You are on page 1of 2

BAB 1

PENDAHULUAN

A.Latar belakang otonomi daerah

Otonomi daerah muncul sebagai bentuk veta comply terhadap sentralisasi yang sangat
kuat di masa orde baru. Berpuluh tahun sentralisasi pada era orde baru tidak membawa
perubahan dalam pengembangan kreativitas daerah, baik pemerintah maupun masyarakat
daerah.

Ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat sangat tinggi sehingga sama
sekali tidak ada kemandirian perencanaan pemerintah daerah saat itu. Di masa orde baru
semuanya bergantung ke Jakarta dan diharuskan semua meminta uang ke Jakarta. Tidak
ada perencanaan murni dari daerah karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak
mencukupi.

Ketika Indonesia dihantam krisis ekonomi tahun 1997 dan tidak bisa cepat bangkit,
menunjukan sistem pemerintahan nasional Indonesia gagal dalam mengatasi berbagai
persoalan yang ada. Ini dikarenakan aparat pemerintah pusat semua sibuk mengurusi
daerah secara berlebih-lebihan. Semua pejabat Jakarta sibuk melakukan perjalanan dan
mengurusi proyek di daerah.

Dari proyek yang ada ketika itu, ada arus balik antara 10 sampai 20 persen uang kembali
ke Jakarta dalam bentuk komisi, sogokan, penanganan proyek yang keuntungan itu
dinikmati ke Jakarta lagi. Terjadi penggerogotan uang ke dalam dan diikuti dengan
kebijakan untuk mengambil hutang secara terus menerus. Akibat perilaku buruk aparat
pemerintah pusat ini, disinyalir terjadi kebocoran 20 sampai 30 persen dari APBN.

Akibat lebih jauh dari terlalu sibuk mengurusi proyek di daerah, membuat pejabat di
pemerintahan nasional tidak ada waktu untuk belajar tentang situasi global, tentang
international relation, international economy dan international finance. Mereka terlalu
sibuk menggunakan waktu dan energinya untuk mengurus masalah-masalah domestik
yang seharusnya bisa diurus pemerintah daerah. Akibatnya mereka tidak bisa mengatasi
masalah ketika krisis ekonomi datang dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Sentralisasi yang sangat kuat telah berdampak pada ketiadaan kreativitas daerah karena
ketiadaan kewenangan dan uang yang cukup. Semua dipusatkan di Jakarta untuk diurus.
Kebijakan ini telah mematikan kemampuan prakarsa dan daya kreativitas daerah, baik
pemerintah maupun masyarakatnya. Akibat lebih lanjut, adalah adanya ketergantungan
daerah kepada pemerintah pusat yang sangat besar.

Bisa dikatakan sentralisasi is absolutely bad. Dan otonomi daerah adalah jawaban
terhadap persoalan sentralisasi yang terlalu kuat di masa orde baru. Caranya adalah
mengalihkan kewenangan ke daerah. Ini berdasarkan paradigma, hakikatnya daerah
sudah ada sebelum Republik Indonesia (RI) berdiri. Jadi ketika RI dibentuk tidak ada
kevakuman pemerintah daerah.

Karena itu, ketika RI diumumkan di Jakarta, daerah-daerah mengumumkan persetujuan


dan dukungannya. Misalnya pemerintahan di Jakarta, sulawesi, sumatera dan Kalimantan
mendukung. Itu menjadi bukti bahwa pemerintahan daerah sudah ada sebelumnya.
Prinsipnya, daerah itu bukan bentukan pemerintah pusat, tapi sudah ada sebelum RI
berdiri.

Karena itu, pada dasarnya kewenangan pemerintahan itu ada pada daerah, kecuali yang
dikuatkan oleh UUD menjadi kewenangan nasional. Semua yang bukan kewenangan
pemerintah pusat, asumsinya menjadi kewenangan pemerintah daerah. Maka, tidak ada
penyerahan kewenangan dalam konteks pemberlakuan kebijakan otonomi daerah. Tapi,
pengakuan kewenangan.

Lahirnya reformasi tahun 1997 akibat ambruknya ekonomi Indonesia dengan tuntutan
demokratisasi telah membawa perubahan pada kehidupan masyarakat, termasuk di
dalamnya pola hubungan pusat daerah. Tahun 1999 menjadi titik awal terpenting dari
sejarah desentralisasi di Indonesia. Pada masa pemerintahan Presiden Habibie melalui
kesepakatan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilu 1999 ditetapkan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah untuk
mengoreksi UU No.5 Tahun 1974 yang dianggap sudah tidak sesuai dengan prinsip
penyelenggaraan pemerintahan dan perkembangan keadaan.

Kedua Undang-Undang tersebut merupakan skema otonomi daerah yang diterapkan


mulai tahun 2001. Undang-undang ini diciptakan untuk menciptakan pola hubungan yang
demokratis antara pusat dan daerah. Undang-Undang Otonomi Daerah bertujuan untuk
memberdayakan daerah dan masyarakatnya serta mendorong daerah merealisasikan
aspirasinya dengan memberikan kewenangan yang luas yang sebelumnya tidak diberikan
ketika masa orde baru.

Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun


1999 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah,
maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya.

Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang-Undang


Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Diharapkan dengan adanya
kewenangan di pemerintah daerah maka akan membuat proses pembangunan,
pemberdayaan dan pelayanan yang signifikan. Prakarsa dan kreativitasnya terpacu karena
telah diberikan kewenangan untuk mengurusi daerahnya. Sementara di sisi lain,
pemerintah pusat tidak lagi terlalu sibuk dengan urusan-urusan domestik. Ini agar pusat
bisa lebih berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro strategis serta lebih punya
waktu untuk mempelajari, memahami, merespons, berbagai kecenderungan global dan
mengambil manfaat darinya.

You might also like