You are on page 1of 11

VIABILITAS DAN VIGOR BENIH

Secara umum vigor diartikan sebagai kemampuan benih untuk


tumbuh normal pada keadaan lingkungan yang sub optimal. (Sutopo,
1984). Vigor dipisahkan antara vigor genetik dan vigor fisiologi. Vigor
genetik adalah vigor benih dari galur genetik yang berbeda-beda sedang
vigor fisiologi adalah vigor yang dapat dibedakan dalam galur genetik yang
sama. Vigor fisiologi dapat dilihat antara lain dari indikasi tumbuh akar dari
plumula atau koleptilnya, ketahanan terhadap serangan penyakit dan
warna kotiledon dalam efeknya terhadap Tetrazolium Test.
(Kartasapoetra,1986)
Informasi tentang daya kecambah benih yang ditentukan di
laboratorium adalah pada kondisi yang optimum. Padahal kondisi lapang
yang sebenarnya jarang didapati berada pada keadaan yang optimum.
Keadaan sub optimum yang tidak menguntungkan di lapangan dapat
menambah segi kelemahan benih dan mengakibatkan turunnya
persentase perkecambahan serta lemahnya pertumbuhan selanjutnya.
(Sajad, 1993)
Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang
tinggi, sehingga bila ditanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam
akan tetap tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas
baik. Vigor benih di cerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas,
masing-masing ‘kekuatan tumbuh’ dan ‘daya simpan’ benih. Kedua nilai
fisioogi ini menempatkan benih pada kemungkinan kemampuannya untuk
tumbuh menjadi tanaman normal meskipun keadaan biofisik lapangan
produksi sub optimum atau sesudah benih melampui suatu periode
simpan yang lama. (Mugnisjah, 1990)
Tanaman dengan tingkat vigor yang tinggi mungkin dapat dilihat
dari performansi fenotipis kecambah atau bibitnya, yang selanjutnya
mungkin dapat berfungsi sebagai landasan pokok untuk ketahananya
terhadap berbagai unsur musibah yang menimpa. Vigor benih untuk
kekuatan tumbuh dalam suasana kering dapat merupakan landasan bagi
kemampuannya tanaman tersebut untuk tumbuh bersaing dengan
tumbuhan pengganggu ataupun tanaman lainnya dalam pola tanam

Teknologi Benih (Viabilitas dan Vigor Benih)


1
multipa. Vigor benih untuk tumbuh secara spontan merupakan landasan
bagi kemampuan tanaman mengabsorpsi sarana produksi secara
maksimal sebelum panen. Juga dalam memanfaatkan unsur sinar
matahari khususnya selama periode pengisian dan pemasakan biji.
(Sajad, 1993)
Pada hakekatnya vigor benih harus relevan dengan tingkat
produksi, artinya dari benih yang bervigor tinggi akan dapat dicapai tingkat
produksi yang tinggi. Vigor benih yang tinggi dicirikan antara lain tahan
disimpan lama, tahan terhadap serangan hama penyakit, cepat dan
merata tumbuhnya serta mampu menghasilkan tanaman dewasa yang
normal dan berproduksi baik dalam keadaan lingkungan tumbuh yang sub
optimal. Pada umumnya uji vigor benih hanya sampai pada tahapan bibit.
Karena terlalu sulit dan mahal untuk mengamati seluruh lingkaran hidup
tanaman. Oleh karena itu digunakanlah kaidah korelasi misal dengan
mengukur kecepatan berkecambah sebagai parameter vigor, karena
diketahui ada korelasi antara kecepatan berkecambah dengan tinggi
rendahnya produksi tanaman. Rendahnya vigor pada benih dapat
disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor genetis, fisiologis,
morfologis, sitologis, mekanis dan mikrobia. (Sutopo, 1984)
Bahwa keadaan lingkungan di lapangan itu sangat penting dalam
menentukan kekuatan tumbuh benih adalah sangat nyata dan perbedaan
kekuatan tumbuh benih dapat terlihat nyata dalam keadaan lingkungan
yang kurang menguntungkan. Di samping itu kecepatan tumbuh benih
dapat pula menjadi petunjuk perbedaan kekuatan tumbuh. (Harjadi, 1979)
Kemunduran suatu benih dapat diterangkan sebagai turunnya
kualitas atau viabilitas benih yang mengakibatkan rendahnya vigor dan
jeleknya pertumbuhan tanaman serta produksinya. Di mana kejadian
tersebut merupakan suatu proses yang tak dapat balik dari kualitas suatu
benih. Benih yang memiliki vigor rendah akan berakibat terjadinya
kemunduran yang cepat selama penyimpanan benih, makin sempitnya
keadaan lingkungan dimana benih dapat tumbuh, kecepatan
berkecambah benih menurun, kepekaan akan serangan hama dan
penyakit meningkat, meningkatnya jumlah kecambah abnormal dan

Teknologi Benih (Viabilitas dan Vigor Benih)


2
rendahnya produksi tanaman. (Sajad, 1993). Panen, pengeringan,
pengolahan dan penyimpanan yang baik merupakan usaha-usaha yang
dapat membantu menghambat proses kemunduran benih. Dengan
penyimpanan yang baik dapat memperlambat terjadinya kemunduran
fisiologis dari benih yang sudah mencapai vigor maksimum pada saat
masak fisiologis. (Justice,1990)

Viabilitas Benih
Berdasarkan pada kondisi lingkungan pengujian viabilitas benih
dapat dikelompokkan ke dalam viabilitas benih dalam kondisi lingkungan
sesuai (favourable) dan viabilitas benih dalam kondisi lingkungan tidak
sesuai (unfavourable). Pengujian viabilitas benih dalam kondisi lingkungan
tidak sesuai termasuk kedalam pengujian vigor benih. Perlakuan dengan
kondisi lingkungan sesuai sebelum benih dikecambahkan tergolong untuk
menduga parameter vigor daya simpan benih, sedangkan jika kondisi
lingkungan tidak sesuai diberikan selama pengecambahan benih maka
tergolong dalam pengujian untuk menduga parameter vigor kekuatan
tumbuh benih (Mugnisjah dkk,1994).
Permasalahan yang dihadapi dalam penyiapan atau pengadaan
benih kedelai adalah viabilitas benih kedelai yang cepat mengalami
penurunan. Sering terjadi viabilitas benih kedelai menurun sampai kurang
dari 80% dalam waktu 2-3 bulan. Faktor-faktor yang berperan sebagai
penyebab tingginya laju penurunan viabilitas benih kedelai selama
penyimpanan adalah benih kedelai yang disimpan memiliki vigor awal
yang rendah, benih disimpan atau dikemas pada kadar air yang tinggi,
kondisi penyimpanan yang lembab dan panas, dan kerusakan benih oleh
hama, penyakit terbawa benih dan kerusakan benih secara mekanis
(Purwantoro, 2009).
Biasanya benih diuji daya kecambah dan viabilitasnya di
laboratorium yang dilengkapi dengan alat dan para pekerja untuk
menentukan mutu benihnya. Pada uji daya kecambah, benih dikatakan
berkecambah bila dapat menghasilkan kecambah dengan bagian-bagian
yang normal atau mendekati normal. Ada suatu pengujian viabilitas yang

Teknologi Benih (Viabilitas dan Vigor Benih)


3
bertujuan untuk mengetahui dengan cepat semua benih yang hidup, baik
dorman maupun tidak dorman yaitu dengan pengirisan bagian embrio
benih dan uji tetrazolium (Justice dan Louis, 1994).

Vigor benih
Analisis uji daya berkecambah dilakukan dua kali masing-masing
pada hari ketiga dan kelima sesudah penanaman. Maksudnya agar
kondisi dalam media pasir dapat dioptimasi, dihindarkan dari benih yang
membusuk, atau dari yang tumbuh terlalu kuat. Benih yang sudah tumbuh
normal sesuai ukuran yang sudah dibakukan diambil dan dihitung.
Umumnya kenormalannya ditentukan berdasar ketegaran struktur tumbuh
yang terdiri dari akar primer, akar seminal sekunder, hipokotil, kotiledon,
dan daun pertama yang tumbuh dalam kotiledon, atau koleoptil dan daun
pertama yang tumbuh di dalamnya. Jumlah kecambah normal dihitung
dalam persen terhadap semua benih yang ditanam dan menjadi gambaran
persentase tanaman yang mampu tumbuh secara normal dilapangan yang
berkondisi optimum. Dalam media ada juga yang tumbuh abnormal
menurut ukuran standar dicatat jumlahnya, demikian juga yang mati untuk
menghitung jumlah total benih yang diuji. Benih yang abnormal dianggap
tidak berpotensi untuk hidup di lapangan dan sama nilainya dengan yang
mati ( Sadjad, 1993).
Benih mencapai kematangan fisiologis sewaktu terikat dengan
tanaman induknya. Pada saat kematangan fisiologis itu benih memiliki
viabilitas dan vigor benih yang maksimal, demikian pula dengan berat
keringnya. Pertumbuhan tanaman induk yang baik merupakan syarat yang
mantap sewaktu kematangan benihnya. Hal inilah yang menjamin
tingginya viabilitas dan vigor benih tersebut. Selanjutnya penyakit dan
hama, kekurangan air serta kekurangan makanan, baik pada tanaman
induk sewaktu pertumbuhan dan perkembangannya atau pada waktu
pematangan fisik benih tersebut, faktor yang demikian berpengaruh
terhadap tingginya viabilitas dan vigor benih (Kartasapoetra, 2003).

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VIABILITAS DAN VIGOR BENIH

Teknologi Benih (Viabilitas dan Vigor Benih)


4
Benih yang diproduksi dan diproses seringkali tidak langsung
ditanam tetapi disimpan dahulu untuk digunakan pada musim tanam
berikutnya, di samping itu ada pula benih yang memang perlu disimpan
dalam waktu tertentu terlebih dahulu sebelum ditanam yaitu benih yang
mengalami after ripening. Untuk menghambat laju deteriorasi maka benih
ini harus disimpan dengan metode tertentu agar benih tidak mengalami
kerusakan ataupun penurunan mutu.

a. Faktor yang mempengaruhi viabilitas benih sebelum penyimpanan

Sering dianggap bahwa benih tumbuhan dapat berkecambah hanya


setelah buah yang berisi benih itu telah masak, namun pada
kenyataannya ada benih tumbuhan yang dapat berkecambah jauh
sebelum benih itu mencapai masak fisiologis atau sebelum mencapai
berat kering maksimum. Untuk kebanyakan benih, viabilitas maksimum
terjadi beberapa waktu sebelum benih mencapai masak fisiologis. Sampai
dengan saat masak fisiologis viabilitas itu konstan dan setelah itu viabilitas
turun dengan cepat karena pengaruh lingkungan tempat benih itu berada
(Kamil, 1982).

Harrington (1972) menyatakan bahwa tekanan lingkungan selama


pembuahan sampai masak fisiologis dapat mempengaruhi umur hidup
benih yang masak. Tanaman induk yang tumbuh dalam tanah yang
kekurangan suatu unsur hara mineral juga dapat mempengaruhi umur
hidup benih yang masak. Faktor lingkungan lain yang mempengaruhi
tanaman induk yang mengakibatkan turunnya viabilitas benih yang
dihasilkan adalah kekurangan air, suhu udara terlalu tinggi atau terlalu
rendah, salinitas tanah, penyakit tanaman dan serangan hama.

Menurut Abdul-Baki & Anderrson (1972) dalam Bakri (1986), tingkat


kualitas benih paling tinggi, termasuk viabilitasnya, adalah tingkat
maksimum teoritis yang dicapai dalam kondisi faktor-faktor lingkungan
yang saling mempengaruhi dan menimbulkan interaksi yang paling
menguntungkan antara susunan genetis benih dengan lingkungan tempat
benih itu dihasilkan, dipanen, diolah dan disimpan. Kemasakan fisiologis
dapat ditafsirkan sebagai kondisi fisiologis yang harus tercapai sebelum
tingkat kualitas optimum untuk memanen benih dapat dimulai. Normalnya
kondisi ini bersamaan dengan tingkat kualitas maksimal. Jadi dalam
proses menghasilkan benih yang berkualitas baik, praktek-praktek
budidaya yang dijalankan sebelum benih mencapai kemasakan fisiologis
sempurna akan membantu mendekatkan kualitas benih dengan kulitas
maksimum teoritis, sedangkan cara memanen, mengeringkan dan

Teknologi Benih (Viabilitas dan Vigor Benih)


5
menyimpan yang baik akan memperlambat kemunduran benih agar nanti
kualitasnya bisa sedekat mungkin dengan tingkat kualitas tertinggi seperti
pada awal kemasakan fisiologis.

Menurut Copeland (1976) dalam Bakri (1986), kondisi fisik dan


keadaan fisiologis benih banyak mempengaruhi umur hidupnya. Benih
yang pecah, retak atau lecet kondisi fisik dan fisiologisnya akan turun lebih
cepat daripada benih yang baik.

b. Faktor yang mempengaruhi viabilitas benih dalam penyimpanan

Proses kemunduran mutu benih tidak dapat dihindarkan, yang


dapat dilakukan hanyalah mengurangi kecepatannya. Untuk mengurangi
kecepatan kemunduran dapat dilakukan dengan beberapa usaha dan
perlakuan pada penyimpanan benih yaitu dengan cara penyimpanan yang
tepat (Harrington, 1972).

Faktor yang mempengaruhi viabilitas benih dalam penyimpanan


dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor dalam yang melliputi jenis dan
sifat benih, viabilitas awal benih dan kadar air benih, sedangkan faktor luar
meliputi kelembaban, temperatur, gas di sekitar benih dan mikroorganisme
(Sutopo, 1988). Pada umumnya benih tidak dianjurkan disimpan pada
kadar air tinggi, karena akan cepat kehilangan viabilitasnya. Adanya
banyak air dalam benih, maka pernafasan akan dipercepat sehingga benih
akan banyak kehilangan energi. Pernafasan yang hebat disebabkan oleh
air yang ada dalam biji dan temperatur lingkungan. Penyimpanan benih
yang baik harus memperhatikan dua hal, yaitu sifat asli benih dan faktor-
faktor lingkungan yang mempengaruhi benih. Antar kedua hal tersebut
terdapat hubungan erat yang dapat mempunyai pengaruh yang
menguntungkan atau merugikan terhadap viabilitas benih.

Menurut Copeland (1977) dalam Kartasapoetra (1986), benih itu


higroskopis, sehingga dapat membiarkan kadar airnya berada dalam
keseimbangan dengan tingkat kelembaban relatif udara di sekitarnya.
Keseimbangan kadar air dicapai apabila benih tidak ada kecenderungan
untuk menyerap atau melepaskan air lagi. Jika kadar air benih lebih
rendah daripada tingkat keseimbangannya dengan kelembaban udara,
maka benih akan menyerap uap air dari uadara. Sebaliknya jika kadar air
benih lebih tinggi daripada tingkat keseimbangan dengan kelembaban
udara maka kadar air benih akan turun atau benih melepaskan uap air ke
udara. Keseimbangan antara kadar air benih dengan kelembaban udara
relatif dalam penyimpanan dilukiskan dalam kurva keseimbangan
higroskopis.

Teknologi Benih (Viabilitas dan Vigor Benih)


6
Di daerah yang beriklim tropik seperti di Indonesia kelembaban
relatif udara bebas adalah 80% - 90%. Dalam keadaan demikian benih
yang mempunyai kadar air yang rendah menyerap uap air dari udara
bebas sehingga kadar airnya meningkat. Hal ini menyebabkan benih yang
disimpan dalam wadah terbuka segera kehilangan viabilitasnya. Untuk
benih orthodox yang berkadar air rendah, kelembaban udara yang rendah
sangat baik untuk mempertahankan viabilitasnya, tetapi bagi benih yang
recalsitrant kelembaban udara yang rendah dapat merugikan viabilitas
benih.

18
16
kadar air benih (%)

14
12
10
8
6
4
2
0
0 20 40 60 80 100 120
kelembaban relatif (%)

Kurva keseimbangan higroskopis

(Copeland, 1977 dalam Kartasapoetra, 1986)

Kelembaban udara tempat penyimpanan berhubungan dengan


kelembaban udara bebas. Untuk mempertahankan kelembaban udara
dalam tempat penyimpanan, dipakai tempat penyimpanan yang kedap
udara (Harrington, 1972).

Kelembaban udara tenpat penyimpanan juga berhubungan erat


dengan suhu tempat penyimpanan. Kelembaban udara biasanya
dinyatakan sebagai kelembaban relatif (relative humidity = RH), yaitu
perbandingan antara kandungan uap air dalam udara pada suatu saat
dalam suhu tertentu dengan jumlah uap air maksimum yang terdapat
dalam udara (udara yang jenuh dengan uap air) pada suhu tersebut
(Kartasapoetra, 1986).

Kebanyakan benih orthodox dapat disimpan sampai waktu yang


lama pada kondisi suhu dan kadar air yang rendah. Penyimpanan dengan
kadar air yang tinggi dan pada suhu yang tinggi dapat menyebabkan

Teknologi Benih (Viabilitas dan Vigor Benih)


7
deteriorasi yang disebabkan karena serangan jamur. Meskipun beberapa
jamur bisa bertahan pada suhu dan kadar air yang rendah, aktivitasnya
akan menurun dengan cepat bila berada pada suhu 10o C dan kadar air
benih di bawah 10% (Schmidt, 2000). Benih recalsitrant sangat peka
terhadap pengeringan. Kadar air kritis benih dalam penyimpanan adalah
60 – 70% untuk benih yang sangat recalsitrant, dan 12 – 14% bagi benih
intermediate. Tingkat toleransi benih recalsitrant terhadap suhu
penyimpanan sangat bervariasi, untuk benih dari daerah tropis secara
umum sangat peka terhadap penyimpanan pada suhu rendah. Menurut
Seeber dan Angpaoa (1976) dalam Schmidt (2000), viabilitas benih dapat
dipertahankan lebih lama jika disimpan pada ruang dengan suhu yang
konstan dan terjaga dari fluktuasi suhu. Hal ini sangat berhubungan
dengan tujuan agar embrio benih tetap dalam keadaan dorman. Pada
lantai hutan, dimana suhunya relatif konstan, biji tetap dalam keadaan
dorman sampai terbukanya celah kanopi, sehingga menghasilkan
perubahan suhu yang dapat menyebabkan perkecambahan biji.

Meskipun proses metabolisme bisa diturunkan dengan jalan


menurunkan kadar air benih dan suhu ruang simpan, namun untuk
species recalsitrant aktivitas metabolisme tetap berlangsung selama
penyimpanan. Konsekuensinya, benih membutuhkan oksigen untuk
respirasi, benih tersebut tidak dapat disimpan pada ruang simpan yang
bebas dari oksigen. Pada penyimpanan dengan kadar air benih yang
tinggi, dengan adanya ventilasi diharapkan dapat mencegah proses
peningkatan suhu di sekitar benih dan anoxia (kekurangan oksigen), serta
berguna untuk mengeluarkan gas-gas yang bersifat racun (Tompsett,
1992 dalam Schmidt, 2000).

C. Faktor yang mempengaruhi vigoritas benih

 Faktor Genetik
Faktor yang mempengaruhi mutu benih antara lain faktor
genetik, lingkungan dan status benih (kondisi fisik dan fisiologi
benih). Genetik merupakan faktor bawaan yang berkaitan dengan
komposisi genetika benih. Setiap varietas memiliki identitas
genetika yang berbeda. Sebagai contoh, mutu daya simpan benih
kedelai lebih rendah dibandingkan dengan mutu daya simpan benih
jagung, hal ini diakibatkan perbedaan gen yang ada di dalam benih.
Benih hibrida lebih vigor dibandingkan dengan benih non hibrida.
Contoh : Benih jagung hibrida menghasilkan tanaman yang lebih
vigor dibandingkan jagung non hibrida

 Kondisi Lingkungan Tumbuh dan ruang simpan


Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap mutu benih
berkaitan dengan kondisi dan perlakuan selama prapanen,

Teknologi Benih (Viabilitas dan Vigor Benih)


8
pascapanen, maupun saat pemasaran benih. Lingkungan tumbuh
selama periode pembentukan dan perkembangan benih
berpengaruh terhadap kualitas benih yang dihasilkan. Ruang
penyimpanan yang dilengkapi dengan pendingin dan pengatur RH
mampu mempertahankan kualitas benih. Suhu yang terlalu dingin
menyebabkan chilling injury.

 Kematangan Benih
Faktor kondisi fisik dan fisiologi benih berkaitan dengan
performa benih seperti tingkat kemasakan, tingkat kerusakan
mekanis, tingkat keusangan (hubungan antara vigor awal dan
lamanya disimpan), tingkat kesehatan, ukuran dan berat jenis,
komposisi kimia, struktur, tingkat kadar air dan dormansi benih
(Wirawan dan Sri, 2002). Kualitas maksimal suatu benih tercapai
saat mencapai Matang Fisiologis. Pada saat Matang Fisiologis
akumulasi bahan kering (dry matter) dan bahan kimia yang terlibat
dalam perkecambahan sudah mencapai maksimal. Panen sebelum
atau sesudah matang fisologis kualitasnya lebih rendah
dibandingkan saat matang fisiologis

 Kadar air benih


Kadar air merupakan faktor yang paling mempengaruhi
kemunduran benih. Kemunduran benih meningkat sejalan dengan
meningkatnya kadar air benih. Kadar air benih akan berpengaruh
terhadap proses aktivasi enzim. Kadar air yang rendah dapat
meminimalisir proses aktibvasi enzim ( perombakan cadangan
makanan). Bagi benih ortodok kadar air terlalu rendah
menyebabkan cracking ( retak) sedangkan bagi benih rekalsitran
kadar air terlalu rendah menyebabkan gangguan fisiologis.Kadar air
optimum setiap jenis benih berbeda-beda

 Proses Pengolahan Benih


Pengolahan yang baik tidak menyebabkan kerusakan pada
benih. Pengolahan yang tidak baik menyebabkan benih memar,
cracking atau pecah, case hardening (pengerasan kulit benih).
Perontokan dan pengeringan merupakan tahap pengolahan yang
paling berpengaruh terhadap kualitas benih

 Jenis Kemasan
Jenis kemasan yang baik dapat mempertahankan kadar air
dan vigor benih, selain itu kemasan yang baik juga dapat
menghindari benih dari benturan, serangan hama dan penyakit.
Contoh kemasan yang baik antara lain : kaleng, aluminium foil,
plastik tebal, kertas semen dilapisi aspal dll

MACAM-MACAM UJI VIABILITAS DAN VIGOR

Uji Viabilitas

Teknologi Benih (Viabilitas dan Vigor Benih)


9
Dapat melalui indikasi langsung ataupun indikasi tidak langsung
(Sadjad, 1993).

a. Uji Daya Kecambah (%) à uji viabilitas langsung (menguji


kinerja pertumbuhan /perkecambahan benih).
b. Uji Secara Biokimia à uji viabilitas tidak langsung (gejala
kehidupan atau kapasitas metabolisme). Contoh: Uji
Tetrazolium, Uji FeCl3, Uji DHL (Daya Hantar Listrik), dll.

Uji Vigor

Merupakan pengujian yang hasilnya mencerminkan kemampuan


benih berkecambah pada kondisi lapangan sebenarnya.

A. Persyaratan Uji Vigor


1. Tidak mahal
2. Hasil uji cepat
3. Sederhana (mudah dilakukan)
4. Objektif
5. Dapat diulang sesuai standar baku
6. Berkorelasi positif di lapangan

B. Macam-macam Tipe Uji Vigor


1. Indeks Vigor
2. Uji Kerikil Bata (Brick Test)/ Uji Daya Muncul/ Uji
Tanam Dalam
3. Klasifikasi Vigor Kecambah (Seedling Classification
Test)
4. Laju Kecepatan Pertumbuhan Kecambah (Seedling
Growth Rate)
5. Uji Penuaan Dipercepat (Accelerated Aging Test)
6. Uji Daya Hantar Listrik (Conductivity Test)
7. Uji Tetrazolium (Tetrazolium Test)
8. Uji Lingkungan Stres (Stress Environment Test)
( stress penyakit, suhu dingin dsb)

A. Penentuan macam uji vigor benih


1. Tergantung jenis komoditi, kaitannya dengan tipe
kecambah ( epigeal atau hipogeal)
2. Setidaknya dilakukan tiga macam uji vigor, sehingga
hasil pengujian saling melengkapi.
3. Penentuan macam uji vigor bergantung pada tujuan
yang ingin dicapai.
4. Ada konsistensi hasil dari setiap hasil pengujian vigor
benih.

Teknologi Benih (Viabilitas dan Vigor Benih)


10
Sumber :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19966/4/Chapter%20II.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17214/4/Chapter%20II.pdf

http://www.docstoc.com/docs/34305300/POKOK-BAHASAN-IV

http://www.scribd.com/doc/28800993/BAB-VI-as-Dan-Vigor-Benih

Teknologi Benih (Viabilitas dan Vigor Benih)


11

You might also like