You are on page 1of 27

BAB I

Pendahuluan

Hemostasis dan koagulasi adalah serangkaian kompleks reaksi yang menyebabkan pengendalian
pendarahan melalui pembentukan trimbosit dan bekuan fibrin pada tempat cedera. Pembekuan
diikuti dengan resolusi atau lisis bekuan dan regrenerasi endotel. Pada keadaan homeostatik,
hemostasis dan koagulasi melindungi individu dari pendarahan massif akibat trauma. Pada
keadaan abnormal, dapat terjadi pendarahan yang mengancam-jiwa atau thrombosis yang
menyumbat cabang-cabang pembuluh darah.1 Pendarahan mungkin diakibatkan oleh
keabnormalan dari (1) trombosit (2) dinding pembuluh darah, atau (3) proses koagulasi.2

Mekanisme hemostatik inheren dalam keadaan normal mampu menambal kebocoran dan
menghentikanpengeluaran darah melalui kerusakan kecil di kapiler, arteriol, dan venula.
Pembuluh-pembuluh kecil ini sering mengalami rupture oleh trauma-trauma minor yang terjadi
sehari-hari. Mekanisme hemostatik dalam keadaan normal menjaga agar kehilangan darah
melalui trauma tersebut tetap minimum.3

Pada saat cedera, ada tiga proses utama yang menyebabkan hemostasis dan koagulasi: (1)
vasokontriksi sementara; (2) reaksi trombosit yang terdiri atas adhesi, reaksi pelepasan, dan
agregasi trombosit; serta (3) aktivasi faktor-faktor pembekuan. Langkah-langkah awal terjadi
pada permukaan jaringan cedera yang terpajan, dan reaksi-reaksi selanjutnya terjadi pada
permukaan fosfolipid trombosit yang mengalami agregasi.1

1
BAB II

ISI

1. Nama atau tema blok : Hematologic and Immunologic System

2. Fasilitator/tutor : dr.Sri Suryani Widjaja, M.Kes

3. Data pelaksanaan :

A.Tanggal tutorial: 28 April 2010 dan 1 Maret 2010

B. Pemicu ke-2

C. Pukul: 10.30-13.00 WIB

D. Ruangan : Ruang diskusi 15

4. Pemicu :

Ny. T, seorang wanita 25 tahun datang ke klinik karena menstruasi belum berhenti
sesudah 15 hari. Sejak 2 tahun belakangan ini Tuti mengalami menstruasi yang panjang (10-15
hari) dan memar dikulit walau tidak ada benturan. Selain itu Ny. T mengalami luka pada betis
kanan yang belum sembuh sejak 1 bulan yang lalu, walaupun telah diberikan antibiotika dan
analgetik oral dan sejak 3 hari ini Ny. T mengalami demam.

Riwayat keluarga : tidak ada yang mengalami hal seperti ini

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapati keadaan umum baik, suhu tubuh aksila 38,2 0C, dijumpai
hematom di lengan kanan dan dip aha kiri serta luka yang bernanah di betis kanan

More Info I:

Hasil pemeriksaan laboratorium:

 Hb 11 gr/%
 Lekosit 15.000 /mm3
 Eritrosit 3,2 x 106/mm3
 LED 25 mm/ Jam

2
 Trombosit 60.000/mm3
 Masa pendarahan (Bleeding time) : 8’
 Ht 33,3%
 RDW 15%
 MCV 85fL
 MCH 30 pg
 MCHC 30 gr/dL
 Diftel 2/0/4/75/14/5

Pemeriksaan darah tepi :

 Morfologi eritrosit : Normokrom Normositer, jumlah eritrosit cukup


 Lekosit : Toxic granul dijumpai pada sebagian dari neutrofil
 Trombosit : Big Trombosit. Tidak dijumpai agregasi trombosit (clumping)

Pemeriksaan urine dan feses tidak menunjukkan kelainan. KGD. Ad 120 mg%.

Hasil konsultasi ke dokter kebidanan tidak ditemukan kelainan di bidang obsetri dan ginekologi

More Info II :

Keluarga Ny.T menduga danya kesalahan penanganan oleh dokter sehubungan dengan luka yang
tidak sembuh-sembuh.

Bagaimana anda menyikapi hal tersebut?

5. Tujuan Pembelajaran

1. Memahami tentang konsep dasar hemostasis, gangguan, dan faktor yang mempengaruhi
hemostasis
2. Memahami tentang Idiopatic Trombositopemia Purpura, etiologi, definisi, gejala klinis,
pathogenesis, diagnosis banding, diagnosis, komplikasi, penatalaksanaan, faktor
pencetus, dan prognosis

3
3. Memahami tentang trombosit
4. Memahami tentang malpraktek

6. Pertanyaan yang muncul dalam curah pendapat

A. Hemostasis
 Kaskade Pembekuan darah
 Tahap pembekuan darah
 Hemostasis secara fisiologis
 Fibrinolisis
 Faktor-faktor yang mempengaruhi homeostasis
B. Idiopatic Trombositopemia purpura
 Etiologi
 Definisi
 Gejala klinis
 Patogenesis
 Diagnosis Banding
 Diagnosis
 Komplikasi
 Indikasi Rujukan
 Penatalaksanaan
 Faktor pencetus dan memperberat ITP
 Prognosis
C. Tentang Trombosit
D. Malpraktek dan Pembuktian ada atau tidak adanya malpraktek.

4
7. Jawaban Pertanyaan

A. Hemostasis

Hemostasis adalah penghentian pendarahan dari suatu pembuluh darah yang rusak. Hemostasis
melibatkan tiga langkah utama : (1) spasme vaskuler, (2) pembentukan sumbat trombosit, dan (3)
koagulasi darah. Trobosit jelas beperan penting dalam membentuk sumbat trombosit, tetapi sel
ini juga member kontribusi pada dua langkah lainnya.3

 Kaskade Pembekuan darah

Kaskade pembekuan darah dapat dicetuskan oleh jalur intrinsik atau jalur ekstrinsik.

 Jalur intrinsik mencetuskan pembekuan intravaskuler serta pembekuan sampel


darah dalam tabung reaksi. Semua unsur yang diperlukan untuk menghasilkan
pembekuan melalui jalur intrinsic tersedia dalam darah. Jalur ini, melibatkan tujuh
langkah terpisah, berjalan saat faktor XII (faktor hegman) diaktifkan karena
berkontak dengan kolagen yang terpajan di pembuluh yang cedera atau
permukaan benda asing. Ingatlah bahwa kolagen yang terpajan tersebut juga
mencetuskan agregasi trombosit. Dengan demikian, pembentukan sumbat
trombosit dan reaksi berantai yang menyebabkan pembentukan bekuan darah
secara simultan diaktifkan ketika suatu pembuluh mengalami cedera. Selain itu,
kedua mekanisme hemostatik komplementer ini saling memperkuat satu sama
lain. Agregasi trombosit ini mengeluarkan PF3, yang penting untuk jenjang
pembekuan yang pada gilirannya meningkatkan agregasi trombosit lebih lanjut.
 Jalur ekstrinsik mengambil jalan pintas dan hanya memerlukan empat langkah.
Jalur ini, yang memerlukan kontak dengan faktor-fakto jaringan di luar darah,
mengawali proses pembekuan darah yang keluar ke jaringan. Jika mendapatkan
trauma, jaringan mengeluarkan suatu kompleks protein yang dikenal dengan
tromboplastin jaringan yang langsung mengaktifkan faktor X. sehingga
melewatkan semua langkah pendahuluan pada jalur intrinsik. Dari titik ini, kedua
jalur tersebut identik.3

5
kaskade pembekuan darah4

Bilanga Nama Deskriptif Bentuk aktif


n
Romawi
I Fibrinogen Subunit fibrin
II Prothrombin Subunit protease
III Tromboplastin jaringan
IV Ion Ca
V Proakselerin Serin protease
VI Bentuk aktif F.V
VII Prokonvertin Serin protease
VIII AHF (Anti Haemofilik Factor)/ Kofaktor
Faktor von Wilebrand
IX Faktor Cristmas (PTC, plasma Serin protease
tromboplastin component)
X Faktor Stuart-Prower Serin protease
XI Plasma thromboplastin Serin protease
antecendent

6
XII Faktor Haegman (kontak) Serin protease
XIII Faktor penstabil fibrin Transglutaminas
e
--- Prekalikrein (faktor Fletcher) Serin protease

--- HMW kininogen (faktor Kofaktor


Fitzgerald)
Tabel faktor-faktor bekuan.5

Mekanisme intrinsik dan ekstrinsik biasanya bekerja secara simultan. Apabila cedera jaringan
menyebabkan ruptur pembuluh,mekanisme intrinsik menghentikan darah di pembulluh yang
cedera,sementara mekanisme ekstrinsik menyebabkan darah yang keluar kedalam jaringan
membeku sebelum pembuluh tersebut ditambal. Biasanya pembentukan bekuan sudah selesai
seluruhnya dalam waktu tiga sampai enam menit.

Setela bekuan terbrntuk, kontraksi trombosit yang terperangkap di dalam bekuan menciutkan
jarring fibrin, menarik tepi-tepi luka di pembuluh saling mendekat. Selama reaksi bekuan,
cairan diperas keluar dari bekuan. Cairan ini, yang pada dasarnya adalah plasma dikurangi
fibrinogen dan prekusor pembekuan lainnya yang telah dipakai selama proses pembekuan
disebut serum.3

 Tahap pembekuan darah

Spasme vaskuler mengurangi aliran darah ke pembuluh yang cedera

Pembuluh darah yang terpotong atau robek akan segera berkonstriksi akibat respon vaskuler
inheren terhadap cedera dan vasokontriksi yang diinduksi oleh rangsang simpatis. Konstriksi ini
akan memperlambat aliran darah melalui defek, sehingga pengeluaran darah dapat diperkecil.
Karena permukaan endotel (bagian dalam) pembuluh saling menekan akibat spasme vaskuler
awal ini, endotel tersebut menjadi lengket dan melekat satu sama lain, kemudian menutup
pembuluh yang rusak. Tindakan fisik ini saja tidak cukup untuk secara total mencegah
pengeluaran darah selanjutnya, tetapi penting untuk memperkecil pengeluaran darah dari
pembuluh yang rusak sampai tindakan-tindakan hemostasis lainnya mampu menyumbat defek
tersebut.3

Trombosit beragregasi untuk membentuk suatu sumbat di defek pembuluh

7
Trombosit dalam keadaan normal tidak melekat ke permukaan endotel pembuluh darah, tetapi
apabila lapisan dalam ini rusak akibat cedera pembuluh, trombosit akan melekat ke kolagen yang
terpajan, yaitu protein fibrosa yang terdapat di jaringan ikat dibawahnya. Setelah berkumpul di
tempat cedera tersebut, trombosit mengeluarkan beberapa zat kimia penting dari granula
simpanan mereka. Diantara zat kimia tersebut adalan adenosin difosfat (ADP), yang
menyebabkan permukaan trombosit dalam sirkulasi yang lewat menjadi lengket dan melekat ke
lapisan trombosit yang pertama. Trombosit yang beru melekat ini mengeluarkan lebih banyak
ADP, sehingga lebih banyak lagi trombosit yang melekat, demikian seterusnya.; dengan
demikian sumbat trombosit cepat terbentuk di tempat cedera melalui mekanisme umpan balik
positif.

Proses penumpukan ini diperkuat oleh pembentukan suatu zat kimia perantara yaiti tromboxan
A2, dari komponen membrane plasma trombosit yang berkontak dengan kolagen. Tromboxan A 2
berikatan erat dengan prostaglandin, sekelompok zat perantara kimiawi yang bekerja lokal yang
ditemukan luas di tubuh. Tromboxan A2 secara langsung mendorong agregasi trombosit dan
terlibat secara tidak langsung meningkatkan proses tersebut dengan mencetuskan pengeluaran
lebih banyak ADP dari grandula trombosit. Sumbat trombosit tidak terus berkembang menutupi
pembuluh darah yang normal karena adanya prostasiklin yang menghambat agregasi trombosit.
Dengan demikian sumbat trombosit terbatas pada defek dan tidak menyebar pada pembuluh
darah normal.3

Reaksi berantai yang dicetuskan yang melibatkan faktor-faktor pembekuan di plasma


menyebabkan pembekuan darah

Koagulasi darah, atau pembekuan darah, adalah transformasi darah dari cairan menjadi gel
padat. Pembentukan suatu bekuan diatas sumbat trombosit memperkuat dan menunjang sumbat,
memperkuat tambalan yang menutupi lubang pembuluh. Selain itu, seiring dengan memadatnya
darah disekitar defek pembuluh, darah tidak lagi dapat mengalir. Koagulasi adalah mekanisme
hemostatik tubuh yang paling kuat, dan hal ini diperlukan untuk menghentikan pendarahan dari
semua defek kecuali defek kecil.

8
Langkah terakhir dari pembentukan bekuan adalah perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
Perubahan menjadi fibrin ini dikatalisasi oleh enzim thrombin di tempat pembuluh yang
mangalami cedera.

Molekul fibrin melekat ke permukaan pembuluh yang rusak, membentuk struktur mirip jarring
longgar yang menangkap unsure-unsur sel darah. Massa yang terbentuk atau bekuan darah,
biasanya tampak lebih merah karena banyaknya sel darah merah yang terperangkap, tetapi dasar
dari bekuan tersebut adalah fibrin yang berasal dari plasma.3

 Hemostasis secara fisiologis

Hemostasis adalah penghentian pendarahan dari suatu pembuluh darah yang rusak. Mekanisme
hemostatik inheren dalam keadaan normal mampu menambal kebocoran dan
menghentikanpengeluaran darah melalui kerusakan kecil di kapiler, arteriol, dan venula.
Pembuluh-pembuluh kecil ini sering mengalami rupture oleh trauma-trauma minor yang terjadi
sehari-hari; trauma semacam ini adalah sumber tersering pendarahan, walaupun kita bahkan
sering tidak menyadari baha telah terjadi kerusakan. Mekanisme hemostatik dalam keadaan
normal menjaga agar kehilangan darah melalui trauma tersebut tetap minimum.3

Pada hemostasis primer terjadi vasokonstriksi inisial pada pembuluh darah yang cedera
sehingga aliran darah di sebelah distal cedera terganggu. Vasokonstriksi merupakan respon
segera terhadap cedera, yang diikuti dengan adhesi trombosit pada kolagen pada dinding
pembuluh yang terpajan dengan cedera dengan perantara faktor von Willbrand. Trombosit yang
teraktivasi menyebabkan reseptor trombosit Gp IIb/IIIa siap menerima ligan fibrinogen dan
terjadi agregasi trombosit dan membentuk plak trombosit yang menutup luka/truma . Proses ini
kemudian diikuti proses hemostasis sekunder yang ditandai dengan aktivasi koagulasi melalui
jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik.6

 Fibrinolisis

Sistem fibrinolisis berfungsi menghancurkan bekuan fibrin. Fibrinolisis (seperti bekuan) adalah
respon hemostatik normal terhadap luka vaskular. Plasminogen, proenzim, beta globulin dalam
darah dan jaringan dikonversi menjadi serin protease dan plasmin oleh aktivator baik dari
dinding pembuluh darah (aktivasi intrinsik) ataupun dari jaringan (aktivasi ekstrinsik). Plasmin

9
mempunyai afinitas yang sama terhadap fibrin maupun fibrinogen, memecah keduanya menjadi
produk degradasi fibrin/ fibrinogen (fibrin/ fibrinogen degradation products, FDP).5,6

Plasmin mempunyai lingkup aktifitas lebih besar daripada thrombin, menghidrolisis kedua ikatan
peptide arginin dan lisin. Plasmin sanggup mencerna fibrinogen, fibrin, faktor V dan VIII serta
banyak protein lain. Pemecahan ikatan peptide pada fibrin dan finrinogen menghasilkan berbagai
jenis produk pemecahan (degradasi0 (FDP = fibrin degradation products). Produk pemecahan
terbesar, fragmen X, yang dibebaskan dari pencernaan dini fibrinogen atau fibrin,
mempertahankan tempat-tempat yang rentan-trombin dan dengan demikian merupakan
penghambat kompetitif dari thrombin. Fragmen pencernaan selanjutnya yang lebih kecil, Y,
adalah penghambat kompetitif polimerisasi fibrin. Jumlah besar fragmen terkecil D da E
dideteksi dalam plasma pasien dengan “disseminated intravascular coagulation” (pembekuan
intravakuler yang tersebar diseluruh tubuh).5

Inaktivasi plasmin

Plasmin yang beredar di”inaktivasi” oleh penghambat kuat α2-antiplasmin dan α2-makroglobulin.
Ini mencegah destruksi luas fibrinogen dan protein faktor pembekuan lain.5

AKTIVASI INTRINSIK AKTIVASI EKSTRINSIK


Aktifator sel endotel Aktifator Urokinase
Faktor VIIIa dan jaringan lain
Kallikrein
(fibrin merangsang)

Aktivator Plasmin
Fibrin
Plasminogen Plasmin

Frafmen X
Streptokinase

Fragmen Y + D

gambar sistem fibrinolisis.5


Fragmen E +D
 Faktor-faktor yang mempengaruhi homeostasis

Sistem inhibitor

10
Sistem koagulasi diatur oleh sejumlah besar inhibitor. Inhibitor ini berfungsi membatasi reaksi
koagulasi yang berlebihan, agar pembentukan fibrin terbatas di sekitar daerah yang mengalami
injuri saja, untuk mencegah terjadinya kondisi patologi. Beberapa inhibitor penting dalam sistem
koagulasi:

 ATIII (antitrombin III) merupakan inhibitor koagulasi fisiologik yang kuat, terdiri atas
glikoprotein yang disintesa oleh hepar. ATIII menghambat aktivitas thrombin (IIa), F.Xa,
dan dalam tingkatan yang lebih rendah juga menghambat IXa, Xa, XIIa, dan kalikrein.
Fungsi inhibitor ini semakin kuat dengan adanya heparin.
 Protein C merupakan zimogen (praenzim), disintesa di hepar, tegantung vitamin K.
Protein C diaktifkan oleh thrombin bersama dengan ion kalsium dan trombomodulin
yang terletak di permukaan sel endotel. PCa selanjutnya akan menghambat F.Va dan
F.VIII. Aktifitas ini memerlukan permukaan fosfolipid, ion kalsiun, dan sangat
ditingkatkan oleh protein S. PCa juga bekerja aktif selama tejadi proses fibrinolisis
dengan jalan menghambat inhibitor aktivator plasminogen (PAI-1).
 Protein S, juga disintesa di hepar, tergantung vitamin K. Protein S dalam sirkulasi
berfungsi sebagai kofaktor protein C.6

Hubungan pengaktivan komplemen dengan hemostasis

Meskipun pengaktivan komplemen tidak termaksud bagian integral dari fisiologis hemostasis,
namun mempunyai peranan penting dalam penyakit trombohemoragik. Sistem komplemen dapat
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, mengakibatkan hipotensi dan syok, suatu kejadian
yang sering terjadi dalam koagulasi intravaskular diseminata (disseminated intravascular
coagulation, DIC) dan kelainan trombohemoragik yang lain. Pengaktifan komplemen C8-9 (fase
“attack”) dapat mengakibatkan lisis osmotik dari eritrosit dan trombosit. Kondisi seperti ini akan
meningkatkan proses koagulasi. Sebagai contoh, lisis eritrosit yang diinduksi komplemen, akan
melepas membran fosfolipoprotein maupun ADP, dimana keduanya berfungsi sebagai
prokoagulan. Lisis trombosit akan melepaskan ADP, yang juga meningkatkan aktivitas
koagulasi.6

11
Sistem komplemen terdiri atas suatu reaksi seri yang terjadi secara berurutan seperti pada reaksi
koagulasi. Pengaktifan C1 sampai C5 disebut fase aktivasi; sedangkan pengaktivan C5 sampai
C9 disebut fase “attack”.

F.XIIIa dapat mengubah prealikrein menjadi kalikrein, yang selanjutnya mengubah plasminogen
menjadi plasmin. Plasmin dapat mengaktifkan C1 atau C3. Aktifasi komplemen yang diinduksi
oleh plasmin ini dapat mengakibatkan kondisi klinik yang serius.6

Hubungan pengativan kinin dan koagulasi

Kinin dapat meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, mengakibatkan dilatasi pembuluh


darah, syok, serta kerusakan organ. Seperti halnya aktivasi komplemen, pembentukan kinin
berpusat pada faktor XII. F.XIIa mengubah prekalikrein menjadi kalikrein. Kalikrein mengubah
kininogen menjadi kinin. F.XIIa juga diubah menjadi fragmen XIIa oleh plasmin. Fragmen ini
juga mengaktifkan prekalikrein menjadi kalikrein, sehingga meningkatkan pembentukan kinin.6

B. Idiopatic Trombositopemia purpura

 Etiologi

ITP adalah kelainan trombositopenia yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), tetapi
sekarang diketahui bahwa sebagian besar kelainan ini disebabkan oleh proses imun karena itu
disebut juga autoimmune thrombocytopenic purpura. Pada ITP jumlah trombosit menurun
disebabkan oleh trombosit diikat oleh antibodi, terutama IgG. Antibodi terutama ditujukan
terhadap gpIIb-IIIa atau Ib. Trombosit yang diselimuti antibodi kemudian difagosit oleh
makrofag dalam Sistem Retikuloendotelial terutama lien, akibatnya akan terjadi trombositopenia.
Keadaan ini menyebabkan kompensasi dalam bentuk peningkatan megakariosit dalam sumsum
tulang.7

 Definisi

ITP adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopemia yang menetep
(angka trombosit darah perifer kurang dari 150.000/µL) akibat autoantibodi yang mengikat
antigen trombosit menyebabkan destruksi premature trombosit didalam sistem retikuloendotel
terutama di limpa.8

12
 Gejala Klinis

ITP Akut

ITP akut lebih sering dijumpai pada anak,jarang pada umur dewasa awitan penyakit biasanya
mendadak, riwayat infeksi sering mengawali terjadinya pendaraan berulang, sering dijumpai
eksantem pada anak-anak (rubeola dan rubella) dan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh
virus merupakan 90% dari kasus pediatrik trombositopemia immunologik. Manifestasi
pendarahan ITP akut pada anak biasanya ringan, pendarahan intrakranial terjadi kurang dari 1%
pasien. Pada ITP dewasa, bentuk akut jarang terjadi, namun dapat mengalami pendarahan dan
pendarahan penyakit yang lebih fluminan. ITP akut pada anak biasanya self-limiting, remisi
spontan terjadi pada 90% pasien, 60% sembuh dalam 4-6 minggu dan lebih dari 90% sembuh
dalam 3-6 bulan.8

ITP kronik

Awitan ITP kronik biasanya tidak menentu, riwayat pendarahan sering dari ringan sampai
sedang, infeksi dan pembesaran lien jarang terjadi, serta memiliki perjalanan klinis yang
fluktuatif. Episode pendarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu,
mungkin intermitten atau mungkin terus menerus. Remisi dpontan jarang terjadi dan tampaknya
remisi tidak lengkap.

Manifestasi pendarahan ITP berupa ekimosis, purpura, pada umumnya berat dan frekuensi
pendarahan berkorelasi dengan jumlah trombosit. Secara umum hubungan antara jumlah
trombosit dan gejala antara lain bila pasien dengan AT >50.000 /µL maka biasanya
asimptomatik, AT 30.000-50.000 /µL terdapat luka memar/ hematom, AT 10.000-30.000 /µL
terdapat pendarahan spontan, menoragia dan pendarahan memanjang bila ada luka, AT
<10.000 /µL terjadi pendarahan mukosa (epistaksis, pendarahan gastrointestinal dan
genitourinaria) dan resiko pendarahan sistem saraf pusat.8

 Patogenesis

13
Sindrom ITP disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yang berikatan dengan trombosit
autolog kemudian dibersihkan dengan cepat dari sirkulasi oleh sistem fagosit mononuklir melalui
respon Fc makrofag.

Diperkirakan bahwa ITP diperantarai oleh autoantibodi, mengingat kejadian transient


trombositopeni pada neonates yang lahir dari ibu yang menderita ITP, dan perkiraan ini
didukung oleh kejadian transient trombositopeni pada orang sehat yang menerima transfuse
plasma kaya IgG dari seorang pasien ITP. Trombosit yang disimulti oleh autoantibody igG akan
mengalami percepatan pembersihan di lien dan di hati setelah berikatan dengan reseptor Fcg
yang diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada sebagian besar pasien akan terjadi mekanisme
kompensasi dengan peningkatan produksi trombosit. Pada sebagian kecil yang lain, produksi
trombosit tetap terganngu, sebagian akibat destruksi trombosit yang diselimuti autoantibody oleh
makrofag di dalam sumsum tulang (intramedullary), atau karena hambatan pembentukan
megakariosit (megakaryocytopoesis), kadar trombopoetin tidak meningkat, menunjukkan adanya
masa megakariosit normal.8

 Diagnosis Banding

Diagnosis banding ITP antara lain: anemia aplastik, leukemia akut, Dissaminated intravascular
coagulation (DIC), Thrombotic thrombocytopenic purpura-hemolitic uremic syndrome (TTP-
HUS), Antiphospolipid antibody syndrome (APS), Myelodyplastic syndrome, hipersplenisme,
alcoholic liver disease, bentuk sekunder ITP (SLE, HIV, leukemia limfositik kronik),
pseudotrombositopemia karena ethylenediamine tetraacetate (EDTA), obat-bobatan.8

 Diagnosis

Lamanya pendarahan dapat membantu untuk membedakan ITP akut dan kronik, serta tidak
terdapatnya gejala sistemik dapat membantu dokter untuk menyingkirkan bentuk sekunder dan
diagnosis lain. Penting untuk anamnesis pemakaian obat-obatan yang dapat menyebabkan
trombositopemia dan pemeriksaan fisis hanya didapatkan pendarahan kerena trombosit yang
rendah (ptekie, purpura, pendarahan konjungtiva, dan pendarahan selaput lendir yang lain).
Immune Thrombocytopenic Purpura dewasa terjadi umumnya diusia 18-40 tahun dan 2-3 kali
lebih sering mengenai perempuan daripada pria.

14
Splenomegali ringan (hanya ruang traube yang terisi), tidak ada limfadenopati. Selain
trombositopenia hitung darah yang lain normal. Pemeriksaan darah tepi diperlukan untuk
menyingkirkan pseudotrombositopemia dan kelainan hematiologi lain. Megatrombosit sering
terlihat pada pemeriksaan darah tepi. Pada sumsum tulang dijumpai banyak megakariosit dan
agranuler atau tidak mengandung trombosit.8

 Komplikasi

Perdarahan yang sulit diatasi. Perdarahan bisa berupa perdarahan dari traktus digestivus, traktus
urinarius atau traktus urogenital. Perdarahan yang sangat berbahaya dan bersifat fatal adalah
perdarahan cerebral. Adanya perdarahan otak tentunya akan menimbulkan kelainan neurologis
yang sesuai dengan bentuk perdarahannya.12

 Indikasi rujukan

Pada dasarnya penderita ITP yang harus dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas yang sesuai
dengan kebutuhan adalah :
1. Semua penderita ITP akut dan kronik
2. Penderita yang dalam masa kehamilan kehamilan
3. Penderita dengan komplikasi yang mengancam jiwa

Kegiatan rujukan penderita ITP, dapat dibagi dalam beberapa tahapan, yaitu :
1. Tahap pengobatan pendahuluan
2. Tahap transportasi penderita
3. Tahap pengobatan lanjutan14

 Penatalaksanaan

Terapi ITP ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman sehingga mencegan
terjadinya pendarahan mayor. Terapi umum meluputi menghindari aktivitas fisik berlebihan
untuk mencegah trauma terutama trauma kepala, hindari pemakaian obat-obatan yang
mempengaruhi fungsi trombosit. Terapi khusus yakni terapi farmakologis.8

 Terapi awal ITP (standar)

15
Predinison, terapi awal ITP dengan prednisolon atau prednisone dosis 1,0 – 1,5 mg/kgBB/hari
selama 2 minngu dan pada umumnya terjadi pada minggu pertama, bila respon baik
kortokosteroid dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian tapering.8

Immunoglobulin intravena (IgIV), dosis 1g/kg/hari selama 2-3 hari berturut-turut digunakan
bila terjadi pendarahan internal, saat AT <5.000 /mL meskipun telah mendapat terapi
kortikodteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang progresif.8

Splenektomi, digunakan pada ITP dewasa dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua yang gagal
berespon dengan teapi kortikosteroid atau yang perlu terapi trombosit terus menerus. Efek
splenektomi pada kasus yang berhasil adalah menghilangkan tempat-tempat antibodi di
trombosit yang bersifat merusak dan menghilangkan produksi antibodi antitrombin. Indikasi
splenektomi adalah: a) Bila AT <50.000 /µL setelah 4 minggu; b) Angka trombosit menjadi tidak
normal setelah 6-8 minggu (karena problem efek samping); c) Angka trombosit normal tetapi
menurun bila dosis diturunkan.8

 Pendekatan Terapi Konvensional Lini Kedua, Untuk pasien yang dengan terapi
standar kortikosteroid tidak membaik, ada berapa pilihan terapi yang dapat digunakan
sebagai berikut:

Steroid Dosis Tinggi. Terapi pasien PTI refrakter selain prednisolon dapat digunakan
deksametason oral dosis tinggi. Deksametason 40 mg/hari selama 4 hari, diulang setiap 28 hari
untuk 6 siklus. Dari 10 pasien dalam penelitian kecil ini semua memberi respons yang baik
(dengan AT >100.000/mL) bertahan sekurang-kurangnya dalam 6 bulan. Pasien yang tidak
berespon dengan deksametason dosis tinggi segera diganti obat lainnya.8

Metilprednisolon Steroid parenteral seperti metilprednisolon digunakan sebagai terapi lini


kedua dan ketiga pada PTI refrakter. Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pada PTI
anak dan dewasa yang resisten terhadap terapi prednison dosis konvensional. Dari penelitian
Weil pada pasien PTI berat menggunakan dosis tinggi metilprednisolon 30 mg/kg iv kemudian
dosis diturunkan tiap 3 hari sampai 1 mg/kg sekali sehari dibandingkan dengan pasien PTI klinis
ringan yang telah mendapat terapi prednison dosis konvensional. Pasien yang mendapat terapi
metilprednisolon dosis tinggi mempunyai respon lebih cepat (4,7 vs 8,4 hari) dan mempunyai

16
angka respons (80% vs 53%). Respons steroid intravena bersifat sementara pada semua pasien
dan memerlukan steroid oral untuk menjaga agar AT tetap adekuat.8

IglV Dosis Tinggi Imunoglobulin intravena dosis tinggi 1 mg/kg/hari selama 2 hari berturut-
turut, sering dikombinasi dengan kortikosteroid, akan meningkatkan AT dengan cepat. Efek
samping, terutama sakit kepala, namun jika berhasil maka dapat diberikan secara intermiten atau
disubtitusi dengan anti-D intravena.8
Anti-D Intravena. Anti-D intravena telah menunjukkan peningkatan AT 79-90% pada orang
dewasa. Dosis anti-D 50-75 mg/kg perhari IV. Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel darah
merah rhesus D-positif yang secara khusus dibersihkan oleh RES terutama di lien, jadi bersaing
dengan autoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor blockade.8

Alkaloid Vinka. Semua terapi golongan alkaloid vinka jarang digunakan, meskipun mungkin
bernilai ketika terapi lainnya gagal dan ini diperlukan untuk meningkatkan AT dengan cepat,
misalnya vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5-10 ing, setiap minggu selama 4-6 minggu.8

Danazol. Dosis danazol 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon sering
lambat. Fungsi hati harus diperiksa setiap bulan. Bila respons terjadi, dosis diteruskan sampai
dosis maksimal sekurang-kurangnya 1 tahun dan kemudian diturunkan 200 mg/hari setiap 4
bulan.8

Immunosupresif dan Kemoterapi Kombinasi. Immunosupresif diperlukan pada pasien yang


gagal berespons dengan terapi lainnya. Terapi dengan azatioprin (2 mg/kg maksimal 150
mg/hari) atau siklofosfamid sebagai obat tunggal dapat dipertimbangkan dan responnya bertahan
sampai 25%. Pada pasien yang berat, simptomatik, PTI kronik refrakter terhadap berbagai terapi
sebelumnya. Pemakaian siklofosfaraid, vinkristin dan prednisolon sebagai kombinasi telah
efektif digunakan seperti pada limfoma. Siklofosfamid 50-100 mg p.o atau 200 mg/iv/bulan
selama 3 bulan. Azatioprin 50-100 mg p.o, bila 3 bulan tidak ada respon obat dihentikan, bila ada
respons sampai 3 bulan turunkan sampai dosis terkecil.6

17
Dapsone. Dapson dosis 75 mg p.o. per hari, respons terjadi dalam 2 bulan. Pasien-pasien harus
diperiksa G6PD, karena pasien dengan kadar G6PD yang rendah mempunyai risiko hemolisis yang
serius.8

 Faktor pencetus dan memperberat ITP

Genetik

ITP telah didiagnosis pada kembar monozigot dan pada beberapa keluarga, serta telah diketahui
adanya kecenderungan memproduksi autoantibodi pada anggota keluarga yang sama.8

Antibodi-anti Trombosit8

Obat-obatan Antitrombotik

 Aspirin, Aspirin menghambat sintesis tromboxan A2 dengan mengesetilasi secara


irreversible enzim siklooksigenase.
 Tiklopidin, Tiklopidin mengurangi agregasi trombosit dengan menghambat alur ADP
trombosit. Obat ini tidak berefek pada metabolisme prostaglandin.
 Obat penghambat Adrenoreseptor Beta13

 Prognosis

Respon terapi dapat mencapai 50%-70% dengan kortikosteroid. Pasien ITP dewasa
hanya sebagian kecil dapat mengalami remisi spontan. Penyebab kematian pada ITP biasanya
disebabkan oleh pendarahan intra kranial yang berakibat fatal berkisar 2,2% untuk usia lebih dari
40 tahun dan sampai 47,8% untuk usia lebih dari 60 tahun.8

C. Tentang Trombosit

Trombosit dalam sirkulasi adalah kepingan-kepingan dari sitoplasma megakariosit dan


dihasilkan dalam sumsum tulang. Umurnya dalam sirkulasi sekitar 10hari. Trombosit yang baru

18
dibentuk berukuran lebih besar dan memiliki kemampuan hemostatis  lebih baik dari trombosit
tua dalam sirkulasi.5

Struktur trombosit. Membran trombosit kaya fosfolipid, diantaranya faktor trombosit 3 yang
dapat meningkatkan pembekuan saat hemostatis. Trombosit mengandung serabut protein yang
dapat mengerut, yakni aktin dan miosin, pipa halus sejenis kerangka yang memungkinkan
trombosit berubah bentuk, granula berisi ADP dan ATP, ion Ca dan serotonin, serta granula alfa
yang mengandung enzim lisozim. Faktor trombosit 4 dan beta-tromboglobulin adalah zat yang
hanya terdapat dalam trombosit utuh. Adanya trombosit ini dalam plasma menunjukkan adanya
proses penghancuran trombosit berlebih.5

Fungsi trombosit. Fungsi utama adalah pembentukan sumbat mekanis selama respon
hemostatik normal terhadap luka vaskular. Selain itu punya protein stabilisasi fibrin,
penggandaan sel endotel setelah rusak, penyimpanan ion kalsium.5

Trombopoesis. Trombosit berasal dari sel induk pluripoten yang tidak terikat (noncommitted
pluripotent stem cell), yang jika ada permintaan dan dalam keadaan adanya faktor perangsang
trombosit, interleukin, dan TPO (faktor pertumbuhan dan perkembangan megakariosit),
berdiferensiasi menjadi sekelompok sel induk yang terikat (committed stem cell pool) untuk
membentuk megakarioblas dan mengalami maturasi menjadi megakariosit raksasa. Megakariosit
mengalami endomitosis, terjadi pembelahan inti di dalam sel tetapi sel itu sendiri tidak
membelah. Sitoplasma sel akhirnya memisahkan diri menjadi trombosit-trombosit.1

Hemostasis, merupakan peristiwa penghentian perdarahan akibat putusnya atau robeknya


sekaligus mempertahankan darah dalam keadaan cair di dalam kompartemen vaskular.
Hemostasis normal terdiri dari Vaso konstriksi, Agregasi trombosit, Pembekuan, Pertumbuhan
jaringan ikat. Pada Vasokonstriksi inisial pada pembuluh darah yang cedera sehingga aliran
darah di sebelah distal cedrea terganggu. Kemudian terjadi adhesi trombosit, yakni trombosit
melekat pada kolagen terpapar yang membutuhkan faktor Von Willebrand dan glikoprotein
membran trombosit tertentu. Selanjutnya pembentuksn sumbat trombosit yang melibatkan 3
fungsi trombosit :

19
1. Pelepasan ADP, ATP, Ca, dan serotonin dari granula dalam trombosit menyebabkan
agregasi sekunder trombosit pada bagian pembuluh darah  yang rusak.
2. Pembentukan tromboksan A2 trombosit, suatu agregator trombosit yang kuat dan
vasokonstriktor. Sebaliknya prostaglandin intermediate yang dibentuk oleh trombosit
dimetabolisir dalam dinding pembuluh darah menjadi prostasiklin (PGI 2), suatu
antiagregator dan vasodilatator.
3. Peran serta trombosit dalam pembekuan darah. Beberapa reaksi bertingkat koagulasi
memerlukan lipid trombosit dan terjadi pada membran trombosit. Reaksi mencakup
Faktor XI, VIII, X, dan V. Trombosit juga berperan dalam pembekuan dengan pelepasan
Faktor pembekuan I, V, VIII, dan XIII yang tersimpan. Trombin yang dihasilkan
merupakan suatu agregator trombosit yang kuat.
 Setelah itu, terjadi pembentukan jaring fibrin yang terikat dengan agregat tormbosit sehingga
terbentuk sumbat trombosit atau trombus yang lebih stabil. Kemudian pelarutan parsial atau total
agregat hemostasis atau trombus yang lebih stabil.5,9

D. Malpraktek dan Pembuktian ada atau tidak adanya malpraktek dalam kasus ini.

Pengertian malpraktek menurut Black’s Law Dictionary:


Any professional misconduct or unreasonable lack of skill or fidelity in professional or fiduciary
duties, evil practice or illegal or immoral conduct.10

Jenis Malpraktik dalam Hukum:

A. Criminal Malpractice

Masuk kategori ini, bila memenuhi rumusan delik pidana. Pertama, perbuatan tersebut (baik
positf maupun negatif) harus merupakan perbuatan tercela (actus reus). Kedua, dilakukan
dengan sikap batin yang salah (mens rea); yaitu berupa kesengajaan (intensional), kecerobohan
(recklessness) atau kealpaan (negligence).

1. Contoh kasus intensional

o Melakukan aborsi tanpa indikasi medik

o Melakukan euthanasia

20
o Membocorkan rahasia kedokteran

o Tidak melakukan pertolongan terhadap seseorang yang sedang dalam keadaan emergensi
meskipun tahu tidak ada dokter lain yang akan menolongnya (negative act).

o Menerbitkan surat keterangan yang tidak benar.

o Membuat visum et repertum yang tidak benar.

o Memberikan keterangan yang tidak benar di sidang pengadilan dalam kapasitasnya sebagai
ahli.

2. Contoh kasus recklessness

o Melakukan tindakan medis yang tidak sesuai prosedur (legeartis).

o Melakukan tindakan medis tanpa informed consent.

3. Contoh kasus negligence

o Alpa atau kurang hari-hati sehingga meninggalkan gunting dalam perut pasien.

o Alpa atau kurang hati-hati sehingga pasien menderita luka-luka (termasuk cacat) atau
meninggal dunia.

Pada criminal malpractice, tanggung jawabnya selalu bersifat individual (bukan korporasi) dan
personal (hanya pada yang melakukan). Oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain
atau kepada rumah sakit.

B. Civil Malpractice

Jika dokter tidak melaksanakan kewajibannya (ingkar janji), yaitu tidak memberikan prestasinya
sebagaimana yang telah disepakati.

Cotohnya, seorang dokter ahli kandungan sepakat menolong sendiri persalinan seorang wanita
sesuai keinginan wanita tersebut di suatu rumah sakit swasta. Mengingat pembukaan jalan lahir
baru mencapai satu sentimeter, maka dokter meninggalkannya untuk suatu keperluan yang
diperkirakan tidak lama. Ketika dokter itu kembali di tempat ternyata pasien telah melahirkan
dalam keadaan selamat dengan dibantu oleh dokter lain. Dalam kasus seperti ini dokter dapat
digugat atas dasar civil malpractice untuk membayar ganti rugi immaterial, yaitu perasaan cemas
selama menunggu kedatangan dokter yang sangat dipercayainya.

21
Dikategorikan sebagai civil malpractice karena :

1. Tidak melakukan (negative act) apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan

2. Melakukan (positive act) apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
terlambat.

3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.

4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukannya.

Pada civil malpractice, tanggung gugat (liability) dapat bersifat individual atau korporasi. Selain
itu dapat pula dialihkan kepada pihak lain berdasarkan principle of vicarious liability (respondeat
superior, borrowed servant). Dengan ini maka rumah sakit dapat bertanggung gugat atas
kesalahan yang dilakukan oleh dokter-dokternya (sub ordinatnya), asalkan dapat dibuktikan
bahwa tindakan dokter itu dalam rangka melaksanakan kewajiban rumah sakit.

C. Administrative Malpractice

Dikatakan Administrative Malpractice bila dokter melanggar hukum tata usaha negara. Perlu
diketahui bahwa dalam rangka melaksanakan police power (the power of state to protect the
health, safety, morals and general welfare of its citizen) yang menjadi kewenangannya,
pemerintah berhak mengeluarkan berbagai macam peraturan di bidang kesehatan, seperti tentang
persyaratan bagi tenaga kesehatan untuk menjalankan profesi medik, batas kewenangan serta
kewajibannya. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan
dapaat dipersalahkan.

Contoh yang dapat dikategorikan sebagai adminsitrative malpractice antara lain :

o Menjalankan praktik kedokteran tanpa lisensi atau izin.

o Menjalankan tindakan medik yang tidak sesuai lisensi atau izin yang dimiliki.

o Melakukan praktik kedokteran dengan menggunakan lisensi atau izin yang sudah
kalauarsa.

o Tidak membuat rekam medik.11

Pembuktian Malpraktik

22
A. Criminal Malpractice

Pembuktian berdasarkan atas dipenuhi tidaknya unsur pidananya, sehingga tergantung dari jenis
dari criminal malpractice yang dituduhkan. Dalam hal dokter dituduh melakukan kealpaan
sehingga pasien yang ditangani meninggal dunia, menderita luka berat atau luka sedang maka
yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan
sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati (kurang praduga).

B. Civil Malpractice

Pembuktiannya melalui dua cara :

1. Cara langsung

Yaitu membuktikan ke empat unsurnya (4D) secara langsung ; yang terdiri atas unsur kewajiban
(duty), menelantarkan kewajiban (dereliction of duty), rusaknya kesehatan (damage) dan adanya
hubungan langsung antara tindakan menelantarkan dengan rusaknya kesehatan (direct
causation).

Kewajiban dokter timbul jika secara afirmatif menerima suatu tanggung jawab untuk melakukan
tindakan medik melalui hubungan kontraktual (a contract basis), baik yang dibuat atas beban
atau dengan Cuma-Cuma (gratuitous service). Kedua, jika berdasarkan ketentuan yang ada wajib
melakukan tindakan medis (a tort basis). Menelantarkan kewajiban terbukti jika dokter
melakukan tindakan medik yang kualitasnya di bawah standar yaitu suatu tindakan yang
mutunya tidak menggambarkan telah diterapkannya ilmu, keterampilan, perhatian dan
pertimbangan yang layak sebagaimana dilakukan oleh kebanyakan dokter dengan keahlian yang
sama ketika menghadapi situasi dan kondisi yang sama pula. Untuk membuktikan ini diperlukan
kesaksian ahli dari dokter yang sama keahliannya dengan dokter yang sedang diadili.

Rusaknya kesehatan terbukti jika pasien meninggal dunia, cacat, lumpuh, mengalami luka berat
atau luka sedang. Jika pasien meninggal dunia perlu dilakukan otopsi dan bila masih hidup perlu
dilakukan pemeriksaan oleh dokter lain yang akan bertindak sebagai saksi ahli.

Sedangkan hubungan langsung terbukti jika ada hubungan kausalitas antara rusaknya kesehatan
dengan tindakan dokter yang kualitasnya di bawah standar. Untuk membuktikan ini juga
diperlukan kesaksian ahli.

23
2. Cara tak langsung

Cara ini adalah yang paling mudah yaitu dengan mencari fakta-fakta yang berdasarkan doktrin
Res Ipsa Loquitor (the thing speaks for itself) dapat membuktikan adanya kesalahan di pihak
dokter. Namun tidak semua kelalaian dokter meninggalkan fakta semacam itu. Doktrin Res Ipsa
Loquitor ini sebetulnya merupakan varian dari ’doctrine of common knowledge” hanya saja di
sini masih diperlukan sedikit bantuan kesaksian dari ahli untuk menguji apakah fakta yang
ditemukan memang dapat dijadikan bukti adanya kelalaian dokter.

Perlu diketahui bahwa doktrin Res Ipsa Loquitor hanya dapat diterangkan jika fakta yang
ditemukan memenuhi kriteria berikut :

o Fakta tidak mungkin terjadi jika dokter tidak lalai.

o Fakta yang terjadi memang berada di bawah tanggung jawab dokter.

o Pasien tidak ikut menyumbang timbulnya fakta itu atau dengan kata lain tidak ada
contributory negligence.

o Jika misalnya ada gunting atau tang tertinggal dalam perut pasien yang menjalani
operasi, maka gunting atau tang itu berdasarkan doktrin Res Ipsa Loquitor, dapat
dijadikan fakta yang secara tidak langsung dapat membuktikan kesalahan dokter,
mengingat :

 Gunting atau tang yang tertinggal itu berada di bawah tanggung jawab dokter.

 Pasien dalam keadaan terbius sehingga tidak mungkin dapat memberikan


andil terhadap tertinggalnya alat-alat tersebut.11

8.Ulasan

Terdapat perbedaan tentang jalur-jalur pembekuan darah antara buku Fisiologi Sherwood dengan
buku Haematologi Kapitaselekta, dimana pada buku Fisiologi Sherwood hanya didapati jalur
intrinsik dan ekstrinsik, sedangkan pada buku Haematologi didapati jalur intrinsik, ekstrinsik,
dan final common pathway. Namun, setelah dibaca lebih teliti, ternyata buku Fisiologi Sherwood

24
menggabungkan antara jalur ekstrinsik dan final common pathway menjadi satu pada jalur
ekstrinsik.

Pada pleno pakar, dijelaskan bahwa ITP merupakan suatu gangguan pada trombosit, dimana
terdapat masalah pada pembentukan plak sehingga terjadi pendarahan pada pembuluh darah
kecil.

Dugaan adanya kelalaian dokter pada kasus ini, menurut pakar, juga bukan suatu malpraktek
karena pada penyakit ini terdapat defek pada trombosit yang mengakibatkan luka sulit sembuh.
Sehingga dokter harus pandai menjelaskan kepada pasien tentang penyakit ini.

BAB III

KESIMPULAN

25
Ny. T adalah penderita ITP, dan luka yang tidak kunjung sembuh tersebut bukan merupakan
kesalahan dari dokter, karena pada penyakit ini terdapat defek pada trombosit yang mempersulit
sembuhnya luka pada Ny. T.

Daftar Pustaka

26
1. Price, Sylvia A, Wilson,M. Lorraine. Gangguan Koagulasi. In Huriawati Hartanto dkk.
Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.Jakarta: EGC 2005; 292;293
2. Harisons’s manual of medicine,17th ed. P.332
3. Sherwood, L. Darah. In Beatricia I. Santoso. Fisiologi Manusia, dari sel ke sistem. Edisi
2. Jakarta: EGC 1996; 357; 359-361
4. themedicalbiochemistrypage.org/blood-coagulation.html
5. Hoffbrand, A.V. Trombosit, Pembekuan Darah dan Hemostasis. In Iyan Darmawan.
Kapita Selekta “Haematologi” (Essential Haematology). Edisi 2 . Jakarta: EGC 1996;
201-203;207;211-212;
6. Sudoyo, Aru W. dkk. Dasar-dasar hemostasis. In C. Surbakti. Buku Ajar Ilmu penyakit
Dalam. Edisi.4. Jakarta: FK UI 2006; 753
7. Bakta, I Made. Hematologi Klinik dan Ringkas. Jakarta: EGC 2006
8. Sudoyo, Aru W. dkk. Dasar-dasar hemostasis. In Ibnu purwarto. Buku Ajar Ilmu
penyakit Dalam. Edisi.4. Jakarta: FK UI 2006; 659;661;662;663;664
9. Murray, Robert K et.al. Protein Plasma, Immunoglobulin, dan Pembekuan Darah. In
Margaret L. Rand, Phd et.al. Biokimia Harper. Edisi 25. Jakarta: EGC 2003;716;718
10. Budi Sampurna, Zulhasmar Syamsu, Tjetjep Dwijdja Siswaja. Bioetik dan Hukum
Kedokteran, Pengantar bagi Mahasiswa Kedokteran dan Hukum. Jakarta. Pustaka
Dwipar, Oktober 2005
11. Sofwan Dahlan. Hukum Kesehatan Rambu-rambu bagi Profesi Dokter. Semarang. Balai
Penerbit Universitas Diponegoro. 2005
12. http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/1246/2/BK2007-G4.pdf
13. Katzung, Bertram G. Obat yang Digunakan untuk Gangguan Koagulasi. In Robert A.
O’Reilly, MD. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta: EGC 1997; 537-538
14. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08_PenangananPendahuluanPrarujukan.pdf/08_Pen
angananPendahuluanPrarujukan.html

27

You might also like