You are on page 1of 48

Tugas Individu

PROPOSAL PENELITIAN
“KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA SMU YANG
AKAN MENGHADAPI UJIAN”

Mata Kuliah : Penyusunan Skala Psikologi

Dosen Pengampu : Amri Hana M, S.Psi

M. Ikbal, M.Psi

Oleh :

Wenty Anggraini

1550406010

PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2008
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dari waktu ke waktu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
makin pesat. Arus globalisasi semakin hebat. Akibat dari fenomena ini antara
lain munculnya persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, diantaranya
bidang pendidikan. Untuk menghadapi tantangan berat ini dibutuhkan sumber
daya manisia yang berkualitas, salah satu cara yang ditempuh adalah melalui
peningkatan mutu pendidikan.
Kalau seseorang ingin meraih sukses, ada satu hal yang tidak boleh
dilupakan yaitu kedisiplinan. Sebenarnya apa arti dari sebuah kedisiplinan
sehingga memberikan dampak yang begitu besar? Dikatakan bahwa
kedisiplinan adalah sikap mental untuk melakukan hal-hal yang seharusnya
pada saat yang tepat dan benar-benar menghargai waktu. Meskipun pengertian
disiplin sangat sederhana, tetapi agak sulit untuk menerapkan konsep-konsep
kedisiplinan tadi hingga membudaya ke dalam kehidupan sehari-hari.
Di dalam dunia pendidikan, disadari bahwa sekolah-sekolah masih perlu
meningkatkan kedisiplinannya. Masih banyak ditemukan sekolah-sekolah
yang belum berada pada tingkat disiplin yang baik, sehingga hal tersebut akan
mempengaruhi hasil belajar atau prestasi siswa yang kurang baik. Disiplin
menjadi sarana pendidikan, karena dalam mendidik disiplin berperan
mempengaruhi, mendorong, mengendalikan, mengubah, membina dan
membentuk perilaku-perilaku tertentu sesuai dengan nilai-nilai yang
ditanamkan, diajarkan dan diteladankan. Oleh karena itu, sekolah perlu
menempatkan disiplin ke dalam prioritas program pendidikan. Dengan
demikian, para siswa akan terbawa arus disiplin sekolah yang baik yang akan
melahirkan siswa-siswa yang berprestasi.
Tidak ada hal yang lebih penting dalam manajemen diri dibandingkan
dengan kedisiplinan. Selain pentingnya menemukan arah dan tujuan hidup
yang jelas, kedisiplinan merupakan syarat mutlak untuk mencapai impian atau
melaksanakan misi hidup seseorang. Seseorang harus disiplin dalam
mengembangkan diri (lifetime improvements) di segala aspek, harus disiplin
dalam mengelola waktu dan uang, serta harus disiplin dalam melatih
keterampilan dalam setiap bidang yang dipilih oleh seseorang.
Disiplin, kreatif dan memiliki etos kerja yang tinggi menurut Indaryani
dan Milwardani (dalam Nadjamudin, 1998) adalah indikator sumber daya
manusia yang berkualitas dan fondasi yang amat menentukan. Seseorang
dikatakan mempunyai kualitas sumber daya manusia yang tinggi jika dia dapat
menunjukkan perilaku yang mencerminkan adanya kedisiplinan, kreativitas
maupun etos kerja yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Sikap
disiplin merupakan sikap yang harus ditingkatkan, karena memberi manfaat
dan sumbangan yang besar, apalagi pada negara yang masih berkembang
seperti negara Indonesia.
Berhubungan dengan manusia yang berkualitas, dalam khasanah ilmiah
psikologi terdapat istilah prokrastinasi yang menunjukkan suatu perilaku yang
tidak disiplin dalam penggunanaan waktu. Prokrastinasi adalah suatu
kecenderungan untuk menunda dalam memulai maupun menyelesaikan
kinerja secara keseluruhan untuk melakukan aktivitas lain yang tidak berguna,
sehingga kinerja menjadi terhambat, tidak pernah menyelesaikan tugas tepat
waktu, serta sering terlambat dalam menghadiri pertemuan-pertemuan
(Solomon & Rothblum, 1984; Tuckman, dalam http://all.successcenter-
ohiostate. edu/references/procrastinator_APA_paper.htm).
Pembangunan Indonesia dewasa ini menuntut adanya inovasi dan
produktivitas, istilah prokrastinasi akan menjadi istilah yang berkonotasi
negatif, yang menurut Ferrari, dkk.,(dalam Rizvi, 1998) bahwa pada negara
dengan teknologi sudah digunakan, ketepatan waktu menjadi hal yang sangat
penting, sehingga prokrastinasi dapat dianggap sebagai suatu masalah.
Menurut Ferrari (dalam Rizvi,1998) bahwa prokrastinasi akademik
banyak berakibat negatif, dengan melakukan penundaan, banyak waktu yang
terbuang dengan sia-sia. Tugas-tugas menjadi terbengkalai, bahkan bila
diselesaikan hasilnya menjadi tidak maksimal. Penundaan juga bisa
mengakibatkan seseorang kehilangan kesempatan dan peluang yang datang.
Hasil penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa prokrastinasi
merupakan salah satu masalah yang menimpa sebagian besar anggota
masyarakat secara luas, dan pelajar pada lingkungan yang lebih kecil, seperti
sebagian pelajar di sana. Sekitar 25% sampai dengan 75% dari pelajar
melaporkan bahwa prokrastinasi merupakan salah satu masalah dalam lingkup
akademis mereka(Ellis dan Knaus; Solomon dan Rothblum; dalam Ferrari,
dkk, 1995). Pada hasil survey majalah New Statement 26 Februari 1999 juga
memperlihatkan bahwa kurang lebih 20% sampai dengan 70% pelajar
melakukan prokrastinasi.
Menurut Zakarilya (2002) anak-anak usia sekolah, dari Sekolah Dasar
(SD) hingga Sekolah Menengah Umum (SMU), cenderung lebih banyak
mengisi waktunya dengan bermain dan menonton televisi dari pada belajar.
Semangat belajar mereka semakin lama semakin menipis, dan kalah dengan
keinginan untuk bermain. Apalagi saat ini dengan banyak saluran televisi yang
bisa dipilih, membuat anak terpaku di depan pesawat televisi. Masih untung
jika permainan yang dilakukan bersifat positif. Pada kenyataannya, anak-anak
usia sekolah terutama anak-anak SMU justru terjerumus pada kegiatan-
kegiatan yang bersifat negatif seperti penyalahgunaan obat-obatan terlarang,
merokok, minum minuman keras dan sebagainya. Jika sudah terjerumus
dalam kegiatan-kegiatan negatif seperti itu, jangankan menjaga semangat
belajar, berangkat ke sekolah saja mungkin menjadi sebuah beban yang berat.
Ditegaskan kembali oleh Tedjasaputra (2001) dibandingkan tugas
sekolah, seperti pekerjaan rumah (PR) dan buku-buku sekolah, televisi
memiliki daya tarik yang lebih besar bagi anak. Perhatian anak akan lebih
terpusat pada menyaksikan acara di televisi dari pada belajar, sehingga tugas
sekolah menjadi tertunda bahkan menjadi terbengkalai dan anak merasa bosan
untuk belajar. Komputer dan video game adalah pesona yang begitu besar
selain televisi, bagi anak yang mempengaruhi jadwal kehidupan anak sehari-
hari. Bisaanya anak menjadi malas belajar, sulit makan dan tidur tidak pada
waktunya.
Moonks, dkk. (1992) berpendapat bahwa pada remaja terjadi krisis yang
nampak paling jelas pada penggunaan waktu luang yang sering disebut
sebagai waktu pribadi orang (remaja) itu sendiri. Hal yang dapat dicatat adalah
bahwa para remaja mengalami lebih banyak kesukaran dalam memanfaatkan
waktu luangnya.
Sebagai tunas harapan bangsa, remaja diharapkan dapat
mempertahankan eksistensi bangsa di era yang akan datang. Remaja sudah
seharusnya menjadi fokus utama guna mewujudkan sumber daya manusia
yang berkualitas agar mereka dapat bersaing dalam era sekarang ini dan
mandatang. Remaja yang saat ini sedang menempuh bangku sekolah
merupakan calon kompetitor yang akan menghadapi tingkat persaingan yang
tinggi, namun bilamana perilaku prokrastinasi akademik sering dilakukan,
akan dapat menjadi masalah tersendiri bagi mereka, sehingga dapat pula
dikatakan bahwa tingkat kedisplinan mereka rendah, dan juga dapat dianggap
sebagai salah satu indikator bahwa remaja masih belum bisa diharapkan
menjadi sumber daya manusia seperti yang diharapkan. Demikian itu,
prokrastinasi akademik pada mereka dapat dikatakan sebagai suatu masalah.
Dikatakan juga bahwa tingkat prokrastinasi akademik seseorang akan
semakin meningkat seiring dengan makin lamanya studi seseorang (Solomon
dan Rothblum, 1984). Jika masa remaja seseorang sudah melakukan
prokrastinasi akademik, diasumsikan pada mahasiswa tingkat prokrastinasi
akademiknya semakin meningkat. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa
prokrastinasi akademik pada remaja merupakan salah satu masalah yang perlu
mendapat perhatian.
Bagaimana guru-guru memahami kedisiplinan dan bentuk-bentuk
manajemen perilaku lain tergantung pada bagaimana mereka melihat
pekerjaan mereka sebagai seorang guru dan sejauh mana mereka meyakini
bahwa semua anak dapat belajar. Perilaku di kelas dan hasil belajar banyak
dipengaruhi oleh kualitas pengajaran. Guru menguasai banyak faktor yang
mempengaruhi motivasi, prestasi dan perilaku siswa mereka. Lingkungan fisik
di kelas, level kenyamanan emosi yang dialami siswa dan kualitas komunikasi
antar guru dan siswa merupakan faktor penting yang bisa memampukan atau
menghambat pembelajaran yang optimal.
Guru bertanggung jawab untuk berbagai siswa, termasuk mereka dari
keluarga yang tidak mampu atau kurang beruntung, siswa yang mungkin harus
bekerja setelah sekolah, atau mereka yang berasal dari kelompok minoritas
etnis, agama atau bahasa atau mereka dengan berbagai kesulitan atau
kecacatan belajar. Tak satupun dari situasi atau faktor ini harus menyebabkan
masalah pendidikan, namun anak-anak ini mungkin beresiko mendapatkan
pengalaman sekolah yang negatif dan tak bermakna jika guru tidak responsif
terhadap kebutuhan dan kemampuan mereka atau mampu menggunakan
pengajaran dan strategi kelas yang efektif dan disesuaikan menurut individu.
Suatu bentuk perilaku kedisiplinan dapat tercermin dari patuhnya
seseorang terhadap aturan-aturan yang berlaku bagi dirinya sendiri. Datangnya
aturan tersebut bisa dari dirinya sendiri maupun dari lingkungan sosialnya.
Sukses atau tidaknya individu menerapkan aturan yang menjadi prioritasnya
itu, semuanya tergantung pada niat dan kemampuan menegakkan aturan –
aturannya itu sendiri.
Kedisiplinan seseorang dalam belajar, dapat diasumsikan sebagai
ketaatan seseorang untuk melakukan suatu proses belajar, dengan tanpa
tergoda oleh halangan – halangan atau sesuatu yang nantinya dapat menjadi
penghambat berlangsungnya proses belajar itu tadi. Jadi perlu adanya rasa
disiplin yang cukup kuat untuk dapat mencapai suatu proses belajar yang baik.
Setiap siswa, pada akhirnya akan tetap bertemu dengan yang namanya
Ujian Akhir Nasional. Yaitu ujian yang diperuntukkan kepada siswa yang
sudah menapaki akhir dari masa dia di sekolah tempat dia belajar. Banyak
siswa yang berlomba – lomba untuk mendapatkan nilai yang baik dan
memuaskan, agar nantinya dapat mendaftarkan diri ke jenjang yang legih
tinggi dengan nilai yang baik sehingga akan dapat diterima oleh sekolahan itu
dengan mudah. Seperti contohnya, ada anak yang rela mengorbankan waktu
bermainnya hanya demi mengikuti les – les yang nantinya diharapkan akan
memberi dampak dan manfaat yang cukup banyak, bagi si anak tersebut.
Tetapi tidak sedikit pula siswa yang merasa sebuah moment Ujian Akhir
Nasional sebagai waktu yang biasa saja, sehingga mereka akan tetap merasa
santai dan menikmati waktu yang berlalu dengan sekedar pergi bersama teman
– teman, ataupun merasa tidak perlu belajar lagi. Atau ada pula yang berdalih
bahwa belum saatnya memikirkan Ujian Akhir Nasional dengan terburu –
terburu sebagai senjata mereka untuk menghindari belajar. Bahwasanya
belajarnya akan lebih mudah untuk mengingatnya jika waktu belajarnya mepet
dengan waktu akan ujian berlangsung.

B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari
penelitian ini adalah bagaimana tingkat kedisiplinan siswa SMU dalam yang
akan menghadapi ujian?

C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kedisiplinan
siswa SMU dalam yang akan menghadapi ujian

D. Manfaat
Manfaat dari penelitin ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini secara teoritis dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu Psikologi, khususnya Psikologi yang terkait dengan
perilaku disiplin.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna
bagi orang tua dan guru-guru dalam kaitannya dengan bagaimana kesiapan
dan persiapan anak terhadap ujian yang tidak lama lagi akan segera
dilaksanakan serta bagaimana kedisiplinan anak dalam belajar agar
nantinya mencapai hasil yang maksimal.
BAB II
LANDASAN TEORI

1. Pengertian Kedisiplinan
Disiplin merupakan aspek yang sangat penting, karena bukan hanya
diperlukan dalam bidang ekonomi saja, tetapi juga dalam bidang karir,
jabatan, pendidikan, organisasi, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Disiplin
merupakan modal bagi individu agar dalam setiap karirnya lebih baik dari
sebelumnya sehingga tujuan dapat tercapai dengan mudah, dalam arti disiplin
akan membawa individu kea rah kesuksesan dan kemajuan.
Hurlock (2002: 82) berpendapat bahwa, kedisiplinan adalah mentaati
terhadap peraturan yang berlaku serta menyesuaikan dengan harapan social
yang tercakup dalam peraturan-peraturan yang diperlihatkan melalui
pemberian hadiah atau pujian dan pengakuan social. Menurut Hurlock (2002:
83) ada beberapa macam kedisiplinan, yang meliputi disiplin otoriter, disiplin
permissive, dan disiplin demokratis.
Soegeng Prijodarminto (1994: 23) menyatakan bahwa kedisiplinan
adalah kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses serangkaian perilaku
yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan, dan
ketertiban terhadap aturan yang diberlakukan. Karena sudah menyatu dengan
dirinya, maka sikap atau perbuatan yang dilakukan sama sekali tidak dirasakan
sebagai beban, melainkan perilaku atau perbuatan yang ia lakukan benar-benar
kesadaran di dalam dirinya.nilai-nilai kepatuhan, kepekaan, dan kepedulian
telah menjadi bagian dari perlakuan kehidupan. Sebelum orang menyatakan
“aneh” kalau dia berbuat menyimpang, dirinya terlebih dahulu sudah merasa
“aneh”, risih, atau merasa malu dan berdosa kalau berbuat menyimpang.
Kedisiplinan berguna untuk mengarahkan siswa agar dapat berperilaku
sesuai dengan aturan yang berlaku. Menurut Sobur (1985, h.64), kedisiplinan
adalah suatu proses dari latihan atau belajar yang bersangkut paut dengan
pertumbuhan dan perkembangan. Selanjutnya, menurut Hurlock (1991, h.82),
disiplin berasal dari kata “disciple” yang berarti bahwa seseorang belajar
secara sukarela mengikuti seorang pemimpin dan anak merupakan murid yang
belajar dari mereka cara hidup menuju ke hidup yang berguna dan bahagia.
Setiap anak perlu memiliki kedisiplinan bila ia ingin bahagia dan
menjaadi pribadi yang baik penyesuaiannya. Melalui disiplin seseorang dapat
belajar berperilaku dengan cara – cara yang berlaku di masyarakat sehingga ia
dapat diterima oleh anggota kelompok sosialnya. Kedisiplinan pertama kali
didapatkan seorang anak dari keluarganya, dan kemudian anak akan belajar
tentang kedisiplinan ketika ia mulai masuk sekolah.
Menurut Abu (1989, h.30), kedisiplinan sisiwa di sekolah adalah
kepatuhan siswa terhadap peraturan – peraturan yang telah ditetapkan oleh
sekolah. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Soekanto (1996, h. 80) yang
menyebutkan bahwa kedisiplinan merupakan suatu keadaan dimana perilaku
berkembang dalam diri seseorang yang menyesuaikan diri dengan tertib pada
keputusan, peraturan, dan nilai dari suatu pekerjaan.
Sobur (1995, h. 64) berpendapat bahwa seseorang dapat dikatakan
disiplin bila ia sudah berhasil dan bisa mengikuti dengan sendirnya tokoh –
tokoh yang telah menetapkan aturan tersebut. Tokoh – tokoh itu antara lain
adalah orang tua dan guru yang mengarahkan agar kehidupan menjadi lebih
bermanfaat begi diri sendiri dan menimbulkan perasaan bahagia. Lebih lanjut
Sobur juga mengatakan bahwa tujuan dair disiplin itu sendiri adalah membuat
seseorang terlatih dan terkontrol dengan mengajarkan kepada mereka bentuk –
bentuk tingkah laku yang pan tas dan yang tidak pantas atau yang masih asing
bagi mereka. selain itu disiplin juga sebagai pengarahan diri sendiri tanpa
pengaruh atau pengendalian diri dari luar.
Sekolah yang baik mutunya akan menciptakan suasana pengajaran dan
suasana kelas yang menyejukkan, yang akan menimbulkan motivasi belajar,
penuh perhatian dan rasa aman, berlaku adil dan adanya keteraturan yang
dapat memelihara kedisiplinan yang cukup tinggi, akan sangat berpengaruh
terhadap pembentukan sikap dan perilaku kehidupan pendidikan anak dan
pola pikirnya dalam memandang masa depannya kelak nanti. Namun, usaha
untuk menciptakan disiplin pada siswa – siswa tentunya membutuhkan waktu
yang lama dan harus ditetapkan secara bijaksana serta berlaku pada semua
orang yang berada di lingkungan sekolah mulai dari kepala sekolah, guru –
guru, dan para siswa dengan sanksi – sanksi yang diberikan secara bijaksana.
(1989, h.30).
Peraturan – peraturan yang dibuat harus jelas dan dapat dimengerti,
sehingga secara logis seseorang dapat mengikutinya bukan hanya dalam artian
mematuhi otoritas, melainkan juga mengerti bahwa pelanggaran peraturan
dapat merugikan kepentingan bersama dan diri sendiri. (Dreikurs dan Cassel,
1986, h.87). Dengan disiplin, siswa akan memiliki kecakapan mengenai cara
belajar yang baik dan disiplin juga merupakan suatu proses pembentukan
watak yang baik. Dengan adanya peraturan yang ditetapkan, maka siswa akan
mengarahkan diri sehingga menghasilkan suatu kedisiplinan. (Gie, 1988,
h.59).
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa bahwa
kedisiplinan adalah seseorang yang dengan sukarela berperilaku mengikuti,
menyesuaikan diri dengan tertib pada peraturan – peraturan yang berlaku
untuk mencapai kehidupan yang lebih berguna dan bahagia. Dan kedisiplinan
belajar adalah suatu keadaan yang tercipta dan terbentuk melalui proses
serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan,
kesetiaan, keteraturan, dan ketertiban terhadap aturan yang lingkungan
ciptakan demi tercapainya suatu kegiatan belajar. Karena sudah menyatu
dengan dirinya, maka sikap atau perbuatan yang dilakukan bukan lagi
dirasakan sebagai beban, tapi justru akan membebani dirinya bila nantinya dia
tidak berbuat sebagaimana lazimnya.

2. Aspek – aspek Kedisiplinan


Soegeng Prijodarminto mengemukakan bahwa kedisiplinan itu memiliki
3 aspek, yaitu:
1) Sikap mental, yaitu merupakan sikap taat dan tertib sebagai hasil
pengembangan dari latihan, pengendalian pikiran, dan pengendalian
waktu.
2) Pemahaman, yaitu mengenai system aturan perilaku, norma, criteria, dan
standar tadi merupakan syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan
(sukses).
3) Sikap ketaatan, yaitu secara wajar menunjukkan kesungguhan hati untuk
mentaati segala hal secara cermat dan tertib.
Menurut Durkheim (1990, h.93) ada dua aspek dari disiplin, yaitu:
a. Keinginan akan adanya keteraturan.
Keseluruhan tatanan moral bertopang pada keteraturan ini.
b. Penguasaan diri
Seseorang yang disiplin akan memahami bahwa tidak semua
keinginanya dapat terpenuhi karena ia harus menyesuaikan diri dengan
realitas.
Sedangkan menurut Sobur (1985, h.64) dalam kedisiplinan mengandung
aspek kontrol diri, yaitu menguasai tingkah laku sendiri tanpa adanya
pengaruh dari luar sehingga siswa tidak mudah terpengaruh terhadap perilaku
yang tidak atau kurang baik.
Menurut Abu (1989, h.37), kedisiplinan memiliki aspek, yaitu:
a. Ketertiban terhadap peraturan.
Adanya ketaatan atau kepatuhan terhadap peraturan – peraturan secara
tertulis maupun tidak tertulis.
b. Tanggung jawab
Tanggung jawab memunculkan disiplin yang berkaitan dengan bersikap
jujur dan penuh rasa tanggung jawab atas semua perbuatan dan berani
menanggung resikonya.
Pendapat dari tiga orang tokoh di atas, yaitu Durkheim, Abu, dan Sobur
tentang aspek dari kedisiplinan memiliki kesamaan, yaitu aspek ketertiban
terhadap peraturan, aspek tanggung jawab, dan aspek kontrol diri.
Hurlock (2002: 84) menyatakan bahwa disiplin bila dilatih mampu
membentuk perilaku dan sikap individu sesuai dengan standar yang ditetapkan
oleh kelompok. Terdapat empat unsure pokok cara mendisiplinkan, yaitu (1)
Peraturan sebagai pedoman perilaku, (2) Konsisten dalam peraturan tersebut
dan dalam cara yang digunakan untuk mengajarkan dan melaksanakan, (3)
Hukuman pelanggaran peraturan, (4) Penghargaan untuk perilaku yang baik,
yang sejalan dengan peraturan yang berlaku.
a. Peraturan
Peraturan merupakan pola yang ditetapkan untuk mengatur tingkah
laku. Tujuannya adalah untuk membekali individu dengan pedoman
perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu. Menurut Hurlock (2002: 85)
ada dua aspek yang perlu diperhatikan dalam peraturan, yaitu:
1) Fungsi peraturan
Peraturan mempunyai dua fungsi yang sangat penting dalam
membantu individu untuk membentuk makhluk yang bermoral.
Pertama, peraturan mempunyai fungsi pendidikan, sebab peraturan
memperkenalkan pada individu perilaku yang disetujui anggota
kelompok yang tersebut. Kedua, peraturan membentu mengekang
perilaku yang tidak diinginkan.
Agar peraturan dapat memenuhi kedua fungsi tersebut, peraturan
itu harus dimengerti, diingat, dan diterima oleh seseorang. Peraturan
diberikan dalam kata-kata yang tidak dimengerti atau hanya sebagian
dimengerti, peraturan itu tidak berharga sebagai pedoman perilaku dan
gagal mengekang perilaku yang tidak diinginkan.
2) Jumlah peraturan
Banyaknya peraturan yang ada sebagai pedoman perilaku
bervariasi menurut situasi, usia, sikap orang yang mendisiplinkan, cara
menanamkan disiplin, dan banyak faktor yang lain.
b. Hukuman
Hukuman (punishment) berasal dari kata Latin, punier yang berarti
menjatuhkan hukuman pada seseorang karena suatu kesalahan,
perlawanan, atau ganjaran sebgai balasan. walaupun tidak dikatakan secara
jelas bahwa kesalahan perlawanan atau pelanggaran ini disengaja, dalam
artian bahwa orang itu mengatahui bahwa peraturan itu salah tetapi tetap
saja melakukannya.
c. Penghargaan
Unsur ketiga dari disiplin adalah penghargaan. Penghargaan menunjuk
pada tiap bentuk penghargaan untuk suatu hasil yang baik. Penghargaan
tidak perlu berupa materi, tetapi bisa juga berupa kata-kata pujian,
senyuman, atau tepukan di pundak.
1) Fungsi Penghargaan
Penghargaan mempunyai tiga peranan penting agar individu
berperilaku sesuai dengan cara yang direstui oleh masyarakat.
Pertama, penghargaan mempunyai nilai mendidik yaitu bila suatu
tindakan disetujui, individu merasa hal itu baik. sepertihalnya
hukuman, penghargaan juga merupakan usaha individu untuk
berperilaku menurut standar yang disetujui secara social nilai edukatif
pendidikan itu meningkat.
Kedua, penghargaan sebagai fungsi motivasi, yaitu untuk
mengulangi perilaku yang disetujui yang dinyatakan dengan
penghargaan di masa mendatang mereka berusaha untuk memberikan
penghargaan. Ketiga, Penghargaan berfungsi untuk memperkuat
perilaku yang disetujui secara, dan diadakannya penghargaan
melemahkan keinginan untuk mengulangi perilaku ini.
2) Jenis Penghargaan
Penghargaan yang tepat harus disesuaikan dengan perkembangan
individu, bila tidak akan kehilangan efektifitasnya. Beberapa Jenis
penghargaan, yaitu: (a) Penerimaan social, yaitu komentar seperti
“kamu membersihkan kamarmu dengan baik, saya tidak bisa
melakukan sepertimu”, selalu dihubungkan dengan tindakan tersebut.
Bila pujian diharapkan nilai edukatif, ia harus merefleksikan tingkat
persetujuan social atas tindakan daripada suasana hatiorang yang
memberikan pujian. (b) Hadiah; hadiah kadang-kadang diberikan
sebagai penghargaan untuk perilaku yang baik. suatu hadiah dapat
merupakan sebagai tanda kasih sayang, penghargaan atas suatu
kemampuan atau prestasi seseorang, bentuk dorongan atau
kepercayaan. Adapun situasinnya, hadiah menambah rasa harga diri
seseorang individu. (c) Perlakuan Istimewa, misal menonton TV
walaupun jam tidur sudah larut atau pergi nonton film terutama beguna
sebagai penghargaan bagi seseorang individu yang lebih besar.
3) Konsistensi
Konsistensi berarti tingkat keseragaman atas stabilitas. Ia tidak
sama dengan ketepatan, yang artinya tidak ada perubahan. sebaliknya
artinya adalah suatu kecenderungan menuju kesamaan. bila disiplin itu
konstan, tidak ad perubahan untuk menghadapi perubahan kebutuhan
perkembangan yang berubah. Konsistensi harus menjadi semua aspek
disiplin. harus ada konsistensi dalam setiap peraturan yang dijadikan
sebagai pedoman perilaku, konsistensi dalam sistem peraturan ini
dijalankan dan dipaksakan, dalam artan hukuman yang diberikan pada
mereka yang tidak menyesuaikan standar, dan dalam penghargaan
pada mereka yang menyesuaikan.
Konsistensi dalam disiplin mempunyai tiga peranan pernting.
Pertama, konsisten mempunyai nilai mendidik yang besar. Bila
peraturannta konsisten ia memacu proses belajar. Kedua, kensisten
memiliki nilai moetivasi yang kuat. seorang individu yang mneyadari
bahwa pengahrgaan selalu menyertai perilkau yang disetujui atau
hukuman yang dilarang. Ketiga, konsistensi mempertinggi
penghargaan terhadap peraturan dan orang yang berkuasa.

3. Terbentuknya Disiplin
Soegeng Prijodarminto (1987: 26) menyatakan bahwa terbentuknya
disiplin melalui serangkaian perilaku yang menunjukkan ketaatan, kepatuhan
terhadap peraturan yang berlaku, kesadaran dalam melaksanakan peraturan,
dan kesetiaan anggota kepada pimpinan.
a. Ketaatan dan Kepatuhan
Ketaatan dan kepatuhan terhadap ketentuan, aturan-aturan atau
kelaziman-kelaziman yang berlku sangat penting adanya. Fungsi dari
kepatuhan dan ketaatan adalah untuk mencapai ketertiban dan
kenyamanan dalam proses belajar.
Kepatuhan berasal dari kata ”patuh” yang berarti suka menurut,
berdisiplin. Sedangkan kepatuhan berarti sifat patuh, ketaatan
(Depdikbud, 1996: 40).
Oleh karena itu masalah kepatuhan dalam mentaati peraturan-peraturan
belajar masih bersifat abstrak sekali, maka perlu diidentifikasi terlebih
bahulu indikator-indikator yang meliputi:
1) Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan
dengan hal (mata pelajaran), (Depdikbud, 1996: 995). Jadi
pengetahuan yang dimaksud adalah kedisiplinan belajar siswa SMA
dalam menghadapi ujian adalah segala sesuatu yang diketahui oleh
siswa berkenaan dengan hal-hal apa saja yang harus dilaksanakan
ataupun yang harus dihindari demi tercapainya suatu hasil yang
maksimal dalam hasil belajarnya sebagai siswa kelas 3 SMA yang
akan menghadapi ujian.
2) Perilaku
Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap
rangsangan atau lingkungan (Depdikbud, 1996: 775). Perilaku dalam
kedisiplinan belajar siswa SMA menjelang ujian adalah tanggapan atau
reaksi berupa tindakan nyata untuk disiplin, untuk mendisiplinkan
proses belajar agar tindak mendapat banyak gangguan yang berasal
dari dalam diri siswa itu sendiri, maupun dari sosial lingkungannya.
Jika dikembalikan pada permasalahan semula, maka dengan
pengetahuan, sikap dan perilaku yang dimiliki oleh siswa dalam
melaksanakan kewajibannya sebagai seorang siswa akan dapat terwujud
dengan baik dan mendapatkan hasil yang maksimal.
b. Kesadaran
Kesadaran berasal dari kata sadar yang mendapat imbuhan awalan ke
dan akhiran an. Sadar diartikan sebagai tahu, sedangkan imbuhan ke dan
an menunjukkan pada keadaan. Dengan demikian, kesadaran dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1) Keadaan tahu, mengerti atau merasa.
2) Keinsyafan.
Dari batasan-batasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan kesadaran di sini adalah keadaan tahu, mengerti atau
merasa atau sesuatu yang dirasakan tahu atau yang dialami seseorang.
Setiap anggota organisasi harus menyadari bahwa aturan-aturan atau
ketentuan-ketentuan ataupun kelaziman-kelaziman yang berlaku, yang
harus dipatuhi adalah berguna untuk tercapainya tujuan, yang dalam hal
ini adalah justru untuk kebaikan atau untuk kepentingan manusia itu
sendiri, untuk keselamatan atau untuk keberhasilannya dalam usaha
dengan memuaskan. Kesadaran tersebut akan menjadi pendorong dalam
diri setiap anggota untuk bertingkah laku, untuk berbuat sesuai aturan,
ketentuan-ketentuan atau kelaziman yang berlaku. Dengan kesadaran akan
timbul atau tumbuh apa yang kita dengan disiplin yang hidup sebagai
lawan dari disiplin yang mati. Kesadaran akan menjadi dasar yang kuat
bagi pengendalian diri.
Pengendalian diri merupakan usaha,baik bagi mental, psikologis,
maupun fisik yang berisi kemampuan untuk menjamin agar tingkah laku
atau perbuatan seorang anak sesuai dengan syarat yang selayaknya atau
dapat mencapai suatu tujuan. Dalam hal ini termasuk kemampuan untuk
menjamin agar seseorang berbuat, bertingkah laku sesuai dengan aturan
atau ketentuan yang berlaku. Karena itu, kesadaran yang dimaksud
hendaklah mengambil tempat dalam setiap hati nurani setiap anggota.
c. Kesetiaan
Kesetiaan merupakan keteguhan hati atau ketaatan setiap siswa kepada
peraturan baik yang dia buat sendiri maupun yang dibuat oleh sosial
lingkungannya. Kesetiaan merupakan hal yang sangat penting sekali demi
terwujudnya ketertiban dan kenyamanan belajar siswa itu sendiri. Untuk
mengetahui kesetiaan seseorang dapat dilihat dari indikator-indikator
berikut:
1) Konsisten adalah keseimbangan antara tindakan yang dilaksanakan
dengan ucapan. Konsisten dalam hal ini adalah tindakan-tindakan
siswa dalam proses belajarnya harus sesuai dengan apa yang menjadi
tujuannya belajar dan mendapat hasil yang maksimal.
2) Tanggung jawab adalah sikap yang berani menerima resiko atau
konsekuesi dari apa yang telah dilakukannya. Jadi seorang siswa harus
berani menanggung segala resiko atau konsekuesi dari apa yang
dilakukan atau diperbuatnya. Tanggung jawab disini dapat dilihat dari
menejemen waktu yang digunakan siswa untuk beristirahat di sela-sela
belajarnya, atau yang lainnya.
BAB III
PENGEMBANGAN SKALA PSIKOLOGI

a. Definisi Operasional
Kedisiplinan adalah perilaku siswa yang dengan sukarela mengikuti,
menyesuaikan dengan tertib pada aturan–aturan yang berlaku untuk mencapai
apa yang menjadi tujuan siswa dengan lebih mudah dan hasilnya maksimal.
Tinggi rendahnya kedisiplinan siswa dapat diukur dengan skala kedisiplinan
yang disusun berdasarkan tiga aspek kedisiplinan, yaitu: ketertiban terhadap
aturan, tanggung jawab, dan kontrol diri. Semakin tinggi skor yang diperoleh
dari skala menunjukkan semakin tinggi kedisiplinan siswa, sebaliknya
semakin rendah skor yang diperoleh menunjukkan semakin rendah
kedisiplinan siswa.
Aspek-aspek dalam skala kedisiplinan ini meliputi:
1. Ketaatan dan Kepatuhan

a) Pengetahuan

Menunjukkan pengetahuan siswa dalam melihat arti dari sebuah


kedisiplinan belajar.

b) Perilaku

Menunjukkan tanggapan atau reaksi berupa tindakan nyata untuk


disiplin waktu proses belajar sedang atau akan berlangsung.

2. Kesadaran

a) Keadaan tahu, mengerti, dan merasa.

Menunjukkan keadaan tahu, mengerti, dan merasa tentang makna dan


tujuan disiplin dalam belajar.
b) Kesadaran pribadi

Menunjukkan kesadaran pribadi siswa mengenai pentingnya disiplin


dalam belajar.

3. Kesetiaan

a) Konsisten
Menunjukkan adanya keseimbangan antara tindakan yang
dilaksanakan dengan ucapan.

b) Tanggung jawab

Menunjukkan sikap berani menanggung semua resiko atau


konsekuensi dari apa yang telah dilakukannya.

b. Blue Print
Tabel

BLUE PRINT SKALA KEDISIPLINAN

No. Variabel Sub Indikator No. Aitem Keterangan


Variabel
1. Kedisi Ketaatan - Pengetahu 1, 7, 13, 19, 25 UF, F, UF, F, UF
plinan dan an 2, 8, 14, 20, 26 F, UF, F, UF, F
Belaja kepatuhan - Perilaku
r
2. Kesadaran - Keadaan 3, 9, 15, 21, 27 F, UF, F, UF, F
tahu,
mengerti,
dan 4, 10, 16, 22, 28 UF, F, UF, F, UF
merasa
- Kesadaran
pribadi
3. Kesetiaan - Konsisten 5, 11, 17, 23, 29 F, UF, F, UF, F
- Tanggung 6, 12, 18, 24, 30 F, UF, F, UF, F
jawab
JUMLAH 30 30
1. KETAATAN DAN KEPATUHAN

ψ Pengetahuan

- Favourable

1. Dalam proses belajar, perlu adanya sebuah kedisiplinan demi

tercapainya hasil yang maksimal

2. Sebagai seorang murid, disipin dalam belajar menjadi sesuatu yang

sangat penting

- Unfavourable

1. Tanpa kedisiplinan dalam belajarpun, saya bisa dapat hasil yang

maksimal

2. Saya merasa akan tetap bisa berprestasi, walaupun saya tidak bisa

disiplin dalam belajar

3. Kesuksesan tetap bisa saya raih, walaupun dalam belajar saya

seenaknya sendiri

ψ Perilaku

- Favourable

1. Begitu waktu belajar saya tiba, saya akan langsung melakukan

kegiatan belajar

2. Ketika waktu belajar tiba, hal-hal yang mengganggu proses belajar

akan saya acuhkan


3. Ketika saya sedang belajar, saya akan menolak ajakan teman untuk

pergi nonton di bioskop walaupun film itu kesukaan saya

- Unfavourable

1. Saya akan menemui teman saya yang datang berkunjung,

walaupun pada saat saya sedang belajar

2. Saya akan langsung berangkat nonton konser grup band favorit

saya walaupun besok akan ujian

2. KESADARAN

ψ Keadaan tahu, mengerti, dan merasa

- Favourable

1. Saya mengerti jika kedisiplinan dalam belajar sangatlah penting

2. Jika saya menerapkan kedisiplinan dalam proses belajar saya, saya

yakin hasil yang akan saya peroleh akan maksimal

3. Disiplin dalam belajar, adalah salah satu faktor kesuksesan

- Unfavourable

1. Saya akan lebih memilih pergi jalan-jalan dengan teman, daripada

belajar dalam persiapan Ujian

2. Walaupun saya tahu jika belajar dalam rangka persiapan ujian

penting, saya akan tetap merasa santai


ψ Kesadaran Pribadi

- Favourable

1. Saat waktu belajar tiba, saya akan langsung menghentikan segala

aktivitas saya yang tidak ada sangkut pautnya dengan belajar

2. Saya akan lebih memilih untuk membaca materi ujian, daripada

pergi jalan-jalan dengan teman-teman

- Unfavourable

1. Ketika ada tontonan di televisi yang menarik, saya akan

menghentikan belajar saya dan langsung melihat televisi itu

2. Sebelum ujian dilaksanakan saya bebas melakukan semua hal

untuk refreshing, karena pada saat ujian saya harus fokus ke

pelajaran

3. Saya belajar ketika sudah diperintahkan oleh kedua orang tua saya

3. KESETIAAN

ψ Konsisten

- Favourable

1. Saya mempunyai jadwal belajar yang sudah saya tepati

2. Waktu belajar yang sudah saya tetapkan, akan saya patuhi

3. Ketika jadwal waktu belajar tiba, saya akan langsung belajar


- Unfavourable

1. Saya tidak mempunyai jadwal belajar saya yang pasti

2. Setiap harinya saya belum pasti mengulang materi yang

diterangkan oleh pengajar

ψ Tanggung jawab

- Favourable

1. Karena sebentar lagi saya akan mengikuti Ujian, maka saya harus

lebih giat belajar

2. Walaupun sedang ada kesibukan, saya tetap menyisihkan waktu

setiap harinya untuk membaca buku pelajaran

3. Karena saya seorang pelajar, saya mempunyai tanggung jawab

untuk selalu belajar di sela-sela aktivitas saya sehari-hari

- Unfavourable

1. Jika di rumah, saya hanya akan belajar ketika disuruh oleh orang

tua

2. Hasil belajar saya nantinya, adalah merupakan tanggung jawab

pengajar saya
BAB IV
HASIL SKALA PSIKOLOGI

a. Skala Psikologi
Dalam penelitian ini digunakan Skala Kedisiplinan Belajar untuk
mengukur seberapa besar tingkat kedisiplinan belajar siswa sebelum ujian
nasional dilaksanakan. Namun dalam pelaksanaan try out skala pada
penelitian ini digunakan Skala Kedisiplinan belajar yang dibuat secara umum.
Tidak langsung dikerucutkan pada persiapan siswa SMA sebelum menghadapi
ujian Nasional. Karena subyek yang peneliti pilih adalah mahasiswi UNNES
yang akan menghadapi ujian yang sebentar lagi akan dilaksanakan. Peneliti
meilih untuk memakai subjek tesebut dikarenakan antara subjek yang
sebenarnya dan yang di try outkan memiliki beberapa karakteristik yang sama.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode skala psikologi sebagai alat ukur. Dalam kegiatan penelitian ini yang
digunakan adalah berupa skala Kedisiplinan Belajar yang berisi sejumlah
pernyataan yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden
dalam arti laporan mengenai diri pribadinya untuk dapat mengukur tingkat
kedisiplinan belajar siswa sebelum menghadapi ujian nasional. Melalui
penggunaan skala psikologi dalam pengumpulan data pada penelitian, maka
diharapkan data yang diperoleh dapat diinterpretasikan dengan lebih objektif
melalui pengukuran disamping valid dan reliabel. Pengumpulan data melalui
skala psikologi dalam penelitian diharapkan dapat mengukur seberapa besar
kedisiplinan belajar yang dimiliki subjek dalam penelitian secara objektif.
Skala ini terdiri dari dua kelompok yaitu item yang berbentuk positif atau
mendukung (favorable) dan item yang berbentuk negatif atau tidak
mendukung (unfavorabel).
Pernyataan dalam aitem favorabel mempunyai skor sebagai berikut ini:
Sangat sesuai (SS ) :4
Sesuai (S) :3
Tidak sesuai (TS) :2
Sangat tidak sesuai (STS) :1
Sementara itu, pernyataan dalam aitem unfavorabel mempunyai skor
sebagai berikut:
Sangat sesuai (SS) :1
Sesuai (S) :2
Tidak sesuai (TS) :3
Sangat tidak sesuai (STS) :4

1. Petunjuk pengisian skala Kedisiplinan Belajar

Beri tanda V (cek) pada kolom pilihan yang dianggap sesuai dengan
keadaan,ide dan pendapat Anda. Adapun makna dari setiap jawaban
adalah sebagai berikut :

SS : Jika pernyataan sangat sesuai dengan apa yang saudara rasakan.

S : Jika pernyataan sesuai dengan apa yang saudara rasakan.

TS : Jika penyataan tidak sesuai dengan apa yang saudara rasakan.

STS :Jika pernyataan sangat tidak sesuai dengan apa yang saudara
rasakan.

2. Skala kedisiplinan belajar

No. Aitem SS S TS ST
S
1. Tanpa kedisiplinan dalam belajarpun, saya bisa

dapat hasil yang maksimal


2. Begitu waktu belajar saya tiba, saya akan

langsung melakukan kegiatan belajar


3. Saya mengerti jika kedisiplinan dalam belajar

sangatlah penting
4. Ketika ada tontonan di televisi yang menarik,

saya akan menghentikan belajar saya dan

langsung melihat televisi itu


5. Saya mempunyai jadwal belajar yang sudah saya
tepati
6. Karena sebentar lagi saya akan mengikuti Ujian,

maka saya harus lebih giat belajar


7. Dalam proses belajar, perlu adanya sebuah

kedisiplinan demi tercapainya hasil yang

maksimal
8. Saya akan menemui teman saya yang datang

berkunjung, walaupun pada saat saya sedang

belajar
9. Saya akan lebih memilih pergi jalan-jalan dengan

teman, daripada belajar dalam persiapan Ujian


10. Saat waktu belajar tiba, saya akan langsung

menghentikan segala aktivitas saya yang tidak ada

sangkut pautnya dengan belajar


11. Saya tidak mempunyai jadwal belajar saya yang

pasti
12. Jika di rumah, saya hanya akan belajar ketika

disuruh oleh orang tua


13. Saya merasa akan tetap bisa berprestasi di

sekolah, walaupun saya tidak bisa disiplin dalam

belajar
14. Ketika waktu belajar tiba, hal-hal yang

mengganggu proses belajar akan saya acuhkan


15. Jika saya menerapkan kedisiplinan dalam proses

belajar saya, saya yakin hasil yang akan saya

peroleh akan maksimal


16. Sebelum ujian dilaksanakan saya bebas

melakukan semua hal untuk refreshing, karena

pada saat ujian saya harus fokus ke pelajaran


17. Waktu belajar yang sudah saya tetapkan, akan
saya patuhi
18. Walaupun sedang ada kesibukan, saya tetap

menyisihkan waktu setiap harinya untuk

membaca buku pelajaran


19. Sebagai seorang siswa, disipin dalam belajar

menjadi sesuatu yang sangat penting


20. Saya akan langsung berangkat nonton konser grup

band favorit saya walaupun besok akan ujian


21. Walaupun saya tahu jika belajar dalam rangka

persiapan ujian penting, saya akan tetap merasa

santai
22. Saya akan lebih memilih untuk membaca materi

ujian, daripada pergi jalan-jalan dengan teman-

teman
23. Setiap harinya saya belum pasti mengulang materi

yang diterangkan oleh pengajar


24. Hasil belajar saya nantinya, adalah merupakan

tanggung jawab pengajar saya


25. Kesuksesan tetap bisa saya raih, walaupun dalam

belajar saya seenaknya sendiri


26. Ketika saya sedang belajar, saya akan menolak

ajakan teman untuk pergi nonton di bioskop

walaupun film itu kesukaan saya


27. Disiplin dalam belajar, adalah salah satu faktor

kesuksesan
28. Saya belajar ketika sudah diperintahkan oleh

kedua orang tua saya


29. Ketika jadwal waktu belajar tiba, saya akan

langsung belajar
30. Karena saya seorang pelajar, saya mempunyai

tanggung jawab untuk selalu belajar di sela-sela

aktivitas saya sehari-hari


b. Hasil Uji Coba (Try Out)
Pada penelitian ini dilaksanakan uji coba Skala Kediplinan Belajar
terhadap subjek uji coba penelitian. Adapun subjek dalam uji coba skala ini
dilaksanakan pada mahasiswi Universitas Negeri Semarang. Subjek dalam uji
coba skala ini berjumlah 50 orang.
Dalam uji coba skala self-disclosure digunakan 30 aitem yang mengacu
pada aspek-aspek yang membentuk kedisiplinan dalam belajar. Uji coba skala
ini dilakukan untuk mengetahui aitem-aitem mana saja yang memiliki
validitas dan reliabilitas tinggi. Dari uji coba skala yang dilakukan terhadap
subjek uji coba, maka diperoleh hasil dimana terdapat 28 aitem valid dan 2
aitem tidak valid dari 30 aitem. Adapun aitem yang tidak valid tersebut adalah
sebagai berikut ini:
1. Saya akan menemui teman saya yang datang berkunjung, walaupun pada
saat saya sedang belajar
2. Setiap harinya saya belum pasti mengulang materi yang diterangkan oleh
pengajar
Terdapatnya 2 aitem yang tidak valid tersebut di atas maka diputuskan
untuk tidak dipergunakan dalam penelitian. Hal ini dikarenakan pada aitem
tersebut telah terwakili oleh aitem-aitem lain yang mengacu pada aspek
kedisiplinan belajar. Dengan digugurkannya atau tidak digunakannya aitem-
aitem yang tidak valid tersebut di dalam penelitian, maka diharapkan skala
kedisiplinan belajar ini masih dapat digunakan sebagai alat ukur untuk
memperoleh data dalam penelitian secara objektif terhadap subjek.
Hasil perhitungan reliabilitas terhadap skala kediplinan belajar siswa
yang akan menempuh ujian, maka diperoleh reliabilitas sebesar 0,909
terhadap 30 aitem skala. Oleh karena itu, maka dapat disimpulkan bahwa skala
kediplinan belajar dapat dipercaya sebagai alat ukur untuk pengambilan data
dalam penelitian.

c. Validitas dan Reliabilitas Skala Psikologi


Dari pelaksanaan uji coba terhadap Skala Kedisiplinan Belajar yang
dilakukan terhadap subjek uji coba, maka diperoleh hasil berupa data yang
menunjukan validitas dan reliabilitas skala.
1. Validitas
Validitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
skala benar – benar dapat mengukur apa yang perlu diukur (Ancok,
1985, h.13). Skala yang tidak valid adalah skala yang hanya mampu
mengungkap sebagian dari atribut yang seharusnya atau justru
mengukur atribut lain (Azwar,2000,h. 7). Validitas berasal dari kata
validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecemasan
suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya
(Azwar, 2003 : 173).
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat
kevalidan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila
mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Suharsimi Arikunto,
2002:144).
Dalam penelitian ini untuk menguji kevalidan instrumen
dilakukan dengan validitas internal instrumen yang dicapai apabila
terdapat kesesuaian antara bagian-bagian instrumen dengan instrumen
secara keseluruhan, (Suharsimi Arikunto, 2002 : 148).
Suatu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui validitas
suatu alat ukur adalah dengan mengkoreksikan antara skor yang
diperoleh tiap – tiap aitem dengan skor total. Korelasi antara skor item
dengan skor total haruslah signifikan karena dengan begitu suatu alat
ukur baru dapat dikatakan mempunyai validitas (Ancok, 1985, h. 13).
Tinggi rendahnya validitas ditunjukkan dengan suatu koefisien
validitas.
Item yang digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan
menggunakan korelasi antara skor item dan skor total item. Korelasi
ini menggunakan rumus Product Moment dari Pearson dengan rumus
sebagai berikut:
(∑X )(∑Y )
∑XY −
N
rxy =

 (∑X ) 2  Y 2 − ( ∑Y )
 2


 ∑X −  ∑
2

N N 

  

Keterangan :
rxy
: Koefisien korelasi Product Moment

∑ XY : Jumlah perkalian skor item dengan skor total


∑X : Jumlah skor tiap-tiap item

∑Y : Jumlah skor total item


N : Jumlah subjek

Hasil perhitungan uji validitas alat ukur pada variabel


Kedisiplian Belajar pada siswa menjelang ujian nasional dilakukan
dengan analisis per indikator dengan menggunakan rumus korelasi
product moment.
Penghitungan uji validitas dilakukan dengan membandingkan
nilai r hitung dengan r tabel (r product moment) untuk N = 50 (subjek
uji coba) dan taraf signifikansi 5% diperoleh r tabel 0,279. Oleh karena
itu, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 2 aitem atau pernyataan
yang tidak valid. Hal ini dapat berarti bahwa terdapat 28 aitem dari 30
item dinyatakan valid. Keadaan hasil ini dikarenakan r hitung > r tabel.
Pada penghitungan uji validitas tersebut ditemukannya r hitung
terendah 0,178 dan tertinggi 0,699.
Terdapatnya 2 aitem yang tidak valid tersebut di atas maka
diputuskan untuk tidak dipergunakan dalam penelitian. Hal ini
dikarenakan pada aitem tersebut telah terwakili oleh aitem-aitem lain
yang mengacu pada aspek kedisiplinan belajar. Dengan digugurkannya
atau tidak digunakannya aitem-aitem yang tidak valid tersebut di
dalam penelitian, maka diharapkan skala kedisiplinan belajar ini masih
dapat digunakan sebagai alat ukur untuk memperoleh data dalam
penelitian secara objektif terhadap subjek. Berikut ini adalah tabel
hasil perhitungan uji validitas variabel kedisiplinan belajar.

Tabel Hasil Uji Validitas Kediplinan Belajar

Aitem Soal r Hitung r Tabel Keterangan


1. 0,437 0,279 Valid
2. 0,475 0,279 Valid

3. 0,671 0,279 Valid


0,570 0,279 Valid
4.
0,506 0,279 Valid
5.
0,468 0,279 Valid
6.
0,640 0,279 Valid
7.
0,187 0,279 Tidak Valid
8.
0,699 0,279 Valid
9.
0,537 0,279 Valid
10. 0,540 0,279 Valid
11. 0,561 0,279 Valid
12. 0,649 0,279 Valid
13. 0,325 0,279 Valid
14. 0,504 0,279 Valid

15. 0,414 0,279 Valid

16. 0,584 0,279 Valid


0,497 0,279 Valid
17.
0,682 0,279 Valid
18.
0,689 0,279 Valid
19.
0,416 0,279 Valid
20.
0,650 0,279 Valid
21.
0,248 0,279 Tidak Valid
22. 0,474 0,279 Valid
23. 0,670 0,279 Valid
 S12 + S 2 2 
α = 21 − 2


 Sx 

24. 0,402 0,279 Valid


25. 0,622 0,279 Valid

26. 0,607 0,279 Valid


0,487 0,279 Valid
27.
0,532 0,279 Valid
28.
29.
30.

2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah taraf sejauh mana test tersebut sama dengan
test itu sendiri (Suryabrata, 1984, h. 29). Sedangkan menurut Ancok
(1987, h. 19) reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana
alat ukur tersebut dipercaya atau dapat diandalkan.
Reliabilitas diterjemahkan dari kata reliability. Pengukuran yang
memilki reliabilitas tinggi adlah pengukuran yang dapat menghasilkan
sata yang reliabel (Azwar, 2003 : 180).
Reliabilitas instrumen merupakan ukuran yang menunjukkan
tingkat kepercayaan instrumen dalam mengungkap data, artinya
istrumen tidak bersifat tendensius, mengarahkan responden untuk
memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang dapat dipercaya
reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya pula (Suharsimi
Arikunto, 2002 : 154).
Untuk keperluan penelitian peneliti menggunakan jenis
reliabilitas internal yaitu menganalisis data dari satu kali hasil
pengetesan terhadap kelompok responden (Suharsimi Arikunto, 2002 :
156).
Reliabilitas memiliki nama lain seperti kepercayaan dan
keajegan. Pengujian terhadap reliabilitas dengan mengunakan formula
koefisien alpha yang dikemukan oleh Cronbach. Adapun rumus
tersebut adalah sebagai berikut :

Keterangan :
α : Koefisien reliabilitas Alpha
2
S1 : Varians skor belahan 1
2
S2 : Varians skor belahan 2
2
Sx : Varians skor total

Hasil perhitungan reliabilitas terhadap skala kedisiplinan belajar


pada siswa yang akan menempuh ujian nasional, maka diperoleh
reliabilitas sebesar 0,909 terhadap 30 aitem skala. Oleh karena itu,
maka dapat disimpulkan bahwa skala kedisiplinan belajar yang dibuat
tersebut dapat dipercaya sebagai alat untuk pengambilan data secara
objektif di dalam penelitian untuk mengetahui seberapa besar
kedisiplinan belajar pada subjek penelitian.
Berikut ini merupakan table hasil perhitungan uji reliabilitas
variabel kedisiplinan belajar.
Case Processing Summary

N %
Cases Valid 50 100,0
Exclud
0 ,0
ed(a)
Total 50 100,0

a Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's N of
Alpha Items
,909 30
BAB V
REFLEKSI; KESAN-PESAN PENYUSUNAN SKALA
PSIKOLOGI

Dalam penyusunan skala psikologi yang membahas tentang kedisiplinan


belajar siswa menjelang pelaksaaan ujian nasional ini ditemukan berbagai
hambatan. Diantaranya adalah karakteristik subjek penelitian yang diinginkan
oleh peneliti adalah siswa SMA yang tergolong lemah dalam hal disiplin
belajar. Tetapi pada kenyataannya peneliti memilih subjek mahasiswi UNNES
secara acak. Alasan mengapa peneliti memilih subjek penelitian mahasiswi
UNNES adalah adanya karakteristik yang sama yaitu mahasiswi yang dalam
persiapan menjelang ujian akhir semester. Tapi skala ini dapat dikatakan
sudah dapat digunakan pada penelitian oleh peneliti pada subjek yang
sebenarnya
Terdapatnya 30 aitem di dalam skala kedisiplinan belajar yang
digunakan dalam uji coba skala ini dirasakan sangat minim sekali dan terbatas
sekali dalam proses pengukuran validitas dan reliabilitas skala psikologi
sebagai alat ukur dalam penelitian yang dilakuakan terdapap subjek penelitian.
Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan aitem-aitem yang gugur akibat tidak
valid dalam pengukuran tingkat validitas skala. Dengan terdapatnya skala
dengan jumlah aitem yang besar, maka diharapkan dapat menjadi pilihan
dalam palaksanaan pada subjek yang sebenarnya.
BAB VI
PENUTUP

a. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data seperti yang terurai di atas, maka peneliti dapat
menyimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Dari hasil perhitungan terhadap hasil try out pada skala kedisiplinan
belajar, maka diperoleh r hitung 1 dengan taraf signifikansi 5% untuk

N=50. Oleh karena itu maka diperoleh r tabel 0,279. Dari hasil

perhitungan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa r hitung 1 > r tabel

0,279.
2. Dengan membandingkan nilai r hitung dengan r tabel (r product
moment) untuk N = 50 (subjek uji coba) dan taraf signifikansi 5%
diperoleh r tabel 0,279 , maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 2
aitem atau pernyataan yang tidak valid.
3. Terdapat 28 aitem dari 30 item dinyatakan valid, karena r hitung > r
tabel.
4. Ditemukannya r hitung terendah terendah 0,178 dan tertinggi 0,699.
5. Terdapatnya 2 aitem yang tidak valid tersebut maka diputuskan untuk
tidak dipergunakan atau digugurkan dalam penelitian. Hal ini
dikarenakan pada aitem tersebut telah terwakili oleh aitem-aitem lain
yang mengacu pada aspek kedisiplinan belajar.
6. Hasil perhitungan reliabilitas terhadap skala kedisiplinan belajar siswa
menjelang ujian akhir nasional, maka diperoleh reliabilitas sebesar
0,909 terhadap 30 aitem skala. Oleh karena itu, maka dapat disimpulkan
bahwa skala kediplinan belajar yang dibuat tersebut dapat dipercaya
sebagai alat untuk pengambilan data secara objektif di dalam penelitian
untuk mengetahui seberapa besar kedisiplinan belajar pada subjek
penelitian.
b. Saran

Adapun beberapa saran yang dapat digunakan untuk kepentingan


penelitian yang akan datang adalah dimana penelitian berikutnya hendaknya
dapat:
1. Menggunakan sampel dalam jumlah besar agar hasil penelitian dapat
representatif.
2. Sebelum skala psikologi disebarkan terhadap sempel dalam penelitian,
sebaiknya dilakukan uji coba skala terlebih dahulu agar dapat diketahui
validitas dan reliabilitas dari skala psikologi tersebut. Dengan hal ini
maka diharapkan peneliti dapat mengetahui aitem-aitem mana saja yang
valid dan tidak valid untuk dapat digunakan dalam penelitian.
3. Melakukan try out terhadap skala psikologi dengan jumlah subjek yang
besar. Hal ini dimana jumlah subjek dalam try out lebih besar dari
subjek sampel dalam penelitian yang sebenarnya. Hal ini dilakukan
sebagai antisipasi ketika beberapa aitem yang dibuat dalam skala
ternyata menunjukan hasil tidak valid dan reliable sebagai alat ukur.
Dengan dilakukannya try out terhadap subjek dengan jumlah besar
maka dapat diambil langkah untuk menghilangkan sejumlah hasil try
out yang menunjukan hasil tidak valid yang dimungkinkan dipengaruhi
oleh berbagai faktor. Dengan hal ini diharapkan penelitian dapat terus
berjalan dengan subjek-subjek lain yang menunjukan hasil skala
psikologi valid.
4. Membuat dan menggunakan aiten-aitem dalam jumlah besar pada skala
psikologi yang akan digunakan dalam penelitian. Hasil pengukuran
terhadap aitem-aitem yang dilakukan pada try out skala psikologi dapat
memungkinkan diperolehnya hasil dimana terdapat aitem-aitem yang
tidak valid dan reliable sebagai alat ukur. Pada keadaan tersebut dengan
jumlah aitem yang besar pada skala, maka dapat memungkinkan untuk
menggugurkan atau tidak menggunakan aitem-aitem yang tidak valid
tersebut untuk kemudian menggunakan aitem-aitem yang valid untuk
dapat dipergunakan pada penelitian terhadap sempel penelitian yang
sebenarnya.
5. Dalam mengumpulkan data hasil penelitian sebaiknya digunakan
metode pelengkap disamping metode utama. Metode pelengkap dalam
pengumpulan data tersebut dapat berupa metode wawancara dan
observasi. Dengan hal tersebut diharapkan dapat diperoleh hasil data
yang lebih banyak. Selain itu, dengan metode tambahan ini maka juga
dapat digunakan sebagai alat untuk mengkroscek data yang telah
didapat dengan menggunakan metode utama sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Yogyakarta : Rineka Cipta

Atkinson, R.L, dkk. 1993. Pengantar Psikologi: Jilid I. Alih Bahasa: Widjaja
Kusuma. Batam Center: Interaksara.

Azwar, Syaifuddin. 2003. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Azwar, Syaifuddin. 2007. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakrta: Pustaka


Pelajar Offset.

Chaplin, J.P. 2001. Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah: Kartono, K. Jakarta:


PT Raja Grafindo Persada.
LAMPIRAN

1. Correlations

TOTAL
Aitem 01 Pearson Correlation 0,437**
Sig. (2-tailed) 0,001
N 50
Aitem 02 Pearson Correlation 0,475**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 50
Aitem 03 Pearson Correlation 0,671**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 50
Aitem 04 Pearson Correlation 0,570**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 50
Aitem 05 Pearson Correlation 0,506**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 50
Aitem 06 Pearson Correlation 0,468**
Sig. (2-tailed) 0,001
N 50
Aitem 07 Pearson Correlation 0,640**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 50
Aitem 08 Pearson Correlation 0,187
Sig. (2-tailed) 0,195
N 50
Aitem 09 Pearson Correlation 0,699**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 50
Aitem 10 Pearson Correlation 0,537**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 50
Aitem 11 Pearson Correlation 0,540**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 50
Aitem 12 Pearson Correlation 0,561**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 50
Aitem 13 Pearson Correlation 0,649**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 50
Aitem 14 Pearson Correlation 0,325*
Sig. (2-tailed) 0,021
N 50
Aitem 15 Pearson Correlation 0,504**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 50
Aitem 16 Pearson Correlation 0,414**
Sig. (2-tailed) 0,003
N 50
Aitem 17 Pearson Correlation 0,584**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 50
Aitem 18 Pearson Correlation 0,497**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 50
Aitem 19 Pearson Correlation 0,682**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 50
Aitem 20 Pearson Correlation 0,689**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 50
Aitem 21 Pearson Correlation 0,416**
Sig. (2-tailed) 0,003
N 50
Aitem 22 Pearson Correlation 0,650**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 50
Aitem 23 Pearson Correlation 0,248
Sig. (2-tailed) 0,083
N 50
Aitem 24 Pearson Correlation 0,474**
Sig. (2-tailed) 0,001
N 50
Aitem 25 Pearson Correlation 0,670**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 50
Aitem 26 Pearson Correlation 0,402**
Sig. (2-tailed) 0,004
N 50
Aitem 27 Pearson Correlation 0,622**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 50
Aitem 28 Pearson Correlation 0,607**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 50
Aitem 29 Pearson Correlation 0,487**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 50
Aitem 30 Pearson Correlation 0,532**
Sig. (2-tailed) 0,000
N 50
TOTAL Pearson Correlation 1
Sig. (2-tailed)
N 50
* Correlation is
significant at the 0.01
level (2-tailed). ificant at the 0,01 level (2-tailed).
** Correlation is significant at the 0,05 level (2-tailed).

2. Reliability Statistics

Cronbach's N of
Alpha Items
,909 30

A Listwise deletion based on all variables in the procedure.


Nama:

Petunjuk pengisian

Bacalah setiap pernyataan dengan seksama kemudian berikan

jawaban saudara pada kolom bagi setiap pernyataan tersebut dengan

cara member tanda centang (Ö) sesuai dengan keadaan diri saudara.

Adapun pilihan jawaban tersebut adalah:

SS = Sangat Sesuai

S = Sesuai

TS = Tidak Sesuai

STS = Sangat Tidak Sesuai

Setiap orang dapat memberikan jawaban yang berbeda, karena

itu pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri saudara, karena di

sini tidak ada jawaban yang dianggap salah.

No. Aitem SS S TS STS


1. Tanpa kedisiplinan dalam belajarpun,

saya bisa dapat hasil yang maksimal


2. Begitu waktu belajar saya tiba, saya akan

langsung melakukan kegiatan belajar


3. Saya mengerti jika kedisiplinan dalam

belajar sangatlah penting


4. Ketika ada tontonan di televisi yang

menarik, saya akan menghentikan belajar

saya dan langsung melihat televisi itu


5. Saya mempunyai jadwal belajar yang

sudah saya tepati


6. Karena sebentar lagi saya akan mengikuti
Ujian, maka saya harus lebih giat belajar
7. Dalam proses belajar, perlu adanya

sebuah kedisiplinan demi tercapainya

hasil yang maksimal


8. Saya akan menemui teman saya yang

datang berkunjung, walaupun pada saat

saya sedang belajar


9. Saya akan lebih memilih pergi jalan-jalan

dengan teman, daripada belajar dalam

persiapan Ujian
10. Saat waktu belajar tiba, saya akan

langsung menghentikan segala aktivitas

saya yang tidak ada sangkut pautnya

dengan belajar
11. Saya tidak mempunyai jadwal belajar

saya yang pasti


12. Jika di rumah, saya hanya akan belajar

ketika disuruh oleh orang tua


13. Saya merasa akan tetap bisa berprestasi

di sekolah, walaupun saya tidak bisa

disiplin dalam belajar


14. Ketika waktu belajar tiba, hal-hal yang

mengganggu proses belajar akan saya

acuhkan
15. Jika saya menerapkan kedisiplinan dalam
proses belajar saya, saya yakin hasil yang

akan saya peroleh akan maksimal


16. Sebelum ujian dilaksanakan saya bebas

melakukan semua hal untuk refreshing,

karena pada saat ujian saya harus fokus

ke pelajaran
17. Waktu belajar yang sudah saya tetapkan,

akan saya patuhi


18. Walaupun sedang ada kesibukan, saya

tetap menyisihkan waktu setiap harinya

untuk membaca buku pelajaran


19. Sebagai seorang siswa, disipin dalam

belajar menjadi sesuatu yang sangat

penting
20. Saya akan langsung berangkat nonton

konser grup band favorit saya walaupun

besok akan ujian


21. Walaupun saya tahu jika belajar dalam

rangka persiapan ujian penting, saya akan

tetap merasa santai


22. Saya akan lebih memilih untuk membaca

materi ujian, daripada pergi jalan-jalan

dengan teman-teman
23. Setiap harinya saya belum pasti
mengulang materi yang diterangkan oleh

pengajar
24. Hasil belajar saya nantinya, adalah

merupakan tanggung jawab pengajar saya


25. Kesuksesan tetap bisa saya raih,

walaupun dalam belajar saya seenaknya

sendiri
26. Ketika sedang belajar, saya akan menolak

ajakan teman untuk pergi nonton di

bioskop walaupun film itu kesukaan saya


27. Disiplin dalam belajar, adalah salah satu

faktor kesuksesan
28. Saya belajar ketika sudah diperintahkan

oleh kedua orang tua saya


29. Ketika jadwal waktu belajar tiba, saya

akan langsung belajar


30. Karena saya seorang pelajar, saya

mempunyai tanggung jawab untuk selalu

belajar di sela-sela aktivitas saya sehari-

hari

You might also like