You are on page 1of 24

LAPORAN PROYEK ANATOMI FISIOLOGI HEWAN BI-2103

SISTEM RESPIRASI

Tanggal Praktikum : 13 Oktober 2010


Tanggal Pengumpulan : 20 Oktober 2010

Disusun Oleh :
Kelompok 7
Teguh Rachmanto (10609051)
Tria Widiasih (10609053)
Gita Dewi Kusumo (10609059)
Nabhilla Chairunnisa (10609061)
Karlina Febrianti (10609068)
Iin Nurindah Sari (10609077)

Asisten :
Fajar Mujadid (10606069)

PROGRAM STUDI BIOLOGI


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2010
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Respirasi merupakan ciri terpenting pada makhluk hidup. Pentingnya pengukuran jumlah
O2 yang dikonsumsi oleh hewan dalam selang waktu tertentu dengan menggunakan small
animal metabolism apparatus dan metode Winkler adalah untuk mengetahui bagaimana sistem
pernapasan pada hewan-hewan yang diteliti, seperti pada ikan, kadal, serta mencit. Melalui
percobaan ini, kita dapat melihat kemampuan respirasi ikan sehingga kita dapat mengetahui
kadar sistem akuatik di suatu tempat, apakah ekosistem tempat ikan tersebut bersih atau tidak itu
dapat dilihat dari kemampuan respirasinya. Pada kadal dan mencit, percobaan ini memberikan
hasil perbandingan kemampuan respirasi dilihat dari pengaruh jenis hewan tersebut, yaitu yang
berdarah dingin dan berdarah panas. Hasil perbandingan inilah yang nanti digunakan untuk
melihat pula bagaimana laju metabolisme dari masing-masing jenis hewan tersebut. Pada mencit
dapat diamati leih lanjut dari sistem respirasinya yang secara umum hamper menyerupai sistem
respirasi pada manusia sehingga melalui percobaan ini dapat membantu perkembangan dunia
medik dalam mempelajari sistem respirasi manusia.

1. 2 Tujuan

Percoban kali ini memiliki tujuan :


1. Mementukan laju respirasi pada ikan,kadal dan mencit.
2. Membandingkan laju respirasi antara hewan eksotermal dan indotermal.
3. Membandingkan laju respirasi ikan yang diberi 2 perlakuan, ditempatkan pada air
ledeng dan air yang menggunakan detergen.
4. Menentukan keterkaitan laju respirasi dengan berat badan dan jenis kelamin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Respirasi

Oksigen merupakan gas yang sangat penting bagi makhluk hidup. Sel-sel tubuh kita
memerlukan oksigen untuk melakukan pembakaran. Makanan dibakar di dalam tubuh agar
menghasilkan energi. Energi tersebut diperlukan sel untuk menjalankan fungsinya. Karbon
dioksida yang dihasilkan pada proses pembakaran ini bila terakumulasi dapat membahayakan
tubuh, karenanya harus segera dikeluarkan dari tubuh. Proses dalam uraian di atas disebut
respirasi sel. (Novida, 2008)
Oksigen yang dibutuhkan tubuh tersebut didapatkan dari proses respirasi, begitu pula
CO2 yang dikeluarkan oleh tubuh pun dilakukan oleh sistem respirasi. Respirasi adalah proses
pertukaran gas O2 (oksigen) dari udara oleh organisme hidup yang digunakan untuk serangkaian
metabolism yang akan menghasilkan CO2 (karbon dioksida) yang akan dikeluarkan oleh tubuh.
(Wiryadi, 2007)
Ditinjau dari bentuknya respirasi terbagi dua macam, yaitu respirasi eksternal (luar) dan
internal (dalam). Respirasi eksternal meliputi proses pengambilan oksigen dan pengeluaran
karbondioksida dan uap air antara makhluk hidup dengan lingkungannya, misalnya pada
tumbuhan, hewan, dan manusia. Respirasi internal disebut juga pernafasan seluler karena
pernafasan ini terjadi di dalam sel, yaitu di dalam sitoplasma dan mitokondria. (Siregar, 2010).
Berdasarkan kebutuhan akan oksigen, respirasi internal dibagi menjadi respirasi aerob
(memerlukan oksigen) dan respirasi anaerob (tidak membutuhkan oksigen). Respirasi aerob
merupakan rangkaian reaksi enzimatis yang menggunakan oksigen bebas dari udara untuk
mengubah glukosa sempurna menjadi CO2, H2O, dan energi sebesar 38 ATP dalam 3 tahapan,
yaitu glikolisis, siklus Krebs, dan transpor elektron. (Siregar, 2010)
Respirasi anaerob atau yang biasa disebut fermentasi atau peragian merupakan
serangkaian reaksi enzimatis yang memecah glukosa secara tidak sempurna karena kekurangan
oksigen yang pada umumnya terjadi pada tumbuhan, fungi, dan bakteri. Pada manusia, respirasi
anaerob menghasilkan asam laktat sehingga menyebabkan rasa lelah, sedangkan pada tumbuhan,
ragi, reaksi ini menghasilkan CO2 dan alkohol. Respirasi anaerob hanya menghasilkan sedikit
energi, yaitu 2 ATP. Menurut hasil samping yang terbentuk, maka fermentasi dibedakan atas
fermentasi alkohol pada ragi (khamir) dan bakteri anaerobik, fermentasi asam laktat pada
umumnya di sel otot, dan fermentasi asam sitrat pada bakteri heterotrof. (Siregar, 2010)
Alat-alat respirasi tiap makhluk hidup tidak selalu sama, berbeda-beda tergantung tempat
tinggal, habitat, jenis, dan faktor-faktor penentu lainnya. Selain itu, kecepatan respirasi pada
berbagai hewan berbeda bergantung dari berbagai hal, antara lain, aktifitas, kesehatan, dan bobot
tubuh. (Wiryadi, 2007)

1. Alat Pernafasan Mamalia serta Manusia


Mamalia bernafas dengan alat pernapasan utama berupa paru-paru. Contoh mamalia yaitu
kambing, sapi, kerbau, kuda, kucing, tikus, sedangkan mamalia yang hidup di air adalah
ikan paus dan lumba-lumba. Pada manusia, paru-paru terletak di dalam rongga dada di atas
diafragma (sekat antara rongga dada dan rongga perut) yang dilindungi oleh tulang dada dan
tulang rusuk. Urutan udara masuk pada tubuh manusia yaitu udara di lingkungan  hidung
 faring  laring  trakea  bronkus (cabang tenggorokan) – bronkeolus  alveolus. Di
dalam hidung terdapat rambut dan lendir yang berfungsi untuk menyaring udara agar bebas
dari kotoran, penyesuaian suhu serta kelembapan. Pernafasan pada manusia terdapat 2
macam, yaitu pernafasan dada (pernafasan antar tulang rusuk) dan pernafasan perut
(pernafasan menggunakan diafragma). (Anonim, 2008)

2. Alat Pernapasan Hewan


Alat pernafasan pada hewan bermacam-macam, yaitu yang bernafas dengan paru-paru,
insang, trakea, dan kulit. Beberapa contoh alat pernafasan pada hewan :
a. Hewan bersel satu (protozoa)
Hewan bersel satu hanya mempunyai satu sel, oleh karena itu seluruh proses
kehidupan dilakukan di dalam sel tersebut. Hewan bersel satu bernafas melalui seluruh
permukaan tubuhnya dengan cara difusi, yaitu O 2 masuk dan CO2 keluar dengan cara
menembus dinding sel yang tipis. Contoh hewan bersel satu adalah Amuba, Euglena, dan
Paramaecium. (Anonim, 2008)
b. Cacing
Cacing bernapas melalui permukaan kulitnya yang mengandung banyak kelenjar
yang menghasilkan lendir. Dengan adanya lendir, kulit cacing selalu dalam keadaan
basah dan licin. Melalui kulit yang basah ini, cacing menyerap oksigen serta
mengeluarkan karbondioksida dan uap air secara difusi. (Anonim, 2008)
c. Kalajengking dan Laba-laba
Kalajengking dan laba-laba besar (Arachnida) yang hidup di darat memiliki alat
pernapasan berupa paru-paru buku, sedangkan jika hidup di air bernapas dengan insang
buku. Paru-paru buku memiliki gulungan yang berasal dari invaginasi perut. Masing-
masing paru-paru buku ini memiliki lembaran-lembaran tipis (lamela) yang tersusun
berjajar. Paruparu buku ini juga memiliki spirakel tempat masuknya oksigen dari luar.
Keluar masuknya udara disebabkan oleh gerakan otot yang terjadi secara teratur. Baik
insang buku maupun paru-paru buku keduanya mempunyai fungsi yang sama seperti
fungsi paru-paru pada vertebrata. (Anonim, 2008)
d. Serangga
Alat pernafasan serangga yang hidup di darat berbeda dengan yang hidup di air.
Serangga bernafas dengan trakea. Trakea adalah suatu sistem alat pernafasan yang terdiri
atas pembuluh-pembuluh yang bercabang-cabang ke seluruh tubuh yang dimiliki oleh
serangga dan hewan arthropoda lainnya. Cabang-cabang ini bermuara di stigma
(spirakel). Stigma merupakan pembuluh silindris berlapis kitin yang berpasangan pada
setiap segmen tubuh yang menjadi tempat keluar masuknya udara yang diatur oleh otot
sebagai katupnya. Kemudian, udara dari spirakel menuju pembuluh-pembuluh trakea
menuju trakeolus (analogi kapiler pada sistem transportasi vertebrata), lalu ke seluruh
sel-sel tubuh. Pada trakea terdapat kantong udara (kantong hawa) yang berfungsi
menyimpan udara yang masuk untuk sementara waktu. Serangga yang hidup di air,
misalnya jentik-jentik nyamuk mempunyai alat bantu pernafasan, yaitu tabung
pernafasan yang menghubungkan dengan trakea. (Wiryadi, 2007)
e. Ikan
Ikan hidup di air sehingga bernafas dengan menggunakan insang. Insang pada ikan
bertulang sejati ditutupi oleh tutup insang yang disebut operkulum, sedangkan insang
pada ikan bertulang rawan tidak ditutupi oleh operkulum. Insang tidak saja berfungsi
sebagai alat pernapasan tetapi dapat pula berfungsi sebagai alat ekskresi garam-garam,
penyaring makanan, alat pertukaran ion, dan osmoregulator. (Anonim, 2008)
Pernafasan ikan berlangsung 2 tahap, yaitu tahap pemasukan (mulut ikan membuka
dan tutup insang menutup sehingga air masuk rongga mulut, kemudian menuju lembaran
insang, disinilah oksigen yang larut dalam air diambil oleh darah, selain itu darah juga
melepaskan karbondioksida dan uap air) dan tahap pengeluaran (mulut menutup dan
tutup insang membuka sehingga air dari rongga mulut mengalir keluar melalui insang.
Air yang dikeluarkan ini telah bercmpur dengan CO2 dan uap air yang dilepaskan darah).
(Ahmadi, 2008)
Untuk ikan yang hidup di lumpur seperti ikan lele, gabus, betok, pada insangnya
terdapat banyak lipatan yang disebut labirin yang berfungsi untuk menyimpan oksigen.
Selain labirin, ikan juga mempuyai gelembung renang yang fungsinya sama, yaitu untuk
menyimpan oksigen serta membantu gerakan ikan naik turun. (Anonim, 2008)
f. Amfibi
Amfibi adalah hewan yang dapat hidup di air dan di darat, misalnya katak. Pada
katak, oksigen berdifusi lewat selaput rongga mulut (penuh kapiler), kulit (melalui difusi
karena selalu dalam keadaan basah dan banyak kapiler), serta paru-paru (tempat
bermuara kapiler darah berbentuk gelembung dan terjadinya mekanisme inspirasi dan
ekspirasi saat mulut tertutup), kecuali pada fase berudu bernapas dengan insang karena
hidupnya di air. (Wiryadi, 2007)
g. Reptilia
Reptilia disebut juga hewan melata, contohnya buaya, kadal, ular, kura-kura, komodo
dan cicak. Reptilia bernafas dengan paru-paru dengan lipatan dinding yang berfungsi
memperbesar permukaan pertukaran gas. Pada reptilia pertukaran gas tidak efektif. Pada
kadal, kura-kura, dan buaya paru-paru lebih kompleks, dengan beberapa belahan-belahan
yang membuat paru-parunya bertekstur seperti spons. (Wiryadi, 2007)
h. Burung
Burung bernafas menggunakan paru-paru. Selain paru-paru, alat pernafasan burung
dilengkapi dengan alat bantu, yaitu hidung, trakea, bronkus dan pundi-pundi udara
(kantong selaput ringan yang berfungsi untuk menyimpan udara, mempermudah burung
terbang, memperkeras suara/kicauan burung, memperkecil berat jenis ketika
terbang/berenang, serta mengurangi kehilangan panas tubuh yang berlebihan) yang
terletak di pangkal leher, ruang dada bagian depan, ruang dada bagian belakang, rongga
perut, serta di ketiak. (Wiryadi, 2007)

2. 2 Metode Pengukuran Laju Respirasi


Pengukuran kaju respirasi dapat dilakukan dengan berbagai macam metode. Metode yang
digunakan pada percobaan ini terdiri dari 2 metode, yaitu small animal metabolism apparatus
dan metode Winkler. Berikut ini beberapa metode pengukuran laju respirasi yang dapat
digunakan termasuk kedua metode diatas, yaitu:
1. Winkler method
 Sejarah Pendek
Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Lajos Winkler saat mengerjakan
disertasi doktoralnya pada tahun 1888. Jumlah oksigen terlarut adalah ukuran dari
aktivitas biologis pada suatu massa air. Fitoplankton dan makroalga hadir dalam massa
air dan menghasilkan oksigen dari hasil fotosintesis. Bakteri dan organisme eukaryotik
(zooplankton, ganggang, ikan) mengkonsumsi oksigen ini melalui respirasi. Hasil dari
dua mekanisme ini menentukan konsentrasi oksigen yang terlarut, yang pada akhirnya
menunjukkan produksi biomassa. Perbedaan antara konsentrasi fisik oksigen dalam air
(atau konsentrasi teoritis jika tidak ada organisme hidup) dan konsentrasi oksigen yang
sebenarnya disebut kebutuhan biologis akan oksigen.

 Prinsip Kerja
Pengukuran laju respirasi dengan metode Winkler digunakan untuk menentukan
tingkat oksigen terlarut dalam sampel air juga untuk memperkirakan aktivitas biologis
dalam sampel air. Kelebihan ion Mangan (II) garam, iodida (I -) dan hidroksida (OH-),
ditambahkan ke sampel air yang sudah kita dapat, yang akan menyebabkan terbentuknya
endapan putih Mn(OH)2. Endapan putih ini kemudian dioksidasi oleh oksigen yang
terlarut dalam sampel air, ke dalam endapan Mangan yang berwarna coklat. Pada langkah
selanjutnya, asam kuat (baik asam klorida atau asam sulfat) ditambahkan kedalam
larutan, yang bertujuan untuk mengasamkan larutan. Endapan coklat kemudian
mengubah ion iodida (I-) menjadi Iodin. Jumlah oksigen terlarut adalah berbanding lurus
dengan titrasi yodium dengan larutan tiosulfat.

 Metode Kerja
Pertama-tama Mangan (II) sulfat ditambahkan ke sampel air lingkungan.
Selanjutnya, Kalium Iodida ditambahkan untuk menghasilkan endapan merah muda-
coklat di dalam larutan. Selanjutnya, oksigen terlarut akan mengoksidasi Mangan (II) ion
menjadi dalam keadaan tetravalent.

2 Mn(OH)2(s) + O2(aq) → 2 MnO(OH)2(s)

MnO(OH)2 muncul sebagai endapan coklat. Para ahli masih belum dapat
memastikan apakan mangan dioksidasi itu tetravalen atau trivalen. Beberapa sumber
menyatakan bahwa Mn(OH)3 adalah endapan coklat, tetapi MnO2 yang terhidrasi juga
dapat memberikan warna coklat.
4 Mn(OH)2(s) + O2(aq) + 2 H2O → 4 Mn(OH)3(s)

Tahap kedua dari uji Winkler adalah mengurangi keasaman solusi sampel. Terjadi
konversi, sehingga endapan coklat yang terbentuk akan larut kembali ke dalam larutan.
Asam memfasilitasi konversi endapan cokelat, larutan mangan yang masih mengandung
ion iodide, menjadi unsure Iodine. Mn(SO4)2 dibentuk oleh asam untuk mengkonversi
ion iodida menjadi Iodine, larutan itu sendirilah yang selanjutnya akan tereduksi dan
kembali menjadi ion Mangan (II) dalam media asam.

Mn(SO4)2 + 2 I-(aq) → Mn2+(aq) + I2(aq) + 2 SO42-(aq)

Larutan Tiosulfate di gunakan untuk menitrasi, dan juga ditambahkan 4-5 tetes
amilum sebagai indikator dan kemudian dititrasi.

2 S2O32-(aq) + I2 → S4O62-(aq) + 2 I-(aq)

 Analisis
Berdasarkan reaksi kimia diatas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa :

1 mol O2 → 4 mol Mn(OH)3 → 2 mol I2

Oleh karena itu, setelah menentukan jumlah mol Iodine yang dihasilkan, kita dapat
bekerja di luar jumlah mol molekul oksigen yang hadir dalam sampel air asli. Kandungan
oksigen biasanya memiliki satuan mg dm-3.

 Limitasi
Metode ini juga memiliki limit atau batasan tertentu. Keberhasilannya sangat
tergantung pada cara penanganan sampel saat sedang dimanipulasi. Pada semua tahap,
langkah-langkah harus dilaksanakan dengan tepat untuk memastikan oksigen yang
dibutuhkan untuk pengamatan tidak hilang dari sampel. Selanjutnya, sampel air harus
bebas dari zat terlarut yang akan dioksidasi atau Iodine yang tereduksi.
 Akurasi
Keakuratan metode ini sangat dipengaruhi oleh:
a. Oksidasi udara terhadap Iodine
b. Kevolatilan Iodine
c. Oksigen yang disumbangkan oleh reagen
d. Kontaminasi Iodida dalam larutan
e. Konsumsi atau produksi Iodine oleh reagen
f. Perbedaan antara titik akhir titrasi dan titik ekivalen.

2. Small Animal Metabolism Apparatus


Metode ini menggunakan sebuah chmber
metabolik yang dilengkapi dengan termometer
didalamnya. Tabung chamber dinamakan ruang
plexiglass silinder. Ruang ini dilengkapi dengan
kandang removable dimana tempat menempelnya
termometer. Setelah mencit masuk kedalam
chamber dan disegel di ruangan itu, ia akan mengkonsumsi oksigen dan menghembuskan
nafas yang mengandung CO2. karbondioksida tersebut akan diserap oleh kapur soda atau
KOH, yang sudah ditempatkan di bagian bawah ruangan. Oleh karena itu, karena oksigen
yang berada di dalam chamber terus digunakan, otomatis tekanan di dalam ruang akan turun.
Penurunan tekanan itulah yang menyebabkan cairan Brodie di ujung tabung dapat tertarik ke
dalam ruangan. Waktu yang diperlukan larutan Brodie untuk melintasi jarak tertentu pada
pipa kapiler berskala, merupakan ukuran konsumsi oksigen (ml / detik) yang dikonsumsi
oleh mencit tersebut.
Tingkat metabolisme suatu hewan berkaitan dengan luas bidang permukaannya. Luas
bidang permukaan dapat dihitung dalam sentimeter persegi (cm 2) melalui perhitungan
dengan persamaan berikut. Persamaan ini hanya dapat digunakan untuk binatang kecil,
karena hubungan ini tidak benar-benar linear kecuali rentang bobotnya kecil.

y = b + mx
keterangan :
y = luas permukaan cm2
b = 0.437 ("y" intercept)
m = 2.143 (kelandaian)
x = berat hewan

 Optical Oxygen Sensor Spots


Metode pengukuran laju respirasi ini berdasarkan quenching oksigen luminisen
pada suatu titik sensor yang dievaluasi untuk pertama kalinya bagi sekelompok bakteri
air. Metode ini tidak memerlukan waktu inkubasi yang lama, dan menghasilkan
keakuratan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode Winkler.
The Simple Heart and Respiration Rate
Example_LabVIEW8.2.vi uses the NI
9239
Metode pengukuran laju respirasi
ini memanfaatkan platform
CompactDAQ dan lingkungan
pemrograman grafis LabVIEW. Pada
metode pengukurannya digunakan juga
modul NI 9239 untuk mengukur
tegangan kembali dari Heart Rate /
Volume Darah Pulse Sensor dan Respirasi Sabuk Sensor, keduanya berasal dari
“Thought Technologies Ltd”. Sinyal-sinyal ini kemudian diolah dan disaring untuk
menghapus komponen frekuensi noise tinggi di atas 5 Hz. Analisis sinyal dapat dilakukan
untuk mendeteksi jumlah puncak yang terjadi dalam sepuluh detik dari mulai nilai denyut
rata-rata per menit.

 Ultrasonic Proximity Sensor


Metode ini menyajikan pendekatan sensor jarak ultrasonik untuk pengukuran
respirasi. Sensor ultrasonik ini dapat mengukur tanda dan tingkat respirasi secara real-
time juga untuk pemantauan jangka panjang yang diperlukan untuk mobilitas perspektif
pengguna akhir. Sensor elektronik yang digunakan adalah 240 kHz. Besar sensor ini
digunakan untuk mengukur waktu tempuh dari gelombang suara antara sinyal yang
dikirim dan sinyal diterima selama respirasi di dalam gerak-dinding perut. Laju respirasi
yang telah diukur, dibandingkan juga dengan hasil pengukuran dengan sensor termokopel
pada sepuluh subjek laki-laki untuk memastikan keakuratan data.
 Pauling Oxygen Analyzer
Rumusan dasar metode ini adalah memperoleh data konsumsi oksigen dari
pengukuran tekanan parsial oksigen yang diukur dalam sistem sirkuit buatan yang
terbuka dan tertutup. Untuk sistem terbuka-sirkuit yang digunakan harus dalam kondisi
yang steady, kemudian beberapa persamaan diberikan dan dibahas untuk kasus-kasus
berikut ini, di mana variabel lain yang diukur yaitu:
1) Volume udara masuk dan Po2, dan Po2 outlet udara
2) Volume udara masuk dan Po2, dan outlet CO2 Po2 udara bebas
3) Outlet volume udara dan Po2, dan Po2 inlet udara
4) CO2 bebas lubang udara volume dan Po2, dan masuk Po2 udara.
Perkiraan dari hasil persamaan telah diperoleh untuk sistem buka-sirkuit yang
digunakan dalam kondisi nonsteady untuk kasus khusus dari ruang metabolisme volume
besar. Sebuah volume konstan, sirkuit sistem tertutup memiliki lag yang sangat kecil,
dijelaskan juga secara rinci data yang disediakan untuk menggambarkan response waktu
serta menunjukkan bahwa sistem menghasilkan nilai sebenarnya dari konsumsi oksigen.

2. 3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Laju Respirasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pernapasan diantaranya :


1. Usia
Usia mempengaruhi kebutuhan oksigen suatu individu. Ketika usia bertambah, elastisitas
jaringan tubuh semakin berkurang, begitupula dengan paru-paru. Hal tersebut dapat
mengurangi kapasitas vital paru-paru, sehingga paru-paru dituntut untuk bernapas lebih
sering (Martini,2006).
2. Suhu
Bagi hewan Homeoterm (contoh:mencit) suhu tidak begitu berpengaruh bagi laju
respirasinya, karena hewan tersebut memiliki termoregulasi yang baik sehingga dapat
menyesuaikan suhu tubuhnya agar tetap normal. Namun, bagi hewan poikloterm
(contoh:ikan dan kadal) suhu berperan penting dalam menentukan laju respirasinya. Suhu
tubuh hewan poikloterm mengikuti suhu lingkungannya (Ganong,1995).
Ketika suhu tubuh melebihi normal, maka pembuluh darah akan melebar dan aliran darah
semakin cepat. Untuk mengalirkan darah lebih cepat, jantung memerlukan energi lebih
banyak. Sehingga tubuh membutuhkan oksigen lebih banyak untuk oksidasi karbohidrat
menjadi energi . Hal ini menyebabkan laju respirasi meningkat. Misal, kadal yang hidup di
Bandung dengan suhu sekitar 250C akan memiliki laju respirasi lebih rendah dibandingkan
dengan kadal yang hidup di gurun dengan suhu sekitar 400C.
3. Aktivitas
Aktivitas yang banyak memerlukan energi yang besar, sehingga memerlukan oksigen
yang besar pula.
Pusat pernapasan merespon terhadap berbagai sinyal saraf dan kimiawi, menyesuaikan
laju dan kedalaman pernapasan untuk memenuhi permintaan tubuh yang berubah
(Campbell,2004).
4. Status kesehatan
Individu yang sakit memiliki laju pernapasan yang berbeda dengan individu yang
sehat.Misal, individu yang menderita emfisema memiliki laju respirasi yang lebih tinggi dari
pada individu normal.
5. Jenis kelamin
Laju respirasi hewan jantan dan betina berbeda. Hewan jantan cenderung memiliki laju
respirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan hewan betina.
6. Ketinggian tempat hidup
Konsentrasi oksigen di udara pada dataran tinggi lebih rendah dibandingkan dengan
dataran rendah, sehingga individu dengan spesies yang sama yang hidup di dataran tinggi
memiliki laju pernapasan yang lebih tinggi daripada individu yang hidup di dataran rendah.

Dalam keadaan istirahat, seekor mencit memiliki laju konsumsi oksigen sebesar 2,5 mL
O2/gr/jam, sedangkan pada saat aktif sebesar 20mL O 2/gr/jam (Seeley,2003). Berdasarkan
Seeley (2003), laju konsumsi ikan mas adalah sebesar 0,14 ml/gr/jam saat tidak aktif dan
0,255ml/gr/jam saat aktif.
Menurut Dunson (1981), laju konsumsi oksigen kadal (Sphaerodactylus cinereus) adalah
sekitar 0,1 mL O2/gr/jam.

2. 4 Efek Detergen Terhadap Respirasi Ikan

Pemakaian dalam kehidupan rumah tangga sehari-hari sudah tidak dapat disangsikan lagi
kegunaannya. Namun tidak banyak orang mengetahui komposisi dan efek di balik penggunaan
senyawa kimi ini. Detergen sebagai suatu senyawa penghilang noda pada pakaian tersusun atas 8
komponen utama, yaitu zat pembangun, flouresence dyes, enzim, zat penghambat korosi,
pemutih, fillers, zat pewangi, dan zat pewarna (John Toedt et all, 2005).
Fillers atau yang biasa disebut dengan reagen pemroses berperan penting dalam detergen
adalah sebagai suatu reagen yang akan menambahkan volume penggunaan dtergen sehingga
terlihat lebih banyak, dalam kasus sehari-hari busa merupakan hasil yang didapatkan dari
penambahan zat fillers ke dalam campuran senyawa kimia detergen. Sedangkan zat penghambat
korosi berfungsi dalam mencegah ion-ion perusak yang dapat menstimulasi timbulnya karat pada
mesin cuci. Adapun fungsi zat pembangun, enzim, dan pemutih berperan penting dalam
menghilangkan noda pada pakaian. Sedangkan flourescence dyes dan zat pewarna berperan aktif
dalam menjaga warna dari pakaian dan terdapat pula kandungan zat pewangi yang
menambahkan wangi pada pakaian (John Toedt et all, 2005).
Berdasarkan komponen penyusunnya, detergen terbagi atas detergen ABS dan LAS.
Kedua detergen ini juga sangat berbeda dalam tingkat kesulitan terurainya komponen-komponen
di alam oleh bakteria (John Toedt et all, 2005).
Pada tahun 1950 diketahui pertama kali bahwa detergen alkylbenzene sulfonate (ABS)
yang banyak digunakan pada masa itu memiliki efek samping yang begitu besar pada ekosistem.
Alkylbenzene merupakan senyawa hasil pengolahan petroleum dan dibuat dari pemadatan
dengan menggunakan α-olefin dengan benzene. Tingkat stabilitas ABS yang begitu tinggi
merupakan hasil dari pengelompokan sulfonat dan rantai panjang hidrokarbon yang berasal dari
petroleum. Akan tetapi tingkat stabilitasnya yang begitu tinggi menjadikan detergen ABS tidak
dapat diuraikan oleh bakteria di alam, sehingga lambat laun penumpukan detergen ABS yang
begitu tinggi dapat mencemari ekosistem (John Toedt et all, 2005).
Penggunaan detergen ABS kemudian dengan segera digantikan oleh detergen linear
alkylbenzene sulfonate (LAS) yang lebih mudah diuraikan oleh bakteria. Detergen ini tersusun
atas rantai hidrokarbon panjang yang menempel pada cincin benzen yang juga melekat pada
kelompok sulfonat bermuatan negatif (John Toedt et all, 2005).
Detergen yang merupakan senyawa organik terdiri atas tiga tipe utama, yaitu detergen
anionik, non-ionik, dan kationik. Detergen anionik dan kationik memiliki muatan positif ataupun
negatif yang , melekat secara permanen pada rantai C-C yang hidrofobik dan bersifat non-polar.
Sedangkan dtergen non-ionik tidak memiliki muatan permanen, namun berbeda dengan detergen
anionik dan kationik, detergen non-ionik memiliki sejumlah atom dengan muatan elektronegatif
dan elektropositif yang lemah. Hal ini dikarenakan ole atom oksigen yang menarik elektron pada
detergen non-ionik tersebut (anonim 1, 2009).
Akan tetapi penggunaan detergen dapat berakibat buruk pada ekosistem. Tidak hanya
pada kasus penguraian oleh bakteria yang telah disebutkan sebelumnya, namun juga dikarenakan
oleh beberapa faktor lain yang tidak kalah merugikan (anonim 1, 2009).
Pengaruh detergen dalam siklus hidup ikan dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak
langsung. Pengaruh secara langsung dapta ditunjukkan dengan kemampuan detergen dalam
merusak lapisan lendir pada permukaan tubuh ikan yang melindungi hewan tersebut dari bakteria
dan parasit pengganggu dan juga organ insang pada ikan. Hal ini disebabkan oleh muatan pada
detergen yang menjadikannya mudah diserap oleh ikan (anonim 1, 2009).
Kandungan fosfat di dalam detergen dapat membantu perkembangbiakan alga yang dapat
melepas racun ke dalam air dan mengikat kandungan oksigen dari dalam air. Hal ini dapat
menyebabkan ikan lambat laun akan mati karena kekurangan oksigen. Kontributor lainnya dalam
zat racun pada detergen ialah adanya kandungan larutan natrium silikat yang dapat mencemari
lingkungan akuatik (anonim 1, 2009).
Detergen sebanyak 15 ppm dapat dengan mudah membunuh seluruh ikan yang terdapat
dalam lingkungan akuatik tersebut. Sedangkan konsentrasi sebesar 5 ppm dapat membunuh
embrio pada telur-telur ikan. Kandungan detergen sebanyak 2 ppm dapat menyebabkan ikan
menyerap kandungan kimia sebanyak dua kali lebih banyak dibandingkan ikan pada lingkungan
akuatik yang bersih, menjadikan ikan akan mati karena keracunan walaupun kadar tersebut tidak
akan membunuh ikan secara langsung. Kadar maksimal dari pencemaran detergen pada
lingkungan akuatik ialah kurang dari 2 ppm agar ekosistem dan siklus hidup ikan dapat tetap
terjaga (anonim 1, 2009).
BAB III
METODOLOGI

3. 1 Alat dan Bahan

Alat Bahan Hewan Uji


Small animal metabolism apparatus KOH 20% Mencit (Mus musculus)
Ikan mas (Cyprinus
Botol Winkler (250mL) Larutan Brodie carpio)
Buret dan statif Larutan thiosulfat (Na2S2O3) Kadal
Timbangan hewan Larutan H2SO4 pekat
Stopwatch Larutan KOH-KI
Erlenmeyer (250 mL) Larutan MnSO4.H2O
Erlenmeyer (2L) Larutan amilum 1%
Syringe 1mL
Pipet tetes
Kertas isap
Tisu dan dan kapas

3. 2 Cara Kerja
3. 2. 1 Metode Winkler (Ikan)
Erlenmeyer 2L diisi dengan 1 liter air. Seekor ikan dimasukkan kedalam tabung
Winkler. Erlenmeyer ditutup dengan penutup karet dengan 2 selang dan diolesi dengan
vaselin. Labu diisi air hingga penuh melalui selang 1. Air terus dimasukkan ke dalam
tabung sampai keluar air dari selang 2. Air yang keluar dari selang 2 ditampung sebanyak
250ml di botol Winkler. Selang 2 ditutup dengan penjepit dan setelah itu selang 1 juga
ditutup dengan penjepit. Erlenmeyer berisi ikan didiamkan selama 1 jam.
Botol 250ml berisi air ditambahkan 1mL MnSO4 dan 1mL KOH-KI. Botol
dikocok perlahan selama lebih kurang 4 menit. Botol didiamkan sekitar 20 menit hingga
semua endapan mengendap. Sekitar 2mL larutan dalam botol dibuang. Kemudian
ditambahkan 1mL H2SO4 pekat dengan pipet ukur. Botol ditutup dan dikocok lagi hingga
semua endapan larut. 100mL larutan tersebut dipindahkan ke Erlenmeyer 250mL dan
kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 sampai berwarna kuning muda (tepat akan tidak
berwarna / bening). Kemudian ditambahkan 4 tetes amilum 1% sehingga larutan dalam
labu berwarna biru. Dititrasi kembali dengan Na2S2O3 hingga warnanya tepat bening.
Angka yang terbaca pada skala buret dicatat. Dilakukan duplo dengan 100mL larutan
yang masih tersisa di botol Winkler.
Setelah 1 jam, tuang air dari dalam labu Erlenmeyer 2L ke botol Winkler 250mL
hingga penuh. Kemudian dilakukan langkah-langkah yang sama untuk mengetahui kadar
oksigen dalam air setelah 1 jam. Laju konsumsi oksigen didapat dengan cara menghitung
selisih antara jumlah kadar oksigen saat t0 (sebelum 1 jam) dan saat t1 (sesudah 1 jam).

3. 2. 2 Metode Scholander (Mencit dan Kadal)


Kertas saring yang sudah di jenuhkan dengan KOH 20% dimasukkan ke dalam
small animal metabolism apparatus. Hewan yang akan diuji ditimbang terlebih dahulu.
Hewan uji kemudian dimasukkan ke dalam ruang uji yang terbuat dari kawat besi. Ruang
uji dimampatkan dengan kapas sehingga hewan uji tidak terlalu banyak bergerak. Small
animal metabolism apparatus didiamkan sekitar 15 menit agar hewan uji menyesuaikan
diri dengan suhu lingkungan. Small animal metabolism apparatus ditutup dengan
menggunakan penutup karet yang telah di pasang skala respirometer. Penutup diolesi
oleh vaselin agar tidak ada celah untuk keluar masuk udara. Ujung skala respirometer
dimasukkan sedikit larutan Brodie dengan menggunakan syringe. Skala yang terbaca
pada waktu-waktu tertentu dicatat. Dicatat juga suhu yang terbaca pada termometer di
dalam small animal metabolism apparatus. Dilakukan duplo untuk setiap hewan (kadal
dan mencit)
BAB IV
PEMBAHASAN

4. 1 Laju Respirasi Mencit

Pada pengukuran mencit, data yang kami dapatkan adalah :


Berat (gr) Duplo 1 Duplo 2
Skala (ml) Waktu (s) Skala (ml) Waktu (s)
45,9
0,1 128 1,8 360

Dalam percobaan kami memakai dua metode yang berbeda untuk setiap duplo. Metode
pertama kami memakai standar skala, sedangkan duplo kedua memakai standar waktu. Apabila
duplo 2 disamakan terhadap waktu duplo 1, skalanya menjadi:
Duplo 2 : Waktu : 128 s
Skala : 0,64 ml
Rata-rata skala = 0,37 ml
Laju respirasi mencit = 0,37 ml/128 s/45,9 gr
= 10,41/jam/45,9 gr
= 0,227 ml/jam/gr

4. 2 Laju Respirasi Kadal

Pada pengukuran kadal, data yang kami dapatkan adalah :


Berat (gr) Duplo 1 Duplo 2
Skala (ml) Waktu (s) Skala Waktu (s)
18,3
1,8 180 - -

Laju respirasi = 1,8 ml/180 s/18,3 gr


= 1,967 ml/jam/gr

Pada percobaan ini kami tidak sempat melakukan duplo pada kadal karena alat yang kami
pakai tidak bekerja dengan baik. Tidak bekerjanya alat ini dapat dilihat dari larutan Brodie yang
tidak bergerak walaupun sudah menunggu lama. Ini disebabkan karena vaseline yang sudah
habis sehingga tidak seluruh lubang tertutupi, larutan Brodie yang menyumbat di ujung pipa
kapiler, dan pipa kapiler yang tidak seimbang sehingga larutan tidak bergerak lurus dan tidak
akurat.

4. 3 Laju Respirasi Ikan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diketahui spesimen ikan yang diamati
memiliki berat sebesar 15,8 gr. Tidak hanya itu, didapatkan suatu pengembangan rumus yang
didasarkan pada reaksi kimia berupa pernyataan bahwa :
4 x Kadar O2 dalam air = Volume Na2S2O3

Pada to = 0 jam
Volume Na2S2O3 pada titrasi (ml) Total Volume
Percobaan
Larutan Amilum Na2S2O3 (ml)
1 4,2 0,7 4,9
2 4,3 0,5 4,8
Rata-rata 4,85

Rata−rata volume Na2 S 2 O 3 total ( mL ) 4,85


Volume O 2= = =1,2125 ml
4 4

Pada t1 = 1 jam
Volume Na2S2O3 pada titrasi (ml) Total Volume
Percobaan
Larutan Amilum Na2S2O3 (ml)
1 2,1 0,3 2,4
2 1,7 0,3 2,0
Rata-rata 2,2

Rata−rata volume Na2 S 2 O3 total ( mL ) 2,2


Volume O 2= = =0,55 ml
4 4

Laju Konsumsi
V t =volume O 2 padat 0−volume O 2 pada t 1
¿ 1,2125 mL−0,55 mL
¿ 0,6625 mL
Laju konsumsi = volume O2 (mL) / berat ikan (gr) / waktu (jam)
= 0,6625 mL /15,8 gr /1 jam
= 0,0419 mL /g /jam
4. 4 Data Kompilasi Respirasi Lab Instruktusional Timur

Tabel Kompilasi Respirasi Mencit dan Kadal


Kelompok Mencit Jenis kelamin Kadal Jenis kelamin Suhu
1 3,98 Jantan - - 30o
2 1.987 x 105 Betina - - 30o
3 0,4246 Tidak teramati 0,3137 Tidak teramati 30o
4 3.719 betina 5,628 Tidak teramati 30o
5 2,807 Tidak teramati 0,7321 Tidak teramati 30o
6 2,1452 Tidak teramati 0,5046 Tidak teramati 30o
7 0,227 Jantan 1,967 Jantan 30o

Dalam keadaan istirahat, seekor mencit memiliki laju konsumsi oksigen sebesar 2,5
ml/gr/jam, sedangkan pada saat aktif sebesar 20 ml/gr/jam. Hasil pengukuran beberapa
kelompok di instruk timur ini tidak menunjukkan hal tersebut. Hasil perhitungan dari berbagai
kelompok berbeda-beda, namun rata-rata masih berada pada kisaran 0-3 ml/jam/gr. Ini berarti
tikus-tikus sedang berada dalam keadaan istirahat.
Pada perhitungan mencit kelompok 2 terlihat perbedaan yang mencolok. Ini disebabkan
oleh mencit yang terlalu hiperaktif atau sedang berpenyakit. Dari hasil tabel di atas, terlihat
bahwa data jantan dan betina tidak beraturan, jadi tidak bisa disimpulkan laju pernapasan mana
yang lebih besar.
Menurut literatur, mencit jantan laju respirasinya lebih tinggi dibandingkan mencit
betina. Ini dikarenakan jantan memiliki volume darah dan jantung yang lebih besar dibandingkan
betina. Berat badan betina yang relatif lebih besar daripada jantan tidak berpengaruh terhadap
laju respirasi (Kingsley,Richard.1999).
Untuk kadal, kelompok lain tidak mengamati jenis kelamin kadalnya. Oleh karena itu
kami tidak bisa membandingkan laju respirasi antara jantan dan betina. Namun rata-rata lajunya
berada di antara 0-1, walaupun ada satu data yang berbeda.
Menurut literatur, jantan lebih tinggi laju respirasinya dari betina. Apabila dilihat dari
tabel dapat dilihat bahwa jantan memiliki laju yang mendekati 2, sedangkan kelompok 3,5 dan 6
mendekati 0,5. Oleh karena itu diprediksi bahwa kadal kelompok 3,5, dan 6 adalah kadal betina,
sedangkan kadal 4 adalah jantan. Ini bisa dilihat dari laju respirasinya yang sangat tinggi
dibanding yang lain.
Perbedaan laju respirasi juga disebabkan oleh usia mencit yang berbeda-beda di antara
kelompok. Respirasi usia muda lebih kecil daripada dewasa. Ini dikarenakan jantung yang belum
sempurna dan aliran darah yang kecil. Temperatur juga mempengaruhi laju respirasi. Temperatur
saat melakukan percobaan ini adalah 30o
Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan berdilatasi, sehingga darah
akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas yang hilang dari permukaan tubuh akan
mengakibatkan curah jantung meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada
lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh darah perifer, akibatnya
meningkatkan tekanan darah yang akan menurunkan kegiatan-kegiatan jantung sehingga
mengurangi kebutuhan akan oksigen. Namun karena dalam percobaan ini semuanya dalam
keadaan suhu yang sama, maka suhu tidak berpengaruh terhadap laju respirasinya
(Kingsley,Richard.1999)

Tabel Kompilasi Respirasi Ikan


Kelompok 1 3 5 7 2 4 6
Perlakuan normal normal normal normal Pemberian Pemberian Pemberian
detergen detergen detergen
Laju Respirasi 0,3992 0,0837 0,0520 0,0419 0,0018 0,0004 0,0194
(ml/g/jam)
Rata-rata laju
0,1442 ml/g/jam 0,0072 ml/g/jam
respirasi

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan perbedaan yang mencolok di


antara laju respirasi ikan dengan perlakuan normal dan dengan pemberian detergen pada
lingkungan akuatiknya. Ikan dengan perlakuan normal diketahui memiliki laju respirasi yang
lebih tinggi dibandingkan ikan dengan lingkungan akuatik yang diberi pencemar detergen.
Perbedaan ini disebabkan oleh berkurangnya kadar O2 dalam air akibat pencemaran
detergen yang terajadi pada lingkungan akuatik percobaan. Melalui percobaan ini pula
dibuktikan bahwa detergen mampu mengurangi laju respirasi ikan dan diperkirakan hal yang
terjadi pada spesimen dalam biota laut lainnya.

4. 5 Perbandingan Hewan Endoterm dan Eksoterm

Dalam termoregulasi dikenal adanya hewan berdarah dingin dan hewan berdarah panas.
Namun lebih dikenal dengan istilah endoterm atau ekosterm, bergantung dari sumber utama
panas tubuh hewan tersebut.
Endoterm adalah hewan yang sumber panasnya berasal dari hasil metabolisme. Suhu
tubuh hewan ini cenderung lebih konstan. Endoterm umum di jumpai pada kelompok burung
(aves), dan mamalia. Hewan endoterm disebut juga homoiterm karena suhu tubuh hewan ini
konstan. Hal ini dikarenakan adanya reseptor dalam otaknya sehingga dapat mengatur suhu
tubuh.
Eksoterm adalah hewan yang sumber panas tubuhnya berasal dari lingkungan sekitar
(menyerap panas lingkungan). Suhu tubuh hewan eksoterm cenderung fluktuatif. Hewan dalam
kelompok ini adalah amfibi, reptilia, ikan, dan invertebrata.
Mencit merupakan hewan endoterm. Berbeda dengan hewan eksoterm yang laju
metabolismenya berubah-ubah sesuai suhu lingkungan, hewan endoterm cenderung menjaga
suhu tubuh yang konstan. Akan tetapi, secara umum mereka akan membutuhkan lebih banyak
energi untuk menjaga kekonstanan suhu tubuhnya yang cukup tinggi tersebut. (Biofagri,2006)
Menurut studi dari literatur, karena hewan endoterm memperoleh panas tubuh melalui
metabolisme, seharusnya laju respirasi mencit lebih tinggi daripada kadal dan ikan. Namun yang
terjadi malahan sebaliknya. Hal ini kemungkinan besar terjadi karena suhu pada small animal
metabolism aparatus memiliki suhu yang cukup tinggi / diatas suhu ruang rata – rata yaitu 30 oC.
Karena suhu lingkungan cukup panas, maka yang dilakukan mencit adalah mendinginkan suhu
tubuhnya, sedangkan kadal memanfaatkan lingkungan hangat itu untuk menghangatkan
tubuhnya sehingga kadal bernafas lebih banyak.

BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dalam percobaaan ini adalah:


1. Laju respirasi kadal = 1,967 ml/jam/gr
Laju respirasi mencit = 0,227 ml/jam/gr
Laju respirasi ikan = 0,0419 ml/jam/gr
2. Laju respirasi kadal berdasarkan hasil perhitungan kelompok kami, lajunya lebih besar
daripada mencit. Dapat disimpulkan bahwa laju respirasi hewan eksotermal lebih tinggi
daripada hewan endotermal.
3. Laju respirasi ikan pada air biasa = 0,1442 ml/jam/gr
Laju respirasi ikan pada air detergen = 0,0072 ml/jam/gr
4. Hasil perbandingan dengan data seluruh instruk timur, mengindikasikan bahwa jenis
kelamin mempengaruhi laju respirasi. Laju respirasi pada hewan betina lebih rendah
daripada laju respirasi pada hewan jantan. Sedangkan untuk keterkaitan dengan bobot
tubuh hewan, laju respirasi akan sebanding dengan pertambahan bobot tubuh hewan.
Jadi, hewan yang memiliki bobot tubuh yang lebih berat memiliki laju respirasi yang
lebih cepat pula.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 1. 2009. Detergent Occuring in Freshwater.


Anonim 2. 2010. “Mouse Metabolism”.http://csm.jmu.edu/biology/danie2jc/metabolism_lab.htm
(diakses tanggal: 20 Okober 2010, pukul: 02.16)
Biofagri, A.R. 2006. Laporan Praktikum Fisiologi Hewan : Respirasi. Bandung : Sekolah Ilmu
dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung
Campbell, N. A., Reece, J. B., Mitchell, L. G. 2002. BIOLOGI Jl.3 Ed.5. Jakarta: Erlangga. p.
64-65
Carpenter, James. 1952. The Accuracy of The Winkler Method for Dissolved Oxygen Analysis.
Maryland: The Johns IIopkins University.halaman: 135-140.
Depocas,Florent, Hart,S.J.1957. “Use of the Pauling Oxygen Analyzer for Measurement of
Oxygen Consumption of Animals in Open-Circuit Systems and in a Short- Lag, Closed-
Circuit Apparatus”. (diakses tanggal 20 Oktober 2010, pukul: 02.38
Dunson, W.A & C.R. Bramham. 1981. Evaporative Water Loss and Oxygen Consumption of
Three Small Lizards from the Florida Keys: Sphaerodactylus cinereus, S. notatus, and
Anolis sagrei. Journal of Phisiological Zoology.54 : 253-259
Ganong, William F. 1995. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Kingsley,Richard. 1999. http://www.madsci.org/posts/archives/1999-12/944743327.Gb.r.html.
Diakses tanggal 20 Oktober 2010.
Mallorim. 2009. “Simple Heart and Respiration Rate Measurement”. (diakses tanggal :18
Oktober 2010, pukul: 22.05)
Martini, Federic H. 2006. Fundamentals of Anatomy & Physiology, 7 th edition. San Fransisco:
Pearson Education, Inc. p.837-854
Se Dong Min, dkk. 2010. “Noncontact Respiration Rate Measurement System Using an
Ultrasonic Proximity Sensor”. (diakses tanggal: 18 oktober 2010, pukul: 23.29)
Seeley, R.R., T.D. Stephens, P. Tate. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology fourth edition.
McGraw-Hill Companies
Toedt, John, Koza, Darrell, Van Cleef-Toedt, Kathleen. 2005. Chemical Composition of
Everyday Product. New York : Greenwood Publishing Group. halaman 11 - 14
Warkentin , Mareike. 2007.” New and Fast Method To Quantify Respiration Rates of Bacterial
and Plankton Communities in Freshwater Ecosystems by Using Optical Oxygen Sensor
Spots”.http://aem.asm.org/cgi/content/short/73/21/6722. (diakses tanggal: 18 Oktober
2010, pukul : 23.18)
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/biologi-pertanian/metabolisme-sel/katabolisme-
respirasi/
http://www.copasmedia.com/?s=SISTEM+RESPIRASI+PADA+HEWAN
http://www.docstoc.com/docs/15177483/Respirasi-sistem
http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/1833673-sistem-pernapasan/
http://www.syiham.co.cc/2010/02/respirasi-pada-manusia.html
http://www.lenntech.com/aquatic/detergents.htm. Diakses pada tanggal 17 Oktober 2010
http://www.biopedia.co.cc/2009/09/thermoregulasi-hewan-berdarah-dingin.html

You might also like