You are on page 1of 9

JONG ISLAMEITEN BOND

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ketuntasan pada mata kuliah Peerkembangan Pemikiran
Modern Dunia Islam II jurusan Sejarah Peradaban Islam Semester V

Disusun oleh :

KELOMPOK VI

Abdul Halim Budiawan 208500302

Endah Fitriani 208500309

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2010
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah memberikan nikmat
kepada kita semua terutama nikmat iman,islam dan nikmat sehat,karena dengan
nikmat itulah kita semua dapat melakukan aktifitas sebagaimana hari-hari
biasanya.Sholawat dan salam semoga Allah melimpah curahkan kepada junjungan
Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi penutup karena atas Hidayah-Nyalah makalah
ini dapat diselesaikan.

Makalah ini penulis sampaikan kepada Pembina mata kuliah Perkembangan


Pemikiran Modern Dunia Islam II sebagai salah satu tugas Ujian Akhir Semester
pada mata kuliah tersebut. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu
yang telah mencurahkan ilmu kepada penulis.

Penulis mohon kepada Bapak/Ibu dosen khususnya,umumnya para pembaca


apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam karya tulis ini,baik dari segi
bahasanya maupun isinya,penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun kepada semua pembaca demi lebih baiknya makalah yang akan datang.

Bandung, Oktober 2010

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Organisasi Masyarakat (ormas) adalah salah satu kumpulan yang didirikan oleh
sekelompok masyarakat tertentu yang dipimpin oleh seorang tokoh karismatik,
mereka berperan sebagai pioner pembagunan masyarakat tersebut.

Indonesia adalah bangsa yang pluralis baik agama, suku dan budaya, sehingga
ormas tumbuh dan berkembang berbagai corak dan bentuk sesuai dengan keadaan
stuasi dan kondisinya. Di makalah ini akan dibahas enam ormas yang menurut
penulis, sangat berpengaruh dalam membangun bangsa ini baik sebelum maupun
sesudah kemerdekaan, yaitu Muhammadiyah, Persis, SI (Syarikat Islam), Jong
Islamiten Bond, NU dan Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia).

Ormas-ormas tersebut adakalanya concern terhadap sosial keagamaan seperti


Muhammadiyah dan Persis seperti pendidikan dan kesehatan walaupun di dalamnya
terkadang terlibat politik tapi tidak praktis, ada yang tarik ulur antara politik praktis
dan sosial keagamaan seperti NU yang sampai akhirnya fokus terhadap sosial
keagamaan yang di kenal dengan istilah khittah pada tahun 1984 yang dipelopori oleh
dua tokoh, KH. Ahmad Shidiq dan KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur), dan ada
ormas hanya concern terhadap politik seperti Syarikat islam, Jong Islamieten dan
Masyumi.

Berdasarkan hal diatas, maka dalam pembahasan kali ini akan dibahas lebih
lanjut tentang “Jong Islamieten Bond”
BAB II

PEMBAHASAN

JIB didirikan pada tanggal 1 januari 1925 atas prakarsa Sjamsuridjal dan
Wiwoho Purbohadidjoyo. Pemdirian JIB bermula dari keprihatinan mereka, dan
kemudian didukung oleh H. Agus Salim, tentang kurangnya perhatian kaum muda
islam, terutama yang menikmati pendidikan gaya barat terhadap agama mereka, dan
juga kurang perhatiannya Jong Jaya (salah satu organisasi pemuda yang terbentuk
pada awal abad ke-20) terhadap pembinaan kerohanian bagi anggota-anggota yang
beragama islam. Untuk memanggil pemuda-pemudi islam kembali kepada islam
maka Jong Java, menurut Sjamsuridjal, sebaiknya menyediakan suatu pelayanan
kursus islam bagi mereka.

Usulan Sjamsuridjal ditolak melalui pemungutan suara, sehingga ia dan


sejumlah rekannya memilih keluar dari Jong Java. Mereka kemudian mendirikan JIB
dan mengangkat H. Agus Salim, seorang tokoh SI dan tokoh islam senior, untuk
menjadi penasihat. Tujuan pendirian JIB adalah untuk memajukan pengetahuan
tentang islam, hidup secara islam, dan persaudaraan tentang islam. Dengan demikian
JIB menjelma menjadi suatu wadah untuk mendidik kaum muda islam hingga
menjadi kader-kader yang memiliki dasar keimanan yang kokoh. JIB tidak bergerak
dalam urusan politik, namun membolehkan anggota-anggotanya untuk ikut terlibat
dalam berbagai gerakan politik yang marak saat itu.

Gerakan dan usaha-usaha yang dilakukan oleh JIB untuk mewujudkan cita-
citanya, antara lain dengan jalan:
• Menerbitkan brosur-brosur dan majalah dengan nama Het Licht (annur) secara
berkala. Majalah didirikan pada April 1925 M. yang di pimpin oleh Wiwoho
Purbohadidjojo.

• Mengadakan kursus-kursus atau halaqah serta pembinaan kader-kader JIB.

• Mengadakan kunjungan-kunjungan ke tempat penting dan berarti, hal ini yang


biasa dilakukan oleh organisasi pemuda pada waktu itu.

Selain dari pada itu, JIB juga mendirikan organisasi khusus kaum wanita pada
tahun 1925 dengan nama Jong Islamiten Bond Dames Afdeling (JIBDA), dengan
gerakan dan tujuan untuk membela dan melindungi hak-hak wanita sesuai dengan
ajaran Islam.

JIB merupakan pendukung cita-cita persatuan Indonesia sehingga tidak


mengherankan jika JIB ikut mengirim utusan ke dalam panitia Kongres Pemuda II di
Jakarta pada Agustus 1928. Johan Muhammad Caij, utusan JIB, ikut menandatangani
Sumpah Pemuda yang dirumuskan pada tanggal 28 Oktober 1928. Disinilah
kelebihan JIB, kerana ia mampu memadukan pemikiran islam dan nasionalisme
dalam satu bentuk yang sangat dinamis. Oleh karena itu sangat sulit untuk membuat
polarisasi antara Islam vis a vis nasionalis saat melihat kegiatan JIB. Selain
melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan kebangsaan yang diadakan kelompok
nasionalis, JIB juga aktif dalam berbagai wadah keislaman. Pada tahun 1937, JIB
menjadi anggota MIAI dan memperlihatkan peran yang cukup besar didalamnya.
Banyak pemimpin islam di masa-masa setelah runtuhnya Hindia-Belanda, terutama
tokoh-tkoh Masyumi, merupakan hasil pembinaan JIB dan mereka memberikan
sumbangan pentingdi dalam perjuangan bangsa dan negerinya, seperti Muhammad
Natsir, KAsman Singodimedjo, Mhammad Roem, Burhanuddin Harahap, dll.

Tokoh JIB yang paling volak adalah Natsir. Tak lama sesudah memulai
studinya di AMS Bandung tahun 1972, ia menjadi ketua JIB cabang Bandung pada
periode 1928-1932, sambil aktif di Persis dan majalahnya, Pembela Islam, dan Pandji
Islam. Disamping mengasah pemikiran tentang hal-hal politik dan ideology –
termasuk nasionalisme menurut islam – lewat kegiatan diskusi dan debat,
dilingkungan JIB, Natsir juga member ceramah dan pelajaran agama Islam, dan itu
disampaikannya dalam bahasa Belanda, agar mendapat perhatian dari “para pemuda-
pemudi yang merasa dirinya intelektual dan kaum pelajar” . Berdasarkan ceramah-
ceramahnya ituNatsir kemudian menyusun beberapa buku pelajaran agama Islam
dalam bahasa Belanda, misalnya Komt tot het gebed (Pengajaran Shalat; harfiah;
Mari Sembahyang)
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut


:

Tujuan didirikan JIB adalah untuk mempelajari dan mendalami Islam. Waktu
itu pandangan orang-orang terpelajar yang memperoleh pendidikan ala Barat
(Belanda) masih minim dalam pengetahuan agama Islam, Karena anggapan umum
waktu itu, apabila seseorang ingin terpandang dan modern, mereka harus mendapat
pendidikan yang diselenggarakan oleh penjajah. Sehingga beranggapan mempelajari
dan mendalami Islam tidak penting.

Gerakan dan usaha-usaha yang dilakukan oleh JIB untuk mewujudkan cita-
citanya, antara lain dengan jalan:

• Menerbitkan brosur-brosur dan majalah dengan nama Het Licht (annur) secara
berkala. Majalah didirikan pada April 1925 M. yang di pimpin oleh Wiwoho
Purbohadidjojo.

• Mengadakan kursus-kursus atau halaqah serta pembinaan kader-kader JIB.

• Mengadakan kunjungan-kunjungan ke tempat penting dan berarti, hal ini yang


biasa dilakukan oleh organisasi pemuda pada waktu itu.

Selain dari pada itu, JIB juga mendirikan organisasi khusus kaum wanita pada
tahun 1925 dengan nama Jong Islamiten Bond Dames Afdeling (JIBDA), dengan
gerakan dan tujuan untuk membela dan melindungi hak-hak wanita sesuai dengan
ajaran Islam.

Yang paling menumental dari JIB adalah keterlibatannya dengan Sumpah


Pemuda pada tahun 1928, artinya JIB pada tahun itu adalah satu dari sepuluh
pergerakan pergerakan pemuda yang mencetuskan sumpah pemuda. Wakil JIB yang
menjadi pengurus pada konggres pemuda waktu itu adalah Johan Muhammad Cai,
sebagai seorang anggota senior dan sebagai mahasisiwa
DAFTAR PUSTAKA

Poesponegoro, Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia V (Zaman


Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda). Jakarta : Balai Pustaka

Aritonang, Jan S. [Pengantar Prof. Dr. Azyumadri Azra, MA]. 2004. Sejarah
Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia. Jakarta : BPK. Gunung Mulya

http://gurumuda.com/bse/kongres-pemuda-dan-kongres-perempuan#more-8566

http://rosyidi-perjangantukbangsa.blogspot.com/2010/10/muhammadiyah-dan-persis-
syarikat-islam_13.html

You might also like