You are on page 1of 17

Ragam Sajian

Jurnalistik online

Oleh
Zainal Abidin Achmad
Isi Media Massa
 Fakta
(news)

 Opini
(pendapat)

Ragam Sajian Fakta


Ragam Berita (fakta):
 1. BERITA LANGSUNG (STRAIGHT NEWS)
 2. BERITA RINGAN (SOFT NEWS)
 3. FEATURE
 4. REPORTASE
 5. BERITA INVESTIGASI
 6. PROFIL

1. BERITA LANGSUNG (Straight News)


 Gaya Penulisan: Straight, sederhana,
lugas, langsung,
dan tak bertele-tele.
 Struktur : Piramida terbalik,
tak ada penutup
 Watak fakta : Penting
 Kelengkapan : 5W + 1H
(what, who, when, why,
where, how)
 Contoh : Tarif Dasar Listrik Naik Lagi
 POlanya: Piramida Terbalik

2. BERITA RINGAN (Soft News)


 Gaya Penulisan : Ringan, tidak lugas.
 Watak fakta : Menarik
 Fokus : Tonjolkan human interest
 Meski "cuma" menghibur, aktualitas tetap perlu.
 Contoh : Rumah Selebritis Pun Kebanjiran

3. FEATURE (Berita Kisah)


 Format : bebas, bahasanya diperkaya
 Kiat menulis : Kuasai masalah
Perkaya data dan referensi
Ulur ketegangan (Bina klimaks)
Intro yang menggelitik
 Contoh : Romansa Kupu-kupu Malam

4. REPORTASE
 Mirip feature tapi isinya tentang perjalanan
Contoh:
Nonton Kesodo ke Gunung Bromo

5. BERITA INVESTIGASI
(Indept News)
 Berita mendalam untuk mengungkap fakta
tersembunyi atau ditutup-tutupi oleh penguasa.
 Syarat: Fakta harus akurat.
 Butuh keberanian dan ketekunan
Contoh: Pengungkapan kasus ijazah palsu di Universitas
Teknologi Surabaya (UTS)

6. PROFIL
 Materi : Tampilkan sosok pribadi
(public figure)
 Isi : aktivitasnya, kisah suksesnya,
keunikannya, prestasi, atau
kisah ringan.
 Disertai foto close-up atau setengah badan.
Ragam Sajian Opini :
 1. ARTIKEL
 2. KOLOM
 3. TAJUK RENCANA /EDITORIAL
 4. POJOK
 5. RESENSI (buku, kaset, film)
 6. PANDUAN / TIPS

1. ARTIKEL
 Materi : Gagasan dan pendapat
penulis.
Gagasan bisa dari literatur
(asal disebutkan)
 Pendekatan: Analisis, kritis

2. KOLOM
 Gaya : Longgar, sering model
bahasa tutur.
 Isi : Ringan tapi cerdas.
kritik ketimpangan
sosial.
Kadang kontemplatif
 Contoh : Gendam Modern

3. TAJUK RENCANA (EDITORIAL)


 Suara redaksi surat kabar/majalah
 Topik : Masalah yang hangat.
 Penulis : Redaktur senior atau tim ahli
 Gaya : Cerminan gaya media yang bersangkutan.
4. POJOK
 Isi : Ceplas-ceplos pendek, satire, menyentil.

5. RESENSI
 Resensi = Menimbang.
 Komentar atas hadirnya buku baru, film baru,
lagu, lukisan baru, atau karya budaya lainya.

6. PANDUAN / TIPS
 Materi : Pedoman praktis menangani suatu.
Disukai sebab punya manfaat praktis, mudah
dicerna.
 Contoh : 6 Kebiasaan Buruk Para Penulis

Sekian
MENULIS FEATURE
Mengapa kamu menulis? “Karena kebelet!”, kata Putu Wijaya. Mengapa
memilih menulis feature? “Karena kebelet, asyik dan fun!”, kata saya sendiri.
Bagaimana tidak kebelet menulis kalau kita banyak membaca. Ya! Bagaikan
sampah di Leuwigajah di mana kandungan kimianya kemudian meledak.
Demikian pula kalau kita banyak membaca buku, majalah, Koran, dan internet
pasti ingin meledak. Ledakan itu bisa berupa ngomong, tapi biasanya orang lain
nggak mau meluangkan waktu untuk ngedengerin omongan kita.
Kalau menulis kita tingal menulis. Kalau tidak dimuat di media massa ya

minimal menulis catatan harian. Siapa yang nyangka catatan harian Soe Hok

Gie kemudian dibukukan setelah menjadi best seller bertahun-tahunpun

kemudian difilmkan. Juga catatan harian Anne Frank, seorang anak biasa

berumur 6 tahun pun kemudian dibukukan dan difilmkan karena menceritakan

kekejaman Perang Dunia II.

Atau tulis saja surat atau e-mail. Surat-surat Kartini ternyata

dibukukan, surat-menyurat Moh. Roem dan Cak Nur juga dibukukan, surat

menyurat Maududi dengan Maryam Jamilah juga dibukukan. Dalam buku

Chicken Soup for The Surviving Soul diceritakan ada seorang yang terkena

kanker kemudian kakinya harus diamputasi dan dia sering menulis surat

kepada teman-temannya dan kepada para ahli kedokteran ternyata kemudian

surat-surat itu dibukukan dan menjadi best seller di Amerika Serikat, dan

dia menjadi kaya raya.


Apalagi sekarang ada internet, maka makin gampang aja kita untuk

menulis. Nulis aja di milis atau nulis di blogspot individual journal.

Persoalannya kemudian adalah bermanfaat atau tidak. Kata Nabi Muhammad

khan “Berkata-katalah yang baik atau diam”. Begitu pula menulis kalau kita

menulis yang baik dan bermanfaat khan bagus, bukannya menulis untuk

berghibah alias menceritakan aib orang lain salah sedikit bisa jatuh ke fitnah.

Memangnya menulis feature itu asyik dan fun? Iya! Sebelum menulis

feature itu khan kita harus mengumpulkan data dulu sebanyak-banyaknya baik

melalui membaca, mewawancarai si pelaku ataupun mewawancarai pakar.

Ibaratnya menulis straight news itu adalah musik klasik sebagai dasar

bermusik (musik baku) dan menulis feature adalah musik jazz yang penuh

dengan improvisasi. Kalau dalam sepak bola menulis straight news adalah

sepak bola Inggris yang to the point, kalau menulis feature itu adalah

permainan Brasil yang penuh improvisasi dan jogo bonito (sepak bola indah)

yang penuh gocekan dan tendangan-tendangan ajaib. Sebelum kita

berimprovisasi tentu saja kita harus menguasai yang baku terlebih dahulu.

Untuk menulis feature, sebelumnya kita harus mengumpulkan data dan fakta

sebanyak mungkin tentang yang akan kita tulis. Pengalaman saya dalam

menulis feature kalau kita menguasai yang bakunya yaitu fakta sebanyak-
banyaknya maka kita bebas memilih-milih dan memilah-milah fakta mana yang

akan kita ambil untuk feature yaitu terutama yang unik dan mengandung

human interest. Ketika saya saya akan menulis di Hidayatullah tentang K.H.

Abdullah Syafi’I, saya menulis dalam waktu hanya setengah jam. Karena riset

di lapangan sudah saya lakukan selama 3 hari dan fakta di kepala saya sudah

banyak karena ketika kelas 2 SMP saya rajin mendengarkan radio Asy

Syafi’iyah terutama ceramah Allah Yarham K.H. Abdullah Syafi’I sehingga

data-data tentang human interestpun sudah bertumpuk di otak saya. Dan

tulisan ini dibilang bagus oleh awak redaksi Hidayatullah. Ketika saya hendak

menulis tentang Ki Hajar Dewantara saya cukup mudah juga karena saya

mempunyai banyak buku tentangnya dan langsung saya pilih  Kesulitan timbul

ketika tokohnya memang tidak menarik. Misalnya pengalaman saya ketika

hendak menulis 3 tulisan tentang: 1. Ki Hajar Dewantara, 2. Cipto

Mangunkusumo, 3. Dr. Soetomo. Sayapun membaca biografi mereka. Untuk Ki

Hajar banyak kisah menarik misalnya ketika dia di Belanda dia sering masak

jeroan kambing dan tetelan dan orang Belanda merasa kasihan karena di sana

makanan seperti itu adalah makanan anjing. Untuk Cipto juga banyak kisah

menarik misalnya ketika ia menaruh bintang penghargaan dari Ratu Belanda di

bokongnya sebagai protes. Tapi Saya sudah mebolak-balik biografi tentang


dr. Soetomo saya tetap kesulitan karena tidak ada yang menarik karena ia

adalah orang yang ikut arus. Ketika semua orang non kooperasi dia ikutan.

Ketika trend nya adalah kooperasi dia ikut-ikutan kooperasi. Sayapun tidak

berhasil menulis feature tentang dr. Soetomo.

Sebenarnya apa sich feature itu? Feature adalah sebuah tulisan tentang
fakta yang cara memberitakan faktanya dengan gaya sastra baik itu gaya
cerpen, roman, novel, puisi, atau prosa liris. Di feature ini harus ada unsur
yang unik, kemudian juga ada human interest-nya. Misalnya berita tentang
tokoh baik yang sudah meninggal atau masih hidup atau peristiwa misalnya
berita tentang demam Piala Dunia di Jerusalem ternyata membuat orang
Arab dan Israel berdamai dan sama-sama menonton bola.
Sebenarnya kalau Babad Tanah Jawi itu adalah fakta ttg sejarah

Jawa, maka dia adalah feature, ternyata Babad itu bercampur antara fakta

dengan mitos. Kita sebagai muslim yakin bahwa Al Quran adalah fakta dan

gaya bahasanya sastra melebihi sastra lainnya di seluruh dunia maka Al Qur-

an itu bisa disebut Feature yang sangat tinggi.

Sebenarnya tulisan feature di dunia modern dimulai ketika ada gerakan post
modernisme. Modernisme lebih sering menceritakan narasi besar. Sejarahpun
sejarah orang besar kata Thomas Carlyle. Lalu gerakan post modernisme lahir
dan mengkritik adanya centrum/ center/ pusat yang disebut narasi besar.
Lalu menurut post modernisme tidak ada narasi besar, tidak ada centrum,
semua sejajar. Michelle Foucault pun mulai menulis sejarah orang gila dan
sejarah sex terutama homosexual yang selama ini tidak dianggap penting.
Sejarawan lain mulai menulis sejarah petani, sejarah olah raga, sejarah local,
sejarah kota, sejarah desa, sejarah profesi, dan lain-lain.
Di dunia jurnalisme lahir New Journalism yaitu menulis berita dengan

gaya sastra. Kemudian kalau wartawan menulis berita tidak disebut menulis
berita melainkan disebut menulis cerita. Cerita yang dipilihpun bukan narasi

besar melainkan narasi kecil, dipilih yang unik dan mengandung human

interest. Sebuah buku dari Anis Abiyoso dan Ahmadun Yosi Herfanda yaitu

Teror Subuh di Kanigoro pun termasuk New Journalism dan bentuk tulisannya

adalah feature.

Cara Menulis Feature


1. Mencari dan menjaring ide.

a. Feature Sejarah. Agar menjadi aktual lihatlah kalender ada

kelahiran atau kematian tokoh besar siapa atau ada peringatan

peristiwa apa dan siapa yang berperan. Lalu apa relevansinya di

masa sekarang. Ini penting untuk Koran atau majalah terutama

yang tidak ada rubrik khusus sejarahnya. Peristiwa sejarah

misalnya Hitler lalu dicari yang unik misalnya dari literatur

ditemukan ternyata masa kecilnya dia sering disiksa ayahnya,

Stalin juga podo wae. Atau yang mengusulkan membantai orang

Yahudi di Perang Dunia II ternyata Yahudi juga yaitu Jendral

Heinrich dan salah satu kakek Hitler juga ternyata Yahudi.

b. Feature peristiwa masa sekarang. Cari yang unik dan ada human

interest dari peristiwa itu. Misalnya Ujian Akhir Nasional

ternyata banyak siswa yang melakukannya di gang atau di tenda-


tenda gara-gara sekolah bocor atau hancur. Atau berita tentang

Kutai yang Kabupaten terkaya di Indonesia ternyata banyak

sekolah yang hampir ambruk dan banyak guru yang mogok

belajar karena gaji tidak dibayar-bayar. Atau penyakit polio

ternyata ada yang satu keluarga terkena polio kecuali bapaknya

ini adalah peristiwa yang bisa ditulis menjadi feature dahsyat

atau bahasa kasar dari para pemilik modal pers, “menjual air

mata”. Atau peristiwa kebakaran, kita gali sedalam-dalamnya

nanti kita bisa menemukan misalnya ternyata ada anak yang

tidak jadi ujian nasional karena semua seragam, uang, dan kartu

identitas ujian terbakar misalnya. Dari peristiwa Tsunami di

Aceh juga banyak “tambang emas” untuk penulisan feature. Atau

tentang TKI misalnya bisa ditulis TKI yang gagal total dan yang

sukses. Atau tentang kiat sembuh mantan pengguna narkoba.

2. Mengumpulkan data dan fakta sebanyak-banyaknya. Misalnya membaca

buku biografi tokoh. Semakin banyak kita membacanya semakin banyak

kita bisa improvisasi dan menulis feature yang bagus misalnya ketika

saya menulis tentang K.H. Abdullah Syafi’I saya menemukan fakta

beliau pernah menegur PSSI dan pengelola gelora Senayan karena


memainkan sepak bola dari pukul 17.00-19.00 WIB sehingga menabrak

waktu Maghrib lalu pertandingan bola di Senayan berubah menjadi

pukul 19.00-21.00 WIB. Atau wawancara orang-orang dan gali terus

sampai ketemu yang unik. Misalnya saya ketika menulis tentang sejarah

Konferensi Asia Afrika saya tidak menemukan yang unik akhirnya terus

saya gali dan tidak bosan-bosan, akhirnya saya menemukan bahwa

gedung KAA ketika konferensi itu bocor ketika hujan dan ada panitia

dan delegasi yang melepas jasnya untuk mengepel lantai yang basah.

3. Mencari Lead yang baik (Judul dan paragraph pertama). Cerita-cerita

unik itu biasanya saya jadikan paragraph pertama. Atau kita harus

mencari Newspeg (Cantelan Berita)-nya ini terutama untuk Koran

misalnya Kompas. Teman saya Indra J. Piliang misalnya pernah

membuat tulisan dengan judul “Kursi RI untuk Apa Jendral?” dan ini

banyak dipuji oleh pakar komunikasi. Atau misalnya dalam proses ketika

saya menulis tentang satu tahun ulang tahun KAMMI, saya menulis

datar-datar saja. Lalu Pemred Aliansi, Wisnu Pramudya, mengubah

paragraph pertama menjadi “Ujung tombak gerakan reformasi yaitu

KAMMI….” Lalu diubah lagi dan inilah yang muncul di Tabloid Aliansi

yaitu “Hulu Ledak gerakan reformasi yaitu KAMMI..” dan lead tulisan
saya ternyata menjadi bagus. Untuk Newspeg misalnya teman saya

Setiyo Hadi pernah menulis tentang sejarah kontemporer ini sangat

tidak actual. Ketika itu ada peristiwa pembebasan tapol PKI yaitu

Subandrio dan Oemar Dhani langsung peritiwa ini dijadikan paragraph

pertama untuk tulisan sejarah kontemporer dan tulisan inipun menjadi

actual dan dimuat di Republika.

4. Mulailah menulis dengan kunci 3 hal yaitu: tulis, tulis, dan tulis.

Wallahu A’lam bish Shawab.

LAMPIRAN
Contoh Tulisan Feature
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Dmaestro Edisi Oktober 2004
Haji Agus Salim: Guru para pemuda, ulama, dan diplomat Indonesia

            

Membicarakan Haji Agus Salim sangat aktual bulan Oktober ini. Dia

lahir bulan Oktober, dia gurunya para pemuda di Jong Islamieten Bond yang

ikut Sumpah Pemuda bulan Oktober 1928, bulan Oktober tahun ini juga

dimulai bulan Ramadhan dan Agus Salim adalah seorang ulama dan guru para

ulama di Indonesia. Dua bulan yang lalu (Agustus 2004) juga baru terbit buku

“Pidato Perpisahan Haji Agus Salim (sebelum meninggal) di Cornell University

Amerika Serikat”. Buku itu diterbitkan oleh Pusat Kajian Indonesia di Cornell

University Amerika Serikat. Bulan Oktober ini juga kita akan mengetahui

siapa pemimpin Republik Indonesia, teladan kepemimpinan juga bias kita ambil

dari Agus Salim yang tidak mementingkan golongannya. And The Story Begin:
Dalam sebuah rapat umum ada suara mengembik dari massa yang salah

seorangnya adalah Sutan Syahrir, “Embeeek-Embeeeek” (mengejek Haji Agus

Salim yang berjenggot dan diibaratkan seperti kambing oleh yang

mengejeknya).

“Bismillahir Rahmanir Rahim”, kata Agus Salim.

“Mbeeek.. Mbeeek..” seru suara dari massa.

“Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh”, Agus Salim membuka

pembicaraan.

“Mbeeek… Mbeeeeek….”, seru massa lagi.

Agus Salim menjawab dgn cerdas, “Bagi saya sungguh suatu hal yang

sangat menyenangkan bahwa kambing-kambingpun telah mendatangi ruangan

ini untuk mendengarkan pidato saya. Hanya saying sekali bahwa mereka

kurang mengerti bahasa manusia sehingga mereka menyela dengan cara yang

kurang pantas. Jadi saya sarankan untuk sementara kambing-kambing dibawa

ke luar untuk sekadar makan rumput di lapangan. Sesudah pidato saya ini,

yang ditujukan kepada manusia selesai, kambing-kambing akan dipersilakan

masuk kembali dan saya akan berpidato dalam bahasa kambing khusus untuk

mereka. Karena di dalam agama Islam bagi kambingpun ada amanatnya. Dan

saya menguasai banyak bahasa”.

Suatu jawaban yang cerdas dan diplomatis. Ya Agus Salim memang

cerdas, menguasai banyak bahasa dan gurunya para diplomat Indonesia sejak

zaman Belanda sampai awal kemerdekaan Indonesia.

Haji Agus Salim dikenal sebagai seorang ulama, diplomat, dan penulis

hebat di Indonesia. Pengetahuannya yang luas mengenai agama Islam, dipadu

dengan intelektualitas, kesederhanaan, serta kematangan berpolitik

menjadikannya salah satu tokoh terkenal pada masa perjuangan kemerdekaan


Indonesia. Ketaatannya pada ajaran agama Islam tidak mengekang jiwanya

yang bebas mendengarkan suara hati nuraninya, baik dalam kiprah politiknya

maupun dalam kehidupan pribadinya. Ia tokoh pembaharu Islam dan pembawa

kemajuan. Hal ini terlihat ketika ia membuka tabir pemisah dalam pengajian

yang memisahkan laki-laki dan perempuan. Ia ingin wanita dan laki-laki setara

kedudukannya. Iapun tidak memaksakan agama Islam untuk menjadi agama

resmi ataupun agama yang mendominasi bangsa Indonesia. Ini terlihat ketika

ia menyetujui usul Mohammad Hatta untuk menghapus tujuh kata dalam

piagam Jakarta yaitu “Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi

pemeluk-pemeluknya”.

Hal yang sering dilupakan ketika kita membicarakan sejarah Indonesia

adalah fakta bahwa ketika usia 41 tahun (yaitu tahun 1925) Haji Agus Salim

membentuk dan menjadi penasehat Jong Islamieten Bond, tempat

berkumpulnya anak-anak muda intelektual muslim yang kemudian mayoritas

bergabung dalam Partai Masyumi, suatu partai moralis pembela demokrasi

(Ada juga yang bergabung dalam PSI yaitu Mr. Hamid Algadri). Para

intelektual muda muslim ini adalah di antaranya Mohammad Roem, Mohammad

Natsir, Buya Hamka, A.R. Baswedan. Buya Hamka nantinya menjadi guru Cak

Nur, Azyumardi Azra, Ruydi Hamka, dan Fachry Ali. Mohammad Natsir

menjadi guru Cak Nur, Yusril Ihza Mahendra, Amien Rais, Didin Hafiduddin,

Imaduddin Abdul Rahim, dan Deliar Noer. Mohammad Roem menjadi guru Cak

Nur dan Adi Sasono. Jadi Agus Salim menjadi akar iilmuwan, pemikir,

pendidik, dan politisi Indonesia.

Anggota-anggota Jong Islamieten Bond ini juga pada tahun 1928

mengikuti Kongres Pemoeda II yang menelurkan Sumpah Pemuda pada tanggal

28 Oktober 1928.
Agus Salim selain menjadi menteri luar negeri setelah Indonesia

merdeka ia juga menjadi penasehat semua Menteri luar negeri sampai akhir

hayatnya tahun 1954. Sejak Sutan Syahrir, Mohammad Roem, Mohammad

Hatta, Ahmad Soebardjo, dan lain-lain. Jadi ia bukan saja guru intelektual

Muslim Indonesia tetapi juga guru para diplomat Indonesia dan peletak dasar

diplomasi kementrian luar negeri Republik Indonesia.

Ia juga seorang yang anti sekolah (terutama sekolah Belanda). Dari

kesebelas anaknya tidak ada yang menempuh pendidikan sekolah kecuali yang

bungsu, itupun setelah Indonesia merdeka dan langsung masuk SMP tidak

sekolah SD. Tetapi kecerdasan semua anaknya itu dikagumi dan diakui

walaupun mereka tidak sekolah. Agus Salim mendidik sendiri semua anaknya

itu.

Agus Salim yang lahir pada tanggal 8 Oktober 1884 di Kota Gadang,

Bukit Tinggi Sumatra Barat dan keturunan jaksa wilayah ini memang seorang

yang cerdas. Mungkin ada faktor genetik juga dari ayahnya yang jaksa dan

kakeknya yang ulama serta keluarga ibunya yang ulama.

Ketika Salim lulus dari HBS (Hogere Burgerschool, setingkat SMA) ia

menjadi lulusan HBS terbaik di seluruh Indonesia. Hal ini menyebabkan R.A.

Kartini mengusulkan kepada pemerintah Belanda untuk mengalihkan bea-siswa

untuk dirinya (tetapi dihalangi orangtua Kartini) agar diberikan kepada Agus

Salim saja untuk melanjutkan ke sekolah kedokteran di Belanda. Tapi

pemerintah Belanda tidak mengabulkannya.

Tapi memang di balik semua musibah ada hikmah. Haji Agus Salim di

kemudian hari bersyukur tidak jadi menerima bea-siswa kedokteran. “Kalau

saya menerima bea-siswa kedokteran belom tentu saya menjadi tokoh


pergerakan dan pejuang Indonesia merdeka”, katanya di Cornell University,

Amerika Serikat.

Haji Agus Salim juga jenius di bidang Bahasa. Ia menguasai Bahasa

Belanda, Inggris, Arab, Perancis, Jerman, Turki, dan Jepang. Wajar saja

kalau ia menjadi filosof sekaligus Mbah-nya para diplomat Indonesia. Memang

tokoh yang luar biasa. Akankah Indonesia melahirkan orang besar seperti ini

lagi? Mari kita bertanya saja pada rumput yang bergoyang!

(Agung Pribadi)

Sejarawan, Peneliti pada Yayasan Harkat Bangsa.

Prev: keinginan itu pangkal penderitaan


Next: kontroversi fatahillah

You might also like