You are on page 1of 14

Mekanisme terjadinya perdarahan haid secara singkat dapat dijelaskan melalui proses-

proses yang terjadi dalam satu siklus haid yang terdiri atas empat fase, yaitu:
a. Fase Proliferasi
Dinamakan juga fase folikuler, yaitu suatu fase yang menunjukan waktu (masa) ketika
ovarium beraktivitas membentuk dan mematangkan folikel-folikelnya serta uterus
beraktivitas menumbuhkan lapisan endometriumnya yang mulai pulih dan dibentuk pada
fase regenerasi atau pascahaid.
Pada siklus haid klasik, fase proliferasi berlangsung setelah perdarahan haid berakhir,
dimulai pada hari ke-5 sampai 14 (terjadinya proses evolusi). Fase proliferasi ini berguna
untuk menumbuhkan lapisan endometrium uteri agar siap menerima sel ovum yang telah
dibuahi oleh sel sperma, sebagai persiapan terhadap terjadinya proses kehamilan.
Pada fase ini terjasi pematangan folikel-folikel di dalam ovarium akibat pengaruh
aktivitas hormone FSH yang merangsang folikel-folikel tersebut untuk menyintesis
hormone estrogen dalam jumlah yang banyak. Peningkatan pembentukan dan pengaruh
dari aktivitas hormone FSH pada fase ini juga mengakibatkan terbentuknya banyak
reseptor hormone LH dilapisan sel-sel granulose dan cairan folikel-folikel dalam
ovarium. Pembentukan hormone estrogen yang terus meningkat tersebut—sampai kira-
kira pada hari ke-13 siklus haid (menjelang terjadinya proses ovulasi)—akan
mengakibatkan terjadinya pengeluaran hormone LH yang banyak sebagai manifestasi
umpan balik positif dari hormone estrogen (positive feed back mechanism) terhadap
adenohipofisis.
Pada saat mendekati masa terjadinya proses ovulasi, terjadi peningkatan kadar hormone
LH di dalam serum dan cairan folikel-folikel ovarium yang akan memacu ovarium untuk
mematangkan folikel-folikel yang dihasilkan di dalamnya sehingga sebagian besar folikel
di ovarium diharapkan mengalami pematangan (folikel de Graaf). Disamping itu, akan
terjadi perubahan penting lainnya, yaitu peningkatan konsentrasi hormone estrogen
secara perlahan-lahan, kemudian melonjak tinggi secara tiba-tiba pada hari ke-14 siklus
haid klasik (pada akhir fase proliferasi), biasanya terjadi sekitar 16-20 jam sebelum
pecahnya folikel de Graaf, diikuti peningkatan dan pengeluaran hormone LH dari
adenohipofisis, perangsangan peningkatan kadar hormone progesterone, dan peningkatan
suhu basal badan sekitar 0,5°C. Adanya peningkatan pengeluaran kadar hormone LH
yang mencapai puncaknya (LH-Surge), estrogen dan progesterone menjelang terjadinya
proses tersebut di ovarium pada hari ke-14 siklus haid.
Di sisi lain, aktivitas hormone estrogen yang terbentuk pada fase proliferasi tersebut
dapat mempengaruhi tersimpannya enzim-enzim dalam lapisan endometrium uteri serta
merangsang pembentukan glikogen dan asam-asam mukopolisakarida pada lapisan
tersebut. Zat-zat ini akan turut serta dalam pembentukan dan pembangunan lapisan
endometrium uteri, khususnya pembentukan stroma di bagian yang lebih dalam dari
lapisan endometrium uteri. Pada saat yang bersamaan terjadi pembentukan system
vaskularisasi ke dalam lapisan fungsional endometrium uteri.
Selama fase prolferasi dan terjadinya proses ovulasi—di bawah pengaruh hormone
estrogen—terjadi pengeluaran getah atau lendir dari dinding serviks uteri dan vagina
yang lebih encer dan bening. Pada saat ovulasi getah tersebut mengalami penurunan
konsentrasi protein (terutama albumin), sedangkan air dan musin (pelumas) bertambah
berangsur-angsur sehingga menyebabkan terjadinya penurunan viskositas dari getah yang
dikeluarkan dari serviks uteri dan vaginanya tersebut. Peristiwa ini diikuti dengan
terjadinya proses-proses lainnya di dalam vagina, seperti peningkatan produksi asam
laktat dan menurunkan nilai pH (derajat keasaman), yang akan memperkecil resiko
terjadinya infeksi di dalam vagina. Banyaknya getah yang dikeluarkan dari daerah serviks
uteri dan vagina tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya kelainan yang disebut
keputihan karena pada flora normal di dalam vagina juga terdapat microorganisme yang
bersifat pathogen potensial. Sebaliknya, sesudah terjadinya proses ovulasi (pada awal
fase luteal)—di bawah pengaruh hormone progesterone—getah atau lendir yang
dikeluarkan dari serviks uteri dan vagina menjadi lebih kental dan keruh.
Setelah terjadinya proses ovulasi, getah tersebut mengalami perubahan kembali dengan
peningkatan konsentrasi protein, sedangkan air dan musinnya berkurang berangsur-
angsur sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan viskositas dan pengentalan dari
getah yang dikeluarkan dari serviks uteri dan vaginanya. Dengan kata lain, pada fase ini
merupakan masa kesuburan wanita.
b. Fase Luteal
Dinamakan juga fase sekresi atau fase prahaid, yaitu suatu fase yang menunjukan waktu
(masa) ketika ovarium beraktivitas membentuk korpus luteum dari sisa-sisa folikel
matangnya (folikel de Graaf) yang sudah mengeluarkan sel ovumnya pada saat terjadinya
ovulasi dan menghasilkan hormone progesterone yang akan digunakan sebagai
penunjang lapisan endometrium uteri untuk bersiap-siap menerima hasil konsepsi (jika
terjadi kehamilan) atau melakukan proses deskuamasi dan penghambatan masuknya sel
sperma (jika tidak terjadi kehamilan). Pada hari ke-14 (setelah terjadinya proses ovulasi)
sampai hari ke-28, berlangsung fase luteal. Pada fase ini mempunyai ciri khas tertentu,
yaitu terbentuknya korpus luteum ovarium serta perubahan bentuk (menjadi memanjang
dan berkelok-kelok) dan fungsi dari kelenjar-kelenjar di lapisan endometrium uteri akibat
pengaruh dari peningkatan hormone LH yang diikuti oleh pengeluaran hormone
progesterone. Adanya pengaruh aktivitas hormone progesterone dapat menyebabkan
terjadinya perubahan sekretorik, terutama pada lapisan endometrium uteri. Pengaruh
aktivitas hormone progesterone selama fase luteal dapat meningkatkan konsentrasi getah
serviks uteri menjadi lebih kental dan membentuk jala-jala tebal di uterus sehingga akan
menghambat proses masuknya sel sperma ke dalam uterus. Bersamaan dengan hal ini,
hormone progesterone akan mempersempit daerah porsio dan serviks uteri sehingga
pengaruh aktivitas hormone progesterone yang lebih lama, akan menyebabkan degenerasi
dari lapisan endometrium uteri dan tidak memungkinkan terjadinya proses nidasi dari
hasil konsepsi ke dinding uterusnya.
Peningkatan produksi hormone progesterone yang telah dimulai sejak akhir fase folikuler
akan terus berlanjut sampai akhir fase folikuler akan terus berlanjut sampai akhir fase
luteal. Hal ini disebabkan oleh peningkatan aktivitas hormone estrogen dalam
menyintesis reseptor-reseptornya (reseptor hormone LH dan progesterone) di ovarium
dan terjadinya perubahan sintesis hormon-hormon seks steroid (hormone estrogen
menjadi hormone progesterone) di dalam sel-sel granulose ovarium. Perubahan ini secara
normal mencapai puncaknya pada hari ke-22 siklus haid klasik karena pada masa ini
pengaruh hormone progesterone terhadap lapisan endometrium uteri paling jelas terlihat.
Jika proses nidasi tersebut tidak terjadi, hormone estrogen dan progesterone akan
menghambat sintesis dan aktivitas hormone FSH dan LH di adenohipofisis sehingga
membuat korpus luteum menjadi tidak dapat tumbuh dan berkembang kembali, bahkan
mengalami penyusutan dan selanjutnya menghilang. Di sisi lain, pada masa menjelang
terjadinya perdarahan haid, pengaruh aktivitas hormone progesterone tersebut juga akan
menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh-pembuluh darah yang diikuti dengan
dengan terjadinya ischemia dan nekrosis pada sel-sel dan jaringan endometrium uterinya
sehingga memungkinkan terjadinya proses deskuamasi lapisan endometrium uteri yang
disertai dengan terjadinya perdarahan dari daerah tersebut yang dikeluarkan melalui
vagina. Akhirnya, bermanifestasi sebagai perdarahan haid.
Pada saat setelah terjadinya proses ovulasi di ovarium, sel-sel granulosa ovarium akan
berubah menjadi sel-sel luteal ovarium, yang berperan dalam peningkatan pengeluaran
hormon progesteron selama fase luteal siklus haid. Faktanya menunjukan bahwa salah
satu peran dari hormon progesteron adalah sebagai pendukung utama terjadinya proses
kehamilan. Apabila proses kehamilan tersebut tidak terjadi, peningkatan hormon
progesteron yang terjadi tersebut akan mengikuti terjadinya penurunan hormon LH dan
secara langsung hormon progesteron (bersama dengan hormon estrogen) akan melakukan
penghambatan terhadap pengeluaran hormon FSH, LH, dan LHRH, yang derajat
hambatannya bergantung pada konsentrasi dan lamanya pengaruh hormon progesteron
tersebut. Kemudian melalui mekamisme ini secara otomatis hormon-hormon progesteron
dan estrogen juga akan menurunkan pengeluaran hormon LH, FSH, dan LHRH tersebut
sehingga proses sintesis dan sekresinya dari ketiga hormon hipofisis tersebut, yang
memungkinkan terjadinya pertumbuhan folikel-folikel dan proses ovulasi di ovarium
selama fase luteal, akan berkurang atau berhenti, dan akan menghambat juga
perkembangan dari korpus luteum. Pada saat bersamaan, setelah terjadinya proses
ovulasi, kadar hormon estrogen mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya
puncak peningkatan kadar hormon LH dan aktivitasnya yang terbentuk ketika proses
ovulasi terjadi dan berakibat terjadi proliferasi dari sel-sel granulosa ovarium, yang
secara langsung akan menghambat dan menurunkan proses sintesis hormon estrogen dan
FSH serta meningkatkan pembentukan hormon progesteron di ovarium.
Di akhir fase luteal, terjadi penurunan reseptor-reseptor dan aktivitas hormon LH di
ovarium secara berangsur-angsur, yang diikuti penurunan proses sintesis hormon-hormon
FSH dan estrogen yang telah terjadi sebelumnya. Oleh karena itu, pada masa akhir fase
luteal akan terjadi pembentukan kembali hormon FSH dan estrogen dengan aktivitas-
aktivitasnya di ovarium dan uterus.
Beberapa proses lainnya yang terjadi pada awal sampai pertengahan fase luteal adalah
terhentinya proses sintesis enzim-enzim dan zat mukopolisakarida yang telah berjalan
sebelumnya sejak masa awal fase proliferasi. Akibatnya, terjadi peningkatan
permeabilitas (kebocoran) dari pembuluh-pembuluh darah di lapisan endometrium uteri
yang sudah berkembang sejak awal fase proliferasi dan banyak zat-zat makanan yang
terkandung di dalamnya mengalir menembus langsung stroma dari lapisannya tersebut.
Proses tersebut dijadikan sebagai persiapan lapisan endometrium uteri untuk melakukan
proses nidasi terhadap hasil konsepsi yang terbentuk jika terjadi proses kehamilan. Jika
tidak terjadi proses kehamilan, enzim-enzim dan zat mukopolisakarida tersebut akan
dilepaskan dari lapisan endometrium uteri sehingga proses nekrosis dari sel-sel dan
jaringan pembuluh-pembuluh darah pada lapisan tersebut. Hal itu menimbulkan
gangguan dalam proses terjadinya metabolisme sel dan jaringannya sehingga terjadi
proses regresi atau deskuamasi pada lapisan tersebut dan disertai perdarahan.
Pada saat yang bersamaan, peningkatan pengeluaran dan pengaruh hormon progesteron
(bersama dengan hormon estrogen) pada akhir fase luteal akan menyebabkan terjadinya
penyempitan pembuluh-pembuluh darah di lapisan endometrium uteri, yang kemudian
dapat menimbulkan terjadinya proses ischemia di lapisan tersebut sehingga akan
menghentikan proses metabolisme pada sel dan jaringannya. Akibatnya, terjadi regresi
atau deskuamasi pada lapisan tersebut disertai perdarahan. Perdarahan yang terjadi ini
merupakan manifestasi dari terjadinya perdarahan haid.
c. Fase Menstruasi
Dinamakan juga fase deskuamasi atau fase haid, yaitu suatu fase yang menunjukan waktu
(masa) terjadinya proses deskuamasi pada lapisan endometrium uteri disertai pengeluaran
darah dari dalam uterus dan dikeluarkan melalui vagina.
Pada akhir fase luteal terjadi peningkatan hormon estrogen yang dapat kembali
menyebabkan perubahan sekretorik pada dinding uterus dan vagina, berupa peningkatan
produksi dan penurunan konsentrasi getah yang dikeluarkan dari serviks uteri dan vagina
serta peningkatan konsentrasi glikogen dalam serviks uteri dan vagina. Hal ini
memungkinkan kembali terjadinya proses peningkatan pengeluaran getah yang lebih
banyak dari serviks uteri dan vaginanya serta keputihan.
Pada saat akhir fase luteal, peningkatan kadar dan aktivitas hormon estrogen yang
terbentuk kembali masih belum banyak sehingga terjadinya proses-proses perangsangan
produksi asam laktat oleh bakteri-bakteri flora normal dan penurunan nilai derajat
keasaman, yang diharapkan dapat menurunkan resiko terjadinya infeksi di dalam vagina
menjadi tidak optimal, dan ditambah penumpukan getah yang sebagian besar masih
dalam keadaan mengental. Oleh karena itu, pada saat menjelang proses perdarahan haid
tersebut, daerah vagina menjadi sangat beresiko terhadap terjadinya penularan penyakit
(infeksi) melalui hubungan persetubuhan (koitus).
Terjadinya pengeluaran getah dari serviks uteri dan vagina tersebut sering bercampur
dengan pengeluaran beberapa tetesan darah yang sudah mulai keluar menjelang
terjadinya proses perdarahan haid dari dalam uterus dan menyebabkan terlihatnya cairan
berwarna kuning dan keruh, yang keluar dari vaginanya. Sel-sel darah merah yang telah
rusak dan terkandung dari cairan yang keluar tersebut akan menyebabkan sifat bakteri-
bakteri flora normal yang ada di dalam vagina menjadi bersifat infeksius (patogen
potensial) dan memudahkannya untuk berkembang biak dengan pesat di dalam vagina.
Bakteri-bakteri infeksius yang terkandung dalam getah tersebut, kemudian dikeluarkan
bersamaan dengan pengeluaran jaringan dari lapisan endometrium uteri yang mengalami
proses regresi atau deskuamasi dalam bentuk perdarahan haid atau dalam bentuk
keputihan yang keluar mendahului menjelang terjadinya haid.
Pada saat bersamaan, lapisan endometrium uteri mengalami iskhemia dan nekrosis,
akibat terjadinya gangguan metabolisme sel atau jaringannya, yang disebabkan
terhambatnya sirkulasi dari pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi lapisan
tersebut akibat dari pengaruh hormonal, ditambah dengan penonjolan aktivasi kinerja dari
prostaglandin F2α(PGF2α) yang timbul akibat terjadinya gangguan keseimbangan antara
prostaglandin E2(PGE2) dan F2α (PGF2α) dengan prostasiklin (PGI2), yang disintesis
oleh sel-sel endometrium uteri (yang telah mengalami luteinisasi sebelumnya akibat
pengaruh dari homogen progesteroon). Semua hal itu akan menjadikan lapisan
edometrium uteri mengalami nekrosis berat dan sangat memungkinkan untuk mengalami
proses deskuamasi.
Pada fase menstruasi ini juga terjadi penyusutan dan lenyapnya korpus luteum ovarium
(tempat menetapnya reseptor-reseptor serta terjadinya proses pembentukan dan
pengeluaran hormon progesteron dan LH selama fase luteal).
d. Fase Regenerasi
Dinamakan juga fase pascahaid, yaitu suatu fase yang menunjukan waktu (masa)
terjadinya proses awal pemulihan dan pembentukan kembali lapisan endometrium uteri
setelah mengalami proses deskuamasi sebelumnya. Bersamaan dengan proses regresi atau
deskuamasi dan perdarahan haid pada fase menstruasi tersebut, lapisan endometrium
uteri juga melepaskan hormon prostaglandin E2 dan F2, yang akan mengakibatkan
berkontraksinya lapisan mimometrium uteri sehingga banyak pembuluh darah yang
terkandung di dalamnya mengalami vasokontriksi, akhirnya akan membatasi terjadinya
proses perdarahan haid yang sedang berlangsung.
Di sisi lain, proses penghentian perdarahan haid ini juga didukung oleh pengaktifan
kembali pembentukan dan pengeluaran hormon FSH dan estrogen sehingga
memungkinkan kembali terjadinya pemacuan proses proliferasi lapisan endometrium
uteri dan memperkuat kontraksi otot-otot uterusnya. Hal ini secara umum disebabkan
oleh penurunan efek hambatan terhadap aktivitas adenohipofisis dan hipotalamus yang
dihasilkan dari hormon progesteron dan LH (yang telah terjadi pada fase luteal), saat
terjadinya perdarahan haid pada fase menstruasi sehingga terjadi pengaktifan kembali
dari hormon-hormon LHRH, FSH, dan estrogen. Kemudian bersamaan dengan terjadinya
proses penghentian perdarahan haid ini, dimulailah kembali fase regenerasi dari siklus
haid tersebut

Secara garis besar terdapat tiga hirarki hormonal yang berperan saat pubertas pada wanita
yaitu (1) Gonadotopin-releasing hormone (GnRH) yang dihasilkan oleh hipotalamus, (2)
Follicle-stimulating hormone (FSH) dan Luteinizing hormone (LH) yang dihasilkan oleh
hipofisis anterior sebagai respons atas GnRH, dan (3) Estrogen dan progesteron yang
dihasilkan oleh ovarium sebagai respons atas FSH dan LH.

1. Gonadotopin-releasing hormone (GnRH)

GnRH adalah hormon peptida yang dihasilkan oleh hipotalamus, yang menstimulasi sel-
sel gonadotrop pada hipofisis anterior. Di hipotalamus sendiri pengeluaran GnRH diatur
oleh nukleus arkuata. Neuron pada nukleus arkuata memiliki kemampuan untuk
memproduksi dan melepas gelombang GnRH ke hipofisis.

2. Gonadotopin

Gonadotropin pada wanita meliputi Follicle-stimulating hormone (FSH) dan Luteinizing


hormone (LH). Baik FSH dan LH disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior pada usia
antara 9-12 tahun. Efek dari sekresi hormon tersebut adalah siklus menstruasi yang
terjadi pada usia sekitar 11-15 tahun. Periode ini dikatakan pubertas sedangkan siklus
menstruasi pertama disebut menarche.

FSH dan LH bekerja menstimulasi ovarium dengan berikatan pada reseptor FSH dan
reseptor LH. Reseptor yang teraktivasi akan meningkatkan laju sekresi sel, pertumbuhan,
dan proliferasi sel. Aktivitas ini diperantarai oleh cAMP.

• Follicle-stimulating hormone (FSH)

FSH merupakan hormon yang memiliki struktur glikoprotein, diproduksi di sel


gonadotrop hipofisis, distimulasi oleh hormon aktivin dan dihambat oleh hormon inhibin.
FSH berfungsi dalam pertumbuhan, perkembangan, maturasi saat pubertas, dan
reproduksi.

Pada wanita, FSH menstimulasi maturasi sel-sel germinal, menstimulasi pertumbuhan


folikel terutama pada sel-sel granulosa dan mencegah atresia folikel. Pada akhir fase
folikular kerja FSH dihambat oleh inhibin dan pada akhir fase luteal aktivitas FSH
kembali meningkat untuk mempersiapkan siklus ovulasi berikutnya, demikian seterusnya.

Kerja FSH juga dihambat oleh estradiol (estrogen) yang dihasilkan oleh folikel matang
sehingga menyebabkan folikel tersebut dapat mengalami ovulasi sedangkan folikel
lainnya mengalami atresia.

• Luteinizing hormone (LH)

LH merupakan hormon yang memiliki struktur glikoprotein heterodimer, diproduksi di


sel gonadotrop hipofisis dan kerjanya tidak dipengaruhi oleh aktivitas aktivin, inhibin,
dan hormon seks.

Pada saat FSH menstimulasi pertumbuhan folikel, khususnya sel granulosa, maka
pengeluaran estrogen akan memicu munculnya reseptor untuk LH. LH akan berikatan
pada reseptornya tersebut dan estrogen akan mengirim umpan balik positif untuk
mengeluarkan lebih banyak lagi LH. Dengan semakin banyaknya LH, maka akan
memicu ovulasi (pengeluaran ovum) dari folikel sekaligus mengarahkan pembentukan
korpus luteum. Korpus luteum yang terbentuk akan menghasilkan progesteron yang
berguna pada saat implantasi.

3. Estrogen dan progestin

Estrogen

Pada wanita yang sedang tidak hamil, estrogen diproduksi di ovarium dan korteks
adrenal, sedangkan pada wanita hamil estrogen juga diproduksi di plasenta. Ada tiga
macam estrogen yang terdapat dalam jumlah signifikan: β-estradiol, estrone, dan estriol.
β-estradiol banyak diproduksi di ovarium sedangkan estrone lebih banyak diproduksi di
korteks adrenal dan sel-sel teka. Adapun estriol adalah turunan β-estradiol dan estrone
yang sudah dikonversi di hati. Karena β-estradiol memiliki potensi estrogenik 12 kali
lebih kuat dibanding estrone dan 80 kali lebih kuat dari estriol, maka β-estradiol
dikatakan sebagai estrogen mayor.

Efek dari estrogen adalah menstimulasi proliferasi seluler dan pertumbuhan organ seks
dan jaringan lainnya terkait reproduksi. Berikut adalah efek estrogen secara spesifik:

• Uterus dan organ seks eksternal

Pada masa pubertas, estrogen diproduksi sekitar 20 kali lipat lebih banyak dibanding
masa prepubertas. Peningkatan kadar hormon ini, bersamaan dengan penimbunan lemak,
menyebabkan perubahan-perubahan spesifik yaitu pembesaran ovarium, tuba fallopi,
uterus dan vagina.

Estrogen juga mengubah epitel vagina dari epitel kuboid menjadi epitel bertingkat yang
lebih resisten terhadap trauma dan infeksi.

• Tuba fallopi

Estrogen menyebabkan proliferasi jaringan pada lapisan mukosa tuba fallopi. Selain itu
estrogen juga meningkatkan jumlah dan aktivitas sel-sel silia, yang penting dalam
pergerakan ovum yang telah difertilisasi.

• Payudara

Estrogen menyebabkan perkembangan jaringan stromal pada kelenjar payudara,


pertumbuhan sistem duktus, serta deposisi lemak. Lobulus-lobulus dan alveoli
berkembang menjadi lebih luas.

• Sistem rangka
Estrogen menghambat aktivitas osteoklas sehingga mengurangi penyerapan osteosit dan
meningkatkan pertumbuhan tulang. Estrogen juga menyebabkan penyatuan epifisis pada
tulang-tulang panjang. Diketahui bahwa efek estrogen pada wanita lebih kuat
dibandingkan efek testosteron pada pria, namun penghentiannya yang cepat
menyebabkan wanita cenderung lebih pendek dibanding pria.

• Deposisi protein

Estrogen menyebabkan peningkatan protein total tubuh, hal ini dibuktikan oleh
keseimbangan nitrogen yang lebih positif setelah pemberian estrogen. Namun jika
dibandingkan dengan testosteron, efek deposisi protein yang ditimbulkan oleh testosteron
lebih kuat dibandingkan estrogen.

• Metabolisme tubuh dan deposisi lemak

Estrogen meningkatkan laju metabolik tubuh, namun lebih lemah jika dibandingkan
dengan efek yang sama oleh testosteron pria. Selain itu estrogen juga meningkatkan
jumlah lemak subkutan dan mendeposisinya pada daerah-daerah tertentu seperti
payudara, bokong, dan paha sehingga memunculkan gambaran melekuk wanita yang
khas.

• Distribusi rambut

Estrogen tidak memiliki efek besar terhadap pendistribusian rambut. Adapun tumbuhnya
rambut di daerah pubis dan aksila merupakan peran dari androgen adrenal.

• Kulit

Estrogen menyebabkan kulit wanita memiliki tekstur yang lembut dan halus namun lebih
tebal jika dibandingkan dengan kulit anak-anak. Selain itu estrogen juga menyebabkan
kulit menjadi lebih vaskular. Hal ini sering diasosiasikan dengan peningkatan suhu pada
kulit dan perdarahan yang lebih banyak jika terjadi sayatan pada kulit wanita
dibandingkan dengan kulit pria.

• Kesetimbangan elektrolit

Estrogen menyebabkan retensi air dan sodium oleh tubulus-tubulus ginjal.

Progestin

Progestin terpenting adalah progesteron. Pada wanita yang sedang tidak hamil,
progesteron diproduksi oleh korpus luteum pada paruh terakhir siklus ovarium. Fungsi
progesteron berdasarkan organ yang dipengaruhinya adalah:

• Uterus
Fungsi terpenting progesteron adalah meningkatkan perubahan sekretorik pada
endometrium uterin selama paruh akhir siklus seksual sehingga mempersiapkan uterus
untuk implantasi ovum. Selain itu progesteron juga mengurangi frekuensi dan intensitas
kontraksi uterine, sehingga dengan demikian mengurangi risiko terjadinya peluruhan
ovum yang telah diimplantasi.

• Tuba fallopi

Progesteron meningkatkan sekresi lapisan mukosa yang ada pada tuba fallopi. Sekresi ini
diperlukan untuk nutrisi ovum yang telah difertilisasi sebelum mengalami implantasi.

• Kelenjar payudara

Progesteron memicu perkembangan lobulus dan alveoli pada payudara, menyebabkan


sel-sel alveolar berproliferasi, membesar, dan menjadi sekretorik. Namun progesteron
tidak berperan dalam sekresi ASI.

Progesteron juga menyebabkan pembesaran kelenjar payudara karena peningkatan cairan


di jaringan subkutan.

4. Hormon lain

Selain dari hormon yang sudah disebutkan di atas, terdapat hormon lain yang juga
berperan dalam pubertas. Namun tidak seperti hormon di atas, hormon lain ini
kurang/tidak mempengaruhi perkembangan seks primer dan hanya mempengaruhi
perkembangan karakter seks sekunder.

• Prolaktin

Pada perkembangan kelenjar payudara di masa pubertas, hormon estrogen menstimulasi


perkembangan duktus sedangkan progesteron merangsang pembentukan lobulus-
alveolus. Keduanya tidak ada hubungannya dengan pengeluaran air susu. Maka untuk
pengeluaran air susu distimulasi oleh hormon ketiga, prolaktin.

Prolaktin merupakan hormon yang disekresikan oleh hipofisis anterior. Fungsi dari
prolaktin adalah menstimulasi ekskresi air susu. Selama paruh pertama kehamilan,
kelenjar payudara sebenarnya telah siap untuk memproduksi air susu, namun dihambat
oleh estrogen dan progesteron kehamilan. Setelah kehamilan selesai, barulah kelenjar
payudara bisa memproduksi air susu.

• Steroid adrenal

Steroid adrenal dihasilkan di korteks adrenal. Ada tiga hormon steroid adrenal, yaitu (1)
mineralkortikoid, terutama aldoseteron, untuk kesetimbangan mineral, (2)
glukokortikoid, terutama kortisol, untuk metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein,
serta (3) hormon seks yang identik dengan yang dihasilkan oleh gonad (ovarium pada
wanita).

Pada wanita, hormon seks yang dihasilkan oleh korteks adrenal ialah estrogen. Namun
jumlahnya jauh lebih sedikit daripada estrogen yang dihasilkan di ovarium sehingga tidak
terlalu bermakna. Selain itu, di korteks adrenal juga dihasilkan androgen
dehidroepiandrosteron (DHEA). Pada pria, DHEA ini tidak bermakna karena dikalahkan
oleh testosteron. Namun pada wanita (yang kurang memiliki androgen), DHEA ini
memiliki makna fisiologis yaitu pertumbuhan rambut pubis dan aksila, pacu tumbuh
pubertas serta perkembangan dan pemeliharaan dorongan seks wanita.

• Growth hormone (GH)

GH, selain berfungsi sebagai hormon pertumbuhan, juga memiliki efek pada pubertas.
GH menstimulasi diferensiasi sel granulosa yang diinduksi oleh FSH, meningkatkan level
IGF-1 di ovarium dan meningkatkan respons ovarium terhadap gonadotropin

• Insulin-like growth factor-1 (IGF-1)

IGF-1 meningkatkan efek gonadotropin pada sel granulosa dan bekerja secara sinergis
dengan GH untuk maturasi ovarium postmenarche.

• Insulin

Pada waktu pubertas terjadi lonjakan kadar insulin plasma. Diketahui insulin memiliki
korelasi positif kuat dengan IGF-1.

1. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11th ed. Pennsylvania:
Elsevier Inc; 2006. p. 1011-22.
2. Sheerwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2001. p.
633-732.
3. Vander et.al. Human physiology – the mechanism of body function. 8th ed. USA:
The McGraw-Hill Companies; 2001. p. 681-3.
4. Ganong WF. Review of medical physiology. 20th ed. USA: The McGraw-Hill
Companies; 2001. p.505-6.

FASE-FASE MENSTRUASI
Mekanisme terjadinya perdarahan menstruasi terjadi dalam satu siklus terdiri atas 4 fase :
1. Fase Folikuler / Proliferasi (hari ke-5 sampai hari ke- 14)
Pada masa ini adalah masa paling subur bagi seorang wanita. Dimulai dari hari 1 sampai
sekitar sebelum kadar LH meningkat dan terjadi pelepasan sel telur (ovulasi). Dinamakan
fase folikuler karena pada saat ini terjadi pertumbuhan folikel di dalam ovarium. Pada
pertengahan fase folikuler, kadar FSH sedikit meningkat sehingga merangsang
pertumbuhan sekitar 3 - 30 folikel yang masing-masing mengandung 1 sel telur. Tetapi
hanya 1 folikel yang terus tumbuh, yang lainnya hancur.
Pada suatu siklus, sebagian endometrium dilepaskan sebagai respon terhadap penurunan
kadar hormon estrogen dan progesteron. Endometrium terdiri dari 3 lapisan. Lapisan
paling atas dan lapisan tengah dilepaskan, sedangkan lapisan dasarnya tetap
dipertahankan dan menghasilkan sel-sel baru untuk kembali membentuk kedua lapisan
yang telah dilepaskan. Perdarahan menstruasi berlangsung selama 3 - 7 hari, rata-rata
selama 5 hari. Darah yang hilang serbanyak 28 - 283 gram. Darah menstruasi biasanya
tidak membeku kecuali jika perdarahannya sangat hebat.
Pada akhir dari fase ini terjadi lonjakan penghasilan hormon LH yang sangat meningkat
yang menyebabkan terjadinya proses ovulasi.
2. Fase Luteal / fase sekresi / fase pramenstruasi (hari ke-14 sampai hari ke-28)
Pada fase ini menunjukkan masa ovarium beraktivitas membentuk korpus luteum dari
sisa-sisa folikel-folikel de Graaf yang sudah mengeluarkan sel ovum (telur) pada saat
terjadinya proses ovulasi. Pada fase ini peningkatkan hormon progesteron yang
bermakna, yang diikuti oleh penurunan kadar hormon-hormon FSH, estrogen, dan LH.
Keadaan ini digunakan sebagai penunjang lapisan endometrium untuk mempersiapkan
dinding rahim dalam menerima hasil konsepsi jika terjadi kehamilan, digunakan untuk
penghambatan masuknya sperma ke dalam uterus dan proses peluruhan dinding rahim
yang prosesnya akan terjadi pada akhir fase ini.
3. Fase menstruasi (hari ke-28 sampai hari ke-2 atau 3)
Pada fase ini menunjukkan masa terjadinya proses peluruhan dari lapisan endometrium
uteri disertai pengeluaran darah dari dalamnya. Terjadi kembali peningkatan kadar dan
aktivitas hormon-hormon FSH dan estrogen yang disebabkan tidak adanya hormon LH
dan pengaruhnya karena produksinya telah dihentikan oleh peningkatan kadar hormon
progesteron secara maksimal. Hal ini mempengaruhi kondisi flora normal dan dinding-
dinding di daerah vagina dan uterus yang selanjutnya dapat mengakibatkan perubahan-
perubahan higiene pada daerah tsb dan menimbulkan keputihan .
4. Fase Regenerasi / pascamenstruasi (hari ke-1 sampai hari ke-5)
Pada fase ini terjadi proses pemulihan dan pembentukan kembali lapisan endometrium
uteri, sedangkan ovarium mulai beraktivitas kembali membentuk folikel-folikel yang
terkandung di dalamnya melalui pengaruh hormon-hormon FSH dan estrogen yang
sebelumnya sudah dihasilkan kembali di dalam ovarium.
HAID
Secara umum kelainan haid berupa kelainan siklus atau kelainan dari jumlah darah yang
dikeluarkan dan lamanya perdarahan. Adapun fisiologi menstruasi adalah adanya
hubungan timbal balik hipotalamus hipofise ovarium. Mens/ovulasi yang teratur,
merupakan hasil kerjasama yang kompleks antara hipotalamus hipofise ovarium.
hipotalamus mengeluarkan Gn RH (Gonadotropin Releasing Hormon), yang masuk
keperedaran darah portal dan sampailah ke Hipofise (anterior) Gn RH yang dikeluarkan
secara pulsasi ini merangsang hipofise untuk memproduksi dan mengeluarkan
gonadotropin (FSH dan LH) Secara pulsasi pula. Kemudian gonadotropin ini merangsang
folikel (ovarium) untuk tumbuh dan berakhir. Dengan ovulasi terdapat hubungan timbal
balik antara hormon gonadotropin ini dengan seks steroid yang dihasilkan ovarium.
Hubungan timbal balik sentral mempunyai pola yang baku, untuk menghasilkan ovulasi
yang teratur. Hubungan timbal balik yang kacau tidak akan menghasilkan ovulasi,
meskipun sentral menghasilkan gunadotropin dan ovarium menghasilkan seks steroid.
Hubungan timbal balik ini lebih mudah dipahami dengan mengikuti fluktuasi naik
turunnya kadar hormon estrogen. Karena pada umumnya para sarjana berpendapat bahwa
kapan terjadi ovulasi banyak ditentukan oleh ovarium itu sendiri. Estrogen merupakan
salah satu hormon seks steroid yang dihasilkan oleh ovarium yang sangat berperan pada
kelangsungan hubungan timbal balik, secara normal pada saat menstruasi kadar hormon
estrogen dan progesterone didalam darah sangat turun dan endometrium juga tipis hanya
terdiri dari stratum basalis saja. Kadar estrogen yang turun ini merangsang produksi
gonadotropin (FSH dan LH) sehingga kadar FSH dan LH diperedaran darah meningkat
perlahan ,hal ini akan mengakibatkan pertumbuhan folikel di ovarium, pertumbuhan
folikell ini menyebabkan kadar estrogen secara perlahan juga naik .Folikel yang paling
“siap” akan tumbuh paling cepat ,dan pada hari ke-5sampai 7 terbentuklah satu folikel
dominan, yang nanti akan mengalami ovulasi sedangkan folikel yang kurang siap akan
atresia, karena kadar hormon FSH mulai menurun akibat hubungan timbal balik (-)
estrogen yang kadarnya terus meningkat penurunan kadar FSH ini tidak diikuti kadar LH,
karena dampak hubungan timbal balik (-) estrogen ini hanya untuk FSH, tidak untuk LH.
Meskipun kadar FSH terus menurun, tetapi folikel dominan akan tumbuh terus.
Pertumbuhan folikel ini tentunya akan menyebabkan kadar estrogen juga terus
meningkat. Setelah mencapai kadar yang cukup tinggi (200 Pg/ml yang bertahan minimal
selama 50 jam) estrogen ini akan menimbulkan rangsangan (+), sehingga terjadi loncatan
LH (LH surge), yang akan diikuti oleh sedikit kenaikan progesterone dan loncatan FSH.
Loncatan LH, FSH dan sedikit kenaikan kadar progesterone akan menyebabkan
“pecahnya” folikel dominan (ovulasi). Setelah ovulasi kadar progesteron meningkat
tajam yang diikuti penurunan kadar FSH dan LH dan mulailah fase luteal kadar estrogen
yang tadinya ikut turun sesaat sebelum ovulasi, tanpa diketahui sebabnya meningkat
kembali. Pada fase luteal. Kenaikan kadar progresteron dan estrogen ini mencapai
puncaknya pada hari ke-21 dan kemudian menurun perlahan sampai datangnya
menstruasi siklus berikutnya.

Siklus menangani

You might also like