(4) Metode Pengoperasian
Metode pengoperasian bubu besi ini tidak terlalu jauh persamaannya
dengan bubu yang dioperasikan bubu bambu punya nelayan. Semua bubu
diperkirakan berada pada banyaknya ikan yang dijadikan target tangkapan.
Beberapa hal yang membedakan bubu besi dapat dilihat pada Table 1. Bubu
besi ini dinaikan ke jukung sebanyak yang diinginkan sesuai dengan besarnya
perahu motor atau jukung yang telah dilengkapi dengan katrol dan tali
(Gambar 10).
Gambar 10. Bubu Besi yang telah siap Pengoperasian dilengkapi dengan Alat
Katrol
Bubu tidak terlalu merepotkan didalam pengoperasiannya, kapan setting
dan hauling dalam keadaan apa saja bisa dioperasikan tergantung dari
keinginan nelayan setempat. Lama perendaman bubu ini karena dipasang
umpan, hanya berlaku 1 hari, disesuaikan dengan ukuran bubu tersebut.
(5) Umpan
Alat tangkap bubu adalah jenis alat tangkap yang pasif, sehingga
dibutuhkan pemikat atau umpan, agar ikan yang akan dijadikan target
tangkapan mau masuk kedalam bubu. Dalam pemberian umpan ini tidak
dilakukan perlakuan umpan. Jenis umpan yang dipakai sangat beraneka ragam,
ada yang memakai umpan ikan hidup, ikan rucah atau jenis umpan lainnya.
34
Untuk bubu besi ini umpan yang digunakan adalah ikan rucah yang disatukan
bersama-sama kelapa yang dibakar, agar menimbulkan aroma bagi ikan target
tangkapan. Umpan yang ada dibungkus dalam kain kelambu atau transparan,
diletakan pada bagian sudut atau tengah dari bubu tersebut (Gambar 11).
Gambar 11. Bubu Besi yang dipasang Umpan
f. Jenis ikan
Karena bubu ini berada didasar laut atau laut dalam, maka tentunya jenis
ikan target tangkapan pun adalah ikan-ikan dasar (Table 1). Semua hasil
tangkapan berada dalam keadaan hidup dan diketahui jenisnya adalah
ekonomis penting (Gambar 12). Hasil tangkapan dari bubu besi ini sebanyak
375 ekor bagi 25 kali trip dengan jumlah berat 90,5 kg.
35
Gambar 12. Beberapa Jenis Ikan Ekonomis Penting yang tertangkap oleh
Bubu Besi
4.4 Komparasi Rancang Bangun Bubu Besi dan Bubu Bambu
Alat tangkap yang mempunyai tingkat paling aman bagi keselamatan
nelayan adalah bubu besi dibandingkan dengan bubu yang pada prinsipnya
pengoperasiannya dilakukan dengan cara selam, disamping kurang rama
lingkungan karena penempatannya pada daerah terumbu karang. Proses
tertangkapnya ikan dengan bubu besi mempunyai beberapa kelebihan, selain
pengoperasiannya yang mudah, ikan target tangkapan akan selalu terperangkap
oleh umpan sebagai pemikat. Bagi bubu bambu ada beberapa kelemahan yang
harus diperbaharui, untuk lebih jelas dalam membandingkan kedua bubu ini
sebagai alat tangkap pasif, maka dapat dilihat dengan jelas pada Tabel 1

You might also like