You are on page 1of 15

DINASTI ABBASIYAH:

Perkembangan Peradabannya
Oleh: Sokhi Huda

A. Pendahuluan
Masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah (750-1258 M.) termasuk periode klasik dalam
pengurunan sejarah dan peradaban Islam.1 Pada periode klasik, dapat dijumpai
sumbangan penting dan fundamental peradaban Islam terhadap peradaban dunia
(termasuk peradaban modern di Barat sekarang), terutama aspek moral dan ilmu
pengetahuan. Kecuali masa Dinasti Umayyah, konsentrasi utamanya pada perluasan
wilayah.
Fakta-faktanya terlukis indah dalam berbagai penyataan abstraktif beberapa penulis/
peneliti.2 Cristopher Dawson menyebut periode kemajuan Islam (masa Dinasti
Abbasiyah) bersamaan masanya dengan abad kegelapan di Eropa.3 H.Mc. Neill
menjelaskan bahwa kebudayaan Kristen di Eropa di antara 600-1000 M. sedang
mengalami masa surut yang rendah. Lebon mengatakan bahwa “orang Arablah yang
menyebabkan kita mempunyai peradaban, karena mereka adalah imam kita selama enam
abad”. Penyelidikan Rom Landau mengakui, bahwa dari periode Islam klasik orang Barat
belajar berpikir objektif, dan belajar berdada lapang saat terpasungnya pikiran dan tidak
adanya toleransi terhadap kaum minoritas, sebagai bimbingan bagi renaissance Eropa
yang kemudian membawa pada kemajuan dan peradaban Barat sekarang. Jacques C.

1
G.E.con Grunebaum. Classical Islam: a History 600 A.D. - 1258 A.D. (Chicago: Aldine Publishing, 1st
Ed., 1970); bandingkan dengan Masudul Hasan. History of Islam: Classical Period 571-1258 C.E.
(Delhi, India: Adam Publishing, 1995); Sidi Gazalba. Masyarakat Islam: Pengantar Sosiologi Cordoba
Sosiografi (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), 276, membagi tiga kurun sejarah Islam: kurun klasik (650-1200
M.), kurun pertengahan (1200-1800 M.), dan kurun baru (1800-... M.); lihat Badri Yatim. Sejarah
Peradaban Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), 35. Masa dinasti Abbasiyah masuk kategori
masa kemajuan Islam I (650-1000 M.).
2
Harun Nasution. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, I (Jakarta: UI-Press, 1985), 74-75. Masing-
masing abstraksi disebutkan sumbernya untuk pelacakan referensi lebih lanjut.
3
Seirama dengan Cristopher Dawson, Hasan. History of Islam:...., 16, menegaskan bahwa sejak abad VII
renaissance Islam (era of the promotion of knowledge, and the cultivation of scientific spirit) telah
dikibarkan, kala Eropa masih terselubungi oleh abad kegelapan (Dark Age).
2

Rislar menegaskan ilmu pengetahuan dan teknik Islam amat dalam mempengaruhi
kebudayaan Barat.
Tulisan ini hendak menggelar peradaban Dinasti Abbasiyah dalam bentuk
perbidang, bukan klasifikasi periode4 atau permasa khalifah. Maka, penyajiannya
mendialogkan antar periode dan masa. Dialog tersebut, terlebih dulu, diantar oleh peta
umum peradaban Dinasti Abbasiyah. Dalam aspek metodologis, penulis paparkan
pembahasan/ analisis pokok dengan pendekatan induktif-sintetis. Sedangkan pada agenda
penajaman, penulis gunakan pendekatan deduktif-hipotetis.

B. Perkembangan Peradaban Dinasti Abbasiyah

1. Peta Umum Peradaban Dinasti Abbasiyah


Kalau masa Dinasti Umaiyyah merupakan kurun perluasan wilayah kekuasaan
Islam, adalah periode Dinasti Abbasiyah menjadi kurun pembentukan dan
perkembangan kebudayaan/ peradaban Islam. Islam mengintegrasikan kebudayaan
suatu daerah yang amat luas, mulai dari Spanyol di Barat, Sudan di Selatan, India di
Timur, sampai Kaukasus di Utara.5
Selain perbedaan pokok itu, ada tiga karakteristik menonjol Dinasti Abbasiyah yang
tidak terdapat pada zaman Dinasti Umayyah, yakni: (1) Pindahnya ibu kota dari
Damaskus
(Syiria) ke Bagdad (Irak), pemerintah Abbasiyah menjadi jauh dari pengaruh
Arab, sebaliknya Bani Umayyah berorientasi kepada Arab, (2) Dalam sistem
pemerintahan, terdapat tradisi baru mengangkat wazir, yang tidak ada pada zaman
daulah Umayyah, dan (3) Prajurit profesional baru terbentuk, yang pada masa
6
sebelumnya belum ada.

4
Yatim. Sejarah Peradaban...., 49-50. Pemerintahan Bani Abbas terklasifikasi menjadi lima periode; (1)
pengaruh Persia pertama (750-847 M.), (2) pengaruh Turki pertama, (3) pengaruh Persia kedua —
kekuasaan dinasti Buwaih, (4) pengaruh Turki kedua —kekuasaan dinasti Bani Seljuk, dan (5) bebas dari
pengaruh dinasti lain —efektif di sekitar kota Bagdad.
5
Gazalba. Masyarakat Islam: ..., 283.
6
Yatim. Sejarah Peradaban ....., 54.
3

Perkembangan dan kemajuan peradaban Dinasti Abbasiyah didukung oleh di


antaranya dua hal, yakni:
a. Terjadinya asimilasi dengan bangsa-bangsa yang lebih dulu mengalami
perkembangan kebudayaan. Bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu,
filsafat, dan sastra.7 Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, matematika dan
astronomi.8 Sementara Yunani memberikan pengaruh melalui terjemahan dalam
banyak bidang ilmu, terutama filsafat. Maka peradaban Islam merupakan hasil
akulturasi dari prinsip-prinsip kebudayaan Islam (yang telah berasimilasi dengan
kebudayaan Arab) dengan kebudayaan-kebudayaan lain tersebut.
b. Aktifitas terjemahan.9 Gerakan ini memberi kontribusi yang besar terhadap
pertumbuhan dan perkembangan ilmu-ilmu keislaman maupun ilmu-ilmu lainnya.
Dalam ilmu-ilmu keislaman, pengaruhnya terbaca dalam bidang tafsir, fikih, dan
teologi. Munculnya tafsir bi al-ra’y (tafsir), rasionalisme Imam Ahmad bin Hanbal
(fikih) dan kaum Mu’tazilah (teologi)10, logika Yunani Abu al-Hasan al-Ash’ari,
merupakan sebagian indikasinya.
Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman Khalifah Harun al-
Rashid dan putranya Al-Ma’mun.11
Menyeiringi kecemerlangan masa Abbasiyah —sebagaimana dipaparkan pada bagian
2 berikut—, ada beberapa sumbangan peradaban dari beberapa alhalla (Dinasti kecil) yang
menyempal dari pemerintahan pusat. Sumbangan tersebut adalah, di bidang pembangunan
fisik (masjid, rumah sakit, jembatan-jembatan, jalan raya, irigasi), hankam (angkatan

7
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, Jilid 1 (Kairo: Lajnah al-Ta’lif wa al-Nashr, t.t.), 207.
8
Ibid., 177-178.
9
Upaya penerjemahan berlangsung tiga fase; pertama (masa al-Mansur - Harun al-Rashid) mayoritas
menerjemahkan bidang astronomi dan mantiq, kedua (masa al-Ma’mun-899 M.) menerjemahkan bidang
filsafat dan kedokteran,dan ketiga (setelah 899 M., adanga pembuatan kertas) menerjemahkan bidang-
bidang yang semakin luas. Lihat Yatim, Sejarah Peradaban....., 55-56.
10
Gelombang Hellenisme pertama bersentuhan dengan pemikiran Islam lebih banyak terlihat dalam
pemikiran teologi. Tentang hal ini, lihat . Montgomery Watt. Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam
(Jakarta: P3M, 1987), 54-113; bandingkan dengan G.E.von Grunebaum. Classical Islam:....., 96.
11
Nasution. Islam Ditinjau ....., 52; Hasan. History of Islam:..... : 212, 219, menggelari Harun al-Rashid
dengan the Hero of the Araban Night, dan mengindentitasi masa Al-Ma’mun dengan the Augustan Age of
Islam; Syed Mahmudunnasir. Islam: It’s Concept and History (New Delhi, India: Kitab Bhavan, t.t), 202,
menyebut Al-Ma’mun dengan Mamun The Great.
4

laut), pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan (madrasah, pusat studi, perguruan
tinggi). Di samping sumbangan peradabannya, alhalla-alhalla itu juga memperluas wilayah
kekuasa-annya.
Di antara beberapa alhalla itu, dalam skala besar adalah, di Spanyol, Abd al-Rahman
dari Dinasti Umayyah membentuk khalifah tersendiri mulai tahun 756-1031 M, dengan
Cordoba sebagai pusat kekuasaan.12 Karenanya, ada dua pusat kebudayaan Islam, yakni
Cordoba di Barat, sebagai tandingan Bagdad di Timur.13
Ada beberapa alasan lahirnya alhalla-alhalla lalu memisahkan diri dari pemerintahan
pusat. Di antaranya adalah, (1) merasa sebagai keturunan Nabi, yang berhak mewarisi
tampuk khilafah, (2) prestise diri, misalnya mantan pejabat tinggi, (3) ambisi, dan (4)
mengaku sebagai khalifah.

2. Bidang-bidang Peradaban Dinasti Abbasiyah


Dalam kerangka kecemerlangan peradaban, dapat diagenda perkembangan beberapa
bidang peradaban Dinasti Abbasiyah, yaitu: (a) sistem pemerintahan, (b) pembangunan
kota dan sarana sosial, (c) seni dan arsitektur, (d) pendidikan, (e) ilmu pengetahuan, dan
(f) ekonomi.14

a. Sistem Pemerintahan
Al-Mansur menampilkan tradisi baru dalam sistem khilafah, yakni pengangkatan
wazir (setingkat perdana menteri) yang membawahi kepala-kepala departemen. Wazir
pertama adalah Khalid bin Barmak, dari Balkh (Bactral), Persia.

12
Gruneboum. Classical Islam:....., 281. Istana Abd. Rahman III dibangun akhir abad X (dokumentasi
gambar ruangan istana).
13
Nasution. Islam Ditinjau dari ....., 78; Jurji Zaidan, History of Islamic Civilization (New Delhi: Kitab
Bhavan, 1978), 240-163. Dinasti-dinasti yang memisahkan diri dari pemerintah pusat dipaparkan secara
rinci menurut lima klasifikasi; empat kelompok menurut bangsa (Persia, Turki, Kurdi, dan Arab) dan
mengaku sebagai khalifah.
14
Yatim, Sejarah Peradaban....., 51-59; Nasution, Islam Ditinjau..... , 67-75; Gazalba, Masyarakat Islam:.....
, 282-288; Oemar Amin Hoesin, Kultur Islam: Sejarah Perkembangan Kebudayaan dan Pengaruhnya dalam
Dunia Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1981); Sebagai perbandingan, lihat Ahmad Shalabiy. al-Tarikh al-
Islamiy wa al-Hadarah al-Islamiyyah: 3 (al-Khilafah al-Abbasiyyah) (Mesir: al-Nahdah al-Misriyyah,
1978), 233-254. Dinamika peradaban Abbasiyah terklasifikasi ke dalam tiga bagian; (1) gerakan penulisan,
(2) penyusunan ilmu-ilmu keislaman, dan (3) gerakan penerjemahan kerya-karya berbahasa asing.
5

Pola baru tersebut bergerak agresif segera, dengan membentuk sekretaris negara,
dan kepolisian negara, di samping membenahi angkatan bersenjata. Kiprah jawatan
pospun tidak luput dari reformasinya, yang semula —pada masa Dinasti Umayyah—
hanya mengantar surat, perannya ditingkatkan pada penghimpunan seluruh informasi di
daerah-daerah —termasuk kiprah para gubernurnya— untuk memperlancar administrasi
kenegaraan.
Pada masa al-Mu’tasim (833-842 M.), sistem ketentaraan diubah. Konsentrasinya
bukan pada praktik mengikuti perang, akan tetapi pada pembinaan prajurit profesional,
yang tidak ditemui sebelumnya (masa Dinasti Umayyah).

b. Pembangunan Kota dan Sarana Sosial


Kekayaan Harun Al-Rashid (785-809 M.) —sebagaimana dikisahkan dalam alf
lailah wa lailah— dimanfaatkan untuk keperluan sosial. Untuk pelayanan kesehatan,
rumah sakit didirikan, pendidikan dokter dipentingkan, dan farmasi dibangun. Kala itu
Baghdad telah memiliki 8000 dokter. Pemandian-pemandian umum juga didirikan. Dalam
hal tata kota (planologi), istana diperindah, dan gedung-gedung dibangun.

c. Seni dan Arsitektur


Di bidang sastra didapati karya sastra Abu Al-Farraj Al-Isfahani berupa buku al-
Aghani, dan Al-Jasyiri dengan karya monumentalnya Alf Lailah wa Lailah), yang
muncul pada pertengahan abad X.
Selain itu, dijumpai karya kaligrafi manuskrip Persia abad IX, berupa halaman al-
Qur’an, 30: 22-23, yang terdokumentasi di musium Victoria dan Albert, London.15
Pada bidang arsitektur tampak pada dekorasi dan tata gedung-gedung, masjid-
masjid dan lukisan-lukisan yang indah.

d. Pendidikan
Dibangunnya “Bayt al-Hikmah” (House of Wisdom) —juga didirikannya sekolah-
sekolah— oleh Al-Ma’mun (813-833 M.) —yang terkenal sangat cinta pada ilmu—,
menjadi tengara penting peradaban pendidikan. “Bayt al-Hikmah” merupakan pusat
penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar.

15
Grunebaum, Classical Islam:....., 81.
6

Untuk menggalak-kan penerjemahan, al-Ma’mun menggaji para penerjemah yang ahli di


bidangnya dari golongan Kristen, Sabi, dan bahkan penyembah bintang. Terdapat
sejumlah penerjemah terkenal kala itu. Di antaranya adalah, Thabit bin Qurra (834-901
M.), seorang Sabi dari Harran dan beberapa muslim, Al-Kindi (wafat setelah 870 M.),
muridnya Al-Sarakhsiy (wafat 899 M.), Al-Farabi (wafat 950 M.), Abu Sulayman Al-
Mantiqi Al-Sijistaniy (wafat 985 M.), dan Al-Amiriy.16 Pada masa inilah Baghdad mulai
menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Perhatian yang tinggi terhadap pendidikan, berakibat dijadikannya masjid sebagai
tempat kuliah. Oleh karenanya, masjid juga berfungsi sebagai “al-Jami’ah” (universal).
Orang Barat lalu mengadopsinya menjadi “university” (universitas).

e. Ilmu Pengetahuan
Kreatifitas yang tertuang dalam kemajuan ilmu pengetahuan tak terlepas dari
pengaruh besar gerakan penerjemahan yang disponsori oleh Al-Ma’mun.
Dalam bidang ilmu-ilmu keislaman dijumpai munculnya beberapa tokoh dengan
gayungan karya-karyanya. Di antaranya adalah ilmu-ilmu: hadith, fikih, tafsir, nahwu,
kalam/ teologi, dan tasawuf/mistisisme Islam.
Dalam lapangan hadith, pada abad IX muncul nama Muslim dan Bukhori yang buah
kreasinya terbukukan, dan fungsinya sangat penting dalam khazanah material bagi
diskursus keislaman.
Pada masa pertama pemerintahan Abbasiyah bidang fikih diukir oleh empat imam
mazhab, yakni Imam Abu Hanifah (700-767 M.), Imam Malik bin Anas (713-795 M.),
Imam al-Shafi’i (769-820 M.), Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M.).
Dalam bidang tafsir terdapat aset berharga al-Tabari (839-923 M.). Sebelum
munculnya al-Tabari, tafsir pada masa ini sudah memisahkan diri dari hadith —berdiri
sebagai disiplin tersendiri—. Tafsir dilakukan terhadap seluruh ayat al-Qur’an, yang
masa sebelumnya hanya dari ayat ke ayat tertentu saja. Al-Farra‘ adalah orang pertama
yang melakukan tafsir seluruh ayat secara urut.17

16
Franz Rosenthal, The Classical Heritage in Islam, 6, sebagaimana dikutip oleh Yudian Wahyudi, et.al.,
The Dinamics of Islamic Civilization (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1988), 62.
17
Shalabiy, al-Tarikh al-Islamiy ....., 237-239.
7

Ilmu nahwu tumbuh pada masa ini, bahkan dengan dukungan didirikannya sekolah-
sekolahnya, di Basrah dan Kufah. Tokoh-tokoh di Basrah di antaranya adalah, Isa bin
Umar al-Thaqafiy (748 M.), Abu Umar bin al-Ala‘ (753 M.), Khalil bin Ahmad (774),
Ahfash (726 M.), dan Sibawayh (779 M.). Sementara tokoh-tokoh di Kufah, di antaranya
adalah, Abu Ja’far al-Rawwasiy, al-Kasaiy (781 M.), dan Al-Farra‘ (896 M.).18
Bidang teologi dikibarkan golongan Mu’tazilah (Wasil bin Atha’, Ibnu al-Huzail, al-
Allaf) dan golongan Sunni (Abu al-Hasan al-Ash’ari, al-Maturidi).
Dalam lapangan tawawuf lahir sejumlah tokoh, seperti Zunnun al-Misri, Abu Yazid
al-Bustami, Husain bin Mansur al-Hallaj).
Kemudian, dalam ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, cendekiawan muslim sedemikian
piawai mengukir prestasi dengan sejumlah karya akal-budinya di bidang ilmu-ilmu alam,
filsafat, ilmu medis, dan ilmu-ilmu sosial.
Dalam bidang astronomi, terkenal nama Al-Fazari (abad VIII), sebagai astronom
Islam yang pertama kali menyusun astrolabe (alat pengukur tinggi bintang-bintang).19
Dikenal juga al-Fargani (dikenal al-Fragnus di Eropa), mengarang ringkasan ilmu
astronomi yang diterje-mahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes
Hispalensis.
Dalam optika, Abu Ali Hasan Ibnu al-Haytham (dieropakan menjadi AlHazen)
(abad X), terkenal dengan antitesisnya dalam teori optika tentang pengiriman cahaya
antara mata dan benda yang dilihat. Inti teorinya adalah, yang mengirim cahaya bukan
mata, tapi benda yang dilihat ke mata. Sehingga mata melihatnya.
Dalam bidang matematika, terkenal nama Muhammad bin Musa al-Khawarizmi,
yang juga mahir dalam astronomi. Dialah yang menciptakan ilmu “aljabar” berasal dari
bukunya al-Jabr wa al-Muqabalah.
Dalam kimia, Jabir Ibnu Hayyan (865-925 M.) terkenal sebagai bapak kimia. Dia
berpendapat bahwa logam seperti timah, besi, dan tembaga, bisa diubah menjadi emas atau
perak dengan mencampurkan zat tertentu. Dalam lapangan fisika, Abu Raihan Muhammad

18
Ibid., 241-242.
19
Gruneboum. Classical Islam: ....., 97. Baum mendokumentasikan gambar “Arab Astrolabe” yang terbuat
dari kuningan, diperoleh dari Toledo (1029 M.).
8

Al-Baituni (973-1048 M.), sebelum Galileo, telah mengungkap teori tentang bumi
berputar sekitar asnya. Kemudian dia menyelidiki kecepatan suara dan cahaya, dan
berhasil menentukan berat dan kepadatan 18 macam permata dan metal.
Dalam lapangan filsafat, terkenal sejumlah tokoh, seperti Al-Kindi (809-873 M.), Al-
Farabi (881-961 M.), Ibnu Sina (980-1037 M.), Al-Ghazali (1058-1111 M.), dan Ibnu
Rushd (1126-1198). Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa
kenegaraan, etika, dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibnu Shina —yang juga
seorang dokter— banyak menulis tentang filsafat, dan yang terkenal ialah al-Shifa‘,
ensiklopedi tentang fisika, metafisika, dan matematika, yang terdiri atas 18 jilid. Dalam
interpretasi terhadap filsafat Aristoteles, Ibnu Shina (di Eropa dikenal Avicenna) lebih
dikenal di Eropa daripada al-Farabi. Tetapi, di antara semuanya, yang banyak berpengaruh
di Eropa adalah Ibnu Rush (di Eropa dikenal Averroes), sehingga di sana terdapat aliran
Averroisme.
Al-Kindi mewariskan 263 buah karya filsafat, sebagian besar telah disalin ke bahasa
Latin oleh para penerjemah Eropa pada abad pertengahan. Al-Ghazali mengukir 70 buah
karya, di antara yang terkenal adalah al-Munqid min al-Dalal dan Tahafut al-Falasifah.20
Dalam bidang kedokteran, al-Razi (di Eropa dikenal Rhazes) dan Ibnu Sina. Al-
Razi mengarang buku tentang penyakit cacar dan campak, yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris, Latin, dan bahasa-bahasa Eropa lainnya. Bukunya al-Hawi, terdiri atas 20
jilid, membahas berbagai cabang ilmu kedokteran, sebagai salah satu dari kesembilan
karangan seluruh perpustakaan Fakultas Kedokteran Paris di tahun 1395 M. Ibnu Shina
mengarang ensiklopedi ilmu kedokteran al-Qanun fi al-Tibb. Buku ini diterjemahkan
kedalam bahasa Latin, dan dicetak berpuluh kali dan tetap dipakai di Eropa sampai
pertengahan kedua abad XVII.
Dalam bidang geografi dan sejarah, Abu al-Hasan Ali al-Mas’ud merekam secara
analitis pengembaraannya di berbagai negara Islam pada abad X dalam bukunya Maru j
al-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir tentang geografi, agama, adat-istiadat. Juga terkenal ahli
sejarah, nama Ibnu Hisyam (abad VIII).

20
Oemar Amin Husein. Kultur Islam: Sejarah Perkembangan Kebudayaan dan Pengaruhnya dalam Dunia
Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1981):30,38.
9

f. Perekonomian
Pada bidang perekonomian,ada dua hal yang mewarnai, yaitu irigasi dan
perdagangan. Bidang ini tampak pada masa Khalifah al-Mahdi (775-785 M.), pengganti
al-Mansur. Pembangunan irigasi untuk meningkatkan hasil pertanian. Sementara bidang
perdagangan menekankan pada akses produk pertambangan —seperti emas, perak,
tembaga, dan besi— dan transit antara Timur dan Barat, sehingga Basrah menjadi
pelabuhan yang penting.

3. Peradaban Dukungan Alhalla-alhalla


Dinasti Aghlabi di Tunis (800-969 M.) yang didirikan oleh Ibrahim bin Aghlab,
gubernur yang diangkat oleh Harun al-Rashid, mendirikan masjid Qairawan.
Pada masa Dinasti Tulun di Mesir (868-905 M.), perekonomian ditingkatkan dengan
dukungan irigasi yang baik. Sedangkan Ahmad bin Tulun, pendirinya, mendirikan
rumah sakit besar di Fustat, dan masjid Ibn Tulun di Cairo.
Nizam Al-Mulk (Perdana Menteri Dinasti Salajikah) dikenal sebagai pendiri
madrasah-madrasah Nizamiyah, yang di antara guru besarnya adalah Imam Haramain dan
Imam AlGhazali.
Maliksyah (seorang Sultan Dinasti Saljuk asal Turki /1055-1092 M.) terkenal dengan
usaha pembangunannya, di antaranya adalah masjid-masjid, jembatan-jembatan, irigasi,
dan jalan-jalan raya.
Dinasti Fatimiah —khilafah beraliran Syi’ah— (909-1171 M.), mempunyai
Angkatan Laut yang tangguh. Jendralnya, Jawhar al-Siqilli terkenal sebagai penakluk
Fustat diMesir, tahun 969 M. Dialah yang mendirikan kota Cairo dan mendirikan masjid
Al-Azhar pada tahun 972 M., yang juga sebagai pusat Perguruan Tinggi Islam (975-996
M.)
Abd al-Rahman (pendiri Dinasti Umayyah Spanyol / 756-1031 M.) membangun
masjid Cordoba, dan mendirikan Universitas Cordoba (929-961 M.). Perpustakannya
mengandung ratusan ribu buku.
10

C. Dialog Peradaban Islam dan Peradaban Barat


Kata Heraklitos (500-an SM)21, menurunkan tesis “panta rei”, segalanya mengalir,
tidak ada yang tetap di alam ini, semuanya berubah, naik dan turun, timbul dan lenyap
silih berganti. Perubahan ini adalah hukum alam (dalam pustaka Islam: sunnatullah).22
Demikian ini dialami juga oleh perjalanan sejarah dan peradaban Islam. Tampaknya, ini
lebih dekat pada gerak sejarah model cakra (siklus) dalam wacana filsafat sejarah.
Pasang-surut peradaban Islam —termasuk yang diandili oleh Daulah Abbasiyah—,
ternyata, tidak terlepas dari dialog interaktif dan kontributif dengan pihak lain. Dalam
skala makro, dapat dicermati adanya dialog kontributif peradaban Islam dengan peradaban
Barat.
Pertama, cendikiawan Islam dengan cakap menggali warisan budaya Yunani —yang
termasuk bangsa Barat—, melalui penerjemahan maupun studi kritis. Hasil studinya lalu
dijadikan bahan inspirasi untuk mengkaji khazanah keislaman dans amudra ilmu pengeta-
huan secara luas. Pengaruh Yunani segera tampak dalam daya pikir dan metodologi
berpikir di kalangan pakar-pakar Islam sebagaimana disebutkan pada peta umum
peradaban Dinasti Abbasiyah. Sementara orang Barat sendiri tidak memusakai
warisannya.
Kedua, pada abad XI Eropa mulai sadar akan adanya peradaban Islam yang tinggi
di Timur, dan melalui Spanyol, Sicilia, dan perang salib, peradaban itu sedikit demi
sedikit dibawa ke Eropa. Pada abad XII, terjadi penerjemahan buku-buku ilmu
pengetahuan dan filsafat karangan para pakar dan filosof muslim ke dalam bahasa Eropa.
Dari kerangka cendikia Islam, Eropa mengenal filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani,
yang tentunya nilai-nilai peradaban Islam juga terpelajari. Sampai kemudian, di Barat

21
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Mulai Thales sampai James (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1990), 1.
22
Gazalba, Masyarakat Islam:..... , 284.
11

lahir renaissance yang memproduk aufklarung (masa pencerahan) yang merupakan


embrio dunia modern.
Pada sisi pragmatis tertentu, di bidang pendidikan misalnya, pada abad XII (1150 M.)
Barat mencontoh pola Universitas Cordoba —universitas pertama di dunia, didirikan
oleh Abd. Rahman III— dengan mendirikan universitas pertamanya di Solerno.23
Maka, peradaban Islam telah memperoleh kontribusi dasar dari peradaban Barat
(Yunani). Sedangkan Barat menerima kontribusi matang dari peradaban Islam. Termasuk
di dalamnya nilai-nilai luhur dan murni khazanah keislaman, menjadi aset berharga bagi
moralitas dan etika era modern. Kalaupun segi religiusnya ditolak, akan tetapi nilai
peradabannya sepenuhnya diterima, merupakan persoalan yang memerlukan “kacamata”
lain —diluar pembahasan makalah ini— untuk membedahnya.

D. Agenda Penajaman
Agenda penajaman ini penulis maksudkan sebagai kajian lebih lanjut, sebagai
implikasi dari pemaparan diatas. Ini lahir dari sejumlah asumsi-hipotetis penulis —sebatas
kemampuan dan kesempatan, setelah menyelami gelombang peradaban Dinasti
Abbasiyah.
Pertama, korelasi antara intelektual khalifah dan faktor kemungkinan dengan
perkem-bangan peradaban.
Dalam asumsi penulis, bahwa kualitas intelektual melahirkan visi intelektualisme
dan idealisme keilmuan. Atas dasar ini, lalu muncul persoalan: kemajuan ilmu
pengetahuan yang sangat pesat masa Abbasiyah, apakah didukung secara kuat oleh
kualitas intelektual para khalifahnya. Demikian ini, lebih jauh, akan memicu perlunya
perbandingan antara kualitas intelektual para khalifah Bani Abbasiyah, dan Bani
Umayyah yang konsentrasinya terkuras pada perluasan wilayah.

Kedua, dialektika peradaban Islam dan politik.

23
Ibid., 285.
12

Adanya pemberontakan-pemberontakan terhadap pemerintah pusat (disintegrasi)


sudah tumbuh sejak masa Dinasti Ummayyah.
Meski demikian, stabilitas politik masih punya nyali kuat untuk mendampingi sayap
peradaban Bani Abbasiyah, sehingga peradaban Islam mencapai pucuk klimaksnya.
Dimodali luasnya daerah kekuasaan dan hegemoni kebudayaan Islam (terutama
arabisasi) yang dibangun Dinasti Umayyah, kondisi stabilitas di atas, faktor-faktor
penentu lainnya, peradaban Islam menjadi pelita di wilayah kekuasaannya, bahkan
menembus pagar keluar daerah otonominya.
Tetapi kala Dinasti Abbasiyah (Bagdad) —sebagai pusat “power” peradaban Islam
jatuh oleh Hulagu Khan pada tahun 1258 M., dan Cordoba —sebagai pusat peradaban
Islam di Spanyol— oleh Raja Nasrani Seville pada tahun 1238 M., sinar Peradaban Islam
di permukaan wacana dunia, redup. Ada yang menaksir, kala itu ada sekitar 6.000.000
buah karya cendekiawan Islam, akan tetapi sebagian besarnya tidak berada di tangan umat
Islam. Ini disebabkan oleh aksi pembakaran dan perusakan oleh penakluk Dinasti Islam
tersebut, di samping sejumlah karya yang diseleksi dan dibawa pulang olehnya. Sekarang,
ada sekitar duajuta karya peradaban Islam yang tersimpan di Amerika, dalam keadaan
belum diapa-apakan. Sebagian lainnya tersimpan di perpustakaan Leupen University —
universitas katolik tertua— di Brussel. Perpustakannya di bawah tanah, dengan skat-skat
pintu yang kuat, agar tidak mudah hilang dan terbakar.
Tampak dari paparan di atas, adanya dialektika antara peradaban Islam dan politik.
Dialektika ini semakin tandas terlihat apabila dibaca lewat kacamata “rahasia sejarah
Islam” milik Masudul Hasan24, atau esensi peradaban Islam” milik Isma’il Raji al-Faruqi
dan Lois Lamya‘ al-Faruqi25. Kalau peradaban Islam maju, apakah karena kekokohan
politiknya, ataukah Tuhan sedang berpihak kepada umat Islam, ataukah tauhid umat
Islam handal. Sebaliknya, apabila peradaban Islam mundur, apakah karena kelemahan
politiknya, ataukah Tuhan sedang tidak berpihak kepada umat Islam, ataukah tauhid umat
24
Hasan, History of Islam..., 12-13. Rahasia karakter sejarah Islam adalah “the manifestation of the Divine
purpose”.
25
Isma’il Raji al-Faruqi & Lois Lamya‘ al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam (New York, A.S.: Macmillan
Publishing Company, 1986), 73-90. Esensi peradaban Islam adalah “Tawhid” yang menyatu dalam
kehidupan dan merekatsatukan seluruh elemen-elemennya secara harmonis. Tawhid sebagai esensi
peradaban Islam, mewilayahi dua aspek dimensinya, yakni aspek metodologi dan aspek konten.
13

Islam lemah. Apakah kokohnya politik itu menyebabkan adanya pembelaan Tuhan dan
kuatnya tauhid umat Islam?, ataukah pembelaan Tuhan dan kuatnya tauhid umat Islam
menyebabkan kokohnya politik?
Perlukah Hegel —dengan dialektika antara tesis, antitesis, dan sintesisnya— kita
undang untuk membedahnya, atau, cukup kita dekatinya menurut selera kita?

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Amin, Ahmad. Dhuha al-Islam, Jilid 1. Kairo: Lajnah al-Ta’lif wa al-Nashr, t.t.

Faruqi, Isma’il Ragi, dan Lois Lamya’ al-Faruqi. The Cultural Atlas of Islam. New York,
A.S.: Macmillan Publishing Company, 1986.

Gazalba, Sidi. Masyarakat Islam: Pengantar Sosiologi dan Sosiografi. Jakarta: Bulan
Bintang, 1976.

Watt, Montgomery. Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam. Jakarta: P3M, 1987.
14

Grunebaum, G.E.von. Classical Islam: a History 600 A.D. - 1258 A.D. A.D. Chicago:
Aldine Publishing, 1st Ed., 1970.

Hasan, Hasan Ibrahim. al-Tarikh al-Isla- miy: al-Siyasiy wa al-Diniy wa al-Thaqafiy wa


al-Ijtimaiy, juz 3. Mesir: al-Nahdah al-Misriyyah, 1967.

Hasan, Masudul. History of Islam: Classical Period 571 - 1258 C.E. Delhi, India: Adam
Publishing, 1995.

Hoesin, Oemar Amin. Kultur Islam: Sejarah Perkembangan Kebudayaan dan


Pengaruhnya dalam Dunia Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1981.

Mahmudunnasir, Syed. Islam: It’s Concept and History. New Delhi, India: Kitab Bhavan,
t.t.

Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, I. Jakarta: UI-Press, 1985.

Shalabiy, Ahmad. al-Tarikh al-Islamiy wa al-Hadarah al-Islamiyyah: 3 (al-Khila- fah al-


Abbasiyyah). Mesir: al-Nahd. ah al-Mis. riyyah, 1978.

Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum: Akal dan Hati Mulai Thales Sampai James. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1990.

Wahyudi, Yudian, et.al. The Dinamics of Islamic Civilization. Yogyakarta: Titian Ilahi
Press, 1988.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997.

Zaidan, Jurji. History of Islamic Civilization. New Delhi: Kitab Bhavan, 1978
DINASTI ABBASIYAH:
Perkembangan Peradabannya

Makalah Dipresentasikan dalam Seminar Kelas


Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam (SPI)
15

Oleh:
Sokhi Huda
NIM : F0.1.4.98.42
Konsentrasi: Pemikiran Islam

Dosen Pembimbing:
DR. Ali Mufrodi, M.A.

Program Pascasarjana
Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
1998/1999

You might also like